“KETERAMPILAN
DASAR MENGAJAR ”
"Gezag / Wibawa"
Evilia Maghfiroh
2023116028
KELAS B
PRODI
PGMI
JURUSAN
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
(IAIN)
PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memlimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gizag” ini tanpa suatu
halangan apapun.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad
SAW semoga kita mendapatkan syafa’at-Nya di yaumil qiyamah nanti.
Amin..
Makalah ini
penulis susun untuk memenuhi syarat penilaian pada mata kuliah Stategi Belajar
Mengajar, dan penulis harap makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis
pribadi maupun para peserta didik lainnya.
Dalam menyusun
makalah ini penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-sumber dan
informasi dari buku-buku yang telah direkomendasikan oleh dosen ataupun buku
yang lain yang terpercaya.
Untuk itu saran dan kritik penulis harapkan berkenan dengan pembuatan makalh ini, demi motivasi
penulis dan kesempurnaanya. Atas perhatiannya penulis ucapan terima kasih.
Pekalongan, 13
September 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tema : Keterampilan Dasar Mengajar
Sub Tema : Gizag (Kewibawaan)
Mengapa Penting Dikaji? Karena guru
sebagai pendidik harus mempunyai kewibawaan, baik pelajaran di dalam kelas
maupun di luar kelas. Interaksi atau hubungan pendidikan tersebut, biasanya
diwarnai oleh adanya aspek pendidikan yang di dasari kewibawaan.
Gizag (kewibawaan)
adalah suatu daya yang mempengaruhi pada seseorang, sehingga orang lain yang
berhadapan dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi patuh dan tunduk
kepadanya.
Gizag (kewibawaan)
bertujuan untuk membawa anak kearah kedewasaan dengan itu pendidik harus
mempunyai kewibawaan yang baik di mata anak didik, karena anak didik
membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan dari pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gizag (Kewibawaan)
Gizag
berasal dari kata zeggen yang berarti “berkata” siapa yang perkataaannya
mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan
atau gizag terhadap orang lain.
Gizag atau
kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat kita
katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) itu adalah
asli. Orang tua dengan langsung m endapatkan tugas dari Tuhan untuk mendidik
anak-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapatkan untuk mendidik anak-anaknya
suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat oleh kewajiban. Hak dari
kewajiban yang ada pada orang tua itu keduanya tidak dapat di pisah-pisahkan.[1]
Gizag
merupakan syarat yang harus ada pada pendidik karena pendidik untuk membawa
anak didik kepada kedewasaan, maka kewibawaan itu termasuk alat pendidikan.
Bahwa
kewibawaan itu termasuk alat pendidikan maka seorang guru harus memiliki
kewibawaan, sebab dengan adanya kewibawaan proses belajar-mengajar akan terlaksana
dengan baik, berdisiplin, tertib dan siswa mematuhi apa yang ditugaskan oleh
guru.[2]
Gizag atau
kewibawaan guru merupakan suatu penilaian yang baik dari peserta didik terhadap
kapabilitas dan kewibawaan yang dimiliki oleh seorang guru. Guru sebagai sosok
sentral dalam kegiatan belajar-mengajar, untuk digugu dan ditiru oleh peserta
didik sebagai peserta didiknya. Karenanya guru harus memiliki citra yang baik
dihadapan peserta didiknya tersebut. Sebab bila citra atau penilaian terhadap
guru yang sudaj tidak baik atau kurangbmemiliki wibawa, tentu akan menghambat
proses belajar mengajar yang diinginkan dalam kerangka mencapai tujuan
pendidikan.
Untuk
menjadi guru, seseorang harus memiliki kepribadian yang kuat dan terpuji.
Kepribadian yang harus ada pada guru adalah kepribadian yang mantap dan stabil,
dewasa, arif dan berwibawa.
1.
Kepribadian yang mantap dan stabil. Memiliki
indikator yang esensial, yaitu : bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma
sosial, bangga sebagai guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak dan
berperilaku.
2.
Kepribadian Dewasa. Memiliki indikator
esensial yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan
memiliki etos kerja sebagai guru.
3.
Kepribadian yang Arif. Memiliki indikator
esensial yaitu menampilkan tindakan yang berdasarkan pada kemanfaatan siswa,
sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan
bertindak.
4.
Kepribadian yang berwibawa. Memiliki
indikator esensial yaitu memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap
proses dan hasil belajar siswa, perilaku yang disegani dan berakhlak mulia yang
bertindak sesuai dengan norma agama (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka
menolong), dan perilaku yang diteladani siswa.[3]
Guru merupakan faktor utama dan berpengaruh terhadap
proses belajar siswa. Dalam pandangan siswa, guru memiliki otoritas, bukan saja
otoritas dalam bidang akademis melainkan dalam bidang non akademis. Kepribadian
guru itu mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan
kebiasaan-kebiasan belajar siswa. Karena kepribadian guru sangat penting
terhadap siswa, maka guru perlu memiliki ciri sebagai orang yang berkepribadian
yang mantap dan dinamis.[4]
Oemar Hamalik mengatakann bahwa : “kemantapan dalam
bekerja hendaknya merupakan karakteristik pribadi, sehingga pola hidup seperti
ini terhayati juga oleh siswa sebagai pendidik. Kemantapan dan integritas
pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melaikan tumbuh melalui suatu
proses belajar yang sengaja di ciptakan”. Kemantapan pribadi berpengaruh pada
tugas, demikian juga dengan kemantapan pribadi guru dalam proses belajar
mengajar yang diselenggarakannya. Kemantapan dan integritas harus dimiliki oleh
setiap guru demi tercapainya tujuan pendidikan.[5]
Berkenaan dengan wibawa guru harus memiliki
kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan
intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang di kembangkan.[6]
B.
Fungsi Kewibawaan dalam Pendidikan
Fungsi
wibawa pendidikan yaitu membawa si anak ke arah pertumbuhannya yang kemudian
dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankanya.
Pada anak
kecil yang kurang lebih berumur tiga tahun, tidak terdapat sikap tunduk atau
patuh dan sikap tidak patuh, yang ada ialah sikap ingin berbuat sama, takut
akan muka marah ayah dan ibu. Jadi, sikap menuntut yang ada pada anak kecil itu
biasanya karena takut dimarahi dan lain-lain, atau karena kebutuhannya akan
rasa aman, dilindungi, dan rasa kepastian yang bebas dari keragu-raguan.
Bentuk
paling sederhana kewibawaan timbul bila si anak dapat diperbolehkan mengerti
bahasa untuk menerima petunjuk-petunjuk tentang apa yang diperbolehkan dengan
apa yang tidak diperbolehkan oleh pendidik. Oleh karena itu, pentinglah bagi si
orang tua untuk tegas dengan pengertian si anak, apa yang sebenarnya di
kehendaki dan diharapkan dari si anak itu. Jika si orang tua tidak tidak
mempergunakan bahasa yang demikian, karena malu atau tidak berani memerintah
maka akan mengakibatkan si anak tidak akan belajar patuh atau tunduk dalam arti
kata sebenarnya. Berhubungan dengan sikap patuh itu Langeveld memandang
masa-protes-pertama itu agak berlainan dengan pendapat ahli-ahli lain.
Beberapa
ahli psikologi berpendapat bahwa masa-protes-pertama itu ialah suatu masa yang
di dalamnya si anak mengetahui bahwa mempunyai kehendak sendiri, dengan
kehendaknya itu ia mengadakan eksperimen; ia ingin mencoba kehendaknya itu yang
biasanya bertentangan dengan kehendak atau keinginan orang dewasa atau orang
tuanya. Karena itu, disebut “masa menentang” (masa protes), krisi gezag
yang pertama.[7]
C. Unsur-unsur
Kewibawaan Guru
Secara umum, sebagaimana dijelaskan oleh
Mohamad Surya (2006), ada empat unsure yang ikut menentukan kewibawaan seorang
guru, yaitu:
1.
Keunggulan
Kewibawaan seorang guru banyak ditemukan oleh
keunggulan penguasaan akademik tertentu. Keunggulan yang berkaitan dengan kewibawaan
guru mencakup keunggulan dalam kompetensi yang dituntut oleh jabatan profesi
guru.
2.
Rasa Percaya Diri
Dengan kepercayaan diri yang kuat, seorang guru akan
tampil lebih menyakinkan dengan wibawa yang mantap. Sehingga dapat meningkatkan
motivasi siswa dengan pengajaran yang baik, dengan penuh rasa percaya diri
untuk memantapkan suatu kemampuan dan kualitas intelektual didepan para
siswanya.
3.
Ketepatan dalam Mengambil Keputusan
Ketepatan dalam mengambil keputusan merupakan faktor
penentu terhadap unjuk diri dan unjuk kerja seorang guru, dalam melaksanakan
tanggung jawabnya. Dengan demikian, ketepatan dalam mengambil keputusan
merupakan salah satu tuntutan professional dalam mewujudkan keefektifan
kinerja. kewibawaan akan meningkat melalui
kemampuan pengambilan keputusan secara tepat, seperti keputusan dalam memilih
dan menggunakan metode, media, penilaian, atau motivasi.
4.
Tanggung Jawab atas Keputusan yang Diambil
Setiap keputusan yang diambil akan menimbulkan berbagai
konsekuensi, baik positif maupun negative. Guru harus bertanggung jawab atas
keputusan yang telah diambilnya. Menghindari tanggung jawab akan mengurangi
terhadap kewibawaan.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gizag atau kewibawaan guru
merupakan suatu penilaian yang baik dari peserta didik terhadap kapabilitas dan
kewibawaan yang dimiliki oleh seorang guru. Guru sebagai sosok sentral dalam
kegiatan belajar-mengajar, untuk digugu dan ditiru oleh peserta didik sebagai
peserta didiknya.
Fungsi wibawa pendidikan
yaitu membawa si anak ke arah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya
mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankanya.
Sebagaimana dijelaskan
oleh Mohamad Surya (2006), ada empat Unsur-unsur Kewibawaan Guru yang ikut
menentukan kewibawaan seorang guru yaitu Keunggulan ,rasa percaya diri,
Tanggung Jawab atas Keputusan yang Diambil , dan Ketepatan dalam Mengambil
Keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar Landasan Konsep dan
Implementasi. Bandung : ALFABETA, CV.
E. Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Aktif dan
Menyenangkan, Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.
Naim, Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan Jalan
Hidup Siswa, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.
Purwanto, M. Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis,
Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.
Suyanto dan Asep Hijad. 2013. Menjadi
Guru Profesional Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas GuRU DI Era
Global. Jakarta : Erlangga.
Profil
Cover
[1] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis,
cet. Ke-13 (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2000), hlm. 48-49
[2] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan Jalan
Hidup Siswa, cet. Ke-1 (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2009), hlm. 44
[3] Suyanto dan Asep Hijad, Menjadi Guru Profesional Strategi
Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas GuRU DI Era Global (Jakarta :
Erlangga,2013), hlm. 15
[4] Ibid., hlm. 16
[5] Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar Landasan Konsep dan
Implementasi,cet. Ke-2 (Bandung : ALFABETA, CV, 2010), hlm. 54
[6] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Aktif dan
Menyenangkan, cet. Ke-1 (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2005), hlm. 37
[7]
M. Ngalim Purwanto, Op.
Cit, h. 51-52
[8]
Ngainun Naim, Op
Cit, hlm. 52-54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar