Laman

new post

zzz

Jumat, 15 September 2017

SBM E 3-D “USWAH (TELADAN)”

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
“USWAH (TELADAN)”


Desi Reviani (2021115072)
Kelas B

  
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2017





KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya. Semoga kita tergolong umat beliau yang mendapat syafaatnya kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini bukan hanya karena usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1.    Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag., selaku Rektor IAIN Pekalongan
2.    Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah & Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan
3.    Bpk. Dr. H. Salafudin, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4.    Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I, selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
5.    Orang tua (Bapak dan Ibu) yang sudah mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6.    Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah yang membahas tentang Keterampilan Dasar Mengajar khususnya “Uswah (teladan)” ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kebaikan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya penulis.



Pekalongan, 11September 2017

Desi Reviani
2021115072
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Tema                   : Keterampilan Dasar Mengajar
B.       Sub Tema            : Uswah (teladan)
C.      Arti Penting Pengkajian Materi
Tema ini sangat penting untuk dikaji, khususnya bagi mahasiswa PAI sebagai calon guru. Seorang guru harus mengetahui bahwa dirinya adalah sosok model bagi peserta didiknya. Apapun yang ia katakan dan ia perbuat akan dinilai dan ditiru oleh peserta didik. Maka dari itu, guru harus mampu menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya. Guru harus menjadi panutan yang benar-benar sesuai bagi anak didiknya. Sehingga dengan adanya pengkajian materi ini akan memberikan gambaran kepada calon guru bagaimana agar mampu menjadi sosok teladan yang benar-benar menggambarkan sosok yang bisa “digugu lan ditiru”.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Uswah (Teladan)
Uswah atau keteladanan adalah cara dakwah atau penyampaian materi yang paling efektif.[1] Karena teladan memiliki arti sesuatu, perbuatan, benda, dan seterusnya yang patut ditiru dan dicontoh.[2]
Keteladanan adalah kunci keberhasilan, termasuk keberhasilan seorang guru dalam mendidik anak didiknya. Contoh dan keteladanan lebih bermakna daripada seribu perintah dan larangan. Sehingga dikatakan bahwa pada hakikatnya seorang guru yang dapat diteladani adalah guru sepanjang hayat anak didik, bahkan lebih dari itu, yaitu sepanjang masa karena keteladanannya diteruskan kepada generasi sesudah mereka dan seterusnya.[3]
Dalam kajian pedagogi, keteladanan memiliki dua jenis yaitu keteladanan sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan sengaja adalah keteladanan yang sengaja diadakan oleh pendidik agar diakui atau ditiru oleh peserta didik, seperti memberi contoh mendirikan sholat yang benar. Sedangkan keteladanan tidak sengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, dan keikhlasan.[4]
Mengenai teladan atau uswah ini, setiap pendidik harus memiliki tiga hal yaitu competency, personality, dan religiosity. Competency menyangkut kemampuan dalam menjalankan tugas secara profesional yang meliputi kompetensi materi (substansi), keterampilan, dan metodologi. Personality menyangkut integritas, komitmen dan dedikasi. Sedangkan religiousity menyangkut pengetahuan, kecakapan dan pengamalan di bidang keagamaan. Dengan ketiga hal tersebut, guru akan mampu menjadi model yang mampu mengembangkan keteladanan-keteladanan di hadapan siswanya.
Namun perlu diingat bahwa membangun keteladanan bukanlah hal yang mudah. Diperlukan niat yang kuat dan mantap, arah yang terfokus, rasa cinta yang tinggi, sikap tulus dan istiqomah. Seperti halnya membangun kultur (budaya), watak dan kepribadian. Dalam membangun keteladanan, pada awalnya akan terasa sulit karena perlu pengorbanan dan perjuangan. Namun setelah terbentuk dan dirasakan manfaatnya, justru menjadi sebuah kebutuhan.[5]

B.       Hakikat Guru sebagai Model atau Teladan
Guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya. Guru adalah pelayan bagi murid-muridnya. Nabi Muhammad pernah menyatakan, “Barangsiapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia, lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)[6]
Menurut Linda dan Richard Eyre, contoh atau berperilaku sebagai guru yang baik akan memberikan dampak yang luas, serta lebih berpengaruh daripada yang sekadar dikatakan. Mengingat kecenderungan meniru yang ada pada setiap manusia. Menurut Ramayulis, dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Senada dengan pendapat Imam Bawani yang mengemukakan bahwa anak-anak pada usia tertentu cenderung meniru dan mengambil alih apa saja yang ada tanpa mengetahui manfaat dan mudharatnya.[7]
Guru adalah orang terdepan dalam memberi contoh sekaligus memberi motivasi atau dorongan kepada murid-muridnya. Sementara, murid adalah orang yang secara intelektual dan moral masih lemah, sehingga ia perlu diperkuat dan mendapatkan bimbingan.[8] Dan tugas memberi bimbingan tersebut terdapat pula pada diri seorang guru. Guru akan menjadi sorotan utama bagi peserta didiknya. Sehingga dalam setiap tingkah lakunya, seharusnya selalu guru jaga dan perhatikan.
Sikap guru terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan harus jelas, tidak boleh dipengaruhi oleh rasa kasihan yang berlebihan kepada murid, takut kepada orang tua murid, dan sebagainya. Yang demikiran itu pada gilirannya akan memperlemah penegakan moral. Percuma guru berbicara tentang kesederhanaan, tetapi ia hidup glamo. Percuma guru menegakkan kebersihan, tetapi ia sendiri membuang puntung rokok semaunya sendiri.[9]
Sehubungan dengan keteladanan yang harus dimiliki guru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1.      Sikap dasar; sikap dasar dalam keteladanan ini nampak pada postur psikologis seorang guru dalam masalah penting, seperti halnya keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.
2.      Bicara dan gaya bicara; penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
3.      Kebiasaan bekerja; salah satu yang mewarnai kehidupan seseorang adalah gaya yang dipakai seseorang dalam bekerja.
4.      Sikap melalui pengalaman dan kesalahan; pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
5.      Pakaian; perlengkapan pribadi yang sangat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.
6.      Hubungan kemanusiaan; diwujudkan dalam pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
7.      Proses berpikir; bagaimana pikiran menghadapi dan memecahkan masalah.
8.      Perilaku neurotis; pertahanan yang dilakukan untuk melindungi diri atau bisa juga untuk menyakiti orang lain.
9.      Selera; pilihan dapat dengan jelas merefleksikan nilai-nilai yang ada pada pribadi seseorang.
10.  Keputusan; keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.
11.  Kesehatan; kualitas tubuh,pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, perspektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.
12.  Gaya hidup secara umum; apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan ini.[10]

C.      Cara Menjadi Guru Teladan
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru agar mempunyai kepribadian yang layak ditiru dan dicintai oleh anak didiknya, antara lain:
1.         Sesuainya kata dan perbuatan
Cara yang paling dominan dipakai oleh seorang guru dalam menyampaikan materi adalah melalui perkataan. Baik untuk menjelaskan mengenai mata pelajaran maupun nilai-nilai pendidikan secara umum. Disinilah perkataan mempunyai peranan yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar.
Namun perlu diperhatikan bahwa perkataan yang mampu melekat pada diri peserta didik bukanlah kata-kata belaka. Karena ketika seorang guru hanya pandai berkata-kata, namun tak sesuai atau berbanding lurus dengan perbuatannya, akan sulit menarik perhatian siswa. Bahkan bisa jadi apa yang disampaikan oleh guru hanya didengarkan, namun dalam hati mereka menganggap itu hanyalah omong kosong belaka. Bila hal ini terjadi, tujuan pendidikan pun akan sulit tercapai dengan baik.
Oleh karena itu, guru harus senantiasa menjaga perkataannya agar sesuai dengan perbuatannya. Atau sebaliknya, guru harus menjaga perbuatannya agar senantiasa sesuai dengan perkataan yang disampaikan pada peserta didik. Jika hal tersebut sudah mampu dijaga, tentu seorang guru akan mempunyai kepribadian yang menimbulkan rasa percaya dan  kekaguman dalam diri anak didik.[11]
2.         Menyadari kedudukannya sebagai guru
Kesadaran sebagai seorang guru yang dimaksud adalah kesadaran yang senantiasa tertanam bahwa ia seorang pendidik bagi anak didiknya. Bukan hanya di sekolah saja, namun dimanapun berada tetaplah seorang guru. Karena meskipun sudah tidak berada di sekolah lagi, guru tetaplah dipandang oleh anak didik dan masyarakat sekitar sebagai seorang guru.
Jika seorang guru telah menyadari itu, ia akan berhati-hati dalam membawa diri. Baik saat berada di sekolah maupun di luar sekolah ia harus menjaga perbuatannya atas dasar sadar akan kedudukannya sebagai guru. Hal itu akan menimbulkan cinta dalam diri peserta didik karena merasa menemukan figur guru yang sebenarnya.[12]
3.         Terus belajar dan menambah ilmu pengetahuan
Seorang guru dituntut untuk menguasai materi yang diampunya secara menyeluruh. Bahkan tidak hanya materi pelajaran saja, namun juga memiliki wawasan pengetahuan yang luas dalam hal apapun. Karena guru yang bisa menyampaikan materi dengan baik dan bisa menjawab kebingungan anak didik mengenai kehidupan pada umunya akan dicintai oleh anak didiknya.[13]
Siswa akan menaruh hormat dan segan kepada guru yang mempunyai banyak pengetahuan. Siswa bangga punya guru yang asertif, yang bisa memahami anak didik bagaimanapun kondisinya. Selain itu, siswa juga akan bertambah energinya untuk belajar, siswa semakin senang diajar oleh guru teladan tersebut.[14]
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Menjadi sosok seorang guru bukanlah hal yang mudah. Ia membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus yang melekat pada diri. Karena seorang guru, ia akan selalu menjadi sorotan dimanapun ia berada, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Apapun yang ia katakan dan ia lakukan akan mendapat penilaian dari peserta didik, orang tua, dan juga masyarakat sekitarnya. Sehingga sosok guru harus mencerminkan pribadi yang berakhlak mulia. Lebih tepatnya guru harus menyadari bahwa dirinya menjadi sosok model atau teladan bagi peserta didiknya. Ia harus menjaga segala tingkah lakunya agar benar-benar layak untuk ditiru.
Jangan sampai kita menjadi sosok guru yang berlawanan antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan. Jika hal tersebut terjadi, maka wibawa kita sebagai seorang guru akan hilang. Dan tujuan seorang guru yang ingin mencerdaskan anak bangsa pun akan sulit tercapai.














DAFTAR PUSTAKA

Alantaqi,Wajihudin. 2010.Rahasia Menjadi Guru Teladan Penuh Empati. Jogjakarta: Garailmu.
Ali,Muhammad.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: AMANI.
Barizi, Ahmad dan Muhammad Idris. 2009.Menjadi Guru Unggul. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Muhaimin Azzet,Akhmad. 2013.Menjadi Guru Favorit. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mustakim,Zaenal. 2017.Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: IAIN Press.
Rustamaji. 2007.Guru Yang Menggairahkan. Yogyakarta: Gama Media.
Sunaryo,Adi dkk.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Umar,Bukhari. 2014.Hadits Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif Hadits). Jakarta: AMZAH.






 PROFIL PENULIS

A.      Biodata Pribadi
Nama Lengkap                : Desi Reviani
Tempat, Tanggal Lahir    : Pemalang, 25 Desember 1996
Jenis Kelamin                  : Perempuan
Agama                             : Islam
Kebangsaan                     : Indonesia
Status                              : Belum Menikah
Alamat                             : Jl. Among Jiwo Rt01/ Rw 01 Bong, Desa Rowosari, Kec. Ulujami, Kab. Pemalang

No Hp                             : 082326134181
Email / Facebook             : Revianidesi25@gmail.com/ Desi Reviani

B.       Riwayat Pendidikan
SD/MI                             : SD Negeri 03 Rowosari         2003 – 2009
SMP/MTs                        : SMP Negeri 1 Ulujami          2009 – 2012
SMA/SMK/MA              : SMA Negeri 1 Comal            2012 – 2015
Perguruan Tinggi             : STAIN/IAIN Pekalongan     2015 – sekarang








[1] Adi Sunaryo, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia., (Jakarta: Balai Pustaka, ...), hlm. 999.
[2] Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: AMANI, ...), hlm. 514.
[3] Ahmad Barizi dan Muhammad Idris, Menjadi Guru Unggul, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2009), hlm. 72.
[4] Bukhari Umar, Hadits Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif Hadits), (Jakarta: AMZAH, 2014), hlm. 118.
[5]Ahmad Barizi dan Muhammad Idris, Op.Cit., hlm. 69-70.
[6] Wajihudin Alantaqi, Rahasia Menjadi Guru Teladan Penuh Empati., ( Jogjakarta: Garailmu, 2010), hlm. 197.
[7]Bukhori Umar, Op.Cit., hlm. 117.
[8]Wajihudin Alantaqi, Op. Cit., hlm. 198.
[9]Ibid., hlm. 200.
[10] Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, ( Pekalongan: IAIN Press, 2017), hlm. 21.
[11]Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 56-57.
[12]Ibid., hlm. 58-59.
[13]Ibid., hlm. 59-60.
[14] Rustamaji, Guru Yang Menggairahkan, ( Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 78.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar