SUBYEK PENDIDIKAN HAKIKI
"MALAIKAT SEBAGAI PENDIDIK"
QS. AN-NAJM, 53: 5-6
M. Fatih Ihsani
NIM. 2117115
Kelas A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
Alhamdullilah, puji syukur kehadirat
Allah swt. atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Malaikat
sebagai pendidik (Qs. An-Najm, 53: 5-6)” ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam senantiasa
tercurah kepada sebaik-baik manusia, nabi Muhammad saw. Keluarganya dan
sahabatnya.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima saran dan
kritik konstruktif dari pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi
mahasiswa. Amin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan, 18 oktober 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar..........................................................................................................................
Daftar
isi...................................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG.........................................................................................................
B.
RUMUSAN
MASALAH....................................................................................................
C.
TUJUAN
PENULISAN......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. HAKIKAT
MALAIKAT.....................................................................................................
B.
DALIL MALAIKAT SEBAGAI PENDIDIK.....................................................................
C.
MALAIKAT IDENTIK DENGAN
ILMU..........................................................................
BAB
III PENUTUP
A.
KESIMPULAN...................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BIODATA
PENULIS
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Al-Qur’an berisi
berbagai aspek kehidupan manusia. Al-Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk bagi
umat islam dalam segala bidang. Salah satunya adalah bidang Pendidikan.
Pendidikan identik dengan kata Pendidik. Karena Pendidik adalah salah satu
orang yang melaksanakan pendidikan.
Diantara Surah-surah dalam Al-Qur’an yang mengkaji
tentang Pendidik adalah Surah An-Najm ayat 5-6. Surah An-Najm terdiri dari 62
ayat, termasuk kelompok surah Makkiyah kecuali ayat 32 yang diturunkan di
Madinah. Surah ini diturunkan setelah surah Al-Ikhlas. Nama An-Najm (bintang)
diambil dari kata An-Najm pada ayat pertaىma
dari surah ini. Allah SWT. Bersumpah dengan An-Najm (bintang) ialah karena
bintang-bintang yang timbul dan tenggelam, sangat besar manfaatnya bagi manusia
sebagai pedoman bagi mereka dalam melakukan pelayaran di lautan, dalam perjalanan
di padang pasir, untuk menentukan peredaran musim, dan lain-lain sebagainya.
Untuk memahami
surat An-Najm ayat 5-6 tersebut diperlukan adanya penafsiran, sebab dalam
memahami ayat-ayat Al-Qur’an tidak dapat dipahami secara tekstual normatif
saja, namun dengan kontekstual aplikatif agar apa yang kita kaji sesuai dengan
pesan yang disampaikan didalam Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1.apa
yang dimaksud dengan malaikat?
2.
apa dalil yang mendasari malaikat sebagai pendidik?
3.
bagaimana pengaruh malaikat sebagai pendidik?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui hakikat malaikat
2.
Untuk
mengetahui dalil malaikat sebagai pendidik
3.
Untuk
mengetahui penjelasan mengenai malaikat sebagai pendidik
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Malaikat
Istilah
malaikat dalam Al-Qur’an banyak ditemukan dengan menggunakan istilah
berbeda-beda. Al-Quran sering memakai istilah malak, malakan, malaikat dan
malakain. Penyebutan tersebut diulang sekitar 88 kali dalam ayat yang berbeda.
Kata malaikat adalah
bentuk jamak dari kata malak yang berarti menguasai. Hal ini
memberikan pengertian bahwa malaikat adalah makhluk yang mempunyai tugas untuk
menguasai alam dalam arti fisik. Sebagian ulama berpendapat bahwa
kata malak adalah derivasi dari
kata alaka atau ma’lakahyang mempunyai arti “mengutus” atau
“perutusan/risalah”.
Pengertian
ini menunjukan bahwa tugas rohani malaikat adalah sebagai perantara (perutusan)
antara Allah dan manusia. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa
kata malak adalah kata yang terbentuk dari akar kata (adat khat
Arab) “la a ka” yang berarti menyampaikan
sesuatu. Malak/malaikat adalah makhluk yang bertugas menyampaikan
sesuatu dari Allah SWT kepada makhluk. [1]
Kata malaikat juga
berarti suatu sifat yang melekat pada pribadi, atau potensi
rasional (istidladh al-aql) yang berfungsi mengaktualisasikan
kerja-kerja atau perilaku tertentu melalui kecerdasan dan kemahiran, seperti
halnya potensi berhitung dan berbahasa. Potensi itu pada taraf tertentu dapat
melekat pada pribadi seseorang yang memilikinya dan biasanya akan berakhir begitu
saja.Pengertian ini menunjukkan pada sebuah gejala kejiwaan, dimana jika
seseorang yang dalam jiwanya memiliki potensi-potensi seperti potensi para
malaikat, maka ia disebut sebagai adamiyan malakiyan, keadaan
seperti ini bisa saja terbalik sebagai lawan dari sifat di atas, maka ketika
satu kondisi menunjukan pada bentuk-bentuk sikap yang jelek, secara otomatis ia
disebut manusia berjiwa setan atau adamiyan syaithaniyan. Ada juga
yang mendefinisikan bahwa malaikat itu adalah nama untuk kekuatan-kekuatan alam
yang mendorong kepada kebaikan dan kebahagiaan.[2]
Malaikat
adalah makhluk ghaib yang diciptakan Allah dari cahaya yang diberi bentuk oleh
Allah dengan beraneka macam bentuk dan memilki sayap, dari masing-masing
malaikat ada yang memiliki dua, tiga dan empat hingga tak terhitung jumlahnya
dan ia diciptakan sebagai utusan dan perantara Allah SWT kepada makhluknya.
Banyak ulama berpendapat bahwa
malaikat adalah makhluk halus yang diciptakan Allah dari cahaya yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah dirinya menjadi makhluk lain, yang taat mematuhi
perintah Allah dan sedikitpun tidak pernah membantah atas apa yang telah Allah
perintahkan. Muhammad Sayid Tanthawi mantan mufti Mesir dalam pendapatnya yang
dikutip oleh Quraish Shihab mengatakan bahwa :
Malaikat adalah tentara Tuhan. Tuhan
menganugrahkan kepada mereka akal dan pemahaman, menciptakan bagi mereka naluri
untuk taat, serta memberi mereka kemampuan untuk berbentuk dengan berbagai
bentuk yang indah dan kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan yang berat.[3]
Sebagai makhluk yang di takdirkan
menjadi pembantu Allah, malaikat selalu mengatur kerajaan Allah sesuai dengan
kehendak dan perintahNya. Dalam menjalankan tugasnya, malaikat tidak pernah
melakukan sesuatu atas dasar kemauannya sendiri. Mereka tidak pernah melanggar
perintah, sebaliknya mereka selalu berjalan dan bertindak sesuai dengan
titahNya tanpa mengurangi atau menambahinya. Semua perintah itu mereka lakukan
secara terus-menerus tanpa henti hingga datangnya hari kiamat nanti. Al-Quran
mengisahkan bagaimana ketaatan para malaikat itu:
“Malaikat itu takut kepada Tuhannya
yang berkuasa di atas mereka dan (mereka) mengerjakan apa saja yang di
perintahkan”. (QS.An-Nahl:50)
Ayat lain menjelaskan:
“Bahkan malaikat itu adalah para
hamba Allah yang di muliakan, Mereka tidak mendahului Allah dengan perkataan
dan mereka mengerjakan sesuai dengan perintahNya. Allah mengetahui apa yang ada
dihadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka juga tidak dapat
memberikan pertolongan, melainkan kepada orang-orang yang di sukai oleh Allah
dan mereka itupun selalu berhati-hati karena takut
kepadaNya”. (QS.Al-Anbiya’:26-28)
Itulah makhluk ghaib yang bernama
malaikat. Rasa takut mereka terhadap Allah telah menjadikan makhluk ini begitu
tunduk dan patuh terhadap semua perintahNya. Selama hidup, malaikat tak pernah
sekalipun melakukan pembangkangan apalagi pengingkaran terhadap Tuhan.
B.
Dalil
Malaikat sebagai Pendidik
Q.S
An-Najm 5-6
(6) عَلَّمَهُ
شَدِيْدُالْقُوَى (5) ذُوْمِرَّةٍ فَاسْتَوَى
Artinya :
(5). “Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat
kuat.”
(6) “Yang mempunyai akal yang cerdas dan
(Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa
yang asli (rupa yang bagus dan perkasa)
Penjelasan Q.S An-najm / 53 :5-6
Ayat 5, dalam ayat ini Allah SWT
menerangkan bahwa nabi Muhammad SAW diajari oleh malaikat jibril. malaikat
jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya. Dari sinilah jelas
bahwa nabi Muhammad itu bukan diajari oleh manusia, tapi beliau diajari oleh
malaikat yang sangat kuat.
Ayat 6, Allah SWT menerangkan, bahwa
malaikat jibril memiliki kekuatan yang luar biasa. Seperti dalam suatu riwayat
yang menjelaskan bahwa malaikat jibril pernah membalikan perkampungan nabi Lut
kemudian mereka diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke bumi. Ia juga pernah
menghembuskan kaum nabi samud hingga berterbangan. Dan apabila ia turun ke bumi
hanya dibutuhkan waktu sekejap mata. Ia juga dapat berubah bentuk seperti
manusia.
Tafsir Ayat
1.
Tafsir
Al-Azhar
“Yang memberinya ajaran ialah yang
sangat kuat.” (ayat 5)
Inilah jaminan selanjutnya tentang
wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., itu. Bahwasannya yang mengajarkan
wahyu itu kepada beliau ialah makhluk yang sangat kuat. Ibnu Katsir dalam
tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan yang sangat kuat ialah Malaikat Jibril.
“Yang mempunyai keteguhan.” (pangkal
ayat 6). Mujahid, al-Hasan dan Ibnu Zaid member arti: “Yang mempunyai
keteguhan.” Ibnu Abbas member arti: “Yang mempunyai rupa yang elok.” Qatadah
member arti: “Ynag mempunyai bentuk badan yang tinggi bagus.” Ibnu Katsir
ketika member arti berkata: “Tidak ada perbedaan dalam memberi arti yang
dikemukakan itu.” Karena Malaikat Jibril itu memang bagus dipandang mata dan
mempunyai kekuatan luar biasa. Lanjutan ayat ialah Fastawaa (فا
ستو ى) artinya: “yang menampakkan diri yang
asli.”
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Haitam
yang diterimanya dari Abdullah bin Mas’ud, bahwasannya Rosululloh saw. melihat
rupanya yang asli itu dua kali. Kali yang pertama ialah ketika Rosul saw.
meminta kepada Jibril supaya sudi memperlihatkan diri menurut rupanya yang
asli. Permintaan itu dia kabulkan, lalu kelihatanlah dia dalam keasliannya itu
memenuhi ufuk. Kali yang kedua ialah ketika ia memperlihatkan dalam keadaannya
yang asli itu, ketika Jibril akan menemani beliau pergi Isra’ Mi’raj. Dalam
pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan sayap yang sangat
banyak, 600 (enam ratus) sayap.[4]
2.
Tafsir
Al- Maraghi
Nabi saw., tak pernah diajari oleh
seorang manusia pun. Akan tetapi ia diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat.
Sedang manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang daif. Ia tidak mendapatkan
ilmu kecuali sedikit saja. Di samping itu, Jibril adalah terpercaya
perkataannya. Sebab, kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan orang
terhadap perkataan orang lain. Begitu pula ia terpercaya hafalan maupun
amanatnya. Artinya dia tidak lupa dan tak mungkin merubah.
Jibril memiliki kekuatan-kekuatan
pikiran dan kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ia pernah
mencukil negeri kaum Lut dari laut Hitam yang waktu itu berada dibawah tanah.
Lalu memanggulnya pada kedua sayapnya dan diangkatnya negeri itu ke langit,
kemudian dibalikkan. Pernah pula ia berteriak terhadap Kaum Samud, sehingga mereka
mati semua.
Jibril pernah menampakkan diri dalam
rupa yang asli, sebagaimana Allah menciptakan dia dalam rupa tersebut, yaitu
ketika Rosululloh saw. ingin melihatnya sedemikian rupa. Yakni bahwa Jibril itu
menampakkan diri kepada Rasulullah SAW pada ufuk yang tertinggi, yaitu ufuk
matahari. [5]
3.
Tafsir
Al-Mishbah
Kata (علمه) ‘allamahu / diajarkan kepadanya bukan berarti bahwa
wahyu tersebut bersumber dari malaikat Jibril. Seorang yang mengajar tidak
mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Bukankah kita
mengajar anak kita membaca, padahal sering kali bacaan yang diajarkan itu bukan
karya kita. Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah
salah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas
menyampaikan secara baik dan benar kepada Nabi saw., dan itulah yang dimaksud
dengan pengajaran disini.
Kata (مرة) Mirrah terambil dari kalimat (اَ
مْرَرْ تُ الْحَبْلَ) amrartu al-habla yang berarti
melilitkan tali guna menguatkan sesuatu. Kata (ذو
مرة) dzu mirrah digunakan untuk
menggambarkan kekuatan nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-Biqa’i
memahaminya dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa sedikitpun mengarah kepada
tugas selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada juga ynag memahminya
dalam arti kekuatan fisik, akal, dan nalar.
Ada lagi ulama yang memahami ayat ini
sebagai berbicara tentang Nabi Muhammad saw., yakni Nabi agung itu adalah
seorang tokoh yang kuat kepribadiannya serta matang pikiran dan akalnya lagi
sangat tegas dalam membela agama Allah.
4.
Tafsir
Al-Wasith
Yang
mengajarkan Al-Qur’an dan yang menyampaikannya dari Rabbul Izzati adalah
Malaikat Jibril, yang secara ilmiah dan alamiah. Jibril mempunyai kekuatan yang
besar, kebijaksanaan akal dan ketegasan pendapat. Ia menampakkan diri dalam
wujud asli yang dengannya ia diciptakan oleh Allah, ketika ia berada di ufuk
tertinggi, yakni arah tertinggi dari langit yaitu ufuk yang menaungi dari
matahari. Ia menutupi ufuk ketika datang membawa wahyu kepada Nabi SAW, pada
kali pertama kedatangannya.[6]
C.
Malaikat
Identik dengan Ilmu
Malaikat mempunyai ilmu
cukup sempurna yang telah diajarkan Allah kepadanya. Tetapi malaikat tidak
memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mendefinisikan berbagai perkara
sebagaimana yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Manusia memang diberi
keistimewaan untuk bisa mengenali dan mendefinisikan sesuatu serta mengungkap
rahasia sunnatullah pada alam melalui penelitian dan pengamatan dengan
menggunakan intelektual yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Tetapi apa
yang diberitahukan Allah kepada malaikat lebih banyak daripada apa yang
diketahui oleh manusia. Di antara ilmu yang diberikan Allah kepada malaikat
adalah ilmu tentang al kitabah (buku catatan amal manusia).
Malaikat Jibril adalah malaikat yang kedudukan dan pangkatnya lebih tinggi dibandingkan dengan malaikat lainya. Malaikat Jibril merupakan subyek (perantara) dalam menyampaikan wahyu yang dibawanya dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, dengan dibekali jiwa yang kuat serta akal yang cerdas, sehingga mampu bukan hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga mengajarkannya kepada Nabi SAW.
Malaikat Jibril adalah malaikat yang kedudukan dan pangkatnya lebih tinggi dibandingkan dengan malaikat lainya. Malaikat Jibril merupakan subyek (perantara) dalam menyampaikan wahyu yang dibawanya dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, dengan dibekali jiwa yang kuat serta akal yang cerdas, sehingga mampu bukan hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga mengajarkannya kepada Nabi SAW.
Interaksi Muhammad SAW dengan
dengan Allah SWT senantiasa diwarnai kedalam cinta yang penuh penghambaan
layaknya seorang abdi pada majikannya yang Maha Mulia, jadi bisa dipahami kalau
nabi Muhammad merasa rikuh kalau harus berdialog bebas layaknya guru dan murid
ketika berhadapan dengan masalah-masalah yang kurang dipahaminya. Allah yang
maha mengetahui mengakomodir hal tersebut dengan menghadirkan figur seorang
pindidik bagi Muhammad SAW pada diri pemimpin para malaikatnya, yaitu malaikat
Jibril yang mulai.
Pertemuan pertama Muhammad SAW
dengan Jibril dimana malaikat tersebut menjalankan tugasnya sebagai Guru
terjadi pada malam 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610M saat beliau berada di Gua
Hira. Muhammad menerima wahyu pertamanya yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5.
Pada surat Najm ayat 5-6 ditegaskanya
klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek
pendidikan yakni seperti yang tersurat dalam ayat ini adalah seperti halnya
seorang malaikat jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut:
a. Sangat
kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan
masalah.
b. Mempunyai
akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni
dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya
sebagai seorang subyek pendidikan.
c. Menampakan
dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap
wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa
yang dilakoninya dalam bidangnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas mengenai tafsir
Al-Qur’an dalam surah An-Najm ayat 5-6 bahwa Malaikat merupakan makhluk
halus yang besifat cahaya, yang dapat menampakkan diri dengan berbagai bentuk
yang berbeda-beda, tetapi tidak diberi sifat laki-laki atau perempuan. Tidak
ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah SWT. tidak ada satu tempat pun
dilangit dan dibumi ini yang tidak terisi oleh malaikat.
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Adapun malaikat sebagai pendidik adalah malaikat
Jibril, malaikat jibril adalah Ruh al- Amin, utusan Allah kepada
rasul-rasul-Nya dan pemuka para malaikat. Jibril juga termasuk tentara Allah
dan hamba-Nya, yang hanya bertindak serta turun kebumi atas perintah-Nya.
DAFTAR
PUSTAKA
Shihab,Quraisy.2006. Jin, Iblis, Setan
dan Malaikat : Yang Tersembunyi.Jakarta: PT.Lentera Hati.
Thabathabai
A.2009. Mengungkap Rahasia Alquran.Jakarta:Mizan.
Hamka.2004. Tafsir
Al-Azhar Juz’ XXVII. Jakarta: PT. Kipas Putih Aksara.
Al-Maraghi, AM.
1989. Tafsir Al-Maraghi juz 27. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Zuhaili,wahbah.2013.Tafsir
Al-wasith jilid 3. Jakarta: Gema Insani.
Shihab,
quraisy.2002.Tafsir Al-Mishbah vol 13.Jakarta: PT. Lentera hati.
BIODATA SAYA:
NAMA
: M. Fatih Ihsani
NIM : 2117115
ALAMAT : Prawasan Timur, Rt 01 Rw 08 Kecamatan Kedungwuni, kabupaten Pekalongan
TTL
: Pekalongan, 20 Maret
1998
NO HP :
085-7000-88-705
BUKU
REFERENSI
Cet I, 2006), hlm
318
[3] Quraish
Shihab, Jin, Iblis, Setan dan Malaikat : Yang Tersembunyi, (Jakarta,
Lentera Hati, 2006), Hlm. 319
[4] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz
XXVII (Jakarta: PT Pustaka Panjimas,2004) Hlm. 93
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 27 (Semarang:
PT Karya Toha Putra, 1989), hlm. 79-81
[6] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-wasith jilid 3 ( Jakarta: Gema
Insani, 2013) hlm 532
Tidak ada komentar:
Posting Komentar