Laman

new post

zzz

Jumat, 09 Maret 2012

B52. Siti Maskanah, 25. SUNNAH SUMBER ILMU PENGETAHUAN


M A K A L A H 
SUNNAH SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I




Oleh:

SITI MASKANAH
NIM. 2021110069

Kelas B

JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan merupakan cahaya bagi orang yang memilikinya, sebab dengan ilmu manusia bisa terlepas dari zaman kebodohan yang dapat menyesatkan. Allah Swt memerintahkan kepada hamba-Nya untuk rajin dalam mencari ilmu pengetahuan. Manusia yang mempunyai ilmu akan dapat memproyeksikan kehidupannya sesuai dengan ilmunya sehingga hidupnya lebih bermakna. Diantara sumber ilmu pengetahuan yang ada dalam ajaran Islam yaitu sunnah, yang merupakan segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah Saw baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapannya.
Sekiranya Allah tdak mengutus Rasulullah untuk menjadi guru manusia, tentulah masyarakat manusia terus menerus berada dalam kebodohan sepanjang masa. Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan, namun masih ada juga hal-hal yang tidak bisa dijangkaunya, yaitu hal-hal yang di luar akal manusia.
Di dalam makalah ini penulis akan memaparkan salah satu hadits tentang sumber ilmu pengetahuan yaitu sunnah karena sunnah merupakan informasi yang benar yang bersumber dari Rasulullah. Berikut adalah pemaparan hadits beserta keterangan-keterangannya.



PEMBAHASAN
SUNNAH SUMBER ILMU PENGETAHUAN

A.    MATERI HADITS
عَنْ اَلْعِرْ بَاضِ بِنْ سَارِيَةَ السُّلَمِيِّ قَالَ: (نَزَ لْنَا مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ وَمَعَهُ مَنْ مَعَهُ مِنْ اَصْحَابِهِ وَكَانَ صَاحِبُ خَيْبَرَ رَجُلاً مَارِدًا مَنْكَرًا فَاَقْبَلَ إِلَى النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا ابْنُ عَوْفٍ اِرْكَيْ قَرَسَكَ ثُمَّ نَادِ أَلاَ إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لِمُؤْمِنٍ وَاَنِ اجْتَمِعُوْا لِلصَّلاَةِ قَالَ فَاجْتَمَعُوْا ثُمَّ صَلَّى بِهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ فَقَالَ أَيَحْسَبُ اَحَدُكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ قَدْ يَظُنُّ أَنَّ الله َ لَمْ يُحِرِّمْ شَيْئًا اِلاَّ مَافِي هَذَا الْقُرْآنِ. أّلاَ وَإِنِّى وَاللهِ قَدْ وَعَظْتُ وَاَمَرْتُ وَنَهَيْتُ عَنْ اَشْيَاءَ إِنَّهَا لَمِثْلُ الْقُرْآنِ أَوْ اَكْثَرُ وَاِنَّ الله َ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَحِلَّ لَكُمْ أَنْ تَدْ خُلُوْا بُيُوْتَ أَهْلِ الْكِتَابِ اِلاَّ بِاذْتٍ وَلاَ ضَرْبَ نِسَائِهِمْ وَلاَ أَكَلَ ثِمَأرِهِمْ اِذَا اَعْطَوْكُمْ الَّذِيْ عَلَيْهِمْ)
(رواه أبو داود فى السنن, كتاب الخراج والإمارة والفيء, باب في تعشير أهل الذمه اذا اختلفوا با التجارات)
B.     TARJAMAH HADITS
Dari ‘Irbadh bin Sariyah as-Sulami ra, dia berkata : kami pergi ke Khaibar. Beliau disertai sahabat yang menyertainya. Pemilik tanah Khaibar adalah seorang laki-laki durhaka lagi melampaui batas. Dia datang menghadap Nabi Saw berkata: “Wahai Muhammad, apakah kalian hendak menyembelih keledai-keledai kami, memakan buah-buah kami dan memukuli kaum wanita kami?” mendengar hal itu Nabi Saw marah dan bersabda: “Wahai Ibnu Auf naikilah kudamu lalu bersabda: Sesungguhnya surga tidak halal, kecuali untuk orang mukmin. Dan hendaklah kamu berkumpul untuk sholat!” kata irbadh: maka mereka berkumpul, kemudian Nabi Saw mengerjakan sholat bersama mereka, lalu berdiri, setelah itu beliau bersabda: “Apakah seseorang diantara kamu mengira seraya duduk-duduk di atas singgasananya lalu ia menduga, bahwa Allah tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang terdapat di dalam Al-Qur’an ini? Ketahuilah, demi Allah sesungguhnya aku telah memeintahkan dan memberi peringatan, dan aku melarang beberapa perkara! Sesungguhnya Allah A.W.J. belum pernah menghalalkan untuk kamu memasuki rumah-rumah ahlul kitab, kecuali dengan meminta izin. Tidak pula memukul kaum wanita mereka, dan tidak pula memakan buah-buahan mereka, apabila mereka telah memberi kewajiban mereka kepadamu (berupa upeti)”[1]

C.    MUFRADAT (KATA-KATA PENTING)
Orang yang durhaka lagi melampaui batas            : مَارِدًا
Keledai-keledai milik kami                                    : حُمُرَنَا
Diatas pelaminannya (singgasananya) yang           : أَرِيْكَتِهِ
Dihiasi dengan berbagai macam perhiasan.[2]

D.    BIOGRAFI PERAWI HADITS
Abu Tujaih al-Irbadh lain sariyah adalah sahabat dari kalangan ahli shuffah. Beliau adalah sahabat yang sering menangis yang menginginkan untuk berjihad dan berparang bersama Rasulullah dalam prang Tabuk, perang yang sangat sulit. Rasulullah tidak memiliki perbekalan untuk memberangkatkannya, maka mereka keluar sambil menangis. Al-Irbadh generasi terdahulu dari orang yang masuk Islam. Dia berkata bahwa dia orang ke empat yang masuk Islam. Beliau pernah singgah di Syam lalu tinggal di Himsh dan meninggal di sana pada tahun 75 H dalam usia 70 tahun.[3]

E.     KETERANGAN HADITS (SEJARAH HADITS)
(اِبْنَ عُمَيْرِ) dibaca dhummah ainnya dengan dikecilkan (رَجُلاً مَارِدًا) maksudnya orang yang durhaka (حُمُرَنَا) dengan dibaca dhomah huruf kha dan mimnya. Lafadz حُمُرَنَا adalah bentuk jamak dari mufrod حِمَارٍ . (وَاَنِ اجْتَمِعُوْا) dengan kalimat perintah (مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ) di sebagian redaksi memakai “diatas kasurnya” dengan dimudhofkan kepada dhomir maksudnya di atas kasur, lafadz isyarat nabi terhadap lafadz مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ ialah tempat timbulnya kebodohan dan enggannya terhadap sunah-sunah atau hadits. Penjelasan di atas sebagaimana tertera dalam kitab tafju wadud. Imam Al-Qori berkata lafadz  عَلَى أَرِيْكَتِهِ maksudnya bersandar di atas kasur yang berhiaskan dengan intan. Permata, pakaian-pakaian yang ada dalam rumah. Maksudnya orang-orang yang selalu di dalam rumah dan enggan untuk mencari ilmu. Sebagaimana kebiasaan orang-orang yang sombong yang sedikit perhatiannya terhadap urusan agama sudah selesai (أّلاَ) kalimat untuk memperingatkan (وَإِنِّى) wawunya berfidah khal (عَنْ اَشْيَاءَ) berhubungan dengan larangan saja hubungan lafadz اَلْوَعْظِ  dan اَلاَمْرِ  yaitu dibuang maksudnya lafadz بِأَشْيَاءِ . (اِنَّهَا) maksudnya sesuatu yang diperintah dan dilarang atas lisanku (nabi) yang wahyu yang samar. Sebagaimana Allah berfirman (Dan setiap sesuatu yang Nabi Muhammad ucapkan itu jauh dari hawa nafsu dan melainkan sesuatu itu ialah wahyu yang diwahyukan kepadanya) (لِمَثْلُ الْقُرْآنِ), maksudnya dalam ukurannya (اَوْ اَكْثَرُ) maksudnya bahkan lebih banyak.
اَلْمُظَهَرْ  berkata atau perkataan lebih banyak itu bukan suatu kergauan bahkan sesungguhnya Nabi Muhammad selalu bertambah ilmunya setelah meneirma ilham dari Allah dan terbukanya sesuatu yang tertutup sedikit demi sedikit, maka dibuka untuk Nabi sesuatu yang diberikan padanya pada hukum-hukum selain Al-Qur’an lalu dibuka baginya dengan tambahan-tambahan dengan bersambung dengannya. Penjelasan ini telah diterangkan oleh Imam Al-abhari dan didalamnya terdapat perenungan sebagaimana dalam kitan Al-Mirqoh milik Imam A-Qori’, (لَمْ يَحِلَّ) dari hal-hal yang dihalalkan (بُيُاتَ اَهْلِ الْكِتَابِ) yaitu ahli dhimmah atau kafir dhimmi yang menyerahkan atau membayar pajak (إِلاَّ بِإِذْنِ) maksudnya kecuali mereka memberikan izin kepada mereka semua dengan kasih (إِذَا اَعْطُوْ كُمْ الَّذِى عَلَيْهِمْ) maksudnya pajak.
Hasil dari penjelasan hadits ini adalah tidak adanya pertentangan kepada mereka (ahli dhimmah) dengan menyakitinya di dalam rumahnya dan keluarganya juga hartanya hal tersebut apabila mereka membayar pajak, dan apabila mereka membangkang terhadap pajak tersebut maka batallah tanggungannya dan halal darah, hartanya, juga perempuan-perempuannya dan jadilah mereka seperti kafir harbi yang harus diperangi, penjelasan ini menurut Qori yang shahih dan telah dijelaskan juga oleh Ibnu Mulki.[4]

F.     ASPEK TARBAWI
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, kita dapat mengambil beberapa aspek tarbawi yang terkandung dalam hadits tersebut. Diantaranya yaitu Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk meminta izin ketika kita akan memasuki rumah orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Nuur ayat 27-28:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=äzôs? $·?qãç/ uŽöxî öNà6Ï?qãç/ 4_®Lym (#qÝ¡ÎSù'tGó¡n@ (#qßJÏk=|¡è@ur #n?tã $ygÎ=÷dr& 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 öNä3ª=yès9 šcr㍩.xs? ÇËÐÈ   bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB !$ygŠÏù #Yymr& Ÿxsù $ydqè=äzôs? 4Ó®Lym šcsŒ÷sムö/ä3s9 ( bÎ)ur Ÿ@ŠÏ% ãNä3s9 (#qãèÅ_ö$# (#qãèÅ_ö$$sù ( uqèd 4s1ør& öNä3s9 4 ª!$#ur $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Perihal meminta izin ketika akan memasuki rumah orang lain ini berkaitan dengan adab, yaitu perbuatan apa pun yang terpuji, baik berupa perkataan maupun pekerjaan. Suatu pendapat mengatakan bahwa adab artinya memakai akhlak-akhlak yang mulia. Menurut pendapat yang lainnya adab ialah menghormati orang yang lebih tinggi darimu dan belas kasihan kepada orang yang lebih bawah darimu. Menurut pendapat yang lainnya lagi adab ialah menetapi perbuatan-perbuatan yang baik. Pengertian semuanya berdekatan.[5]
Pasal ini menerangkan tentang meminta izin untuk masuk dan mengenai bilangannya. Tentang meminta izin sampai tiga kali itu diriwayatkan dari jalan riwayat yang banyak sekali. Menurut sunnah yang dilakukan memberi salam dahulu kemudian minta izin sambil berdiri di sisi pintu sekira-kira tidak memandang kepada orang yang berada didalamnya.
Apabila tidak ada jawaban seorang pun, ia usapkan dua kali sampai tiga kali, apabila tidak ada jawaban lagi hendaklah ia pulang. Apa yang telah disebutkan tentang
 mendahulukan salam sebelum minta izin adalah pendapat yang shahih. Sedang al-Mawardi tentang ini mengemukakan tiga buah pendapat. Pertama sebagaimana di atas. Kedua, minta izin diucapkan sebelum salam dan pendapat ketiga, terserah orang yang akan bertamu boleh salma boleh minta izin lebih dahulu. Jika orang yang akan bertamu melihat shahibul bait (penghuni rumah) sebelum ia masuk ke rumah itu, maka salam lebih dahulu diucapkan. Jika ia tidak melihat shahibul bait maka minta izin lebih dahulu sebelum salam.[6]
Selain hal minta izin di atas, dalam hadits Rasulullah juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap tegas dengan orang berbeda agama tetapi tidak berarti berlaku kasar terhadap mereka. Dalam konteks hadits ini yang dimaksud “kaum wanita kami” yaitu para wanita kafir dzimi yang mereka tunduk pada penguasa Islam serta membayar pajak.
Adapun aspek tarbawi lain yang dapat dipetik dari hadits yaitu bahwa sumber ilmu pengetahuan yang berupa sunnah merupakan sumber ilmu serta sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa titik temu antara isi kandungan hadits dengan judul makalah terletak pada sumber ilmunya yaitu Rasulullah, baik yang berupa perintah, larangan, dan tingkah laku yang dicontohkan beliau kepada umatnya.



PENUTUP

Sumber ilmu yang berupa sunnah merupakan segala sesuatu yang melekat pada Rasulullah, baik berupa ucapan, larangan, perintah, perbuatan dan ketetapannya. Adapun kandungan hadits yang telah diuraikan dalam makalah  ialah meliputi ajaran-ajaran Rasul untuk meminta izin sebelum memasuki rumah-rumah ahli kitab, berlaku tegas terhadap orang yang berbeda agama dengan cara yang tidak menyakiti serta menjadikan sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.






















DAFTAR PUSTAKA

Al Bugha, Mustafa Dieb dan Muhyidin Mistu.2008.Al Wafi, Syarah Hadits Arbain Imam an Nawawi.Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Arifin, Bey.1992. Tarjamah Sunan Abi Daud. Semarang: CV. Asy Syifa.
Nashif, Mansur Ali.1996.Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah saw, jilid 5.Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Rifa’i, Moh. Tanpa Tahun. Fiqh Islam Lengkap. Semarang: Karya Toha Putra.
Usman, Abdurrahman M.Tanpa tahun. ‘Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Daud juz 8.
Zakaria, Muhyidin Abi dan Yahya Ibnu Shorof an Nawawi.1984. Tarjamah Al Adzkar. Bandung: PT. Al Ma’arif.



[1]  Bey Arifin, Tarjamah Sunan Abui Daud (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992), hlm. 673-675
[2]  Mansyur Ali Mashif, Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah Saw, 1996), Jilid 5, hlm. 714
[3]  Musthofa Dieb Al-Bugha dan Syaikh Muhyiddin MIstu, Al-Wafi, Syara Hadits Arba’in Imam An-Nawawi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), hlm. 472
[4]  Abdur Rahman M.Usman, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud Juz. VIII, hlm. 302-303
[5]  Manshur Ali Nashif, op.cit., hlm. 705
[6]  Muhyidin Abi Zakaria dan Yahya Ibnu Shorof An-Nawawi, Tarjamah Al-Adzkar (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984), hlm. 628-629

26 komentar:

  1. Nama : Arini Kamalia
    Kelas: D (B)
    Nim : 2021110150
    assalamu'alaikum...mengenai adab bertamu seperti yang dijelaskan dalam makalah diatas adalah memberi salam,yang saya mau tanyakan bagaimana jikalau kita bertandang atau bertamu kerumah seseoarang yang non muslim, baiknya kita ucapkan salam ataukah kita memakai salam ala mereka?
    mohon jelaskan! Matur suwun......

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikumussalam....
      jika kita bertamu ke tempat orang non muslim, maka kita jangan mengucapkan salam sebagaimana orang islam sebab dengan mengucapkan salam itu berarti kita mendoakan kepada orang tersebut. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa orang-orang non muslim itu terputus dari rahmat Allah. Jadi alangkah baiknya jika kita akan bertamu ke tempat orang non muslim yaitu dengan mengucapkan "selamat pagi...permisi" sebagai ucapan pengganti salam.

      Hapus
  2. kelas B
    tri istiani(2021110057)
    assalamualaikum, , ,
    ketika ada tamu memberi salam, kemudian sebagai penghuni rumah cepat-cepat menjawab salam tersebut, karena jawaban salam tersebut tamu beranggapan sudah diijinkan masuk,dan tamu pun masuk padahal ketika itu sang penghuni rumah belum siap untuk menerima tamu,(tamu tersebut sudah dikenal/tetangga),bagaimana pendapat anda?terimakasih. . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikumussalam....
      menurut saya, ketika tamu mengucapkan salam dan salam itu sudah dijawab oleh penghuni rumah..kemudian tamu langsung masuk merupakan etika yang kurang baik walaupun tamu itu adalah orang yang sudah dikenal oleh penghuni rumah, sebab tamu tersebut belum mendapat izin untuk masuk.
      namun hal ini sering kita jumpai di masyarakat, mungkin hal ini terjadi karena adanya rasa kekerabatan atau hubungan yang sudah dekat dan sudah ada rasa saling percaya antara penghuni rumah dengan orang yang akan bertamu sehingga sangat tidak mungkin tamu itu akan melakukan hal-hal yang negatif ketika ia telah berada di dalam rumah...

      Hapus
  3. dina rina
    2021110064
    bagaimana cara menjadikan sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. cara menjadikan sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan yaitu:
      1). menggunakan sunnah sebagai pendukung atau penjelas dari ayat-ayat Al-Qur'an, misalnya perintah shalat dan zakat dalam Al-Qur'an masih merupakan perintah mengerjakan, mengeluarkan, sedangkan cara melaksanakannya tidak disebut-sebut, maka untuk memberi keterangan tentang pelaksanaannya diperlukan penjelasan dari Rasulullah.
      2). menjadikan sunnah sebagai acuan sumber hukum setelah Al-Qur'an.
      seperti adakalanya di dalam Al-qur'an tidak kita dapati hukum suatu hal yang disebut oleh Rasulullah, misalnya tentang haramnya binatang yang berkuku tajam.
      kedudukan sunnah menyendiri mengatur hukum syara' secara Qur'an seperti firman Allah srt Al-Hasyr ayat 7 "apa saja yang dibawa rasul kepadamu ambillah, dan hentikanlah/tinggalkanlah apa yang dilarang bagimu"
      3). mengambil berbagai pelajaran dari sunnah rasul baik yang berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.

      Hapus
  4. eka karunia
    2021110092
    saya mau bertanya...
    apakah hadist dhoif bisa dijadikan sebagai suber ilmu pengetahuan? berikan alasannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. anda bertanya, maka saya akan menjawab............
      mengenai hadits dhoif itu ada 2 pendapat:
      pertama, hadits dhoif tidak boleh dijadikan sandaran hukum, pegangan, dan aqidah.
      kedua, boleh selama hal itu sebatas untuk fadhilah saja, bukan merupakan hal-hal yang bersifat syariat. contoh:"kebersihan sebagian dari iman"
      hadits di atas diperbolehkan karena sebagai penyemangat bagi orang muslim untuk hidup bersih.

      Hapus
  5. nama: shilfiana
    nim: 2021110054
    kelas: B

    - sunah dikatakan sebagai sumber ilmu pengetahuan. lalu bagaimana dengan hadis-hadis dhaif atau gharib, apakah hadis tersebut masih bisa digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan???

    - dalam aspek tarbawi dijelaskan bahwa kita harus bersikap tegas dengan orang berbeda agama, apa maksudnya????

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbk shilfi...pertanyaan anda yang pertama sama dengan pertanyaan mbk eka karunia, jawabannya bisa dilihat di atas.
      untuk pertanyaan kedua maksud dari "kita harus bersikap tegas dengan orang yang berbeda agama" yaitu ketegasan Nabi dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh orang kafir dzimi dengan jawaban yang tegas serta tidak menyakiti orang kafir itu dengan memukulnya, hal ini dapat dilihat pada arti hadits " demi Allah sesungguhnya aku telah memeintahkan dan memberi peringatan, dan aku melarang beberapa perkara!"

      Hapus
  6. nama : amelia solekhah
    nim : 2021110082
    kelas : B

    bagaimana pandangan as sunnah tentang ilmu pengetahuan. jelaskan

    BalasHapus
    Balasan
    1. pandangan as sunnah tentang ilmu pengetahuan yaitu bahwa ilmu merupakan suatu cahaya yang dapat mengantarkan menusia keluar dari zaman kebodohan. Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Dalam Islam, orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah dan orang yang berilmu adalah lebih mulia daripada orang yang rajin beribadah sebab orang yang berilmu itu selain bermanfaaat untuk dirinya sendiri juga bermanfaat untuk orang lain, sedangkan orang yang rajin bribadah, ia hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri saja.

      Hapus
  7. Assalamualaikum......

    Nama : Muhammad Labib
    Nim : 2021110053
    Kelas : B

    Pada masa kini banyak negara ataupun lembaga pendidikan berkiblat pada sistem pendidikan barat begitu pula di negara yang mayoritas penduduknya muslim. Padahal pendidikan perspektif barat dan islam sangatlah berbeda. Islam mengenal revealed knowledge sebagai sumber ilmu pengetahuan sedangkan barat tidak.
    Bagaimana tanggapan anda mengenai hal ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikumussalam....
      terkait dengan lembaga pendidikan masa kini yang banyak berkiblat ke Barat itu adalah dalam rangka memajukan sumber daya manusia. Di negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia juga mengalami hal tersebut. Mengingat sejarah umat Islam terdahulu yang pernah mengalami puncak kejayaan dalam hal ilmu pengetahuan pada masa al-Farabi, al-Kindi, ibnu Sina dll dengan berkembangnya ilmu matematika tentang teori aljabar, geometri analit, ilmu mekanika dan optika, astronomi, geodesi, meteorologi dll adalah hasil pemikiran tokoh-tokoh islam. Namun dalam periode berikutnya Islam mengalami stagnasi sehingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang Barat untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang diambil dari umat islam dengan dilakukan penerjemahan terhadap buku-buku dan mengganti nama tokoh-tokoh muslim dengan sebutan mereka seperti Ibnu Sina menjadi Avisena.
      sebenarnya yang dilakukan lembaga pendidikan masa kini adalah tidak berkiblat secara mutlak dengan Barat, tetapi mereka hanya mengadopsinya beberapa saja yang sifatnya positif yang dahulu merupakan prestasi umat islam di bidang ilmu pengetahuan demi kemajuan umat islam masa kini.

      Hapus
  8. assalamu'alaikum.....
    khotimatul khusna
    2021110068
    kelas b
    bagaimana menurut anda bila dalam proses pengajaran pendidik hanya mengacu sumber materi pada al quran tanpa memperhatikan hadits? jelaskan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikumussalam....
      seandainya ada pendidik yang dalam mengajar hanya mengacu pada Al-Qur'an tanpa memperhatikan sunnah maka kemungkinannya akan terjadi pengingkaran terhadap sunnahkarena memahami Al-Qur'an secara tekstual saja. padahal seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa ayat Al-Qur'an yang tidak bisa dipahami secara tekstual saja, ayat tersebut butuh penjelasan lagi yang mendalam mengenai makna yang dimaksud ayat. seperti "yadullaha" secara tekstual berarti tangan Allah, padahal ketika ayat tersebut ditarsirkan maksudnya adalah kekuasaan Allah.

      Hapus
  9. nama : nur asiah
    nim : 2021110090

    mau tanya,
    apa keterkaitan antara hadits dengan aspek tarbawi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. keterkaitan antara hadits dengan aspek tarbawi yaitu bahwa dalam hadits terdapat larangan untuk memasuki rumah orang kain, kecuali dengan izin. maka dalam aspek tarbawi di uraikan tentang etika memasuki rumah orang lain, yaitu harus mengucapkan salam terlebih dahulu. selain itu, Rasulullah juga memcontohkan kepada kita untuk bersikap tegas dengan orang yang beda agama, keterangan mengenai sikap tegas ini dapat dilihat pada jawaban dari pertanyaan saudari shilfi di atas. adapun keterkaitannya dengan judul hadits yaitu tentang perintah dan larangan mengenai beberapa perkara oleh Nabi, yang mana perintah dan larangan itu merupakan sunnah.

      Hapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Nama : Naila Qonita
    NIM : 2021110076

    numpang tanya jenk ...

    Dalam aspek tarbawi diatas kan di jelaskan tentang adab memasuki rumah orang lain serta mengucapkan salam.
    nhah,,,yang menjadi peartanyaan saya disini adalah,, jika memasuki rumah saudara dekat kita, dan kita sering kali asal masuk saja tanpa seizin tuan rumah. Bagaimana tanggapan anda tentang hal tersebut.
    terima kasih . . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. numpang tanya bayar lho...gak gratis,,,kan info itu berharga...hehehe just kidding,,
      menurut saya, berkaitan dengan adab memasuki rumah, walaupun itu adalah rumah saudara/kerabat kita, kita harus tetap mengucapkan salam sebab jika kita mengabaikan salam, maka sama saja dengan kita mengabaikan etika..padahal kan islam sangat menjunjung etika...

      Hapus
  12. nama:nisfi romzanah
    kls:B
    nim:2021110061


    bagaimana cara mengaplikasikan sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari agar bisa tercapai secara optimal???

    BalasHapus
    Balasan
    1. cara mengaplikasikannya yaitu dengan menggunakan sunnah Nabi sebagai landasan hidup setelah Al-Qur'an, berusaha menerapkan segala sesuatu yang diajarkan /disampaikan oleh nabi dengan baik, terutama yang berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan.

      Hapus
  13. nur maila
    kelasa b
    bagaimana cara memanfaatkan sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbk maila..pertanyaan jenengan sama dengan pertanyaan mbk dina,,jawabannya dapat dilihat di atas..terima kasih.

      Hapus
  14. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus