SIFAT ORANG ALIM DALAM
QS. AL—FATHIR AYAT 28
(TENTANG ‘ULAMA)
DIANA ASYAROTUN
KHASANAH
2021216006
KELAS : L (Reguler Sore)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
kemampuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sifat Orang Alim” sesuai rencana. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para
sahabatnya, serta orang-orang yang mau mengikuti sunnah-sunnahnya, aamiin.
Ucapan terimakasih kami tujukan kepada Bapak M. Hufron,
M.S.I selaku Dosen Pengampumata kuliah Tafsir Tarbawi semogatugas yang
telah diberikan dapat menambah wawasan penulis. Serta kepada seluruh
pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.Semoga bantuan dari anda sekalian mendapat balasan dari Allah SWT dengan
pahala yang berlipat ganda, aamiin.
Demikianlah kata pengantar dari kami.Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kekurangan. Saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan bisa menambah wawasan khususnya kepada mahasiswaIAIN Pekalongan dan umumnya kepada pembaca.
Pekalongan, 24 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar........................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................ 2
BAB I.
Pendahuluan.................................................................................................. 3
BAB II.
Pembahasan
A. Qs.Al-fathir:28.......................................................................................... 4
B. Mufrodat................................................................................................... 4
C. Tafsir dan Penjelasan ................................................................................ 4
BAB III.
Penutup
A. Aspek
Tarbiyah ........................................................................................
B. Kesimpulan................................................................................................ 10
C. Daftar Pustaka........................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam agama islam, ilmu merupakan suatu hal
yang penting dan wajib dimilki bagi
seluruh umat. Dengan ilmu, maka kita akan dapat keluar dari masa kejahiliyahan
(kebodohan) dan hidup kita akan selalu terarah dan terhindar dari kesesatan.
Begitu pentingnya dalam mencari ilmu sehingga Allah telah berjanji akan
memberikan keistemewaan kepada para ilmuwan untuk dinaikkan derajatnya menjadi
lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal
dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan atau tulisan maupun
dengan keteladanan.
Disamping Allah menekankan pentingnya ilmu, Allah
juga telah berjanji akan memuliakan derajat mereka yang ahli ilmu. Dalam Qs. Al-fathir:28 telah dijelaskan bahwa
diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah ulama (ahli
ilmu/cendekiawan).
Qs. Al-fathir:28 ini merupakan ayat pendidikan dan
perlu dibahas secara mendalam, karena didalam ayat ini mengandung sebuah
motivasi atau dorongan agar manusia mempunyai niat belajar dengan tekun agar
menjadi seorang ahli ilmu atau cendekiawan. Telah dipaparkan diatas bahwasannya
Allah akan memuliakan derajat ahli ilmu, disamping itu Allah pun telah
menegaskan bahwasannya hamba yang paling takut kepada Allah hanyalah Ulama atau
ahli ilmu. Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa keutamaan ahli ilmu
disisi Allah sangatlah tinggi.Karena hal itulah ayat ini dijadikan sebagai ayat
ayat yang bernilai edukasi dan perlu diperbincangkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Qs. Al-fathir(35):28
“Dan diantara manusia, binatang-binatang melata, dan
binatang-binatang ternak, bermacam-macam warnanya seperti itu
(pula).Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah
ulama.Sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi maha Pengampun.”
B.
Mufrodat
Binatang ternak
|
وَالْأَنْعَامِ
|
Warna-warnanya
|
أَلْوَانُهُ
|
Takut
|
يَخْشَى
|
Binatang melata
|
وَالدَّوَابِّ
|
C.
Tafsir dan Penjelasan Qs.
Al-fathir (35) : 28
Qs. Al-fathir ayat 28 menyatakan bahwa
diantara manusia, binatang melata dan binatang ternak.Bermacam macam juga
bentuk, ukuran, jenis dan warnanya.Sebagian dari penyebab perbedaan itu dapat
ditangkap maknanya oleh ilmuwan dan karena itu sesungguhnya yang takut dan
kagum kepada Allah SWT diantara hamba-hambaNya hanyalah ulama/para ilmuan.[1]
Diayat ini
disebutkan tiga kelompok besar makhluk bernyawa pengisi bumi.Pertama ialah
manusia dengan berbagai warna, bahasa dan bangsa. Kita akan melihat berbagai
ragam suku, berbagai ragam bangsa dan berbagai ras. Ini mengandung ilmu dengan
berbagai cabangnya juga, seperti: geografi, ethonologi, ilmu social (sosiologi),
politik dan kebudayaan, antropologi dan lain-lain.Kedua, perhatian kita
dipusatkan kepada binatang-binatang yang melata dimuka bumi ini.Baik yang
berjalan dengan berkaki empat, berkaki enam maupun yang memiliki berpuluh-puluh
kaki.Ketiga, disebutkanlah tentang binatang-binatang ternak; sejak dari
untanya, kerbau, sapi, kambing dan domba.Ada pula yang diternak untuk dikendarai
seperti kuda, keledai dan lain-lain.Kemudian disebutkan aneka warna, baik warna
macamnya atau warna jenisnya.
Karena itulah telah disebutkan dalam firman
Allah pada ayat berikut:
وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ
وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
“dan berlain-lainan bahasamu dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-Rum: 22)[2]
Dan setelah Allah menyebutkan satu persatu
tanda-tanda kebesaran, bukti-bukti kekuasan dan bekas-bekas penciptaanNya, maka
Allah terangkan pula bahwa semua itu takkan diketahui sebaik-baiknya kecuali
oleh orang-orang yang berilmu tentang rahasia-rahasia alam semesta, yakni
orang-orang yang mengetahui tentang rincian ciptaan Allah Swt.[3]
Maksud dari hal diatas adalah mereka para
ulama.Kata ulama berarti orang-orang yang mendalami agama, orang yang
mengetahui tentang Allah dan syariat-syariatNya.[4]
Hal ini dijelaskan dalam lanjutan Qs.
Al-fathir: 28 berikut :
إِنَّمَا
يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.”
Ada
sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa dia
berkata: orang yang berilmu tentang Allah yang maha pengasih diantara
hamba-hambaNya ialah orang yang tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu pun,
menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkanNya,
memelihara wasiatNya dan yakin bahwa ia akan bertemu denganNya dan
memperhitungkan amalnya.[5]
Ibnu `Abbas
berkata: "Yang dinamakan ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa
Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu". Ibnu `Abbas juga berkata:
"Ulama itu ialah orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, yang menghalalkan yang telah dihalalkan Allah dan mengharamkan yang
telah di haramkanNya, menjaga perintah-perintahNya, dan yakin bahwa dia akan
bertemu denganNya yang akan menghisab dan membatasi semua amalan manusia".
Ayat ini ditutup dengan suatu penegasan bahwa Allah SWT Maha Perkasa menindak
orang-orang yang kafir kepadaNya.Dia bukan mengadzab orang-orang yang beriman
dan taat kepadaNya.Akan tetapi Allah Maha Pengampun kepada orang-orang yang
beriman dan taat kepadaNya.Dia kuasa mengazab orang-orang yang selalu berbuat
maksiat dan bergelimang dosa, sebagaimana Dia berkuasa memberi pahala kepada
orang-orang yang takut kepadaNya dan mengampuni dosa-dosa mereka, maka sepatutnya
manusia itu takut kepada Allah Swt.
Al-Marâghi
menjelaskan bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya
dan mematuhi hukuman-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui tentang kebesaran
dan kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang Dia kehendaki, dan bahwa Dia
melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena orang yang mengetahui hal itu,
dia yakin tentang hukuman Allah atas siapa pun yang bermaksiat kepada-Nya.Maka
dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena khawatir mendapat hukuman-Nya
tersebut.
Dalam suatu riwayat, Al-Hasan Al-Basri
mengatakan bahwa orang yang alim ialah orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sekalipun dia tidak melihat-Nya, menyukai apa yang disukai-Nya, dan
menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Kemudian Al-Hasan membacakan firman
Allah: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Fathir:
28)[6]
Thahir Ibn
‘Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang
mengetahui tentang Allah dan syari’at. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal
itu sebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuwan dalam bidang
yang tidak berkaitan dengan pengetahuan tentang Allah: serta pengetahuan
tentang ganjaran dan balasan-Nya yakni pengetahuan yang sebenarnya, maka
pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum
kepada Allah. Seorang yang alim yakni dalam pengetahuannya tentang syari’at
tidak akan samar baginya hakikat-hakikat keagamaan. Dia mengetahuinya dengan
mantap dan memperhatikannya serta mengetahui dampak baik dan buruknya, dan
dengan demikian dia akan mengerjakan atau meninggalkan satu pekerjaan berdasar
apa yang dikehendaki Allah serta tujuan syari’at. Kendati dia pada satu saat
melanggar akibat dorongan syahwat, atau nafsu atau kepentingan duniawi, namun
ketika itu dia tetap yakin bahwa ia melakukan sesuatu yang berakibat buruk, dan
ini pada gilirannya menjadikannya meninggalkan pekerjaan itu atau
menghalanginya berlanjut dalam kesalahan tersebut sedikit atau secara
keseluruhan. Adapun seorang yang bukan alim, tetapi mengikuti jejak ulama maka
upayanya serupa dengan upaya ulama dan rasa takutnya lahir dari rasa takut
ulama. [7]
Arti Ulama
Secara harfiah menurut bahasa atau etimologi yakni berasal dari bahasa arab ( علم, يعلم
yang berarti mengetahui) perubahan kaidah tashrif arab menjadi kata (عالِم Ālim)
ismul fa’il (kata untuk menunjukkan si pelaku yang berarti orang yang
mengetahui). Kemudian dari kata tunggal (عالِم) berubah menjadi kata jamak (العلماء)
yang diartikan sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
Sedangkan terminologi Ulama menurut Wikipedia
Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi,
membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum
masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial
kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau
peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah ketika diserap kedalam Bahasa
Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama
Islam.Ulama adalah seorang pemimpin agama yang dikenal masyarakat luas akan
kesungguhan dan kesabarannya dalam menegakkan kebenaran.
Pengertian Ulama
Menurut Hadits di antaranya adalah sebagai berikut ini: الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi.”(HR At-Tirmidzi
dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu).
Sama halnya dalam pembahasan yang lain, Ulama adalah
berasal dari kataAl’alim yang artinya orang yang sangat
berpengetahuan atau orang yang mempunyai ilmu pengetahuan mendalam. Pada
mulanya akar kata yang terdiri dari kata (‘ain, lam, mim) yang
berarti mengetahui secara jelas.Untuk itu semua kata yang terbentuk dari tiga
huruf tersebut selalu menunjuk pada kejelasan.[8]’Alam juga
berarti bendera atau gunung, karena keduanya menjadi tanda. Kata ilmu juga
terkait dengan arti akar kata ini, karena dengan ilmu seseorang akan
berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Kata al-‘ulama di
tujukan kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang apa
saja.Dalam konteks keislaman biasanya ungkapan ini untuk menunjukkan kepada
orang yang sangat dalam pengetahuan agamanya.
Dalam Qs. Ali
Imron: 18, Allah juga menegaskan lagi mengenai pentingnya menjadi seorang ulama
atau ahli ilmu(agama) :
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang menegakkan keadilan.Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu).Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[9]
Mencari ilmu merupakan
kewajiban bagi umat manusia, terutama umat muslim. Keberadaan ilmu yang sangat
mempengaruhi kehidupan manusia menjadikan manusia itu berkewajiban untuk
menggalinya sepanjang masa, mulai dari manusia itu lahir hingga dia meninggal
dunia. Selain tingginya nilai ilmu, menjadi
seorang ahli ilmu atau pencari ilmu atau orang yang tiada lelah mencari
ilmu juga memiliki kedudukan mulia, baik
disisi Allah, maupun dalam pandangan manusia. Allah Swt berfirman :
يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَآَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ
بِمَاتَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Allah
meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan
ilmu (ulama) beberapa derajat"(QS. Al-Mujadalah: 11)[10]
Ulama
yang memiliki kesesuaian dengan penjelasan al-Qur`an dan Hadis, di antaranya
adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan yang sangat dalam (Komfrehensif)
tentang agama, juga memiliki ketakwaan, keikhlasan, sholeh, serta takut pada
Allah. Namun tidak dapat dipungkiri, ditemukan juga dalam satu masa sejarah Islam
bahwa ada orang-orang yang dianggap sebagai Ulama oleh banyak orang, namun
sebetulnya itu hanyalah sebagai budak jabatan, budak harta, budak politik,
budak nafsu dunia. Mereka sangatlah jauh dari ciri-ciri Ulama yang disebutkan
oleh Qur’an dan Rasulullah.Kesimpulan Tentang Ulama Syarat mutlak untuk disebut
sebagai Ulama adalah beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta memiliki
pengetahuan yang sangat luas serta dalam tentang ajaran agama Islam dan
berbagai pengetahuan umum yang berkaitan dengan kemaslahatan umat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Aspek Tarbawi
Dalam ayat ini terdapat dua hal
yang perlu digaris bawahi. Pertama, penekanannya pada keanekaragaman serta
perbedaan yang terhampar dibumi, ini mengandung arti bahwa keanekaragaman dalam
kehidupan merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah termasuk dalam hal ini
perbedaan pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan manusia
menyangkut kebenaran kita-kita suci, penafsiran kandungannya, serta bentuk
pengamalannya.
Kedua, bahwasannya hamba di bumi
yang paling takut keada Allah hanyalah orang yang berilmu. Demikian juga para
pejuang ilmu, selain posisi mereka yang takut akan murka dan adzab allah,
mereka juga akan mendapatkan 2 sisi kemuliaan, yakni dalam pandangan Allah dan
manusia yakni dengan akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt.
B.
Kesimpulan
Yang
benar-benar mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah
ulama, yaitu orang-orang yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah.Dia
Maha Perkasa menindak orang-orang kafir, Maha Pengampun kepada hamba-hambanya
yang beriman dan taat.
C.
Daftar Pustaka
Al Qur’anul Karim
Al Maraghy, Ahmad Mustofa.Tafsir Al Maraghi Juz XXII penerjemah K.
Anshori
Umar Sitaggal
dkk. Semarang: Toha Putra.
Hadhiri,
Choeruddin.2002. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Jakarta: Gema
Insani Pers.
Shihab, M.Quraish Shihab. 1999. Tafsir Al Lubab.Bandung: Mizan.
Shihab, M. Quraish.2002. Tafsir Al Misbah Volume 11. Jakarta: Lentera Hati
PROFIL PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Diana Asyarotun Khasanah (Nim:
2021216006) ini dilahirkan di Desa Blimbing Wuluh Kecamatan Siwalan Kabupaten
Pekalongan pada tahun1997. Penulis pernah menempuh pendidikan di TK Tunas Bakti
Blimbing Wuluh (2003), SDN 02 Blimbing Wuluh (2009), SMP Islam Yawapi
asysya’ban bojong (2012), MA SS Hadirul Ulum Pemalang (2015), serta tengah
menempuh pendidikan S1 di IAIN Pekalongan dengan mengambil konsentrasi
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Penulis dapat dihubungi
melalui e-mail diana.asya17@gmail.com.
[1] M.Quraish
Shihab, Tafsir Al LubabI, (Bandung: Mizan, 1999)
[2] Al-Qur’anul
Karim surat Ar Rum:22
[3]Ahmad Mustofa
Al Maraghy,Tafsir Al MaraghiJuz XXII penerjemah K. Anshori Umar Sitaggal dkk,
(Semarang: Toha Putra), hlm.213
[4]M. Quraish
Shihab, Tafsir Al Misbah Volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.61
[9]Choeruddin
Hadhiri SP, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Pers,
2002), hlm.45
[10]Choeruddin Hadhiri SP, Op.Cit, hlm.45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar