Laman

new post

zzz

Jumat, 22 September 2017

TT1 L 2-b BERPALING DARI ORANG BODOH

MAKALAH TAFSIR TARBAWI
KARAKTERISTIK AHLI ILMU : BERPALING DARI ORANG BODOH
 
Nur Hidayah   2021216008 
Kelas   : Reguler Sore (L)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

TAHUN 2017


KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul             “Tafsir Tarbawi : karakteristik ahli ilmu (Berpaling dari Orang Bodoh)” sesuai rencana. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mau mengikuti sunnah-sunnahnya, aamiin.
Ucapan terimakasih kami tujukan kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku Dosen Pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi atas tugas yang telah diberikan semoga dapat menambah wawasan penulis tentang Ilmu Hadist Tarbawi. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga bantuan dari anda sekalian mendapat balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda, aamiin.
Demikianlah kata pengantar dari kami. Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan khususnya kepada mahasiswa IAIN  Pekalongan dan umumnya kepada pembaca.


Pekalongan, 21 September 2017
                                                                                                Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang.......................................................................................... 3
B. Tema.......................................................................................................... 4
C. Sub Tema................................................................................................... 4
D. Arti Penting............................................................................................... 4
BAB II. Pembahasan
A. Teori.......................................................................................................... 5
B. Tafsir Qs. Al- a’raf (199)........................................................................... 6
C. Penjelasan Tafsir........................................................................................ 6
D. Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari.................................................... 9
E. Aspek Tarbawi........................................................................................... 10
BAB III. Penutup
A. Simpulan.................................................................................................... 11
B. Daftar Pustaka........................................................................................... 12
C. Biografi Penulis......................................................................................... 13





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ada berbagai macam metode yang telah rasulullah ajarkan kepada umatnya, salah satunya menggunakan metode yang menyejukan. Diantara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh rasulullah dalam berdakwah yaitu mempermudah tidak mempersulit serta meringankan tidak memberatkan. Begitu melimpah nash Al-quran maupun teks as-sunah yang memberikan isyarat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah dari pada mempersulit.
Melalui surat al-araf ayat 199, salah satu ayat yang akan saya jelaskan, bahwa ayat ini membicarakan tentang kepribadian rasulullah. Digariskan cara beliau bermuamalah dengan sesamanya, sehingga beliau terhindar dari perasaan terhimpirt oleh sikap orang-orang pada zaman dahulu terhadap diri rasulullah dan dakwahnya. Maka dalam ayat ini Allah memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam menjalankan dakwahnya dan cara menghadapi pengaruh setan.









B.     Tema
Makalah ini bertema karakteristik ahli ilmu sesuai dengan tugas yang diberikan oleh penulis.
C.    Sub tema
berpaling dari orang bodoh
خُذِ الْعَفْوَ وَاْمُرْ باِلْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

Artinya :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-a’raf : 199)

D.    Arti penting
Pentingnya mempelajari QS Al a’araf ayat 199 yaitu kita dapat mengetahui maksud dari berpaling dari orang bodoh. QS Al a’araf ayat 199 tersebut berisi tentang budi pekerti yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Agar senantiasa menjadi pribadi yang baik, maka kita harus melakukan hal kebaikan antar sesama dengan menjadi  manusia yang penyabar dan pemaaf, senantiasa meningkatkan keimanan kita, dan menjauhi orang-orang yang bodoh.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
Kata bodoh berasal dari kata jahlجــهـل” yang berarti kebodohan, ketidaktahuan. Seseorang dapat dikatakan bodoh apabila orang tersebut tidak mengetahui tentang sesuatu, dikatakan orang yang tidak tahu dan apabila ketidak tahuannya sangat banyak.
Dalam pandangan Islam, orang jahil (bodoh) adalah orang yang mudah terhasut oleh bisikan setan atau orang yang kekuatan imannya lemah. Kebodohan dalam pandangan Rasulullah SAW.: Sam’un bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai tanda-tanda orang jahil (bodoh). Beliau bersabda:
1.   Jika kita berkawan dengan orang bodoh, dia selalu merepotkan kita
2.   Jika kita meninggalkan orang bodoh, dia akan mencela kita
3.   Apabila orang bodoh memberikan sesuatu kepada kita, pasti ada maunya.
4.   Apabila diberi sesuatu, maka dia (orang bodoh) mudah melupakannya
5.   Ketika diberi kepercayaan, dia (orang bodoh) berkhianat
6.   Jika kita merahasiakan sesuatu dari dia (orang bodoh), maka dia akan   marah kepada kita
7.   Ia tidak pernah melihat kebaikan orang lain
8.   Kalau dia (orang bodoh) punya kebutuhan, dia lupa terhadap kenikmatan- kenikmatan Allah SWT.
9.   Orang ini (orang bodoh) tidak pernah cinta kepada Allah, dan tidak pernah berusaha untuk ber-taqarrub (dekat) dengan-Nya.
10.  Dia (orang bodoh) tidak malu dan tidak ingat kepada pencipta-Nya.[1]


B.     Tafsir Qs. Al-A’araf : 199

خُذِ الْعَفْوَ وَاْمُرْ باِلْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Artinya :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-a’raf [7] : 199)

Mufrodat :
Jadilah engkau pemaaf
خُذِ الْعَفْوَ
dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf
وَاْمُرْ باِلْعُرْفِ
serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh
وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
C.    Penjelasan Tafsir
1.      Tafsir Al Mishbah
Ayat ini berpesan : Hai Nabi  Muhammad SAW. Ambillah maaf, yakni jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf  serta berpalinglah dari orang-orang jahil.
a.       Kata (العفو) al-afwu/ maaf, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ‘ain, fa’ dan waw. Maknanya berkisar pada dua hal, yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya. Dari sini lahir kata ‘afwu berarti meninggalkan sanksi terhadap yang bersalah (memaafkan). Perlindungan dari Allah dari keburukan, dinamai ‘afiah.
b.      Kata (العرف) al-‘urf sama dengan kata (معروف) ma’ruf, yakni sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang didukung oleh nalar yang sehat serta tidak bertentangan dengan ajaran agama. ia adalah kebajikan yang jelas dan diketahui semua orang serta diterima dengan baik oleh manusia-manusia normal, yang telah disepakati sehingga tidak perlu didiskusikan apalagi terbantahkan.
c.       Kata (الجاهلين) al-jahilin adalah bentuk jamak dari kata (جاهل) jahil. Ia digunakan al-Quran bukan sekedar dalam arti seorang yang tidak tahu, tetapi juga dalam arti pelaku yang kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara, atau kepicikan pandangan.[3]

2.      Tafsir Al-Azhar
“ambillah cara memaafkan, dan suruhlah berbuat yang ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (ayat 199)
Ini suatu pedoman perjuangan yang dipereringatkan Allah kepada rasul-Nya. Tiga unsur yang wajib diperhatikan dan dipegang teguh di dalam menghadapi pekerjaan besar menegakkan da’wah kepada umat manusia.
a.       Pertama: Ambillah cara memaafkan. Bahwa arti ‘afwa ialah memaafkan kejanggalan-kejanggalan yang terdapat dalam akhlak manusia. Tegasnya, menurut penafsiran ini, diakuilah bahwa tiap-tiap manusia itu betapapun baik hatinya dan shalih orangnya, namun pada dirinya pasti terdapat kelemahan-kelemahan.
b.      Kedua: Dan suruhlah berbuat yang ma’ruf. Urfi, yang satu artinya dengan ma’ruf yaitu pekerjaan yang diakui oleh orang banyak atau pendapat umum, bahwa pekerjaan itu adalah baik. Dikenal baik oleh manusia, dipuji, disetujui, dan tidak mendapat bantahan. Lantaran itu maka segala pekerjaan dan usaha tang akan mendatangkan kebaikan bagi diri pribadi dan segi pergaulan hidup bersama, termasuklah dalam lingkungan yang ma’ruf.

c.       Ketiga: dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
Maksud berpaling dari orang-orang bodoh ialah ukuran yang dipakai oleh orang bodoh adalah ukuran yang singkat.
Mereka akan mengemukakan asal usul yang hanya timbul daripada fikiran yang singkat dan pandangan yang picik. Mereka hanya memperturutkan perasaan hati, bukan pertimbangan akal. Maka arti berpaling disini ialah agar kita berhati-hati  dengan bahaya orang-orang yang bodoh.[4]

3.       Tafsir Al-Maraghi
Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya pada ayai ini untuk melaksanakan tiga perkara yang semuanya merupakan dasar-dasar umum syari’at, baik menyangkut soal tata kesopanan jiwa atau hukum-hukum amaliah:
a.       Al-‘afwu. Artinya mudah, tidak berliku-liku yang menyulitkan.
Jadi maksud ayat, di antara perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang, akhlak mereka dan apapun yang datang dari mereka, ambillah yang menurutmu mudah , dan bersikap mudahlah, jangan mempersulit dan jangan menuntut mereka melakukan sesuatu yang memberatkan, sehingga mereka akan lari darimu.
b.      Al-amru bil ma’ruf (menyuruh kepada yang ma’ruf). Al- ma’ruf itu sendiri artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Hati senang kepadanya dan merasa tenteram. Tidak diragukan, bahwa suruhan ini didasarkan pada pertimbangan kebiasaan yang baik pada umat, dan hal-hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Al-ma’ruf ialah kata umum yang mencakup setiap hal yang diakui, termasuk taat dan taqarrub kepada Allah serta berbuat baik kepada sesama manusia. Oleh sebba itu, sebagian ulama terkemuka mengatakan, ma’ruf ialah apa yang menurut akal baik untuk dilakukan dan tidak dipungkiri oleh semua akal sehat.
c.       Al-i’rad ‘anil jahilin (berpaling dari orang-orang bodoh), yiatu dengan cara tidak mempergauli mereka dan jangan berbantah-bantahan dengan mereka. Karena untuk menghindar agar jangan disakiti oleh mereka memang tak ada jalan lain kecuali dengan berpaling dari mereka.[5]

D.    Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
1.      Senantiasa berbuat baik terhadap sesama manusia. Jangan menuntut terlalu banyak atau yang sempurna dari mereka sehingga memberatkannya. Terimalah dengan tulus apa yang mudah agar mereka tidak antipati dan menjauhimu.
2.      Mempunyai sikap pemaaf karena memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan kesabaran.
3.      Mengajak teman, sahabat, saudara dan keluarga untuk melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan munkar.
4.      Selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Agar terhindar dari godaan setan.
5.      Selalu belajar agar terhindar dari kebodohan.





E.     Aspek Tarbawi
1.    Menjadi orang yang pemaaf
Setiap manusia memiliki sikap yang berbeda-beda, meskipun memiliki hati yang sama dan orang shalih tentu memiliki kekurangan. Maka Allah menyuruh seluruh umatnya untuk saling memaafkan dan selalu menjalin tali silaturahmi.
2.    Menyuruh manusia berbuat  ma’ruf
Dengan kekurangan yang kita miliki, Allah menyuruh kita untuk mengimbangi dengan berbuat yang ma’ruf. Sehingga kita dapat menjadi masyarakat yang lebih mengjadapkan perhatiannya kepada yang ma’ruf.
3.    Menjauhi diri dari orang-orang bodoh (jahil)
Kita senantiasa berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang bodoh. Karena mereka merupakan orang yang tidak mengenal apa itu kebaikan. Mereka akan mengemukakan asal-usul yang hanya timbul daripada  fkiran yang singkat dan pandangan yang picik, serta mereka hanya menuruti perasaan hati, bukan pertimbangan akal.[6]









BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Orang bodoh adalah seseorang yang tidak mengetahui sesuatu apapun. Sedangkan dalam islam, orang bodoh adalah orang yang sesat dan menyesatkan, orang yang melakukan suatu hal yang rugi bagi diri sendiri maupun  orang lain.
Didalam al quran telah diuraikan secara panjang lebar bukti-bukti keesaan Allah. Bahkan setelah mengecam kemusyrikan dan menunjukkan kesesatannya. Ayat ini memberikan kesan bahwa tauhid harus membuahkan akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur. Pertama sikap pemaaf, memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan kesabaran. Kedua menyuruh manusia berbuat ma’ruf,  dalam konteks masyarakat yang berkembang, menegakkan kebenaran dan keadilan merupakan kewajiban umat islam. sehingga perbuatan menyuruh berbuatyang ma’ruf sudah tentu dapat dijadikan sebagai nilai pendidikan akhlak yang utama. Ketiga menjauhi diri dari orang-orang bodoh,
Orang-orang bodoh pada ayat ini dipandang sebagai orang yang menyesatkan  dan hanya memperturutkan keinginan hati bukan pertimbangan akal.







B.     Daftar Pustaka
Al- Maraghi, Ahmad Mushthafa.1994. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Cv. Toha Putra Semarang.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juzu’9. Jakarta: Pt Pustaka Panjimas.
Quthb, Sayyid. 2003.  Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.












Biografi Penulis
18402973_1839558572960548_5583026905519288857_n.jpg

Nama                           : Nur Hidayah
Nim                             : 2021216008
Jurusan/Fakultas          : PAI/Tarbiyah
Kelas                           : L (Reguler Sore)
TTL                             : Pekalongan, 9 Mei 1996
Alamat                        : Pasirkramatkraton, RT.01/RW.06 Pekalongan Barat
Pesan                           : Sambut Masa Depan Cemerlang Dengan Berilmu                                                                                                                                      
Pendidikan                  : 1. MIS PASIRSARI 02 (2003-2009)
2. SMP N 8 PEKALONGAN (2009-2012)
3. KPC NEPTUNUS (2012-2015)
4. S1 PAI di IAIN Pekalongan (2016 - Sekarang)



[1] http://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ilmu-dan-kebodohan.html diakses pada hari Rabu tanggal 20 September 2017 pukul 14.30 WIB.
[2]Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Hlm.82-83.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Hlm. 351-354.
[4] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’9, (Jakarta: Pt Pustaka Panjimas, 1982), Hlm. 221-222.
[5]Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Cv. Toha Putra Semarang, 1994), Hlm. 277-280.
[6] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Hlm. 874-880.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar