KOMPETENSI DAN ETIKA GURU
“ETIKA GURU”
Khoirun Nisa’
2021115064)
Kelas
: E
Fakultas
Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam
Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan
2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, taufik,
hidayah serta karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Strategi Belajar
Mengajar mengenai “Etika Guru”. Meskipun banyak hambatan dalam proses
pengerjaannya, serta masih banyak kekurangan di dalamnya, tapi saya berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tidak
lupa kami sampaikan terimakasih untuk dosen pengampu mata kuliah Strategi
Belajar Mengajar, Bapak Muhammad Hufron,
M.S.I yang telah mengajar serta memberi tugas kepada saya. Saya berharap
makalah ini dapat memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar dengan
baik. Dan juga dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Saya
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan,
untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini. Semoga bermanfaat dan terima kasih.
Pekalongan, 6 September 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tema
Kompetensi
dan Etika Guru
B.
Sub Tema
Etika
Guru
C.
Alasan Penting Dikaji
Pentingnya mengkaji tentang “etika
guru” yaitu agar seorang guru itu bisa mencapai keberhasilan dalam mengajar dan
membelajarkan, serta untuk mencapai fungsi dari guru. Karena, untuk
melaksanakan fungsi keguruan, guru dituntut untuk memiliki seperangkat keyakinan,
komitmen, etos kerja, dan etika kerja yang menjamin bahwa guru dengan keyakinan
dan komitmen tersebut dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sehingga tujuan
kegiatan belajar mengajar akan tercapai secara efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika
Secara
etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang
artinya adat kebiasaan atau watak kesusilaan (costum). Secara
terminologis etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga)
diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak).[1]
Selain itu, etika juga dapat didefinisikan sebagai seperangkat
aturan/undang-undang yang menentukan pada perilaku benar dan salah.
Etika
di dalam Islam mengacu pada dua sumber yaitu Al-Qur’an dan Sunnah atau Hadits
Nabi Muhammad SAW. Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang
membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas
umat Islam yang benar-benar menjalankan ajaran Islam.
Etika
dalam Islam menyangkut norma dan tuntunan atau ajaran yang mengatur sistem
kehidupan individu atau lembaga (corporate), kelompok dan masyarakat dalam
interaksi hidup antar individu, antar kelompok atau masyarakat dalam konteks
hubungan dengan Allah dan lingkungan. Di dalam sistem etika Islam ada sistem
penilaian atas perbuatan atau perilaku yang bernilai baik dan bernilai buruk.[2]
B.
Etika Guru
Etika
profesi keguruan adalah aplikasi etika umum yang mengatur perilaku keguruan.
Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan profesi dalam
perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya hukum-hukum pendidikan dan prosedur
kependidikan saja yang mendorong perilaku guru itu, tetapi nilai moral dan
etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.[3]
Etika guru dalam proses pembelajaran diantaranya yaitu:
1.
Cara pandangnya tidak terfokus pada sesuatu yang menarik
perhatiannya saja, namun harus meliputi seluruh kelas.
2.
Tidak persial.
3.
Bersikap tenang, tidak gugup.
4.
Ambil posisi yang baik
sehingga dapat dilihat dan didengar oleh peserta didik.
5.
Bangkitkan kreativitas peserta didik selama kegiatan proses
pembelajaran berlangsung.
6.
Usahakan untuk menguasai bahasa pengantar yang baik dan betul.[4]
Etika guru terhadap peserta didik di
dalam Islam menurut Al-Ghazali yaitu:
1.
Guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap peserta didik dan
memperlakukan mereka seperti perlakuan kita terhadap anak kita sendiri.
2.
Hendaknya guru tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima
kasih, tetapi bermaksud mengajar untuk mencapai keridhaan Allah dan mendekatkan
diri kepada Tuhan.
3.
Hendaknya guru memberi nasihat kepada peserta didik setiap ada
kesempatan.
4.
Hendaknya guru mencegah peserta didik dari akhlak yang tidak baik
dengan jalan sindiran jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan
jalan halus dan jangan mencela.
5.
Guru hendaknya berbicara
dengan bahasa yang dipahami oleh peserta didik.
6.
Jangan menimbulkan rasa benci pada diri peserta didik mengenai
suatu cabang ilmu yang lain, melainkan sayogyanya dibukakan jalan bagi mereka
untuk belajar cabang ilmu tersebut. Artinya, si peserta didik jangan terlalu
fanatik terhadap jurusan pelajarannya saja.
7.
Sayogyanya peserta didik yang masih di bawah umur diberikan
pelajaran yang jelas dan pantas buat dia, dan tidak perlu disebutkan kepadanya
akan rahasia-rahasia yang terkandung di belakang semua itu, hingga tidak
menjadi dingin kemauannya atau gelisah pikirannya.
8.
Sang guru harus mengamalkan
ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.
Sedangkan
menurut al-Abrasi, etika seorang guru yaitu:
1.
Seorang guru harus bersifat zuhud atau tidak mengutamakan materi
dan mengajar karena mencari ridha Allah semata.
2.
Bersih jasmani dan rohani, serta jauh dari dosa dan kesalahan.
3.
Guru juga harus memiliki sifat ikhlas beramal, tulus dan jujur
dalam pekerjaannya.
4.
Guru harus bijaksana dan tegas dalam kata dan perbuatannya.
5.
Guru harus bersifat positif terhadap peserta didiknya.
6.
Guru harus menguasai mata pelajaran yang akan disampaikan kepada
peserta didiknya.
7.
Guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan
pemikiran peserta didik agar ia tidak tersesat dalam mendidik peserta didik
mereka.[5]
Etika guru Indonesia berdasarkan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 42 yaitu:
1.
Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan kreatif,
dinamis, dan dialogis.
2.
Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
3.
Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.[6]
Sedangkan etika guru Indonesia
berdasarkan hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21 sampai dengan 25
November 1973 di Jakarta yaitu:
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik seutuhnya untuk membentuk
manusia pembangun yang ber-Pancasila.
2.
Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum
sesuai kebutuhan peserta didik masing-masing.
3.
Guru mengadakan komunikasi,
terutama dalam memperoleh informasi tentang peserta didik, tetapi menghindari
diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua peserta didik sebaik-baiknya bagi kepentingan peserta didik.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas, untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
7.
Guru menciptakan dan memelihara antara sesama guru, baik
berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
8.
Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan
meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abd.
Rahman. 2004. Pendidikan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
Arifin,
Muhammad dan Barnawi. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz.
Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Mudlorif, Ali. 2012. Pendidik Profesional. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
BIOGRAFI PENULIS
1. Nama
:
Khoirun Nisa’
2. TTL :
Pekalongan, 27 Oktober 1996
3. Alamat
:
Ds. Proto Karangasem Rt. 02 Rw. 01, Kec. Kedungwuni, Kab. Pekalongan
4. Pekerjaan :
Mahasiswi
5. Anak ke
:
3 (Tiga)
6. Saudara kandung : 3 (Tiga)
7. Riwayat Sekolah : - RA Muslimat NU Proto
- MI Salafiyah Syafi’iyah Proto
- Mts Salafiyah Syafi’iyah Proto
- MA Salafiyah Syafi’iyah Proto
- IAIN Pekalongan
|
[1] Barnawi dan Muhammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 47
[2] Dr. Ali Mudlorif, M.Ag., Pendidik Profesional, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 38-42
[3] Ibid., hlm. 52-53
[4] Drs. Zainal Asril, M.Pd., Micro Teaching, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 7
[5] Drs. Abd. Rahman Assegaf, M.A., Pendidikan Tanpa Kekerasan,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm. 220-223
[6] Dr. Ali Mudlorif, M.Ag., Op. Cit., hlm.205-206
[7] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 49-50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar