(QS. AL-A’RAF AYAT 199)
Akhmad Arfani
( 2117098 )
Kelas : A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN
PEKALONGAN
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu
merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang
terdiri dari huruf ‘ayn, lam dan mim. Kata al-ilm dalam ayat ini berarti
pengetahuan yang berisi risalah ilahiyah yang di terima Ibrahim dari Allah.
Risalah itu berisi ajaran tauhid dan ketentuan-ketentuan Allah yang mesti
dipatuhi manusia.
Di
dalam surat Al-A’raf dikisahkan perjuangan Nabi Musa. dalam surat inilah
perjuangan Nabi Musa dikisahkan lebih panjang dan lebih luas daripada
surat-surat yang lain.sebagaimana diketahui, kota madinah tempat Rasulllah
hijrah itu, sebelum beliau sampai kesana telah didiami terlebih dahulu oleh
orang Yahudi. Mulanya mereka memandang dirinya lebih tinggi daripada penduduk
asli. Merekapun menerangkan juga bila terjadi percakapan dengan penduduknya
yang asli Arab, yaitu bani Aus dan Khazraj, mereka mengatakan bahwa bangsa
mereka lebih tinggi, kedudukan mereka lebih mulia, karena kepada merekalah
diturunkan Allah nabi-nabi dan Rasul. Seakan-akan mereka lebih terpelajar
daripada penduduk asli Arab.
Setelah
hijrah ke Madinah telah diperbuat persetujuan perdamaian diantara Nabi Muhammad
dengan kaum Yahudi, bahwa mereka akan hidup bertetangga secara baik, dan kalau
datang serangan ke dalam kota Madinah daripada suku-suku yang lain, telah
diikat perjnjian bahwa musuh itu akan di hadapi bersama. Pihak yahudi
menyetujui perjanjian demikian. Tetapi kemudian ternyata nabi Muhammad bersama
Muhajirin yang sama penduduk Madinah kian lama kuat dan kian berkuasa.
1.
Judul
Judul yang akan di bahas dalam
makalah ini adallah tentang Berpaling dari lingkaran setan.
2.
Nash
dan artinya
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (199)
Artinya ;
Jadilah engkau
pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bodoh
Bodoh
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) artinya adalah tidak lekas mengerti,
tidak mudah tahu atau tidak dapat mengerjakan dan sebagainya.
Namun
Bodoh pada pembahasan ini ,adalah sifat yang tak mau menerima kebenaran dari Al
- Qur’an dan As - sunnah dalam menempuh kehidupan di dunia. Dengan pengertian
demikian, manusia yang jahil dianggap telah mamapu dalam menjalani kehidupan
dan persoalanya tanpa pedoman Al – Qur’an dan Assunah tadi.
Abu
Darda’ radhiyallahu anhu berkata: “Tanda orang bodoh itu ada tiga
1) Bangga
diri
2) Banyak
bicara dalam hal yg tidak bermanfaat
3) Melarang
orang lain dari suatu perbuatan, namun ia sendiri melakukannya.
Jadi,
Orang Pintar itu selalu berupaya membebaskan diri dari 3 Tanda Orang Bodoh di
atas, dan juga dari tanda-tanda yg lainnya, seperti bermalas-malasan dalam
beramal ibadah dan tidak peduli dengan menuntut ilmu agama, mengharapkan
keselamatan dan kebahagian di dunia dan akhirat tetapi ia berjalan di atas
jalan kesesatan, kesengsaraan.
Di
dlm sebuah hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda (yg
artinya): “Orang yg pintar ialah siapa saja yg menundukkan jiwanya (utk
melakukan ketaatan kapad Allah, dan ia selalu beramal (sebagai bekal) untuk
kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yg bodoh (lemah) itu ialah siapa
saja yg selalu mengikuti bisikan (buruk) jiwanya, dan ia berangan-angan tinggi
kepada Allah (namun tanpa disertai iman dan amal).”
Seorang
ahli hikmah berkata: “Engkau berharap keselamatan (di dunia dan akhirat),
tetapi engkau tidak mengikuti jalan-jalan keselamatan. Sesungguhnya kapal itu
tidaklah berlayar di tempat yg kering”.[1]
dari
Imam Al Ghazali :Ketahuilah, orang yang bodoh adalah orang yang hatinya
sakit, sedangkan seorang ulama yang mengamalkan ilmunya adalah seorang dokter.
Ulama yang kurang ilmu, terapinya tidak mustajab. Sedangkan ulama yang sempuma,
belum tentu mampu menyembuhkan setiap penyakit, tetapi hanya mampu menyembuhkan
penyakit orang yang memang mengharapkan kesembuhan dan kebaikan. Jika
penyakitnya sudah kronis atau akut, maka sulit diharapkan kesembuhannya. Dalam
hal ini, seorang dokter atau tabib cukup mengatakan, "Ini tidak mungkin
disembuhkan." Karena itu, engkau jangan disibukkan dengan mengobatinya
karena hanya menyia-nyiakan umur.[2]
Dalil tentang berpaling dari
orang bodoh:
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (199)
Artinya ;
Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan
yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
B.
Tafsir
1. Tafsir Al-Mishbah
Kata khuz/ambillah, hakikatnya adalah
keberhasilan memperoleh sesuatu untuk di manfaatkan atau untuk di gunakan
member mudhorot, karena itu tawanan dinamai akhiz. Kata tersebut
di gunakan oleh ayat ini untuk makna melakukan suatu aktivitas, atau menghiasi
diri dengan satu sifat yang dipilih dari sekian banyak pilihan. Dengan adanya
beberapa pilihan itu, kemudian memilih salah satunya, maka pilihan tersebut
serupa dengan mengambil. Dengan demikian ambilah maaf berarti
pilihlah pemaafan, lakukan hal tersebut sebagai aktivitasmu dan hiasilah diri
dengannya, jangan memilih lawannya. Demikian Thahir Ibnu Asyur.
Kata al-afwu/maaf, terambil dari akar kata yang
terdiri dari huruf-huruf ain, fad dan
waw. Maknanya berkisar pada dua hal, yaitu meninggalkan sesuatu dan
memintanya. Dari sini, lahir kata afwu yang berarti meninggalkan
sanski terhadap yang bersalah (memaafkan). Perlindungan Allah dari keburukan,
dinamai afiah.
Perlindungan mengandung makna ketertutupan. Dari
sini kata afwu juga di artikan menutupi, bahkan dari rangkaian tiga huruf itu
lahir makna terhapus, atau habis tiada berbekas, karena yang terhapus dan habis
tidak berbekas pasti di tinggalkan dengan memberikan kepada siapa yang meminta
atau membutuhkannya, dan yang banyak mudah atau tidak sulit di keluarkan.
Karena itu kata tersebut mengandung juga makna kemudahan.
Al-baqai memahami perintah khudz al-afwa dalam arti
ambilah apa yang di anugerahkan Allah
dan manusia, tanpa bersusah payah atau menulitkan diri. Dengan kata
lain, ambil yang mudah dan ringan dari perlakuan dan tingkah laku manusia.
Terimalah dengan tulus apa yang mudah mereka lakukan, jangan menuntut terlalu
banyak satu yang sempurna sehingga memberatkan mereka, agar mereka tidak
antipasti dan menjauhimu dan hendaknya engkau selalu bersikap lemah lembut
serta memaafkan kesalahan dan kekurangan mereka.
Bahwa moderasi adalah yang terbaik, merupakan pendapat banyak para
filosof dan agamawan, namun memahami kata tersebut demikan, tidak penulis
temuka dalam kamus-kamus bahasa. Di sisi lain, berbeda antara memaakan dan
berpaling. Yang pertama tidak menghiraukannya, tapi boleh jadi hati tetap marah
dan menanti kesempatan untuk membalas dan meluruskan kesalahan. Adapun
memaafkan, maka luka yang terdapat dihati di obati dan kemarahan serta
kejengkelan akibat perlkun buruk di hapus sehingga tidak berbekas.
Perlu dicatat bahwa perintah member maaf kepada Nabi saw. Ini, adalah
yang tidak berkaitan dengan ketentuan agama. Perintah tersebut adalah yang
berkaitan dengan kesalhan dan perlakuan buruk terhadap pribadi beliau. Sekian
banyak mengingatkan agar menegakan huku dan keadilan terhadap para pelanggar
hokum, seperi firman-Nya: ‘’pezina perempuan dan pezina laki-laki, maka
deralah tiap-tiap seorang orang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka di saksikan oleh sekumpulan dariorrang-orang yang beriman.’’ (QS.
An-Nur. [24]: 2)
Kata al-urf sama dengan kata ma;ruf, yakni sesuatu yang di
kenalkan dan dibenarkan oleh masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang di
dukung dengan nalar yang sehat serta tidak bertentangan dengan ajaran agama. Ia
adalah kebajikan yang jelas dan di ketahui semua orang serta di terima dengn
baik oleh manusia-manusia normal. Ia adalah yang di sepakati sehingga tidak
perlu didiskusikan apalagi di perbantahkan.
Dengan ma’ruf al Qur-an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung
perubahan nilai akibat perkembangan positif masyarakat. Hal ini agaknya
ditempuh karena ide/nilai yang di paksakan atau yang tidak sejalan dengan
perkembangan budaya masyarakat, tidak akan di terapkan. Perlu di catat bahwa
konsep ma’ruf hanya membuka pintu bagi perkembangan positif masyarakat, bukan
perkembangan negatifnya. Dari sini niai-nilai universal dan mendasar harus
benar-benar di fungsikan. Demikian juga halnya dengan munkar yang pada gilirannya
dapat mempengaruhi pandangan tentang ‘‘muru’ah’’, identitas dan integritas
seseorang.
Kata al-jahilin adalah bentuk jamak dari kata jahil. Ia di
gunakan al-Quran bukan sekedar dalam arti seseorang yang tidak tahu, tetapi
dalam arti juga pelaku yang kehilangan
control dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas
dorongan nafsu, kepentingan sementara, atau kepicikan pandangan. Istilah itu
juga di gunakan dalam arti mengabaikan nilai-nilai ajar Ilahi.[3]
2.
Tafsir
Jalalain
Khuzh al-afwa
(Jaadilah engkau
pemaaf) mudah memaafkan di dalam menghadapi perlakuan orang-orang, dan jangan
membalas, wa mul bil urfi (dan suruhlah orang mengerjakan makruf)
perkara kebajikan, wa a’rid anil jahilli (serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh) janganlah engkau meladeni kebodohan mereka.[4]
3. Tafsir Al-Maraghi
A.
Al-Afwu.
Artinya mudah,
tidak berliki-liku yang menyulitkan.
Jadi maksud ayat, di antara perbuatan-perbuatan yang
dilakukan orang, akhlak mereka dan apapun yang dating dari mereka, ambilah yang
menurutmu mudah, dan bersikap mudahlah, jangan mempersulit dan jangan menuntut
mereka melakukan sesuatu yang memberatkan, sehingga mereka akan lari darimu.
Suruhan ini adalah sama seperti yang di katakana dalam sebuah hadis:
يَسِّرُوْاوَلَا تُعَسِّرُوْا
‘’Permudahlah dan jangan
mempersulit’’
خُدِى الْعَفْومِنِّى تَسْتَدِيْمِى مَوَدَّتِيْ # وَلَاتَنْطِقِيْ فِيْ سُوْرَتِيْ حِيْنَ اَغْضَبُ
‘’Bersikaplah
lunak pada diriku niscaya aku tetap mencintaimu # Tentang kehormatanku jangan
bicara dikala aku murka’’
Namun ada juga yang mengtakan
bahwa maksud ayat.’’Ambilah sedekah orang-orang itu, berupa kelebihan harta
yang mudah (tiada memberatkan) bagi mereka.
Kesimpulannya, bahwa di antara
tata karma dan prinsip-prinsip agama ialah kemudahan. Menghindari kesulitan dan
yang memberatkan. Dan benarlah berita dari Nabi saw. Apabila harus memilih
antara du perkara, maka beliau pilih pasti yang paling mudah.
B.
Al-Amru Bil Ma;ruf (Menyuruh
kepada yang ma’ruf). Al-ma’ruf itu sendiri artinya sesuatu yang di akui baik
oleh hati. Hati senang kepadanya dan merasa tentram.
Tidak
di ragukan, bahwa suruhan ini di dasarkan pada pertimbangan kebiasaan yang baik
pada umat, dan hal-hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi
kemaslahatan mereka.
Pendek
kata al ma’ruf ialah kata umum yang mencangkup setiap hal yang diakui, termasuk
taat dan taqarrub kepada Allah serta berbuat baik kepada sesama manusia.
C. Al-
I’ad ‘anil Jahilin ( Berpaling Dari orang-orang Bodoh),
yaitu dengan cara tidak mempergauli mereka dan jangan berbantah-bantahan dengan
mereka. Karena untuk menghindar agar jangan disakiti oleh mereka memang tak ada
jalan lain kecuali dengan berpaling dari mereka.
Menurut sebuah riwayat
dari Ja’far As-Sadiq ra. bahwa dia berkata, “Dalam Al-Qur’an tidak ada satu
ayat yang lebih mencakup akan Makarimal Akhlaq selain ayat ini.”
Sedang At-Tabari dan
lainnya meriwayatkan dari Jabir, bahwa setelah turun ayat ini, maka bertanyalah
Nabi saw kepada Jibril mengenainya. Maka jawabnya, “Saya tidak tahu, tunggulah
aku hendak menanyakannya, tunggulah aku hendak menanyakannya,’’ dan setelah
jibril kembali, maka ia mengatakan,’’sesungguhnya Tuhanmu menyuruh kamu untuk
menjalin silaturahim dengan orang yang teah memutuskan engkau, dan member
sesuatu kepada rang yang telah mencegahnya darimu, dan memberi maaf kepada
orang yang telah menganiaya dirimu.’’
4. Tafsir Al-Azhar
“ambillah
cara memaafkan, dan suruhlah berbuat yang ma’ruf, dan berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh”.
Ini
suatu pedoman perjuangan yang diperingatkan Allah kepada RosulNya. Tiga unsur
yang wajib diperhatikan dan dipegang teguh didalam menghadapi pekerjaan besar
menegakkan dakwah kepada ummat manusia. Pertama, Ambilah
cara memaafkan. Bahwa arti ‘afwa ialah memaafkan kejanggalan-kjanggalan
yang terdapat dalam akhlak manusia. Tegasnya, menurut penafsiran ini, diakuilah
bahwa tiap-tiap manusia itu betapapun baik hatinya dan shalih orangnya, namun
pada dirinya pasti terdapat kelemahan-kelemahan.
Kedua, Dan
suruhlah berbuat yang ma’ruf.
‘Urfi yang
artinya dengan ma’ruf yaitu pekerjaan yang diakui oleh banyak atau pendapat
umum, bahwa pekerjan itu adalah baik. Dikenal baik oleh manusia, dipuji ,
disetujui, dan tidak mendapatkan bantahan. Lantaran itu maka segala pekerjaan
dan usaha yang akan mendatangkan kebaikan bagi diri pribadi dan segi pergaulan
hidup bersama, termasuklah dalam lingkungan yang ma’ruf.
Ketiga,
dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
Makud
berpaling dari orang-orang bodoh ialah ukuran yang dipakai oleh orang bodoh
adalah ukuran yang singkat. Mereka akan mengemukakan asal usul yang hanya
timbul daripada fikiran yang singkat dan pandangan yang picik. Mereka hanya
memperturutkan perasaan hati, bukan pertimbangan akal. Maka arti berpaling
disini ialah agar kita berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang bodoh, orang
yang berkuran singkat itu.[5]
C. Aplikasi
Dalam Kehidupan
1. Jangan
menuntut yang terlalu baik, apalagi yang sempurna dari mereka yang tidak dapat
melakukan yang terbaik. Terimalah dengan tulus apa yang mudah agar mereka tidak
antipati dan menjauh.
2. Mempunyai
sikap pemaaf karena memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan
kelapangan dada dan kesabaran.
3. Mengajak
teman, keluarga sahabat untuk melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
munkar.
4. Selalu
belajar agar terhindar dari kebodohan.
D. Aspek
Tarbawi (Nilai-nilai pendidikan dari Ayat)
1. Sikap
Pemaaf
memaafkan
orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan kesabaran
2. Menyuruh
Manusia Berbuat Ma’ruf
Dalam
konteks masyarakat yang masih berkembang, menegakkan kebenaran dan keadilan
adalah merupakan kewajiban umat islam. Sehingga perbuatan menyuruh berbuat yang
ma’ruf sudah tentu dapat djadikan sebagai nilai pendidikan akhlak yang utama
3. Menjauhkan
Diri dari Orang-orang Jahil
Orang-orang
jahil pada ayat ini dipandang sebagai orang yang hanya memperturutkan emosional
bukan pertimbangan akal.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
ayat ini memuat pokok – pokok asas syariat. Kata khudzil afwaadalah
isyarat agar bersikap lunak dan jangan membuat kesulitan, baik dalam mengambil,
ember atau pada semua urusan pembebanan. Wa’mur bi
‘urfi, adalah mencakup semua hal yang diperintahkan dan yang
terlarang yang berkaitan dengan perbuatan ma’ruf dan yang
terakhir wa a’ridh anil jahilin yaitu suruhan untuk dengan
sabar bersikap pemaaf, yaitu suatu sikap yang akan mendatangkan kepada seorang
segala keinginan hatinya sendiri atau orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
musthafa. Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV Toha Putra.
Hamka.
1982 Tafsir Al-Azhar .Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Imam jalaluddin
Al-Mahali, 2017. Tafsir Jalalain. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir
Al-Mishbah. Jakart:a : Lentera Hati.
http://kbbi.web.id/bodoh.html
https://abufawaz.wordpress.com/2013/04/18/3-tanda-orang-bodoh.html
PROFIL PRIBADI
Nama : Akhmad Arfani
TTL : Brebes, 31
Oktober 1999
Alamat : Klampis, Jatibarang, Brebes
No. HP : 0895327309721
Riwayat Pendidikan : SDN Klampis 01 ( Lulus Tahun 2011)
SMP N 02
Jatibarang ( Lulus Tahun 2014)
MAN
Babakan Tegal ( Lulus Tahun
2017)
IAIN Pekalongan (Masih
Berlangsung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar