KELEBIHAN
ORANG BERILMU
(QS.
AL-ANKABUT AYAT 43)
Mochamad Nafsan Alwi
( 2117097 )
Kelas
: A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN
PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Kelebihan Orang
Berilmu” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian
umatnya hingga akhir zaman.
Tidak
lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Ghufron, M.SI
selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan tugas
ini serta membantu memberikan motivasi dan masukan dalam penyusunan makalah
ini. Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh
sebab itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran demi kesempurnaan. Semoga
makalah ini bermanfaat. Aamiin.
Pekalongan,
8 September 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Menuntut
ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat manusia sejak ia lahir hingga ke liang
lahat. Didalam amalan orang yang berilmu Allah akan memberikan
keutamaan-keutamaan bagi orang yang berilmu, diantaranya Allah akan memeberikan
amalan yang baik bagi orang yang berilmu, serta orang berilmu diibaratkan
seperti perumpamaan hujan lebat yang membasahi tanah. Ada tanah subur yang
dapat menyerap air sehingga menumbuhkan banyak tumbuh-tumbuhan dan
rumput-rumputan.
Ilmu
pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu
yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya.
Allah SWT berfirman :
قُلْ
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَاَلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Katakanlah (Wahai Muhammad!): ‘Adakah sama
orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?’”. (QS.
Az-Zumar: 9)
Dengan
ayat ini Allah SWT, tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan orang yang
tidak berilmu, disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri dan
manfaat dan keutamaan yang akan didapat oleh orang yang berilmu.
Dalam
kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki, karena
tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan tujuan
diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu. Minimal, ilmu
pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha agar
ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan.
Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan
akhirat selama-lamanya.
Judul
Kelebihan
Orang Berilmu
Arti Penting Untuk Dikaji
Kita perlu mengkaji tentang
kelebihan orang berilmu sesuai yang tertuang dalam QS. Al-Ankabut ayat 43.
Tentunya orang yang memiliki ilmu dengan orang yang tak memiliki ilmu tentu
berbeda karena pada dasarnya orang yang berilmu tentu dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk. Seseorang bisa dilihat seberapa mulia derajat
kemanusiaanya dengan tingkatan ilmunya. orang yang memiliki ilmu akan merasa
takjub melihat bagaimana Allah memberikan naluri kepada semua makhluk hidup
dibandingkan seseorang yang tak berilmu tentu tidak akan dapat memahaminya.
Karena pada dasarnya seseorang memiliki tingkat kecerdasan manusia yang
berbeda-beda.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kecerdasan
Manusia
Kecerdasan
(dalam bahasa Inggris disebut intelligence
dan bahasa Arab disebut al-dzaka’)
menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, atau kesempurnaan sesuatu.[1]
Dalam mengartikan kecerdasan, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Kecerdasan atau intelegensi dapat dipandang sebagai kemampuan memahami dunia,
berpikir rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat
dihadapkan dengan tantangan. Ada juga yang berpendapat bahwa pengertian
kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan
yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional. Selain itu, kecerdasan
dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk memahami, melakukan
inovasi, dan memberikan solusi terhadap dalam berbagai situasi.
Dr.
Howrd Gardner, Co-Director of Project Zero dan profesor Pendidikan di Harvard
University, selama bertahun-tahun telah melakukan penelitian tentang
berkembangan kapasitas kognitif manusia. Dia telah mendobrak tradisi umum teori
kecerdasan yang menganut dua asumsi dasar yaitu: bahwa kognisi manusia itu
bersifat satuan dan bahwa setiap individu dapat dijelaskan sebagai makhluk yang
memiliki kecerdasan yang dapat diukur dan tunggal. Dalam studinya kapasitas
manusia, Gardner mengembangkan kriteria untuk mengukur apakah bakat itu
benar-benar kecerdasan. Setiap kecerdasan mestinya memiliki ciri perkembangan,
dapat diamati dalam populasi tertentu, misalnya pada anak yang sangat pandai
(jenius) atau “pelajar yang idiot” memberikan beberapa bukti lokalisasi di otak
dan mendukung sistem simbol atau sistem notasi. Gardner menjelaskan kecerdasan
sebagai berikut:
a) Kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia.
b) Kemampuan
untuk menghasilkan persoal-persoalan baru untuk diselesaikan.
c) Kemampuan
untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan
penghargaan dalam budaya seseorang.
B.
Dalil
Kelebihan Orang Berilmu
وَتِلْكَ
الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ
Artinya
: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu.” (QS. Al-Ankabut : 43)
Tafsir Dari Buku
·
Tafsir
Ibnu Katsir
”Dan beginilah
perumpamaan-perumpamaan Kami perbuatkan untuk manusia.”
(pangkal ayat 43). Maka banyaklah Allah membuat perumpamaan, sudah mendekatkan
pemahamannya kepada fikiran manusia. Ada Tuhan mengambil perumpamaan dengan ba’uudhatan (nyamuk). Pernah Tuhan
mengambil perumpamaan dengan dzubaab (lalat).
Berkali-kali menyebut zarrah (atom), zat yang paling kecil yang tidak dapat
dibagi lagi. Pernah mengambil perumpamaan dengan keledai membawa beban dan
beberapa misal yang lain-lain. Tetapi ada tersebut bahwa orang-orang musyrikin
di Makkah, yang menentang semata-mata hendak menantang, masih saja mencari-cari
yang akan ditantangnya dalam perumpamaan-perumpamaan seperti ini. Perumpamaan
seperti demikian masih mereka cemuhkan. Mereka katakan : “ Tuhannya si Muhammad
itu menurunkan apa yang dia sebut wahyu, tetapi yang dibicarakan hanya dari
laba-laba dan lalat.” Oleh karena itu maka ujung ayat ini ditutup dengan : “Dan tidaklah dapat memahaminya melainkan
orang-orang yang berpengetahuan.”. Allah membuat perumpamaan seperti
laba-laba atau jaring lawah. Tegasnya, orang yang perasaanya kasar karena
ilmunya memang tidak ada, perumpamaan itu tidaklah akan dapat dipahaminya.
Sebaliknya orang yang memiliki ilmu akan merasa takjub melihat bagaimana Allah
memberikan naluri kepada segala yang diberi Allah hak hidup.
Mereka akan berfikir, meskipun Allah
telah mengatakan bahwa sarang laba-laba itu amat rapuh, namun anugrah naluri
yang diberikan Allah kepada laba-laba itu buat berusaha mencari makan ajaib
sekali. Dia diberi kesanggupan membuat jaring itu merangkap jadi tempat
tinggalnya. Maka kalau ada binatang kecil, berbagai serangga terbang melewati
jaring itu dia benar-benar akan terjaring, tidak dapat membebaskan diri lagi.
Pada saat binatang itu terjaring, laba-laba dengan pelan-pelan mendekatinya
lalu memakannya.[2]
·
Tafsir
Al-Azhar
Ini adalah perumpamaan
yang dibuat oleh Allah bagi orang-orang musyrik yang menjadikan mereka ilah
selain Allah, dimana mereka mengharapkan pertolongan, meminta rizki dalam
keadaan sempit. Keadaan mereka seperti sarang laba-laba dalam kelemahan dan
kerapuhan. Seandainya mereka mengetahui hal itu, niscaya mereka tidak akan
mengambil selain Allah sebagai penolong. Berbeda dengan orang islam yang
hatinya beriman kepada Allah yang berpegang teguh dengan mengikuti syari’at
islam. Ia berpegang dengan buhul tali yang amat kuat yang tidak akan lepas
karena begitu kuat dan kokohnya.[3]
·
Tafsir
Al-Maraghi
Perumpamaan bagi orang-orang musyrik
diumpamakan seperi sarang laba-laba yang mana sarangnya tidak dapat
melindunginya, tidak pula dapat menolak sengatan panas dan dingin darinya,
sebagaimana kita dapat lihat sendiri. Demikian pula sembahan, semestinya ia
mampu menciptakan, memberi rezeki, mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.
Akan tetapi lihat apa yang disembah orang-orang kafir tidak dapat memberikan
manfaat sama sekali kepada mereka pun tidak dapat pula menolak keburukan azab
yang menimpa mereka akibat kekufuran mereka terhadap-Nya dan penyembahan mereka
terhadap selain-Nya.
Perumpamaan orang musyrik yang
menyembah patung atau berhala seperi laba-laba yang membuat sarangnya sendiri
jika dibandingkan dengan seseorang yang membangun rumah dari batu bata atau
memahatnya dari batu besar. Sebagaimana rumah yang paling lemah jika
dibandingkan rumah lain adalah rumah laba-laba, maka agama yang paling lemah
jika kamu membandingkan agama demi agama adalah penyembahan orang musyrik
terhadap berhala.[4]
·
Tafsir
Al-Wasith
Allah menyebutkan manfaat nyata dari
perumpamaan yang dibuat. Perumpamaan dalam Al-Qur’an dan kesamaan nyata yang
dibuat dan digambarkan Allah SWT bertujuan untuk lebih mudah dipahami manusia,
namun hanya orang berilmu yang bisa memahami, merenungkan makna dan maksudnya.
Mereka adalah orang yang terlepas dari fanatisme, tradisi dan merenungkan
petunjuk berbagai hal. Jabir berkata : “Nabi saw bersabda tentang firman Allah
swt, ‘kecuali mereka yang berilmu’,
(Al-Ankabut :43) ‘Orang yang berakal
adalah orang yang memahami Allah, taat padaNya dan tidak mendurhakai-Nya.”[5]
C.
Multipel
Intelegensia
Dalam
multiple Intelligence ini ada tujuh kecerdasan di antaranya yaitu:
a. Kecerdasan
linguistik adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.
Para pengarang, penyair, jurnalis, pembicara, dan penyair berita memiliki
tingkat kecerdasan linguistik yang tinggi.
b. Kecerdasan
logika-matematika adalah kemampuan dalam menghitung, mengukur dan
mempertimbangkan proposi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi
matematis. Contohnya yaitu matematikus, programmer, logikus, dll.
c. Kecerdasan
spasial adalah kemampuan dalam membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam
tiga cara dimensi seperti yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot, pemahat.
d. Kecerdasan
kinestetik-tubuh adalah kemampuan dalam memungkinkan seseorsng untuk
menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Kecerdasan
ini dapat dilihat pada diri atlet penari, ahli bedah, dan seniman yang
mempunyai keterampilan teknik. Pada masyarakat Barat ketrampilan-ketrampilan
fisik tidak dihargai sebesar ketrampilan kognitif seseorang. Contohnya yaitu
aktor, atlet, dll.
e. Kecerdasan
musik adalah kecerdasan yang dapat dilihat pada seseorang yang memiliki
sensitivitas pada pola titik nada, melodi, ritme dan nada. Orang-orang yang
memiliki kecerdasan ini antara lain: komposer,konduktor, musisi dan lain-lain.
f. Kecerdasan
interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang
lain secara efektif. Sebagaimana budaya Barat mulai mengenalkan hubungan atara
akal dan tubuh maka hal ini perlu disadari kembali pentingnya nilai dari keahlian
dalam perilaku interpersonal. Komponen kecerdasan ini adalah kepekaan mencerna
dan merespon secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan
orang lain. Contohnya yaitu komunikator, fasilitator, dll.
g. Kecerdasan
intrapersonal merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang
diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan
mengarahkan kehidupan seseorang.[6]
Komponen kecerdasan ini adalah pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.
Menurut Garrent, intelegensi (kecerdasan) itu setidak-tidaknya mencakup
kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan-pemecahan masalah.[7]
Aspek Tarbawi :
1. Manusia
diwjibkan untuk menuntut ilmu
2. Dengan
ilmu manusia akan bisa dilihat derajat kemuliannya
3. ilmu
pengetahuan adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat
selama-lamanya.
4. Hakikat
manusia tidak dapat dipisahkan dari kemampuan untuk mengembangkan ilmu.[8]
D.
Simpulan
Orang yang memiliki ilmu dengan orang yang
tak memiliki ilmu tentu berbeda karena pada dasarnya orang yang berilmu tentu
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Seseorang bisa dilihat
seberapa mulia derajat kemanusiaanya dengan tingkatan ilmunya. orang yang
memiliki ilmu akan merasa takjub melihat bagaimana Allah memberikan naluri
kepada semua makhluk hidup dibandingkan seseorang yang tak berilmu tentu tidak
akan dapat memahaminya. Karena pada dasarnya seseorang memiliki tingkat
kecerdasan manusia yang berbeda-beda. Kecerdasan atau intelegensi dapat
dipandang sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir rasional, dan menggunakan
sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Mujid, dkk. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi
Islam. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Al-Maraghi,
Mustafa. 1989. Tafsir Al-Maraghi.
Semarang : CV. Toha Putra.
Ar-Rifa’i,
Muhammad Nasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir.
Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Az-Zuhaili,
Wahbah. 2016. Tafsir Al-Wasith. Jakarta :
Gema Insani.
Dalyono.
2010 Psikologi Pendidikan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Hamka.
2003. Tafsir Al-Azhar, Jakarta :
Citra Serumpun Padi.
Linda Campbell. Dkk. 2002. Multiple Intelligences Metode Terbaru
Melesatkan Kecerdasan. Depok: Inisiasi Press.
Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi : Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, Yogyakarta
: Teras.
PROFIL PRIBADI
Nama : Mochamad Nafsan Alwi
TTL : Pemalang, 29 Mei 1999
Alamat : Jalan Brantas Rt 03/01 Kel. Kebondalem
Kec. Pemalang Kab.Pemalang
No.
Hp : 081904441140
Riwayat
Pendidikan :
SD Negeri 13 Kebondalen
Pemalang ( Lulus tahun 2011 )
SMP Negeri 4 Pemalang ( Lulus tahun
2014 )
SMA Negeri 3 Pemalang ( Lulus tahun
2017 )
IAIN Pekalongan (
Masih Berlangsung )
[1] Abdul
Mujid, dkk. Nuansa-nuansa Psikologi Islam.
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001). Hal.317
[2] Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib.
Tafsir Ibnu Katsir. (Jakarta :
Pustaka Imam Asy-Syafi’i : 1999) hlm. 188-189
[3] Hamka. Tafsir Al-Azhar. (Jakarta : Citra
Serumpun Padi : 2003 ) hlm. 54
[6] Linda
Campbell. dkk, Multiple Intelligences
Metode Terbaru Melesatkan Kecerdasan, (Depok: Inisiasi Press,2002), Hlm 1-3.
[8] Ahmad
Munir, Tafsir Tarbawi : Mengungkap Pesan
Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta : Teras, 2008) hlm. 103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar