KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN
DERAJAT ORANG BERILMU
Dina
Habibah Kurniati
NIM: 2117351
Kelas : PAI L (Reguler Sore)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2018 / 2019
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur selalu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya selaku penyusun makalah dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah. Meskipun masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam
makalah ini. Semua karena kurangnya pengetahuan dari penyusun.
Dalam
penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak terdapat kekurangan dan
keterbatasan isi materi yang saya sajikan. Maka dari itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, agar dalam penyusunan yang akan
datang bisa menjadi koreksi dan lebih baik lagi. Terselesainya makalah ini juga
tidak terlepas dari berbagai pihak yang ikut membantu dalam penyusunan. Oleh
karena itu, untuk menjadi maklum dan kami ucapkan terima kasih.
Pekalongan, September 2018
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Ilmu
adalah cahaya bagi para pencarinya. Ilmu memberikan banyak manfaat dalam
kehidupan manusia. Baik ilmu agama maupun ilmu umum. Setiap orang yang lahir ke
dunia ini mereka tidak memiliki pengetahuan apapun. Melalui ta’lim Allah
sedikit demi sedikit manusia memiliki pengetahuan. Ilmu ada dua jenis yaitu
ilmu yang langsung dari Allah (laduni) dan ilmu yang harus dicari sendiri oleh
setiap individu. Manusia yang berilmu tidak bisa lepas dari iman, karena ilmu
tanpa iman itu pincang dan iman tanpa ilmu itu buta. Lantas mengapa kita harus
beriman dan berilmu? Apa faedah untuk kita jika kita beriman dan berilmu? Tentu
pertanyaan-pertanyaan itu yang akan tersirat dalam pikiran kita. Dalam makalah
ini akan saya jabarkan satu persatu.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Orang
berilmu dan bagaimana derajatnya disisi Allah SWT?
2. Apa
dalil tentang diangkatnya derajat orang yang berilmu?
3. Apa
saja syarat diterimanya amal untuk orang yang beriman dan berilmu?
C. TUJUAN
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui bahwa ilmu pengetahuan memiliki peran penting dalam
kehidupan manusia.
2. Agar
mahasiswa mampu bersemangat untuk selalu mengembangkan ilmunya dengan mencari
keridhoan Allah SWT.
3. Agar
mahasiswa dapat mengetahui bahwa ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum
beramal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Orang
yang berilmu dan derajatnya disisi Allah
Sebelum
kita bahas lebih jauh tentang orang yang berilmu alangkah baiknya kita membahas
apa itu ilmu? Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yang terdiri atas beberapa
arti dasar yakni mengetahui, mengenal, memberi tanda, dan petunjuk. Ia
merupakan bentuk masdar dari alima, ya’lamu ilman. Kata ilmu
diartikan sebagai segala sesuatu yang menunjukkan kepada bekas atau yang
memiliki keistimewaan.[1] Terminologi
ilmu dalam al-Quran mengandung empat pengertian yaitu,
1. Pengetahuan
yang dinisbatkan kepada Allah SWT. Pengetahuan ini hanya Allah SWT yang
mengetahui.
2. Pengetahuan
yang diwahyukan Allah SWT kepada para nabi dan rasul-Nya. Pengetahuan seperti
ini bersifat khusus dan dalam eksistensinya tertuang dalam kitab suci dan
ajaran para Rasul-Nya.
3. Pengetahuan
yang disandarkan kepada malaikat yang diberikan Allah SWT, yang hakekatnya
hanya Allah SWT sendiri yang mengetahui.
4. Pengetahuan
yang dimiliki manusia.
Pengertian-pengertian
diatas dapat menjelaskan bahwa ilmu atau pengetahuan dalam jiwa manusia
tidaklah bersamaan dengan keberadaan manusia itu sendiri. Manusia dilahirkan
tanpa memiliki pengetahuan apapun yang mana selanjutnya manusia memperoleh
pengetahuan memalui ta’lim dari Allah
SWT. Pengajaran Allah kepada manusia tidaklah secara otomatis. Al-Quran justru
mengisyaratkan bagaimana cara manusia untuk memperoleh ilmu tersebut. Jadi, dapat
disimpulkan ilmu dalam alquran memiliki dua batasan pengertian yaitu ilmu yang
dinisbatkan kepada Allah SWT dan ilmu yang dinisbatkan kepada manusia.[2]
Manusia
diciptakan Allah SWT lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia
dikaruniai akal pikiran oleh Allah SWT sedangkan makhluk lain tidak. Akal
merupakan alat berpikir manusia yang mana akal ini menjadi jembatan untuk
meninggikan derajat manusia. Akal sebagai dasar ilmu pengetahuan memberikan
kemampuan kepada manusia untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Dengan kemampuan
akal manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya dan agamanya. Islam
juga meluaskan cakrawala untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan kemampuan
berpikir masing-masing individu. Manusia harus terus menimba ilmu karena ilmu
terus berkembang mengikuti zaman. Apabila manusia tidak mau mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, niscaya pandangannya akan sempit yang
mengakibatkan lemahnya daya juang menghadapi kehidupan yang terus berlalu
dengan cepat. Allah SWT telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan.
Berikut
kemuliaan yang Allah berikan kepada orang-orang yang berilmu,
1. “Sebaik-baiknya
umatku adalah ulama dan sebaik-baiknya ulama adalah yang berkasih sayang. Ingatlah
bahwa sesungguhnya Allah SWT akan mengampuni orang alim sebanyak empat puluh
dosa dan setelah itu Allah SWT engampuni satu dosa orang bodoh.”
2. “dan inatlah orang alim yang penyayang akan
datang pada hari kiamat dengan bercahaya dan akan menerangi antara barat dan
timur seperti terangnya bulan purnama.”
3. Allah
SWT akan teap menolong hamba-Nya selama hamba-Nya mau menolong saudaranya. Dan
barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu pasti Allah SWT
memudahkan baginya jalan untuk ke surga. Dan apabila berkumpul suatu kaum
disebuah rumah dari rumah-rumah Allah SWT (masjid) dengn membaca al-quran dan
mempelajarinya sesama mereka maka niscaya turun atas merekaketentraman dan
mereka diliputi rahmat dan dikelilingi para maaikat dan Allah mnyebutnya
dalamgolongan yang adapada-Nya. Dan baragsiapa yang lambat amalnya maka tidak
akan dipercepat diangkat derajatnya.”
4. “Barangsiapa
memberikan petunjuk kebaikan maka baginya akan mendapatkan ganjaran seperti
ganjaran yang diterima oleh orang yang mengikutinya dan tidak berkurang
sedikitpun hal itu, dari ganjaran orang tersebut.”
5. “Jika
anak adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara
yaitu, ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah dan anak sholeh yang mendoakan
kedua orang tuanya.”
6. “Barangsiapa
yang Alah SWT kehendaki untuk diberi kebaikan maka Dia akan memberikan
pemahaman yang baik tentang agamanya.”
7. “Sungguh
keutamaan orang yang berilmu dibanding serang ahli ibadah seperti keutamaan
bulan purnama dibandingkan bintang gemintanglainnya. Sesungguhnya ulama itu
pewaris nabi. Barangsiapa yan mengambil ilmu, sunguh ia telah mengambil bagian
berarti.”
8. “Tidak ada cara yan lebih baik untuk mengabdi
kepada Allah selain mendalami agama-Nya.”
9. “Perumpamaan orang berilmu di tengah umat
manusia, bagaikan bintang dilangit yang dijadikan petunjuk ditengah kegelapan.”[3]
Islam
sangat menghargai ilmu dan menempatkan orang-orang yang berpengetahuan
diderajat yang tinggi. Ali Asrap dalam bukunya New Horizon in Muslim Education mengatakan bahwa orientasi iptek
harus diberangkatkan dari moral alquran. Ia juga menganjurkan agar konsep iptek
didasarkan mutlak pada ketentuan yang ditetapkan alquran. Ilmu yang wajib
dicari menurut imam Al-Ghazali adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban pelaksanaan syariat Islam. Sedangkan yang fardhu kifayah
adalah ilmu-ilmu kemasyarakatan. Noeng Muhajir menambahkan bahwa Alquran dan
hadis tidak hanya menampilkan ayat (bukti kebenaran) namun juga sebagai
petunjuk (huda) dan anugerah dari
Allah SWT.
Selama
beberapa abad ulama Islam merupakan pembawa obor pengetahuan, bahkan karya-kara
mereka dijadiakn buku teks di Eropa. Para ulama yang terkenal dalam sejarah
Islam sebagai filsuf mengintegrasikan antara ilmu-ilmu dari berbagai budaya,
lalu menformasikannya ke dalam suatu pemikiran utuh. Halinilah yang menjadi
sebab Islm memimpin peradaban dunia. Memilah-milah ilmu dengan alasan bahwa
ilmu agama dan non-agama tidak mempunyai nilai yang sama adalah kurang tepat.
Batasan untuk ilmu dalam Islam yaitu bahwa orng-orang Islam haruslah mencari
ilmu yang bermanfaat dan melarang mencari ilmu yang tidak berguna. Karena ilmu
akan menjadi penyelamat manusia baik didunia maupun di akhirat.[4]
Semua
orang membutuhkan ilmu, karena ilmu adalah siraj
(lentera). Penerangan bagi umat manusia, penerang bagi negara, tiang penyangga
bagi bangsa, serta sumber yang memancarkan hikmah. Ilmu adalah musuh setan dan
bergaul dengan mereka akan menghidupkan hati.[5] Manusia
harus berupaya semaksimal mungkin meningkatkan kualitas keimanan dan
keilmuannya dengan penuh keikhlasan dan semata-mata hanya mencari ridha Allah
SWT. Seseorang yang beriman dan berilmu memiliki derajat yang lebih
dibandingkan orang yang hanya sekedar beriman tapi tidak berilmu. Ketinggian
itu bukan karena ilmu yang dimiliki tetapi juga karena amal dan pengajarannya
kepada pihak lain baik secara lisan atau tulisan maupun teladan.[6]
B. Dalil
tentang derajat orang yang berilmu
Q.S
Al- Mujadalah ayat 11
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
11.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surat
al-Mujadalah atau al-Mujadilah namanya terambil dari ayat pertama surah ini
yang menguraikan debat atau diskusi antara seorang wanita dengan nabi SAW. Jika
penamaan berdasarkan pelaku, maka ia dinamai Mujadilah, dan jika berdasarkan
dialog yang terjadi maka dinamai Mujadalah. Mayortas ulama menyebutkan bahwa
sebagian besar ayat-ayat dalam surah al-Mujadalah adalah Makkiyah. Menurut
al-Qurthuby sepuluh ayat pertama pada surah ini adalah Madaniyyah dan sisanya
turun sebelum nabi berhijrah.[7]
Surah
al-Mujadalah ini turun untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat Islam. Ayat
11 dalam surah ini memberi tuntunan bagaimana menjalin hubugan harmonis. Ayat
ini menyeru kaum beriman bahwa apabila dikatakan kepada kaum oleh siapapun
“Berupayalah dengan sungguh-sungguh, walau memaksakan diri untuk memberikan
tempat orang lain dalam majelis, baik tempat duduk maupun bukan. Maka
lapangkanlah tempat tersebut dengan sukarela agar kamu dapat berbagi dengan
orang lain. Jika itu kamu lakukan, niscaya Allah SWT melapangkan segala sesuatu
untuk kamu dalam hidup ini.
Dan
apabila dikatakan berdirilah ketempat lain, atau untuk diduduki tempatmu oleh
orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti sholat
dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah. Allah SWT akan meninggikan derajat
orang-orang beriman diantara kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan
rang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, peninggian dengan beberapa derajat
kemulian di dunia dan di akhirat. Allah SWT Maha teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan sekarang dan masa yang akan datang.”[8]
Dalam tafsir al-azhar dijelakan bahwa
masyarakat semakin berkembang dan majelis-majelis tempat berkumpul semakin
banyak untuk membicarakan hal-hal yang penting. Terkadang suatu majelis terasa
sesak dan sempit karena banyaknya orang yang berkumpul dan duduk. Bagi mereka
yang datang terlebih dahulukadang enggan untuk memberikan tempat bagi orang
yang baru datang sehingga membuat orang yang baru datang duduk menjauh, padahal
didalam masih ada tempat yang lapang. Maka turunlah surat al-Mujadalah ayat 11
ini agar majelis itu teratur dan suasananya terbuka dengan baik. Arti kata
majelis disini yaitu duduk bersama.
Awal
mulanya duduk bersama mengelilingi Rasulullh SAW karena hendak menengrkan
ajaran-ajaran dan hikmat yang akan beiau keluarkan. Tentu ada yang datang lebih
dahulu, sehingga daam majelis tersebut terlihat telah sempit. Niscaya karena telah
sempitnya itu orang yang baru datang tidak mendapat tempat duduk. Kemudian
Rasulullah menganjurkan bagi orang yang lebih dahulu datang untuk melapangkan
tempat duduk bagi orang yang baru datang.[9]
Sebab
pada hakekatnya tempat tersebut belumlah sesempit apa yang kita sangka. Karena
yang sempit bukanlah tempatnya melaikan hati kita. Tabiat manusia adalah
mementingan diri sendiri dan enggan memberikan tempat duduknya pada orang lain.
Oleh karena itu, kita harus melpangkan hati terlebih dahulu. Maka dalam ayat
ini diserulah terlebih dahulu dengan panggilan “Wahai orang yang beriman” sebab
orang yang berima itu hatinya lapang, diapun menintaisaudaranya yang terlambat
masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan dipersilahkan duduk didekatnya.
Selanjutnya
daam ayat tersebut dikatakan “Niscaya Alah akan melapangkan bagi kamu” artinya
karena hati telah dilapangkan terlebih dhulu menerima teman, hati kedua belah
ihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan
selanjutnya. Tept sebagaimana pepatah yang terkenl berbunyi : “Duduk sendiri
bersempit-sempit, duduk bersama berlapang-lapang.” Duduk sendiri pikiran jadi
sempit dan tidk tahuapa yang harus dikerjakan. Namun, setelah duduk bersama
hati telah terbuka, musyawarahpun dapat berjalan dengan lancar. Kalau hati
sudah lapang, pikiran terbuka dan rezeki yang halalpun dapat didatangkan Tuhan
dengan lancar.[10]
“Dan
jika dikatakan kepadamu “berdirilah”, maka berdirilah!” Ar.Razi mengatakan
dalam tafsirnyabahwa maksud dari kata-kata ini ada dua. Pertama, jika kamu
diminta berdiri utuk memberikan tempat kepada yang lain yang lebih patut duduk
ditempat yang kamu duduki itu, segeralah berdiri!. Kedua, jika diminta berdiri
karena kamu sudah lama duduk, supaya orang lain yang belum mendapat kesempatan
diberi peluang pula, aaka segeralah berdiri! Kalau sudah ada saran menyuruh
berdiri janganlah berat ekor seakan terpaku pinggulmu ditempat itu.
Ayat
ini menunjukkan bahwa apabila seseorang berlapang hati kepada sesamanya dalam
segala urusan maka AllahSWT akan melapangkan pula segala urusannya didunia dan
akhirat. Tidaklah selayaknya seorang yang cerdas membatasi ayat ini hanya
sekedar melapangkan tempat duduk dalam suatu majelis, bahkan luaslah yng
dimaksud oleh ayat ini yaitu segala seuatu kebajikan dan kemanfaatan agar
sampai kepada sesama muslim. Bagaimana kita menyikapinya dan membuat kita tetap
senang untuk membantu sesama dan menghilangkan perasaan tertekan masih masuk
dalam cakupan ayat ini.[11]
Allah
SWT berfirman “Allah akan mengangkat orang-orang yang berian diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” Sambungan aya ini memiliki dua
penafsiran. Pertama, jika seseorang diminta melapangkan majelis, yang berarti
melapangkan hati, bahkan jikaia diminta berdiri sekalipun lalu memberikan
tempatnya kepada yang patut didudukan dimuka jaganlah dia berkecil
hati.melainkan hendaklah ia berlaang dada. Karena orang yang berlapang dada
itulah kelak yang akan diangkat Allah Iman dan Ilmunya, sehingga derajatnya
bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain
itulah yang akan bertambah ilmunya.
Kedua,
memang ada orang yang derajatnya diangkat oleh Allah lebih tinggi dari pada
kebanyakan orang. Pertama karena imannya dan kedua karena ilmunya. Setiap
haripun dapat kita lihat pada muka dan sorot mata orang yang beriman dan
berilmu. Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral, sedangkan ilmu
pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dn ilmu membuat orng jadi mantap.
Menmbuat orang menjadi agung, walau tidak memiliki jabatan yang disandingnya.
Sebab cahaya i memncar dari dalam dirinya bukuan disepuhkan dari luar.
“Dan
Allah dengan apa yang kamu kerjakan, adalah Maha Mengetahui.” Ujung ayat ini
meberikan kita ajaran, pokok hidup kita adalah iman dan pengiringnya adalah
ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapa membawa dirinya terperosok mengerjakan
pekerjaan yang disangka menyembah Allah SW ternyata malah mendurhakai-Nya.
Sebaliknya orang yang berilmu namun tidak beriman maka ilmunya dapat
membahayakan bagi dirinya maupun umat manusia. Ilmu manusia tentangatom
misalnya, jika kita mempelajari ilu itu disertai dengan iman maka akan membawa
faedah yang besar bagi seluruh umat manusia. Namun jika ilmu itu tidak
dilandasi dengan iman maka ilmu itu dapat dipergunakan untuk memusnahkan
seluruh umat imuka bumi, karena jiwanya yang tidak terkontrol.[12]
Penafsiran
menurut kitab tafsir al-Maraghi bahwa ayait ini mencakup pemberian kelapangan
dalam menyampaikan segala macam kebaikan kepada kaum muslimin dan yang
menyenangkannya. Allah SWT juga akan meninggikan derajat orang yang berilmu
dalam hal pahala an tingkat-tingkat keridhaan. Sedangkan penafsiran menurut
Shafwah at- Tafaasir ayat ini menjelaskan untuk saling memberi kelapangan yaitu pada apa yang
dibutuhkan manusia pada tempat, rezeki, hati da juga menunjukkan bahwa setiap
orang yang meluaskan majelis untuk beribadah kepada Allah SWT, maka Allah SWT
akan meluaskan segala urusannya di dunia dan di akhirat. Allah SWT akan memberi
derajat yang tinggi sampai dengan surga. Ayat ini sebagai pujian bagi para
ulama yang memiliki kelebihan dengan ilmunya. Sebagaimana syafaat kepada tiga
orang yaitu para Nabi, ulama dan syuhada.[13]
C. Syarat-syarat
diterimanya amal orang beriman dan berilmu
Ilmu
ada dua jenis, ilmu yang Allah anugerahkan kepada manusia tertentu dan ilmu
yang harus diusahakan manusia. Iman dan ilmu harus melekat menjadi satu dalam
diri seseorang. Karena ilmu tanpa iman akan menjadi pincang, sedangkan iman
tanpa ilmu akan buta. Orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya
oleh Allah SWT dan bahkan akan disediakan tempat disurga. Namun, hal itu
tidaklah mudah unuk dilakukan, butuh usaha yang sangat maksimal. Setiap orang
harus meluruskan niat sebelum melakukannya. Semata-mata hanya mengharap ridha
Allah SWT. Dalam menjalankannyapun harus bersabar karena banyak sekali halang
rintang yang akan dilalui. Halang rintang ini juga sebagai medan uji coba apakah
kita bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu atau hanya sekedar agar dipandang
luar biasa oleh orang lain.
Selain
itu, dalam mencari ilmu kita harus bersikap ikhlas dan berlapang hati, karena
dari hatilah semuanya akan terlihat mudah. Sesulit apapun hal itu jika hati
kita lapang maka akan lebih mudah dijalani. Kita harus selalu mengingat Allah
SWT dimanapu kita berada bahkan ketika kita tidurpun harus selalu mengingat
Allah SWT. Kemudian jdilah pribadi yang selalu optimis dan berpikiran positif
bahwa dibalik badai yang dahsyat selalu ada pelangi yang indah. Setiap insan
yang ingin mencari ilmu harus menghilangkan sifat sombong dan sifat cepat puas
akan ilmu yang sudah didapat. Karena sesungguhnya diatas langit masih ada
langit. Tidak lupa selalu meneladani Rasulullah dan para sahabat dalam mencari
ilmu. Dalam mencari ilmu kita harus selalu ikhlas dan tulus karena semua itu
akan bermanfaat tidak saat itu saja namun beberapa tahun kedepan. Kesimpulan
syarat diterima atau tidak amal kita itu tergantung niat dan kuasa Allah
ta’ala.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Orang
yang beriman dan berilmu derajatnya sangatlah tinggi disisi Allah SWT bahkan
Allah akan menghadiahkan surga bagi siapapun yang bersungguh-sungguh untuk
mecari ilmu. Orang yang berilmu ditengah masyarakat layaknya bulan purnama diantara
bintang gemintang. ia akan menjadi
petunjuk bagi siapapun yang tersesat. Orang yang berilmu adalah pewaris nabi.
Orang yang berilmu juga akan menghidupkan hati setiap orang yang mengikutinya.
Namun, ilmu harus dilandasi dengan keimanan agar tidak menyesatkan. Bahkan
seanpun lebih takut kepada orang yang berilmu dari pada orang yang beriman.
Adapun dalil diangkatnya derajat orang berilmu dalam surah al-Mujadalah ayat 11
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 (
#sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
11.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Syarat
diterimanya amal seorang yang berilmu dan berima adalah apabila ia mampu
menjalankan setiap maqam dengan baik dan ikhlas serta telah lurus niatnya
dengan mengharap ridha Allah SWT. Dia bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu,
tetap optimis serta selalu huznudhon dengan Allah SWT. Menghilangkan semua
pikiran dan hal-hal yang akan mengotori hatinya.
B.
SARAN
Semoga
makalah ini dapat bermafaat bagi siapapun yang membacanya. Penulis tahu masih
banyak kekurangan dalam penyusunan mkalah ini. Penulis menerima setiap kritikan
yang membangun demi terciptanya makalah yang baik dan benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad,
Wahyuddin, M. Ilyas dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Negeri. Jakarta: Grasindo.
al-Ajurri,
Imam. 2018. Akhlaq al-Ulama dan Akhlaq
ahl al-Quran. Tangerang selatan: Alifia Books.
Amin,
Surahman dan Ferry Muhammadsyah Siregar. 2015. “Ilmu dan Orang Berilmu dalam Al-Quran:Makna Etimologis, Klasifikasi dan
Tafsirnya”. Vol. 24 No. 1, Januari.
No
Name, “Ilmu dan Profesionalisme dalam
Islam”.
Shihab,
M. Quraish. 2012. Al-Lubab Makna Tujuan
dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Quran. Tangerang: Lentera Hati.
Sholeh.
2016. “Pendidikan daam Al-Quran (Konsep
Ta’lim Q.S al-Mujadalah ayat 11)”, Vol. 1 No. 2, Desember.
PROFIL
Dina
Habibah Kurniati, lahir di Pekalongan 21 April 1999. Ayah bernama Sudiharto dan
ibu Istianah. Riwayat pendidikan dimulai di MSI 08 Medono dan ditamatka pada
tahun 2011. Ia melanjutkan di SMP Negeri 13 dan tamat pada tahun 2014. Ia
melanjutkan di SMA Negeri 4 Pekalongan dan lulus pada tahun 2017. Saat ini ia
sedang fokus menempuh pendidikannya di IAIN Pekalongan. Ia masuk pada Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan dengan jurusan Pendidikan Agama Islam.
[1] Surahman Amin dan Ferry
Muhammadsyah Siregar, “Ilmu dan Orang
Berilmu dalam Al-Quran:Makna Etimologis, Klasifikasi dan Tafsirnya”, Vol.
24 No. 1, Januari 2015, hlm., 132
[2] Ibid., hlm., 133
[3] No Name, “Ilmu dan Profesionalisme dalam Islam”, hlm,
1-3
[4] Op.cit., hlm., 135-136
[5] Imam al-Ajurri, Akhlaq al-Ulama dan Akhlaq ahl al-Quran,
(Tangerang selatan:Alifia Books, 2018), hlm, 5
[6] Wahyuddin Achmad. M. Ilyas
dkk, Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Negeri, (Jakarta: Grasindo, 2009) hlm, 85
[7] M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna Tujuan dan Pelajaran dari
Surah-surah Al-Quran, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm, 193
[8] Ibid., hlm., 201-202
[9] Sholeh, “Pendidikan daam Al-Quran (Konsep Ta’lim Q.S
al-Mujadalah ayat 11)”, Vol. 1 No. 2, Desember 2016, hlm., 211
[10] Ibid., hlm., 212
[11] Ibid., hm., 213-214
[12] Ibid., hlm., 214-215
[13] Ibid., hlm., 217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar