Laman

new post

zzz

Jumat, 15 September 2017

SBM F 3-D “USWAH” (KETELADANAN)

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
“USWAH”
  
Muhammad Son Haj

202 1115 084
Kelas F


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allāh SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan KOMPETENSI DASAR MENGAJAR dengan sub–tema USWAH ini dengan baik.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasūlullāh SAW beserta keluarga, shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia kepada Al Qur’an dan Al Hadits (Sunnah) sampai akhir zaman. Aamiin.
Penulis juga menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada :
1.    Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag., selaku Rektor IAIN Pekalongan
2.    Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3.    Bpk. M. Yasin Abidin, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4.    Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I., selaku Dosen Pengampu Matakuliah Strategi Belajar Mengajar
5.    Orang Tua (Bapak dan Ibu) yang sudah mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6.    Serta semua pihak yang membantu penulis menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih
Pekalongan, 26 Dzulhijjah 1438 H

MUHAMMAD SON HAJI
NIM. 202 1115 084






BAB I
PENDAHULUAN

A.  Tema
Kompetensi Dasar Mengajar

B.  Sub Tema
Uswah

C.  Arti Penting untuk dikaji
Uswah atau Iswah merupakan hal yang harus ada dalam guru, karena guru adalah cerminan siswa kedepannya. Uswah atau iswah yang baik dan patut untuk dicontoh adalah dari Nabi Muhammad SAW, karena beliau mengajarkan semuanya, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Bahkan saat menjadi pendidik, kita juga harus mencontoh kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pendidik. Seluruh metode pembelajaran telah diterapkan oleh Rasūlullāh SAW. Rasūlullāh SAW juga sering mendoakan shahabatnya (muridnya) dihadapannya maupun dibelakangnya.
Patut bagi seorang pendidik (sekarang maupun masa yang akan datang) untuk tetap mencontoh kepribadian dari Rasūlullāh SAW sebagai uswah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Uswah
Dalam kamus Arab Indonesia, kata uswah diartikan sebagai teladan.[1] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teladan (uswah) adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (baik dalam perkataan, perbuatan, perlakuan dan sikap)[2].
Kata uswah ada juga yang membacanya iswah atau suri tauladan digunakan untuk menunjukkan sifat dan juga kepribadian seseorang.[3] Didalam al Qur’an, kata uswah menunjuk kepada dua utusan Allāh SWT, yaitu Nabi Ibrahim ‘alayhissalaam[4] dan Muhammad Shallallahu ‘Alayhi Wasallam[5] yang kedua Nabi tersebut dijadikan tauladan untuk generasi sesudahnya.
Dari kata dasar teladan itu muncullah kata keteladanan, yaitu hal–hal yang dapat ditiru. Maksudnya adalah menjadikan dirinya sebagai contoh nyata yang dapat ditiru anak, karena keteladanan merupakan metode pendidikan yang secara luas diakui sebagai metode yang efektif untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku anak.[6]
Dari pengertian diatas, uswah atau iswah adalah keteladanan yang meluas. Maksudnya kalau anda mengambil kebaikan dari seseorang maka anda akan menjadi teladan. Kalau keteladanan yang bersifatnya terbatas disebut dengan qudwah.



B.  Guru sebagai Uswah
Guru merupakan model yang mampu memberikan contoh atau teladan yang baik kepada siswa agar berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di dunia pendidikan.[7] Guru adalah faktor yang sangat dominan dalam pendidikan formal pada umumnya, karena bagi siswa, seorang guru khususnya guru PAI sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh sebab itu, guru PAI memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai untuk mengembangkan siswanya secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya.[8]
Pemberian contoh teladan yang baik (uswatun hasanah) terhadap anak didik, terutama anak–anak yang belum mampu berfikir kritis akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam perbuatan sehari–hari atau dalam mengerjakan suatu tugas pekerjaan yang sulit. Guru sebagai pembawa dan pengamal nilai–nilai agama, kultur dan ilmu pengetahuan akan memperoleh keaktifan dalam mendidik anak bila menerapkan contoh yang baik, terutama dalam pendidikan akhlaq dan agama serta mental anak didik.[9]

C.  Kriteria Guru Teladan
Menjadi guru teladan merupakan suatu proses pembelajaran seorang guru untuk mendapatkan kesempurnaan dan keridhaan Allāh SWT dalam ilmu yang dimiliki. Secara sederhana menjadi guru teladan adalah kemampuan seorang guru dalam mendapatkan sumber ilmu yang diajarkan dengan cara memberdayakan diri agar mendapatkan kebaikan dari sisi Allāh SWT, yaitu seorang guru mampu meningkatkan kemampuan fungsi panca indra dan otak bersinergi dalam kemampuan intuisi dan hatinya[10].
Kriteria–kriteria seorang pendidik teladan menurut Al Qur’an dan Sunnah Rasūlullāh SAW adalah sebagai berikut :
1.    Ketaqwaan,
2.    Selalu mendoakan anak,
3.    Lemah lembut dalam bermuammalah dengan anak,
4.    Lemah lembut dan menjauhi sifat kasar dalam bermuammalah,
5.    Berhati penyayang,
6.    Pemaaf dan tenang,
7.    Menjauhi sikap marah.[11]
Dapat disimpulkan bahwa kriteria utama dari seorang guru adalah dengan ketaqwaannya kepada Allāh SWT membuat peserta didik untuk mencontohnya, artinya peserta didik tertanam rasa cinta kepada Allāh SWT melalui gurunya sehingga dengan itu peserta didik menjadi lebih dekat kepada Allāh SWT.

D.  Pentingnya Keteladanan Guru
Teladan yang baik dan shalih termasuk hal terpenting yang memiliki pengaruh pada jiwa. Keteladanan sangat berpengaruh terhadap penyiapan anak sebagai makhluk pribadi dan masyarakat (sosial). Karena orang tua (guru) adalah contoh paling tinggi dan paling dekat bagi anak, keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tua baik akhlaqnya, perilakunya, baik sengaja maupun tidak sengaja, bila orang tua benar perkataannya maupun perbuatan, anak akan tumbuh dengan prinsip–prinsip keteladanan orang tua yang tertancap dalam pemikirannya.[12]
Keteladanan merupakan sebuah keniscayaan dalam perkembangan hidup manusia, lebih–lebih jika berbicara tentang dunia pendidikan. Orang yang ingkar terhadapa keteladanan berarti dia meneladani syaithan. Orang yang menganut keteladanan tentu akan paham bahwa keteladanan utama ada pada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan manusia. Meneladani Nabi merupakan satu–satunya jalan yang menghantarkan seorang pendidik pada jalur pencerahan.
Oleh karena itu, sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan guru harus memiliki keteladanan yang mencerminkan seorang guru. Namun tuntutan akan keteladanan sebagai guru kadang–kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi lainnya. Sebagaimana ungkapan yang sering dikemukakan bahwa, “Guru digugu lan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan–pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidup dalam tingkah lakunya bisa diteladani.[13]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Uswah atau iswah adalah keteladanan yang meluas. Maksudnya kalau anda mengambil kebaikan dari seseorang maka anda akan menjadi teladan. Kalau keteladanan yang bersifatnya terbatas disebut dengan qudwah.
Pemberian contoh teladan yang baik (uswatun hasanah) terhadap anak didik, terutama anak–anak yang belum mampu berfikir kritis akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam perbuatan sehari–hari atau dalam mengerjakan suatu tugas pekerjaan yang sulit. Guru sebagai pembawa dan pengamal nilai–nilai agama, kultur dan ilmu pengetahuan akan memperoleh keaktifan dalam mendidik anak bila menerapkan contoh yang baik, terutama dalam pendidikan akhlaq dan agama serta mental anak didik.
Kriteria utama dari seorang guru adalah dengan ketaqwaannya kepada Allāh SWT membuat peserta didik untuk mencontohnya, artinya peserta didik tertanam rasa cinta kepada Allāh SWT melalui gurunya sehingga dengan itu peserta didik menjadi lebih dekat kepada Allāh SWT.
Keteladanan merupakan sebuah keniscayaan dalam perkembangan hidup manusia, lebih–lebih jika berbicara tentang dunia pendidikan. Orang yang ingkar terhadapa keteladanan berarti dia meneladani syaithan. Orang yang menganut keteladanan tentu akan paham bahwa keteladanan utama ada pada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan manusia. Meneladani Nabi merupakan satu–satunya jalan yang menghantarkan seorang pendidik pada jalur pencerahan.



DAFTAR PUSTAKA

al_Maghribi, al Maghribi bin as Said. 2004. Kaifa Turabbi Waladan penj., Zaenal Abidin. Jakarta: Darul Haq

Arifin, M. 1996. Ilmu Pendidikan Cet. 4. Jakarta: Bumi Aksara

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Djamarah, Syaeful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif. Jakarta: Renika Cipta

Jihad, Asep dan Suyanto. 2013. Menjadi Guru Profesional. Semarang: Erlangga

Mahmud dkk. 2013. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Jakarta: Akademika

Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Najieh, Ahmad. 2010. Kamus Arab Indonesia. Surakarta: Insan Kamil

Ramly, Amir Tengku. 2006. Menjadi Guru Bintang Cet. 1. Bekasi: Pustaka Inti

Shihab, Quraish. 2009. Tafsir al Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al Qur’an Volume 14. Jakarta: Lentera Hati

Suraji, Imam. 2011. Prinsip–Prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Al_Qur’an dan Hadits. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press




DATA MAHASISWA

  
A.  Data Diri
Nama Lengkap                       :    Muhammad “Abdullah” Son Haji
Tempat, Tanggal Lahir           :    Pekalongan, 27 Ramadhan 1415 H
Agama                                    :    Islām
Jenis Kelamin                         :    Laki–Laki
Kebangsaan                            :    Indonesia
Status                                     :    Belum Menikah
Alamat                                    :    Jl. Jlamprang, Krapyak Lor Gg. 2 No. 39
Rt.5, Rw.2, Kec. Pekalongan Utara
No Hp                                    :    +62 856–0111–1388
Email / Facebook                    :    emailsehat100persen@gmail.com

B.  Riwayat Pendidikan
TK/RA                                   :    RA Masyithoh 13                             1999–2001
SD/MI/Sederajat                    :    MSI 11 Nurul Islām                         2001–2007
SMP/MTs/Sederajat               :    MTs Nurul Islam                              2007–2010
SMK/SMA/MA/Sederajat     :    Kejar Paket C “Sumber Ilmu”          2012–2015
Perguruan Tinggi                    :    STAIN/IAIN Pekalongan          2015–sekarang




[1]     Ahmad Najieh, Kamus Arab Indonesia, (Surakarta: Insan Kamil, 2010), hlm.14
[2]     Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.1424
[3]     Quraish Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an Volume 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm.163
[4]     QS. Al Mumtahanah (060) ayat 4
[5]     QS. Al Ahzab (033) ayat 21
[6]     Imam Suraji, Prinsip–Prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Al Qur’an dan Hadits, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm.195–196
[7]     Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional, (Semarang: Erlangga, 2013), hlm.2
[8]     Syaeful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Renika Cipta, 2000), hlm.30
[9]     M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Cet. 4, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.212
[10]    Amir Tengku Ramly, Menjadi Guru Bintang Cet. I, (Bekasi: Pustaka Inti, 2006), hlm.117
[11]    Al Maghribi bin as Said al Maghribi, Kaifa Turabbi Waladan penj., Zaenal Abidin, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm.154
[12]    Mahmud dkk, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Jakarta: Akademika, 2013), hlm.161
[13]    E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.175

Tidak ada komentar:

Posting Komentar