METODE PENDIDIKAN SPECIAL
”Metode Dialogis”
QS. Ash-Shaaffaat, 37: 102
M. Alik Thoifur
NIM. 2117350
Kelas B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Shalawat
serta salam semoga tetap kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, semoga kita semua termasuk umat yang mendapat syafaat di Yaumul Akhir
nanti. Amin.
Makalah yang
berjudul Metode
Pendidikan “SPECIAL” dalam QS. Ash-Shaaffaat, 37: 102, ”Metode Dialogis”, dibuat guna
memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
Tarbawi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
Terima Kasih kepada Bapak Muhammad Ghufron selaku dosen
pengampu mata kuliah Tafsir
Tarbawi yang telah memberikan waktu kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
makalah ini.
Dengan menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari
segi bahasa, analisis materi kajian atau pun cara penulisannya. Maka dari
itu, penulis
berharap kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan semua pembaca. Amin
Pekalongan,
22 Oktober 2018
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang
Pada
dasarnya, metode pendidikan
islam sangat efektif
dalam membina kepribadian anak
didik dan memotivasi
mereka sehingga aplikasi
metode ini memungkinkan puluhan
kaum mukminin dapat
membuka hati manusia
untuk menerima petunjuk Ilahi
dan konsep-konsep peradapan
Islam (AnNahlawi,1995:204).
Metode
yang dianggap paling
penting dan menonjol
adalah metode melalui dialog
Qur‟ani dan Nabawi. Bentuk dialog dalam
Al-Qur‟an dan sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang paling penting adalah
dialog khitabi (seruanAllah) dan ta‟abbudi
(penghambaan terhadap Allah),
diaolog deskriptif, dialog
naratif, dialog argumentatif, serta dialog nabawiah.
Kejelasan tentang aspek-aspek dialog ditujukan
agar setiap pendidik dapat memetik
manfaat dari setiap
bentuk dialog tersebut
dan dapat mengembangkan afeksi,penalaran, dan perilaku ketuhanan anak didik. Selain
itu, seorang pendidik dapat
memanfaatkan dialog untuk
melengkapi metode pengajaran
ilmu-ilmu lainnya (An- Nahlawi,1995:205-206)
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
metode pendidikan islam dalam surah As-Shaffat ayat 102?
2. Bagaimana
implementasi metode pendidikan dialog dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
metode pendidikan islam yang terkandung dalam al-Qur‟an surat as-Shaffat
ayat 102
2.
Mengetahui
implementasi metode pendidikan dialog dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Metode Dialogis
Ayat
sebelum ini menguraikan janji Allah kepada Nabi Ibrahim as, tentang perolehan
anak. Demikianlah hingga tiba saatnya anak tersebut lahir dan tumbuh berkembang (Shihab,
2002: 280). “ Maka
tatkala anak itu
sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim,”
yaitu menjadi besar
dan dewasa serta
dapat pergi bersama ayahnya
dan sanggup melaksanakan
pekerjaan yang dikerjakan
oleh ayahnya, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana
pendapatmu!”.
Sesungguhnya
Ibrahim memberitahukan kepada anaknya dengan cara seperti itu agar lebih mudah
diterima oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, keteguhan, dan
keistiqamahan anaknya di kala masih kecil dalam menaati Allah dan menaati
ayahnya. Maka dia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan
kepadamu, yakni laksanakanlah
perintah Allah untukmenyembelihku itu, Insya Allah, kamu akan mendapatkanku
termasuk orang-orang yang sabar.”
Aku akan bersabar dan megharapkan pahala-Nya dari sisi-Nya (Ar-Rifa‟i, 2000:
41-42).
Dalam
penafsiran di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam surat as-Shaffat ayat
102 mengandung metode
dialog. Dialog dapat
diartikan sebagai pembicaraan
antara dua pihak atau lebih yang dilakukan melalui tanya jawab dan
didalamnya terdapat kesatuan
topik atau tujuan
pembicaraan. Dengan demikian,
dialog merupakan jembatan
yang menghubungkan pemikiran
seseorang dengan orang lain
(An- Nahlawi,1995:205). Dalam
pembahasan ini penulis
hanya akan menjelaskan mengenai
metode tanya jawab,
maka kita harus
mengetahui pengertian dari setiap
kata tersebut. Maka
dengan ini penulis
menguraikan menjadi dua kata, yaitu kata metode dan kata tanya jawab.
Metode
berasal dari dua kata yaitu meta
yang artinya melalui dan hodos
yang artinya jalan atau cara. Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan
atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Uhbiyati, 1999: 99). Dalam
bahasa arab metode disebut thariqot yang berarti langkah-langkah strategis yang
dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi metode
adalah sebuah cara
yang dipergunakan guru
dalam mengadakan
pembelajaran dengan peserta
didik, pada saat
berlangsung proses pembelajaran secara
efektif dan efesien
juga untuk mencapai
tujuan yang ditentukan (Gunawan,
2014: 255-257).
Sedangkan
kata tanya jawab berasal dari dua kata yaitu tanya yang artinya permintaan keterangan
(penjelasan dan sebagainya).
Adapun kata jawab
artinya sahut, balasan. Jadi
kata tanya jawab
adalah cara belajar
atau mengajar yang menekankan pada
pemberian pertanyaan oleh
pengajar, sedangkan peserta
didik harus menjawab pertanyaan tersebut atau sebaliknya.
Dari penjelasan
di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa
metode tanya jawab adalah
cara penyajian pelajaran
dalam bentuk pertanyaan
yang harus dijawab, terutama
dari guru kepada
siswa, tetapi dapat
pula dari siswa
kepada guru. Metode tanya jawab adalah yang tertua dan banyak digunakan
dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah
(Djamarah dan Zain, 2010: 94-95).
Metode tanya
jawab juga dapat
diartikan sebagai penyampaian
pesan pengajaran dengan cara
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya
siswa diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawab pertanyaan (Usman,
2002: 43).[1]
Menurut Ibnu
Katsir, sebagaimana dikutip
oleh Miftahul Huda dan
Muhammad Idris, cara dialog bertujuan untuk melatih
berargumentasi, kesabaran, ketangguhan, dan keteguhannya untuk patuh kepada
Allah dan taat kepada orangtua.[2]
B. Dalil Metode Dialogis sesuai Al-Quran Surat as-Shaffat
Ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ
قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ
مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ
مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang
yang sabar".
Ayat diatas menggunkan
bentuk kata kerja
mudhari‟ (masa kini
dan datang) pada kata-kataأَرَى saya melihat dan أَدْبَحُكَsaya
menyembelihmu. Demikian juga kata
تُؤْمَرُ diperintahkan. Ini untuk
mengisyaratkan bahwa apa yang
beliau lihat itu
seakan-akan masih terlihat
hingga saat penyampaiannya itu.
Sedang penggunaan bentuk
tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa
perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi
hendaknya segera dilaksanakan. Karena
itu pula jawaban sang anak menggunakan
kata kerja masa kini juga untuk
mengisyaratkan bahwa ia
siap, dan bahwa hendaknya
sang ayah melaksanakan perintah
Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.[3]
Dalam tafsir
al-Ibriz juga dijelaskan
“Bareng putrone wus
yuswo pitung tahun, Setelah putranya
sudah berusia tujuh tahun nabi Ibrahim nompo wahyu supoyo
nyembelih putrone. Nabi Ibrahim ngendiko: “He anak ingsun engger! Ingsun
supeno sak jerone
sare ingsun, menowo
ingsun nyembelih marang seliramu,
cubo pikiren kapriye mungguh seliramu?” Ingkang putro matur: “Bapak
dalem aturi nindaaken perintahipun Allah, dalem insya‟Allah amboten bade
bangkang, nangeng bade sabar”, Nabi
Ibrahim mendapatkan wahyu agar menyembelih putranya. Nabi Ibrahim berkata
sebagaimana untuk pertimbangan nabi
Isma‟il: “wahai anakku! Aku bermimpi didalam tidurku, kalau aku
menyembelih dirimu, coba pikirkan bagaimana menurutmu?” Yang putra berkata: “
Ayah, Jalankanlah perintah Allah, Insya‟Allah aku tidak akan membangkang, tapi
akan sabar.[4]
Ucapan sang anak أَفْعَلُ مَاتُؤْمَرُ laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, bukan
berkata: “Sembelihlah aku”,
mengisyaratkan sebab kepatuhannya, yakni
karena hal tersebut
adalah perintah Allah
swt.
Bagaimanapun bentuk,
cara dan kandungan
apa yang diperintahkan-Nya, maka ia
sepenuhnya pasrah. Kalimat ini juga
dapat merupakan obat pelipur lara bagi
keduanya dalam menghadapi ujian berat itu. Ucapan sang
anak سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ
ٱلصَّٰبِرِينَ engkau akan mendapatiku Insya
Allah termasuk para
penyabar, dengan mengaitkan kesabarannya dengan
kehendak Allah, sambil
menyebut terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan
betapa tinggi akhlak
dan sopan santun
sang anak kepada Allah Swt. Tidak dapat
diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini
pastilah sang ayah telah menanamkan
dalam hati dan
benak anaknya tentang keesaan
Allah dan sifat-sifat-Nya yang
indah serta bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya.
Sikap dan ucapan sang anak yang direkam
oleh ayat ini adalah buah pendidikan tersebut.[5]
Dalam perspektip pendidikan Islam faedah yang
bisa diambil dari kisah qurban adalah
reaksi anak ketika
ayahnya meminta pendapatnya
tentang perintah yang ia
terima untuk menyembelihnya, dengan
sopan dan lembut
ia megiakan perintah tersebut,
dengan penuh kepatuhan, ketundukan, dan
sikap penyerahan diri kepada Allah.
Sikap sopan, lembut, patuh, pasrah,
jujur,terbuka, sabar, dan bertanggung jawab, sebagaimana yang ditunjukkan oleh
peristiwa qurban bukanlah muncul dengan
tiba-tiba. Sebaliknya, sikap ini muncul darisebuah proses pendidikan. Sebagai orang
tua, Nabi Ibrahim telah
berhasil memainkan perannya sebagai seorang pendidik utama dan
pertama bagi anaknya, ia tanamkan pada anaknya
melalui contoh dan
suri teladan yang
ia perankan sendiri
dari nilai-nilai baik, yang pada akhirnya mampu menjadikannyaseorang yang
memiliki keyakinan yang kuat,
perilaku yang baik,
dan kesadaran yang tinggi
untuk menimbang masalah seperti orang dewasa, tentu ismail merupakan
anak ideal dan istimewa layak
diidamkan oleh setiap
orang tua. Oleh karena
itu penggalian masalah strategi
pendidikan dan nilai
yang dihasil dari al-Qur’an perlu dilakukan.[6]
1.
Tafsir
Jalalain
(Maka tatkala anak itu sampai pada umur
sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim) yaitu telah mencapai usia sehingga dapat
membantunya bekerja; menurut suatu pendapat bahwa umur anak itu telah mencapai
tujuh tahun. Menurut pendapat yang lain bahwa pada saat itu anak Nabi Ibrahim
berusia tiga belas tahun (Ibrahim berkata, "Hai anakku! Sesungguhnya aku
melihat) maksudnya, telah melihat (dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu!) mimpi
para nabi adalah mimpi yang benar, dan semua pekerjaan mereka berdasarkan
perintah dari Allah swt. (maka pikirkanlah apa pendapatmu!") tentang
impianku itu; Nabi Ibrahim bermusyawarah dengannya supaya ia menurut, mau disembelih,
dan taat kepada perintah-Nya. (Ia menjawab, "Hai bapakku) huruf Ta pada
lafal Abati ini merupakan pergantian dari Ya Idhafah (kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu) untuk melakukannya (Insya Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar") menghadapi hal tersebut.
2.
Ringkas
Kemenag
Maka ketika anak itu sampai
pada usia sanggup berusaha bersamanya, nabi ibrahim berkata, 'wahai anakku!
sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku dalam mimpiku itu diperintah oleh Allah
untuk menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!' dengan penuh
kepasrahan kepada Allah dan ketaatan pada ayahnya, dia menjawab, 'wahai ayahku!
lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar dalam melaksanakan perintah-Nya.
'103-106. Maka ketika keduanya telah berserah diri, patuh, dan bertawakal
kepada Allah, dia pun membaringkan anaknya atas pelipis-Nya ke tanah agar tidak
melihat wajah anaknya saat dia menyembelihnya. Nabi ibrahim berbuat demikian
supaya keteguhan hatinya dalam melaksanakan perintah Allah tidak terganggu.
Ketika pisaunya dia ayunkan, lalu kami panggil dia dari arah bukit, 'wahai
ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu sebagai perintah Allah yang
wajib engkau laksanakan. Sungguh, demikianlah tugas yang membutuhkan kesabaran
dan pengorbanan tinggi. Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik dan ikhlas dalam beramal. Sesungguhnya perintah ini benar-benar
suatu ujian yang nyata dari Allah untuk menguji keimanan dan ketaatan hamba
terhadap perintah-Nya.[7]
3.
Tafsir Ibnu Katsir
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim.(Ash Shaaffat:102) Yakni telah tumbuh menjadi
dewasa dan dapat pergi dan berjalan bersama ayahnya.Disebutkan bahwa Nabi
Ibrahim 'alaihis salam setiap waktu pergi menengok anaknya dan ibunya di negeri
Faran, lalu melihat keadaan keduanya. Disebutkan pula bahwa untuk sampai ke
sana Nabi Ibrahim mengendarai buraq yang cepat larinya, hanya Allah-lah Yang
Maha mengetahui.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Ikrimah,
Sa'id ibnu Jubair, Ata Al-Khurrasani, dan Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya
sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tatkala anak itu sampai (pada usia
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, (Ash Shaaffat:102) Maksudnya, telah
tumbuh dewasa dan dapat bepergian serta mampu bekerja dan berusaha sebagaimana
yang dilakukan ayahnya. Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu! " (Ash Shaaffat:102).
Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa mimpi para nabi itu
adalah wahyu, kemudian ia membaca firman-Nya: Ibrahim berkata, "Hai
Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu!" (Ash Shaaffat:102). Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah
menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Al-Karnadi, telah menceritakan kepada
kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Israil ibnu Yunus, dari Sammak, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Mimpi para nabi itu merupakan wahyu. Hadis ini
tidak terdapat di dalam kitab-kitab Sittah dengan jalur ini.
Dan sesungguhnya Ibrahim memberitahukan mimpinya itu kepada
putranya agar putranya tidak terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk
menguji kesabaran dan keteguhan serta keyakinannya sejak usia dini terhadap
ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan baktinya kepada orang tuanya. Ia
menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”
(Ash Shaaffat:102). Maksudnya, langsungkanlah apa yang diperintahkan oleh Allah
kepadamu untuk menyembelih diriku. insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.” (Ash Shaaffat:102) Yakni aku akan bersabar dan rela
menerimanya demi pahala Allah subhanahu wa ta'ala Dan memang benarlah, Ismail
'alaihis salam selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu, dalam ayat lain
disebutkan melalui firman-Nya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka)
kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang
yang benar janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi.
Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat,
dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam:54-55).[8]
C. Implementasi Metode Dialogis dalam Pendidikan
Metode tanya
jawab adalah salah
satu tehnik mengajar
yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang
terdapat pada metode
ceramah. Ini disebabkan
karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana peserta didik dapat mengerti
dan dapat mengungkapkan
apa yang telah
diceramahkan (Said, 1981: 240).
Dalam kegiatan belajar mengajar melalui tanya jawab,
guru memberikan pertanyaan-pertanyaan
atau peserta didik
diberikan kesempatan untuk
bertanya. Pada saat pertengahan atau pada akhir pelajaran. Bila mana
metode tanya jawab ini dilakukan secara tepat akan dapat meningkatkan perhatian
siswa untuk belajar secara aktif (Usman, 2002: 43).
Peserta didik
yang biasanya kurang
mencurahkan perhatiannya terhadap pelajaran yang
diajarkan melalui metode
ceramah akan berhati-hati
terhadap pelajaran yang diajarkan melalui metode tanya jawab. Sebab
peserta didik tersebut sewaktu-waktu
akan mendapat giliran
untuk menjawab suatu
pertanyaan yang akan diajukan
kepadanya. Meteode tanya jawab
ini tidak dapat
digunakan sebagai ukuran
untuk menetapkan kadar pengetahuan
setiap peserta didik
dalam suatu kelas,
karena metode ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap peserta
didik untuk menjawab pertannyaan.
Metode tanya jawab
dapat dipakai oleh
guru untuk menetapkan perkiraan
secara umum apakah peserta didik yang mendapat
giliran pertanyaan sudah memahami bahan pelajaran yang diberikan.
Beberapa
alternatif dapat terjadi dalam metode tanya jawab yaitu:
1. Segi kecepatan menuangkan bahan pelajaran
Dalam hal
menerangkan bahan-bahan pelajaran
pada peserta didik penggunaan metode
tanya jawab lebih
lamban apabila dibandingkan
dengan metode ceramah. Akan tetapi metode tanya jawab dari
segi kepastian lebih tajam, karena guru memberikan pertanyaan untuk suatu
jawaban tertentu, dan guru dapat mengetahui
dengan segera apakah
peserta didiknya mengerti
atau tidak. Kalau terjadi
yang demikian maka
guru dapat segera
menjelaskan kembali segi-segi yang belum jelas itu.
2. Dapat terjadi penyimpangan dari pokok persoalan
Guru dalam
melaksanakan tanya jawab
lebih besar kemungkinan menyimpang dari pokok-pokok persoalan. Hal ini dapat terjadi bila peserta didik memberikan jawaban,
lalu berbalik mengajukan
pertanyaan yang menimbulkan masalah-masalah baru di luar yang
sedang dibicarakan.
3. Dapat terjadi perbedaan pendapat antara peserta
didik dan guru
Dalam metode
ceramah biasanya guru
sulit mengetahui apakan
peserta didik menyetujui atau tidak isi ceramah yang diberikan kecuali
kalau dibuka tanya jawab. Dengan adanya tanya jawab kemungkinan jawaban
peserta didik berbeda dengan yang
diingini guru. Apabila
guru menyatakan salah
terhadap jawaban peserta didik
maka peserta didik
yang berani cenderung
mempertahankan jawabannya, apalagi peserta didik yang bersangkutan
sanggup mengajukan bahwa pertanyaan itu mempunyai banyak kemungkinan jawaban.
Disinilah akan timbul perbedaan pendapat anatara guru dan peserta didik.
Metode
tanya jawab juga banyak dipakai pada pendidikan Agama dalam hubungannya dengan
bahan atau materi pelajaran agama, yang meliputi Aqidah, Syari‟ah
dan Akhlak. Bahkan ketiga inti ajaran Islam tersbut disampaikan oleh malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad denagn melalui tanya jawab. Demikian pula pada
waktu keangkatan Mu‟adz bin Jabal untuk menjabat hakim di negeri Yaman,
melalui beberapa tanya jawab yang
diajukan oleh Rasulullah, sekaligus merupakan contoh pemakaian metode tanya
jawab dalam pendidikan ( Zuharini dkk, 1983: 87-88).[9]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran
efektif terjadi saat
ada interaksi antara
guru dan peserta
didik, guru bertanya
peserta didik menjawab
atau sebaliknya. Maka
guru
dapat menilai pemahaman peserta didik terhadap materi yang diajarkan.
Guru
dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai, dari
yang mudah hingga
yang sulit. Guru
tidak boleh menyalahkan
jawaban
peserta didik, namun
menghargainya dengan ucapan
yang baik: “pendapat
yang bagus, tapi ada jawaban yang lebih tepat dari ini.” Guru juga tidak
boleh
emosi saat para
peserta didik bertanya
atau berbeda pendapat
dengannya.
Guru harus bisa tenang dan menjawab sesuai pengetahuannya, ia harus jujur
jika belum mengetahui
jawabannya. Ini akan
berdampak lebih positif
bagi peserta didik, karena
ia menunjukkan bahwa
guru bukan orang
tahu segalanya. Guru profesional bukan berarti bahwa guru bisa menjawab
setiap
pertanyaan
para peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Bisri Mustafa, Tafsir Al-Ibriz Lima‟rifati
Tafsir Al-Quran Al-Aziz, Menara Kudus.
Rizqa, Fatichurriza, 2017, Metode Pendidikan Islam dalam
Surat Ash-Shaffat Ayat 102, (Salatiga, IAIN Salatiga,)
https://risalahmuslim.id/quran/ash-shaffaat/37-102/ (diakses tanggal 23 November 2018.
13.56)
https://tafsir.learn-quran.co/id (diakses tanggal 23 November 2018.
13.54)
Huda, Miftahul, 2008, Muhammad
Idris, Nalar Pendidikan
Anak, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,)
Quraisy Syihab, 2002,
Tafsir Al-Misbah Pesan
dan Keserasian Al-Qur‟an, Lentera Hati, Jakarta.
Sahirman, 2013, Strategi Keberhasilan Nabi Ibrahim Bagi
Pendidikan Anak dan Relevansinya dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam,
(Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta,).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1)
Nama : M. Alik Thoifur
2)
Tempat Tanggal Lahir : Pemalang, 21 Januari 1997
3)
Alamat : Dsn.
Rejomulya RT/RW : 16/04 Ds. Tundagan, Kec. Watukumpul Kab. Pemalang
4)
Riwayat Pendidikan
a.
MI Minhajutthullab Tundagan
b.
MTs Minhajutthullab
Tundagan
c.
SMK Tarbiyatunnasyiin
Jombang
5)
Motto : Hidup harus bisa seperti
PAKU
[1]Fatichurriza Rizqa, Metode
Pendidikan Islam dalam Surat Ash-Shaffat Ayat 102, (Salatiga, IAIN
Salatiga, 2017), hlm, 60-63
[2]
Miftahul Huda, Muhammad
Idris, Nalar Pendidikan
Anak, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 154.
[3]
Quraisy Syihab, Tafsir
Al-Misbah Pesan dan
Keserasian Al-Qur‟an,
Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm.
62-63
[5]
Quraisy Syihab, Op. Cit, hlm. 63.
[6] Sahirman, Strategi Keberhasilan
Nabi Ibrahim Bagi Pendidikan Anak dan Relevansinya dalam Kurikulum Pendidikan
Agama Islam, (Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), hlm,
9-10.
[9] Fatichurriza Rizqa, hal, 63-69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar