SUBYEK
PENDIDIKAN HAKIKI
“KARAKTER
ALLAH SWT SEBAGAI PENDIDIK”
(Q.S.
AL-Fatihah:1-4)
Rina
Aprilia
NIM. 2117245
KELAS
E
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik
Allah Swt. yang telah memberikan begitu banyak limpahan nikmat sehingga
diantara nikmat-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas mata
kuliah dalam rangka menuntut ilmu. Shalawat beriringan salam semoga tetap
terlimpah curahkan kepada baginda kita yang telah menuntun umatnya dari zaman
jahiliah menuntun kejaman ilmiah yakni nabi besar Muhammad SAW. Juga kepada
keluarganya, para sahabatnya, tabi’in, dan tabi’at, serta sampai kepada kita
selaku umatnya hingga hari kiamat Amiin.
Selanjutnya makalah yang
berada dihadapan pembaca merupakan uraian materi yang ditulis mengacu kepada
silabus mata kuliah Tafsir Tarbawi yaitu tentang ”Karakteristik Allah sebagai Pendidik”, yang Alkhamdulillah telah
selesai ditulis. Tidak akan ada kata selesai disusun makalah ini melainkan
dukungan dari semua pihak dari segi moral maupun material. Untuk itu penulis
sampaikan banyak terima kasih.
Tentu dalam pembuatan
makalah tidak luput dari kekeliruan ataupun kekurangan baik dalam materi maupun
dalam hal ikhwal penyusunan. Untuk itu penulis memohon maaf dan tak lupa untuk
menerima berbagai masukan yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya. Atas
perhatian dan partisipasinya kami mengucapkan terima kasih
Pekalongan, 18
Oktober 2018
pemakalah
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan
pribadi manusia. Pendidikan sangat beperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia menurut ukuran normative. Melalui reformasi pendidikan,
pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberiakn jaminan bagi perwujudan
hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan suatu potensi dan prestasi secara
optimal guna kesejahteraan hidup dimasa depan.
Guru adalah salahsatu unsure manusia dalam proses
pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda
mengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan
pelajaran kedalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas
membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang susila yang cakap,
aktif, kreatif dan mandiri.
Akan tetapi pada era moden ini muncul sikap-sikap guru
yang memulai melenceng. Beberapa pendidik kurang mengetahui akan tugas dan
kewajiban mereka sehingga sangat berpengaruh besar dalam perkembangan kualitas
anak didik mereka. Meskipun begitu tidak sedikit pula pendidik yang
mengutamakan kualitas anak didiknya. Seperti halnya yang dijelaskan dalam
al-Qur’an mengenai tafsir pendidik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana karakter
pendidik?
2.
Apa dalil yang
mendasari karakterAllah sebagai pendidik
3.
Apa saja Al asma’
Al khusna dalam karakter Allah sebagai pendidik
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
karakter pendidik
2.
Untuk mengetahu
dalil yang mendasari karakter Allah sebagai pendidik
3.
Untuk mengetahu Al
asma’ Al khusna dalam karakter Allah sebagai pendidik
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakter
Allah sebagai pendidik
Kita sebagai pendidik
harus mengetahui bagaimana cara menjadi pendidik yang baik, mendidik yaitu
orang yang memengaruhi orang yang dididiknya dan memikirkan keadaanya.
Sedangkan pendidikan yang dilakukan oleh Allah terhadap manusia ada dua macam
yaitu pendidikan, pembinaan atau pemeliharaan terhadap kejadian fisiknya yang
terlihat pada perkembangan jasad atau fisiknya sehingga mencapai kedewasaan.
Serta pendidikan terhadap perkembangan potensi kejiwaan dan akal pikirannya,
pendidik keagamaan dan akhlaknya yang terjadi dengan diberikannya
potensi-potensi tersebut kepada manusia, sehingga dengan itu manusia mencapai
kesempurnaan akalnya dan bersih jiwanya.
Kata Rabb yang mendahului kata alam tersebut, yang berarti
mendidik, membina, mengarahkan dan mengembangkan yang mengharuskan adanya
unsure kehidupan seperti makan dan minum serta bekembang biak. Allah mengatur
perilaku orang-orang yang berakal dengan cara memberiakn perintah, larangan dan
balasan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Malik Al-Naas yang mengatur dan
merajai manusia.
Dapat disimpulkan bahwa
setiap pujian yang baik hanya milik Allah, karena Dialah sumber segala yang
ada. Dialah yang menggerakkan seluruh alam dan mendidiknya mulai dari awal
hingga akhir dan memberikannya
nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan. Dengan demikian puji itu hanya
kepada pencipta, dan syukur kepada yang memiliki keutamaan. [1]
B. Dalil
Allah Sebagai Pendidik
Dijelaskan dalam Qur’an surat Al-Fatikhah ayat 1-4
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
1.
Dengan
menyebut nama Allah yang maha Pengasih lagi maha Penyayang
2.
Segala
puji bagi Allah tuhan semesta alam
3.
Yang
maha Pemurah lagi maha Penyayang
4.
Yang
mempunyai hari pembalasan
Perlu diketahui al-fatihah adalah
pembukaan. Surat inipun dinamai “fatihahul kitab”, yang berarti pembukaan
kitab, karena kitab al-Qur’an dimulai atau dibuka dengan surat ini. Dia yang
mulai ditulis didalam mushaf, dan dia yang mulia ketika dibaca ketika tilawat
al-Qur’an meskipun bukan dia surat yang mula-r diturunkant kepada Nabi Muhammad
saw, nama surat al-fatihah ini memang telah mashur sejak permulaan nubuwwat.
Adapun tempat diturunkan, pendapat yang
lebih kuat ialah yang menyatakan bahwa surat ini diturunkan di Makkah.
Al-Wahidi menulis didalam kitabnya asbabun nuzul dan ats-tsa’labi didalam
tafsirnya riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa kitab ini
diturunkan dimekkah, dari dalam suatu perbendaharaan dibawah ‘Arsy. Menurut
suatu riwayat lagi, dari Abi Syaibah didalam “Al-Mushanaf” dan abu na’im dan
Al-Baihaqi didalam “Dalailun Nubuwwah” dan Ats sta’labi dan al-wahidi dari hadits
Amer bin Syurahubail bahwa setelah Rasulullah mengeluhkan pengalaman nya
didalam gua itu setelah menerima wahyu
pertama, kepada khadijah lalu beliau dibawa oleh Khadijah kepada waraqah. Maka
beliau ceritakan kepadanya bahwa apabila ia telah memencil seorang diri
didengarnya suara dari belakangnya: “ya Muhammad! Mendengar suara itu akupun
lari. Maka berkatalah waraqah,:”jangan engkau berbuat begitu, tetapi jika
engkau dengar suara itu, tetap tenanglah engkau, sehingga dapat engkau dengar
apa lanjutan perkataan nya itu”. Selanjutnya Rasulullah saw berkata: “maka
datang lagi dia dan terdengar lagi suara itu”: “ya Muhammad! Katakanlah,
bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi rabbil ‘alamin, hingga sampai kepada
waladhaalinn”, demikian hadist itu.
Didalam surat ke3 (Ali Imron) ayat 7 ada
disebut ummul kitab, ibu dari kitab,. Menurut Imam Bukhari didalam permulaan
tafsirnya yang dinamai ummul kitab itu
ialah Al- Fatihah, sebab dia yang mula ditulis dalam sekalian mushaf dan dia
yang mulai dibaca didalam sembahyang. Cuma Ibnu Sirin yang kurang sesuai dengan
pernamaan demikian, dia lebih sesuai jika dinamai “fatihatul kitab” saja. Sebab
didalam kitab ke13 (Ar-Ra’du) ayat 39 terang dikatakan bahwa ummul kitab yang
sebenarnya ada disisi Allah.
Surat yang sedemikian ringkas ini telah
merangkum berbagai pelajaran yang terangkum secara terpadu didalam surat-surat
yang lain didalam Al-Qur’an. Surat ini mengandung intisari ketiga macam tauhid.
Didalam penggalan Rabbil’alamiin
terkandung makna tauhid Rububiyyah. Tauhid rububiyyah merupakan mengesakan
Allah dalam hal perbuatan-perbuatannya seperti mencipta, memberi rezeki dan
lain sebagainya. Dimulainya surat al-Fatikhah dengan lafadz bismillahirrahmanirrahim dimaksudkan
untuk memberi petunjuk kepada hamba-hambanya agar memulai suatu pekerjaan
dengan lafadz tersebut. Nama Allah nama khusus bagi bagi zat yang wajib dipuja
dan tidak dapat diberikan sama sekali nama tersebut kepada selain Dia. Ini
menjelaskan bahwa hanya Allah lah yang layak untuk mendapat pujian dan pujian kita
kepada Allah bentuk rasa syukur kita tehadap-Nya.[2]
a). Tafsir Ibnu Katsier
Bismillah denga nama Allah. Susunan
kalimat yang sedemikian ini dalam bahasa arab berarti susunan kata-kata yang
mendahuluinya yaitu: aku memulai perbuatan ini dengan nama Allah, untuk
mendapat berkat dan pertolongan rahmat Allah sehingga dapat selesai dengan
sempurna dan baik, juga untuk menyadari kembali sebagai makhluk Allah, bahwa
segala-segalanya tergantung pada rahmat karunia Allah. Arrahman arrahim dua
kalimat pecahan dari rahmat untuk menyebut kelebihan, dan kata Rahman lebih
luas dari Rahim. “Alhmadulillahi Rabbil ‘alamiin”. Segala puji bagi Allah Tuhan
yang memelihara alam semesta. Ibnu Jariri berkata,”Alhamdulillah, syukur yang
ikhlas kepada Allah tidak kepada lain-lainnya dari pada makhluknya. Rabb
berarti pemilik yang berhak penuh, ar-rahman berarti yang memberi nikmat halus
sehingga tidak terasa, padahal nikmat besar.[3]
b). Tafsir Al-Maraghi
Kata al-ismu dalam bahasaarab berarti kata
yang menunjukkan pada suatu dzat atau bisa menunjukkan pada sesuatu yang
bersifat maknawi. Didalam menyebut nama Allah diharuskan adanya keterlibatan
hati dan lisan didalam rangka mengingat keagungan dan kebesaran Allah, serta
nikmat-nikamt yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Didalam sebuah hadist
disebutkan bahwa Al-Hamdu itu berarti inti ungkapan rasa syukur. Seorang hamba
yang tidak bersyukur kepada Allah berarti ia tidak pernah memujiNya. Setiap
pujian hanyalah bagi Allah sebab, Dialah sumber terciptanya semua makhluk. Kata
Ar-Rahim berarti sifat yang tetap kepada Allah. Dari sifat inilah lahir
kebajikan dan kasih sayang Allah. Ad-Diiin seacra bahasa berarti perhitungan,
pahala, dan pembalasan. Itulah makna yang sesuai dalam hubungan ini, dikatakan
maliki yaumiddiin aga diketahui bahwa diin itu mempunai hari tertentu, yakni
ketiak manusia menerima balasan.[4]
c). Tafsir Al-Azhar
Kata alkhamdulillah:segala puji bagi
Allah. Tidak ada yang lain yang mendapat pujian itu, meskipun misalnya ada
orang ynag berjasa baik kepada kita, meskipun kita memujinya hakikat puji hnaya
kepada Allah. Sebab orang itu tidak dapap berbuat apa-apa kalau bukan karena tuhan
yang maha Murah dan Penyayang. Ayat ini menyempurnakan maksud ayat yang
sebelumnya. Jika Allah sebagai Rabb, sebagai pemelihara dan pendidik bagi
seluruh alam tidak lain isi pendidikan itu, melainkan karena kasih sayang-Nya
semata dan kaena murah-Nya belaka. Maka apabila Ar-Rahman Ar-Rahim telah
disambung dengan maalikiyaumiddin, barulah seimbang pengabdian dan pemujaan
kita kepada tuhan. Hidup tidak berhenti hingga kini saja, akan nada sambungnya
lagi yaitu hari pembalasan, hari agama yang sebenarnya dimana kita harus
mempertanggung jawabkan semua tingkah laku kita didunia.[5]
Jadi pelajara yang dapat diambil dari
Qur’an surat Al-Fatikhah ayat 1-4 adalah sebagai berikut:
1.
Ayat
pertama dalam surat Al-fatikhah, yakni basmalah, member pelajaran agar kita
memulai setiap pekerjaan dengan mengucapkan basmalah sehingga terjalin hubungan
yang erat antara si pengucap/pembaca dengan Allah Swt, dan dengan penyebutan
kedua Sifat-Nya: ar-rahman ar-rahim, terucap dalam hati si pembaca betapa besar
rahmat Allah sehingga semestinya pembacanya tidak akan berputus asa, betapapun
berat dan sulit keadaan yang dihadapinya.
2.
Ayat
kedua surat al-fatikhah, alkhamdulillah (segala puji bagi Allah adalah
pengajaran agar seseorang selalu menyadari betapa besar rahmat dan anugrah
Allah swt, kepadanya. Sehingga sesekali ia mengalami sesuatu yang tidak
menyenangkannya maka ia akan teringat rahmat dan nikmat Allah swt yang selama
ini dinikmatinya.
3.
Redaksi
pesona ketiga pada kalimat alhamdulillha dalam arti si pemuji tidak berhadapan langsung dengan Allhaswt. Memberi
pelajaran bahwa memuji tanpa kehadiran yang dipuji lebih baik dari pada memuji
dihadapannya.[6]
C. Al- Asma’ Al- Khusna
Pembuktian asma’ Allah yang lima (Allah,
Ar-Rabb, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Malik), dilandaskan kepada dua dasar:
Yang pertama, asma’ Allah menunjukkan
sifat-sifat kesempurnaannya, asma’ ini merupakan sifat yang semuannya baik.
sebab, jika asma’ itu hanya sekedar lafadz yang tidak mempunyai makna apapun,
maka ia tidak bisa disebut khusna dan tidak menunjukkan kesempurnaan. Lalu akan
mterjadai keracuan antara dendam dan marah yang menyertai antara rahmat dan
ihsan.
Yang kedua, satu dari berbagai asma’
Allah, disamping menunjukkan kepada dzat dan sifat ynag disesuaikan dengannya,
maka ia juga menunjukkan dua bukti lainnya yang sifatnya kandungan dan
keharusan. Jika sudah ada kejelasan tentang dua dasar ini, maka asma’ Allah
menunjukkan keseluruhan pada asma’ul khusna dan sifat-sifat yang tinggi. Hal
ini menunjukkan kepada Ilahiyyah-Nya, dengan penafian kebalikannya. Maksud dari
sifat Ilahiyyah adalah sifat-sifat kesempurnaan yang terlepas dari penyerupaan
dan permisalan, aib dan kekurangan,. Karena Allha tewlah menambahkan semua
asma’ul khusna ke Asma’-Nya yang agung ini (Allah).
Sifat kegungan dn keindahan lebih
dikhususkan untuk nama “Allah”, perbuatan, kekuasaan, kesendirian-Nya dalam
memberi manfaat dan mudlarat, memberi dan menahan, kehendak, kesempurnaan,
kekuatan, dan penanganan urusan makhluk yang lebih dikhususkan untuk nama
“Ar-Rabb”, sifat ihsan, murah hati, pemberi dan lemah lembut lebih dikhususkan
untuk nama “Ar-Rahman”. Masing-masing disesuaikan dengan kaitan sifat.
Ar-Rahman artinya yang memiliki sifat rahmat. Sedang Ar-Rahim yang mengasihi
hamba-hambanya. Karena itu dikatakan dalam firman-Nya, “Dia Ar-Rahim (maha
pengasih) terhadap hamba-hambanya”, dan tidak dikatakan, “Ar-Rahman (yang
memiliki sifat rahmat) terhadap hamba-hambanNya”. Penciptaan, pengadaan,
penanganan urusan dan perbuatan berasal dari sifat Rububiyyah. Sedangkan
pahala, balasan, siksa, surge, dan neraka berasal dari sifat Al-Malik, artinya
Dialah yang menguasai hari pembalasan. Dia memerintahkan mereka berdasarkan
Ilahiyyah-Nya, menunjuki dan menyesatkan mereka berdasarkan Rububiyyah-Nya,
member balasan dan siksa berdasarkan kekuasaan an keadilan-Nya. Setiap masalah
ini tidak bisa dipisahkan dari yang lain.
Disebutkan asma’-asma’ ini setelah
al-hamdu(pujian) dan pengaitan al-hamdu dengan segala cakupannya, menunjukkan
bahwa memang Dia adalah yang terpuji dalam Ilahiyyah-Nya, dalam Rububiyyah-Nya,
dalam Rahmaniyyah-Nya, dalam kekuasaan-Nya, Dia adalah sesembahan yang terpuji,
Illah dan Rabb yang terpuji, Rahman yang puji, Malik yang terpuji. Dengan
begitu Dia memiliki seluruh kesempurnaan, kesempurnaan dalam asma’ Allah secara
sendirian dan kesempurnaan dalam asma’-asma’ lainnya secara sendirian serta
kesempurnaan dalam penyertaan suatu asma’ dengan asma’ lain. Karena itu sering
disebut dua asma’ secara berurutan.[7]
1. Aplikasi Dalam Kehidupan
a)
Selalu
mawas diri bahwa didunia ini yang berhak dipuji hanyalah Allah semata
b)
Selalu
memuji Allah sebagai rasa syukur kita kepada Allah
c)
Mempelajari
sifat-sifat Allah sebagai pendidik agar kita dapat menjadi pendidik yang baik
d) Selalu berusaha menjadi pendidik yang baik
2. Aspek Tarbawi
a)
Bahwa
Allah memberikan ilmu kepada hambanya dengan berbagai cara
b)
Selalu
memberikan kasih sayang terhadap peserta didik kita seperti Allah yang
memberikan kasih sayang kepada hambanya
c)
Bahwa
pendidikan harus disertakan pembinaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa seluruh alam ini
yang berhak mendapat pujian hanyalah Allah semata seperti yang dijelaskan dalam
surat Al-Ftikhah dimana Allah telah menerangkan metode pendidik yang begitu
baik. allah melakukan pendidikan kepada manusia dengan dua macam yairtu
pendidikan dan pembinaan atau memelihara terhadap kejadian fisik yang terlihat
pada pengembangan jasad dan fisiknya sehingga mencapau kedewasaan serta
pendsidikan terhadap perkembvangan potensi kejiwaan da akal pikirannya. Selain
itu Allah juga selalu memberikan kasih sayang kepada hambanya. Allah memberikan
pendidikan melalui seluruh alam yang diciptakannya.
B. Saran
Semoga kita dsapat
memahami tentang tugas kita sebagai pendidik yang sudah dicontohkan Allah dalam
mendidik kita melalui ala mini dan al-qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1985. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang:Toha
Putra
Al-Juziyah, Ibnu Qayyim. 1998. Madarijus-Salikin Pendakian Menuju Alla.
Jakarta: PUSTAKA
AL- KAUTSAR
Bahresy, Salim. 1987.
Terjemah Singkat Tafsir IBNU
KASTIER. Surabaya: PT Bina Ilmu
Nata,
Abuddin. 2002. Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Hamka.
1981. Tafsir Al-Azhar. UUDP: Yayasan
Nurul Islam
Shihab,
M. Quraish. 2012. Al-Lubab .
Tanggerang: Lentera Hati
[1]
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
Jakarta:PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2002), hlm. 25-26
[2]
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
Jakarta:PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2002), hlm. 24.
[3]
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah
Singkat Tafsir IBNU KASTIER, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1987), hlm16-27.
[4]Ahmad
Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir
Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1985), hlm. 33-51.
[5]
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (UUDP:
Yayasan Nurl Islam: 1981), hlm. 77-114.
[6]
M. Quraish Shihab, Al-Lubab,(Tanggerang:Lentera
Hati: 2012), hlm. 6-7.
[7] Ibnu Qayyim Al-Juziyah, Madarijus-Salikin Pendakian Menuju Alla, (Jakarta:PUSTAKA
AL-KAUTSAR, 1998), hlm. 9-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar