Tujuan Pendidikan General
“Tujuan Hidup Manusia”
Nova
Eviana Agustina
NIM. (2117377)
KELAS ”L”
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKUTLAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN
PEKALONGAN
2018
Kata
Pengantar
Puji
Syukur kami panjatkan kepa Allah SWT atas limpahan Rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Tujuan Pendidikan General
“Tujuan Hidup Manusia” ini. Salam dan Shalawat penulis kirimkan kepada
njunjungan kita tercinta Rasulullah SAW,keluarga, para sahabat serta seluruh
kaum muslimin yang tetap tangguh dalam ajarannya.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan
dalam memahami teori, keterbatasan keahlian penulis, semoga segala kritik dan
saran yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua, khususnya bagi
penulis sendiri.
Pekalongan 07 Oktober 2018-10-08
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dapat makan dua
kali sehari, pakaian dua kali ganti sehari, rumah yang cukup untuk berteduh dan
berlindung dikala terik matahari yang menyengat atau dikala air hujan menerpa.
Kita sudah dapat hidup dengan normal namun nafsulah yang membuat kita meminta
lebih dari itu. Sehingga dalam proses pencarian hartanya manusia lupa akan
konsep kesederhanaan diri
Maka dari itu
dapat disimpulkan manusia yang jauh dari kesenangan hati ialah manusia yang
bergelimpang harta mereka lebih banyak was-was dan lebih jauh dari ketentraman
hati. Dan sayang sekali nafsu tidak bisa berhenti ataupun dihilangkan. Yang
kita bisa lakukan hanyalah menahan nafsu itu atau dengan kata lain
“mengendalikan” dan selalu bersyukur agar hidup tak kekurangan harta. Karena
sesungguhnya mengeluh merupakan akhlak yang buruk karena mengeluh adalah bentuk
dari rasa yang tidak bersyukur alias ingin selalu lebih. Dan akhirnya melupakan
tujuan hidup manusia itu sendiri yaitu hanya untuk berserah diri beribadah kepa
Allah sampai maut kan menjemput memisahkan raga dan jiwa kita ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa tujuan hidup dan kehidupan manusia?
2.
Bagaimana Dalil tujuan hidup manusia?
3.
Apa pengertian Ibadah
mahdhah dan ghairu mahdhah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Hidup manusia
Ketika seseorang hendak mendesain
pendidikan, maka ia harus memulainya dengan merumuskan tujuan yang hendak
dicapainya. Sesuai dengan dasar dan konsep pendidikan yang menjadi pandangan
hidup pendesain itu ia akan merumuskan tujuan pendidikan. Jadi, pada dasarnya
tujuan pendidikan selalu dipengaruhi oleh pandangan hidup (way of life) orang
yang mendesain dan pengambil kebijakan pendidikan tersebut. Itulah sebabnya
desain dan tujuan pendidikan disuatu tempat atau negara selalu bebeda-beda.[1]
Manusia adalah makhluk unik, makhluk yang multidimensi, makhluk
yang sulit ditemukan hakikatnya. Hal ini mengakibatkan berbagai macam diskursur
dan telaah tentang manusia tersebut yang selalu menjadi perdebatan. Kadang kala
studi tentang manusia ini tidak utuh karena sudut pandangnya yang memang
berbeda. Antropologi fisik misalnya, memandang manusia hanya dari segi fisikmateril
semata, sementara antropologi budaya mencoba meneliti manusia dari aspek
budaya. Sedang yang memandang manusia dari sisi hakikatnya berusaha dikuak oleh
falsafah manusia. Agaknya, manusia sendiri tak henti-hentinya memikirkan
dirinya sendiri dan mencari jawab akan apa, dari mana dan mau kemana manusia
itu. Namun sebagai muslim tentu sudut pandang yang harus kita pakai harus
berakar dari ajaran Islam secara universal, yaitu Alquran dan diperinci dengan
keterangan hadits. Namun sebelum itu untuk lebih memperkaya khazanah sekaligus
juga sebagai perbandingan dalam penulisan ini, ada baiknya penulis juga akan
memaparkan sekilas tentang konsep manusia menurut para pakar non muslim.[2]
Dibawah ini
adalah tujuan hidup manusia:
1. Menjadi ‘Abdullah, hal ini
merujuk pada ayat Alquran surat az-Zariyat: 56, yang bunyinya “tujuan utama
penciptaan manusia ialah agar menusia beribadah kepada-Nya”. Karena tujuan
beribadah dalam Islam bukan hanya membentuk kesalehan individual, tetapi juga
kesalehan sosial, yang keduanya tidak dapat dipisahkan.
2. Sebagai Khalifah, merujuk pada
surat al-Baqarah: 30, Yunus: 14, dan surat al-An’am: 165 yang berbunyi:
“manusia diciptakan untuk diperankan sebagai wakil Tuhan di muka bumi”. Karena
Allah Zat yang menguasai dan memelihara alam semesta, maka tugas manusia
sebagai wakil Tuhan ialah menata dan memelihara serta melestarikan dan
menggunakan alam ini dengan sebaik- baiknya.
3.
Jika
tujuan yang pertama dan kedua lebih difokuskan pada tanggung jawab individu,
tujuan penciptaan yang ketiga ini menegaskan perlunya tanggung jawab bersama
dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia yang damai. Hal ini merujuk pada
surat al-Hujurat: 13 seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.[3]
B.
Dalil Tujuan Hidup Manusia
وَلَا تَجْعَلُوا مَعَ اللهِ إِلَٰهًا
آخَرَ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ (51)
كَذَٰلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
مِنْ رَسُولٍ (52)
إِلَّا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
أَتَوَاصَوْا بِهِ ۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ
(53)
فَتَوَلَّ عَنْهُمْ فَمَا أَنْتَ
بِمَلُومٍ (54)
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ
الْمُؤْمِنِينَ (55)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)
Artinya :
51. Dan
janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku
seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.
52. Demikianlah
tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka,
melainkan mereka mengatakan: "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang
gila".
53. Apakah mereka
saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum
yang melampaui batas.
54. Maka
berpalinglah kamu dari mereka, dan kamu sekali-kali tidak tercela.
55. Dan tetaplah
memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi
orang-orang yang beriman.
56. Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Ayat
ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan Tuhan menciptakan
jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada-Nya. Maka
segala gerak langkah dan kehidupan manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk
mengabdi kepada Allah. Semuanya mengarah hanya kepada Allah secara tulus.
Dengan demikian, terlaksanalah makna ibadah. Terkait dengan tujuan penciptaan
ini sejatinya sudah menjadi fitrah manusia, dan mengingkari fitrah tersebut
tiada lain hanya akan mendadatangkan kemudharatan bagi manusia itu sendiri.[4]
Tafsir Al- Maraghi:
Padahal aku
tidaklah menciptakan mereka kecuali supaya kenal kepada ku. Karena sekiranya
aku tidak menciptakan mereka niscaya mereka takkan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-Ku.
Penafsiran seperti ini ditunjukan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah hadist
qudsi:
( كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًّافَاَرَدْتُ اَنْ
اُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِى عَرَفُوْنِىْ )
Artinya :
“aku adalah simpanan yang tersembunyi. Lalu aku menghendaki
supaya dikenal. Maka aku pun menciptakan makhluk. Maka oleh karena Akulah
mereka mengenal aku.”
Demikian kata
mujadid dan begitu pula diriwayatkan dari mujadid, bahwa ayat ini adalah ;
kecuali supaya Aku memerintahkan mereka dan melarang mereka. Tafsiran seperti
ini ditunjukan oleh firman Allah Ta’ala :
Ayat at Taubah 9 ; 31
وَمَا اُمِرُوااِلاَّلِيعْبُدُوْااِلَهًاوَّاحِدًا لاَاِلَه اِلاَّ هُوَسُبْحَنَهُ عَمَّا
يُشْرِكُوْنَ
Artinya :
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”
Dan tafsiran seperti ini dipilih pula oleh Az-Zujjaj.
Sementara itu
segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat ini adalah, kecuali supaya
mereka tunduk kepada-Ku, dan merendahkan diri. Yakni bahwa setiap makhluk dari
jin atau manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendak-Nya, dan
menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut
apa yang Dia kehendaki, dan Allah memeberi rezeki kepada mereka menurut
keputusan-Nya, tidak seorangpun di antara mereka yang dapat memberi manfaat
maupun mudarat kepada dirinya sendiri.
Kalimat seperti
ini merupakan penegasan bagi suruhan agar memberi peringatan, dan juga memuat
alasan dari diperintahkannya memberi peringatan. Karena diciptakannya mereka
dengan alasan tersebut menyebabkan mereka harus diberi peringatan yang
menyebabkan mereka wajib ingat dan menuruti nasehat.
Tafsir
Al-Azhar:
Inilah
peringatan lanjutan dari ayat yang sebelumnya yaitu supayaRasulullah saw
meneruskan member peringatan sebab peringatan akan besar manfaatnya bagi orang
yang beriman. Maka datanglah tambahan ayat 56 ini bahwa sanya allah menciptakan
jin dan manusia tidak ada guna yang lainya melainkan buat mengabdi diri
kepada Allah swt. Jika seseorang telah mengakui beriman kepada tuhan
tidaklah dia akan mau jika hidupnya didunia ini kosong saja. Dia tidak boleh
menganngur selama nyawa dikandung badan, manusia harus ingat tempo nya tidak
boleh kosong dalam pengabdiannya. Seluruh hidup hendaklah dijadikan ibadah
Oleh sebab itu
ayat ini member ingat kepada manusia bahwa sadar atau tidak sadar dia pasti
mematuhi kehendak tuhan. Maka jalan yang lebih baik bagi manusia ialah
menginsafi kegunaan hidupnya sehingga dia pun tidak merasa keberatan lagi
mengerjakan berbagai ibadah kepada tuhan.
Apabila manusia
mengenal budi yang luhur niscaya dia mengenal apa yang dinamai berterima kasih.
Pada orang yang menolong kita melepaskan dari mala petaka kita punnn segera
mengucapkan terima kasih! Kita mengembara disatu padang pasir. Dari sangat jauh
nya kita kehausan, air sangat sukar tiba-tiba disuatu tempat yang sunyi sepi
kita bertemu satu orang yang menyuruh kita berhenti berjalan sejenak. Kitapun
berhenti. Lalu dia bawakan seteguk air kitapun mengucapkan banyak-banyak terima
kasih. Kita ucapkan terima kasih dengan merendahkan diri. Sebab kita merasa
berhutang budi kepada nya. Dan tidalah manusia ada manusia berada di
dunia yang membantah keluhuran budi orang yang berterima kasih.
Maka
bandingkanlah semuanya dengan anugerah ilahi bagi menjamin hidup kita sejak
mulai lahir dari perut ibu sampai kepada masa habis tempo didunia ini dan kita
menutup mata, tidaklah dapat dihitung dan dinilai betapa besar nikmat dan
karunia allah kepada kita.
Disinilah tuhan
menjuruskan hidup kita member kita pengarahan. Allah menciptakan kita jin dan
mausia tidak untuk yang lain, hanya untuk satu macam tugas saja yaitu mengabdi
dan beribadah. Beribadah yaitu mengakui bahwa kita ini hambanya, tunduk kepada
kemauannya.
Ibadah itu
diawali atau dimulai dengan iman yaitu percaya bahwa ada tuhan yang menjamin
kita. Percaya akan adanya Allah ini saja sudah jadi dasar pertama dari
hidup itu sendiri. Maka iman yang telah tumbuh itu wajib dibuktikan dengan amal
yang sholeh yaitu perbuatan yang baik. Iman dan amal sholeh inilah pokok
ibadah. Bila kita mengaku beriman kepada Allah niscaya kita akan percaya
kepadaRasul Nya. maka pesan Allah ayang disampaikan oleh rasul itu kita
perhatikan. Perintahnya kita kerjakan dan larangannya kita tinggalkan.
Maka dapatlah
kita jadikan seluruh hidup kita ini ibadah kepada Allah sembayang lima waktu
puasa bulan ramadhan, berzakat pada fakir miskin, adalah bagian kecil,
sebagaian pematri dari seluruh ibadah yang umum itu semuanya kita kerjakan,
karena kita iman kepanya kitapun beramal yang sholih, untuk faedah sesama
manusia. Kalau tidak ini yang kita kerjakan tidaklah ada artinya
hidup kita yang terbatas didalm dunia ini.[5]
C.
Ibadah Mahdhah dan Ibadah Ghairu mahdhah
Mengabdi dalam terminologi Islam sering
diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan,
tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya
akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya
ia mengabdi. Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahḍoh dan
ibadah ghoiru mahḍoh. Ibadah mahḍoh adalah ibadah yang telah
ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat, puasa
dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahḍoh adalah sebaliknya, kurang
lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang tidak ditentukan kadar dan
waktunya namun diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah s.w.t. Dan
sebenarnya makna yang kedua inilah yang lebih luas karena bisa menjangkau segala
lini kehidupan manusia.
Dalam menata
dan mengelola bumi ini, bahkan dalam beribadah sebagai bentuk ekspresi ketaatan
kepada yang maha menciptakan, manusia harus bekerja sama dan berinteraksi
dengan orang lain. Satu hal yang mustahil manusia bisa mengemban tugas tersebut
sendirian, dari itu Allah s.w.t menciptakan manusia dengan beragam suku dan
komunitas disertai dengan kompetensi dan kelebihan masing-masing tentunya.
Ibadah mahdhah
(ibadah khusus) yaitu ibadah langsung kepada Allah tata cara pelaksanaannya
telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau dicontohkan oleh Rasulullah. Karena
itu, pelaksanaannya sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasul.
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam
beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Penambahan atau
pengurangan dari ketentuan-ketentuan ibadah yang ada dinamakan bid‟ah dan
berakibat batalnya ibadah yang dilakukan. Menurut Ali Anwar
Yusuf mendefinisikan Ibadah mahdhah yaitu : Ibadah yang
mengandung hubungan dengan Allah sematamata (vertikal atau hablumminallah).
Contoh ibadah khusus ini adalah shalat (termasuk didalamnya thaharah), puasa,
zakat, dan haji.
Ciri-ciri
Ibadah ini adalah semua ketentuan dari aturan pelaksanaannya telah di tetapkan
secara rinci melalui penjelasan-penjelasan Al-Qur‟an atau Sunnah. Ibadah
mahdhah merupakan ibadah yang sifatnya khusus. Ibadah mahdhah adalah ibadah
yang disyariatkan dalam al-Qur’an dan hadis. Contohnya; shalat,
puasa, zakat dan naik haji. Dengan demikian, Pemahaman Ibadah
Mahdhah berasal dari kata pemahaman dan Ibadah mahdhah. Dari
penjelasanpenjelasan yang sudah dibahas dapat ditarik kesimpulan tentang
pengertian pemahaman Ibadah mahdhah.
Pemahaman
Ibadah mahdhah adalah kemampuan menangkap makna serta penguasaan terhadap
bahan-bahan yang dipelajari secara baik dan benar mengenai ajaran agama Islam
tentang ibadah Mahdhah sesuai dengan ketentuan dan tatacara yang ditentukan
oleh syari’at agama. Dalam penelitian ini, Pemahaman Ibadah Mahdhah terfokus
pada persoalan tata cara.
Ibadah ghairu
mahdhah (ibadah umum) adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya tidak diatur
secara rinci oleh Allah dan Rasulullah Saw Ibadah umum ini tidak menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi justru berupa hubungan antara manusia
dengan manusia atau dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Bentuk ibadah ini
umum sekali, berupa aktivitas kaum muslim (baik tindakan, perkataan, maupun
perbuatan) yang halal (tidak dilarang) dan didasari dengan niat karena Allah
(mencari rida Allah).[6]
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk unik, makhluk yang multidimensi, makhluk
yang sulit ditemukan hakikatnya. Hal ini mengakibatkan berbagai macam diskursur
dan telaah tentang manusia tersebut yang selalu menjadi perdebatan. Kadang kala
studi tentang manusia ini tidak utuh karena sudut pandangnya yang memang
berbeda. Antropologi fisik misalnya, memandang manusia hanya dari segi fisikmateril
semata, sementara antropologi budaya mencoba meneliti manusia dari aspek
budaya. Sedang yang memandang manusia dari sisi hakikatnya berusaha dikuak oleh
falsafah manusia. Agaknya, manusia sendiri tak henti-hentinya memikirkan
dirinya sendiri dan mencari jawab akan apa, dari mana dan mau kemana manusia
itu. Namun sebagai muslim tentu sudut pandang yang harus kita pakai harus
berakar dari ajaran Islam secara universal, yaitu Alquran dan diperinci dengan
keterangan hadits. Namun sebelum itu untuk lebih memperkaya khazanah sekaligus
juga sebagai perbandingan dalam penulisan ini, ada baiknya penulis juga akan
memaparkan sekilas tentang konsep manusia menurut para pakar non muslim.
Ayat
ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan Tuhan menciptakan
jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada-Nya. Maka
segala gerak langkah dan kehidupan manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk
mengabdi kepada Allah. Semuanya mengarah hanya kepada Allah secara tulus.
Dengan demikian, terlaksanalah makna ibadah. Terkait dengan tujuan penciptaan
ini sejatinya sudah menjadi fitrah manusia, dan mengingkari fitrah tersebut
tiada lain hanya akan mendadatangkan kemudharatan bagi manusia itu sendiri.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering
diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan,
tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya
akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya
ia mengabdi. Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahḍoh dan
ibadah ghoiru mahḍoh. Ibadah mahḍoh adalah ibadah yang telah ditentukan
oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat, puasa dan haji.
Sedangkan ibadah ghoiru mahḍoh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu
segala bentuk aktivitas manusia yang tidak ditentukan kadar dan waktunya namun
diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah s.w.t. Dan sebenarnya makna yang
kedua inilah yang lebih luas karena bisa menjangkau segala lini kehidupan
manusia.
Dalam
menata dan mengelola bumi ini, bahkan dalam beribadah sebagai bentuk ekspresi
ketaatan kepada yang maha menciptakan, manusia harus bekerja sama dan
berinteraksi dengan orang lain. Satu hal yang mustahil manusia bisa mengemban
tugas tersebut sendirian, dari itu Allah s.w.t menciptakan manusia dengan
beragam suku dan komunitas disertai dengan kompetensi dan kelebihan
masing-masing tentunya.
Daftar Pustaka
Tafsir
Ahmad. 2010 Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Bandung:
Rosdakarya, cet. 4.
Djumransyah,2006. Filsafat Pendidikan Islam. Malang:
Bayumedia.
Sifa
Latifatus, 2012. Hubungan antara pemahaman ibadah mahdhah dengan
tanggung jawab sosial, semarang: UIN Walisongo.
Prof. Dr. Hamka, 2006. Tafsir
Al-Azhar. PT Pustaka Panjimas, Jakarta.
Biodata Penulis
1.
Nama :
Nova Eviana Agustina (2117377)
2.
Ttl : Pekalongan,21 Agustus
1998
3.
Alamat :
Wonoyoso Buaran Pekalongan
4.
Riwayat Pendidikan :
a.
MIS WONOYOSO
b.
MTS WONOYOSO
c.
MAS SIMBANGKULON
[1]Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islami,
Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu (Bandung: Rosdakarya, cet. 4, 2010), h.
75
[2] Djumransyah, Filsafat
Pendidikan Islam (Malang: Bayumedia, 2006), h. 101
[4] Ibid
[5] Prof. Dr.
Hamka, Tafsir Al-Azhar (PT Pustaka Panjimas, Jakarta,2006) Hal 37-38
[6] Latifatus
Sifa, Hubungan antara pemahaman ibadah mahdhah dengan tanggung jawab
sosial,( semarang: UIN Walisongo 2012 ) hal 16-17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar