HILANG KEBERKAHAN
SEBAB PENIPUAN DAN PEMALSUAN
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas :
Mata kuliah : Hadits Tarbawi 2
Dosen pengampu :
M. Hufron, M.S.I
Disusun oleh:
IMAM
BUDIMAN
202109062
KELAS B
PRODI PAI
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2012
PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia dengan suatu sifat saling membutuhkan
antara satu dengan lainnya. Tidak ada seorangpun yang dapat menguasai seluruh
apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat mencapai sebagian yang
dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Untuk itu Allah memberikan inspirasi kepada mereka untuk mengadakan pertukaran
perdagangan dan semua yang kiranya bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua
cara perhubungan. Sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan irama
hidup ini berjalan dengan baik dan produktif.
Islam
mengharamkan seluruh macam peipuan, baik masalah jual beli, mahupun dalam
seluruh masalah mu’amalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam
seluruh urusannya. Sebab keikhlasan dalam beragama nilainya lebih tinggi
daripada seluruh usaha duniawi.
PEMBAHASAN
HILANG KEBERKAHAN SEBAB PENIPUAN DAN PEMALSUAN
A.
MATERI HADIS
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا حَبَّانُ حَدَّثَنَا
هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي الْخَلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الْحَارِثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا قَالَ هَمَّامٌ وَجَدْتُ فِي كِتَابِي يَخْتَارُ ثَلَاثَ مِرَارٍ
فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا
وَكَتَمَا فَعَسَى أَنْ يَرْبَحَا رِبْحًا وَيُمْحَقَا بَرَكَةَ بَيْعِهِمَا قَالَ
وَحَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا أَبُو التَّيَّاحِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ يُحَدِّثُ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ )
رواه البحار فى الصهحيح, كتاب البيوع, با ب اذَابين البيعان ؤلم يكتماونصحا(
B.
TERJEMAHAN HADIS
Telah
menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Habban telah
menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu
Al Khalil dari 'Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang
melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau
membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah". Hammam berkata:
"Aku dapatkan dalam catatanku (Beliau bersabda): "Dia boleh memilih dengan
kesempatan hingga tiga kali. Jika keduanya jujur dan menampakkan cacat
dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan
cacat dan berdusta maka mungkin keduanya akan mendapatkan untung namun akan
hilang keberkahan jual beli keduanya". Hibban berkata; Dan telah
menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Abu At-Tayyah
bahwa dia mendengar 'Abdullah bin Al Harits menceritakan tentang hadits ini
dari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (H.R. Bukhori)[1]
C.
MUFRODAT
INDONESIA
|
ARAB
|
Dua orang
Jual beli
Belum berpisah
Dia boleh memilih
hingga tiga kali
jujur
cacat
Menyembunyikan
Berdusta
Untung
Hilang keberkahan
|
الْبَيِّعَانِ
خِيَارِ
يَتَفَرَّقَا لم
يَخْتَارُ
ثَلَاثَ مِرَارٍ
صَدَقَا
بُورِكَ
كَذَبَا
كَتَمَا
رِبْحًا
وَيُمْحَقَا بَرَكَةَ
|
D.
BIOGRAFI
HAKIM IBN HIZAM
Nama
lengkapnya adalah Hakim bin Hizam bin Asad bin Abdul Ghazi, ponakan Khadijah istri
Rasulullah . Sebelum dan setelah kenabian, beliau ini adalah teman akrab
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sewaktu kaum Quraisy memboikot
Rasulullah, beliau tidak termasuk, karena menghormati Nabi. Beliau baru masuk
Islam ketika penaklukan kota Mekah dan terkenal sebagai orang yang banyak jasa,
baik dan dermawan.
Sejarah
mencatat, dia adalah satu-satunya anak yang lahir dalam Ka’bah yang agung.
Ceritanya sebagai berikut. Pada suatu hari ibunya yang sedang hamil tua masuk
ke dalam Kabah bersama rombongan orang-orang sebayanya untuk melihat-lihat Kabah.
Hari itu Ka’bah dibuka untuk umum sesuai dengan ketentuan. Ketika berada dalam
Kabah, perut ibu tiba-tiba terasa hendak melahirkan. Dia tidak sanggup lagi
berjalan keluar Kabah. Seseorang lalu memberikan tikar kulit kepadanya, dan
lahirlah bayi itu di atas tikar tersebut. Bayi itu adalah Hakim bin Hizam bin
Khuwailid, yaitu anak laki-laki dari saudara Ummul Mukminin Khadijah binti
Khuwailid.
Hakim
bin Hizam dibesarkan dalam keluarga keturunan bangsawan yang berakar dalam dan
terkenal kaya. Karena itu, tidak heran kalau dia menjadi orang pandai, mulia,
dan banyak berbakti. Dia diangkat menjadi kepala kaumnya dan diserahi urusan
rifadah (lembaga yang menangani orang-orang yang kehabisan bekal ketika musim
haji) di masa jahiliyah. Untuk itu dia banyak berkorban harta pribadinya. Dia
bijaksana dan bersahabat dekat dengan Rasulullah sebelum beliau menjadi Nabi.
Sekalipun Hakim bin Hizam kira-kira lima tahun lebih tua dari Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam, tetapi dia lebih senang, lebih ramah, dan lebih suka berteman
dan bergaul dengan beliau. Rasulullah mengimbanginya pula dengan kasih sayang
dan persahabatan yang lebih akrab. Kemudian, ditambah pula dengan hubungan
kekeluargaan, karena Rasulullah mengawini bibi Hakim, Khadijah binti Khuwailid
radhiyallahu ‘anha, hubungan di antara keduanya bertambah erat.[2]
E.
KETERANGAN HADIS
الْبَيِّعَانِ bentuk tatsniyah dari
lafazh Bayyi’un, sama wazannya dengan lafazh Qoyyimun. Maka yang dimaksud ialah penjual dan pembeli.
Apabila kedua belah pihak jujur dalam perkataannya dan menerangkan
sejelas-jelasnya, spesifikasi barang yang dijualnya, apakah ada cacat yang
samar ataukah tidak dan lain sebagainya, maka transaksi jual beli keduanya
diberkahi. Tetapi bila kedua belah pihak tidak melaksanakan ketentuan ini, maka
transaksinya tidak diberkahi.[3]
F.
ASPEK TARBAWI
Dalam Islam
kegiatan perdagangan itu haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan
demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi
kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Usaha perdagangan yang didalamnya terkandung tujuan-tujuan yang
eskatologis seperti ini dengan sendirinya mempunyai watak-watak khusus yang
bersumber dari tata nilai samawi. Watak-watak yang khusus itulah merupakan
ciri-ciri dari perdagangan yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan
pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak Islami. Watak ini
menjadi karakteristik dasar yang menjadi titik utama pembeda antara kegiatan
perdagangan.
Islam dengan
perdagangan lainnya, yaitu perdagangan yang dilakukan atas dasar prinsip
kejujuran, yang didasarkan pada system nilai yang bersumber dari agama Islam,
dan karenanya didalamnya tidak dikenal apa yang disebut zero sum game, dalam
pengertian keuntungan seseorang diperoleh atas kerugian orang lain. Dengan
kejujuran dan aspek spiritual yang senantiasa melekat pada praktek-praktek
pelaksanaannya, usaha perdagangan yang terjadi akan mendatangkan keuntungan
kepada semua pihak yang terlibat. Perdagangan yang dilakukan dengan cara yang
tidak jujur, mengandung unsur penipuan (gharar), yang karena itu ada pihak yang
dirugikan, dan praktek-praktek lain sejenis jelas merupakan hal-hal yang
dilarang dalam Islam. Dalam suatu hadits nabi mengatakan:
: الْبَيِّعَانِ
بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا
فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya: “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing
memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya
belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan
keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka
keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang,”[4]
“الْبَيِّعَانِ (penjual dan pembeli)
memiliki hak khiyar (memilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya)
selama keduanya belum berpisah.” Kaum muslimin telah berijma’ akan bolehnya
jual beli, dan hikmah juga mengharuskan adanya jual beli, karena hajat manusia
banyak bergantung dengan apa yang dimiliki oleh orang lain (namun) terkadang
orang tersebut tidak memberikan kepadanya, sehingga dalam pensyari’atan jual
beli terdapat wasilah (perantara) untuk sampai kepada tujuan tanpa memberatkan.[5]
Islam memang
menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja
untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut
menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana
seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan
berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat. Aturan main perdagangan Islam,
menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang Muslim dalam
melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi etika
perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan
maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia
dan di akhirat.
Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli,
masing-masing akan saling mendapat keuntungan. Adapun etika perdagangan Islam
tersebut antara lain:
a)
Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual
beli. Jujur dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mcngada-ngada
fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya.
b)
Amanah (Tanggung jawab)
Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan
dan atau jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung
jawab di sini artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat
yang memang secara otomatis terbeban di pundaknya. Sudah kita singgung
sebelumnya bahwa dalam pandangan Islam setiap pekerjaan manusia adalah mulia.
Berdagang, berniaga dan ataujual beli juga merupakan suatu pekerjaan mulia,
lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat
akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Dengan
demikian, kewajiban dan tanggungjawab para pedagang antara lain: menyediakan
barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat dengan harga yang wajar, jumlah yang
cukup serta kegunaan dan manfaat yang memadai.
c)
Tidak Menipu
Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar.
Hal ini lantaran pasar atau termpat di mana orang jual beli itu dianggap
sebagal sebuah tempat yang di dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu,
janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia
lainnya. Sabda Rasulullah SAW: 1) “Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburk-buruk
tempat adalah pasar”. (HR. Thabrani) 2) “Siapa saja menipu, maka ia tidak
termasuk golonganku”. (HR. Bukhari)
d)
Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik
kepada para pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja,
harus dapat menepati janjinya kepada Allah SWT. Janji yang harus ditepati oleh
para pedagang kepada para pembeli misalnya; tepat waktu pengiriman, menyerahkan
barang yang kwalitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya
sesuai dengan perjanjian semula, memberi layanan puma jual, garansi dan lain
sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para pedagang
misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
e)
Tidak Melupakan Akhirat
Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan
kewajiban Syariat Islam adalah perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti
lebih utama ketimbang keuntungan dunia[6]
KESIMPULAN
Dalam Islam kegiatan perdagangan atau jual beli itu
haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain
mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi,
seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Perdagangan
yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur, mengandung unsur penipuan
(gharar), yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan praktek-praktek lain
sejenis jelas merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Seharusnya yang
dibangun dan dikembangkan oleh kaum muslimin saat ini agar peradaban kaum
muslimin bisa bangkit kembali di jagad ini melalui kejayaan ekonomi dan
perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Anggota Ikapi. 2000,
Ringkasan Shahih Al-Bukhori. Bandung
: Mizan.
Ø Syekh Mansyur
Ali Nashif. 1993, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW. Jilid 2. Bandung
: Sinar Baru Algensindo
Ø http://abihumaid.wordpress.com/2008/06/18/hakim-bin-huzam-wafat-54-h/ (diakses: tgl 27/2/2012 jam 13:45)
[1] Anggota Ikapi. Ringkasan Shahih
Al-Bukhori.( Bandung : Mizan. 2000.) hal.392
[2] http://abihumaid.wordpress.com/2008/06/18/hakim-bin-huzam-wafat-54-h/ (diakses: tgl 27/2/2012 jam 13:45)
[3] Syekh Mansyur Ali Nashif. Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW.
Jilid 2. (Bandung : Sinar Baru Algensindo. 1993). Hal. 608
nama: dewi fantihana
BalasHapusnim: 2021110071
kls: B
bagaimana menurut anda tentang jual beli yang sesuai dengan kaidah-kaidah islam??? sementara itu dalm realita skarang bnyak pdagang yang melakukan kecurangan/ penipuan. bgaimna tanggapan anda? dan bgaimana caranya agar kita tidak tertipu dalam suatu perdagangan..!!!!
Menurut saya jual beli yang sesuai dengan kaidah islam adalah yang didalamnya tidak ada unsur penipuan dan pemalsuan. Dalam jual beli perlu adanya kejelasan dari obyek yang akan dijualbelikan. Kejelasan tersebut paling tidak harus memenuhi empat hal.
HapusPertama, barang yang diperjual belikan dibolehkan oleh syariah Islam. Barang tersebut harus benar-benar halal dan jauh dari unsur-unsur yang diharamkan oleh Allah. Tidak boleh menjual barang atau jasa yang haram dan merusak.
Kedua, Obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan bukan tipuan. Barang tersebut memang benar-benar bermanfaat dengan wujud yang tetap.
Ketiga, Harus ada kepastian pengiriman dan distribusi yang tepat. Ketepatan waktu menjadi hal yang penting disini.
Dan terakhir, adalah kualitas dan nilai barang yang dijual itu harus sesuai dan melekat dengan barang yang akan diperjualbelikan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang diinformasikan pada saat promosi dan iklan.
Memang dalam realita sekarang banyak orang dalam berdagang melakukan penipuan/ pemalsuan barang. Karena semakin ketatnya persaingan dalam perdagangan banyak sekali pedagang yang tidak jujur demi mendapatkan untung yang besar, tanpa menghiraukan apakah hasilnya itu halal apa haram. Hal ini sudah tidak asing lagi dalam hal perdagangan di indonesia maupun diseluruh dunia. Terutama dinegara-negara berkembang. Yang perlu dilakukan adalah penanaman akhlak agar tidak terjadi penyelewengan dalam jual beli..
Agar kita tidak tertipu dalam suatu perdagangan, yaitu kita harus tau bagaimana cara memilih barang, teliti dalam memilih, mengetahui kualitas barang, dan yang paling penting adalah membaca basmalah sebelum kita melakukan transaksi jual beli. Insya Allah kita terbebas dari unsur penipuan atau kecurangan.
assalamu'alaikum wr.wb.
BalasHapusmau tanya, terkait dengan hal diatas. bagaimana menurut anda tentang jual beli on line???
yang mana sudah kita ketahui jual beli ini sangat marak, dan seringkali kadang pembeli tidak tau kondisi barang secara langsung.
waalaikum salam mb' Ika
Hapussecara garis besar jual beli online bisa di artikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik, khususnya melalui internet atau secara online.
dalam jual beli online tentunya ada penjual, ada pembeli, ada akad dan ada barang yang diakadkan,
Transaksi online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya.
Hal yang perlu juga diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi adalah memastikan bahwa barang/jasa yang akan dibelinya sesuai dengan yang disifatkan oleh si penjual sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
trimakasih..
indah kumala sari/2021110083/B
BalasHapuspertanyaan saya,,apa maksud keberkahan dari hadits diatas dan bagaimana jika jual beli dilakukan tidak dalam satu majelis??
Maksud keberkahan disini adalah berkah dalam arti hasil dari jual beli itu mempunyai manfaat yang positif. Karena seberapapun besarnya hasil jual beli yang mendapatkan berkah akan berdampak positif pada kehidupannya baik didunia maupun diakhirat. Dan sebaliknya hasil jual beli yang tidak berkah atau hasil dari kecurangan itu akan berdampak negatif.
Hapusamelia sholekhah/2021110083/B
BalasHapusbagaimana tanggapan pemakalah tentang campuran bahan yang sebenarnya tidak digunakan,,spt saat ini ada jual bensin eceran yang dicampur minyak kelapa sawit,,makanan dicampur zat pewarna tektil dll,,yang tentu karen keawaman pembeli,pembeli tdk mengetahuinya..
Hal seperti ini seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pedagang, karena itu dapat merugikan pihak konsumen dalam waktu yang panjang. Memang seorang penjual mendapat keuntungan yang lebih besar dari hasil oplosannya. Namun itu hanya untung bagi penjual dan rugi bagi seorang konsumen karena terkena efek dari kecurangan seorang pedagang. Hal seperti ini sangat tidak diperbolehkan dalam islam karena ada yang dirugikan.
Hapuskhotimatul khusna
BalasHapus2021110068
bagaimana menurut anda bila ada seorang pembeli yang tidak jujur maksudnya mengembalikan brg yg sudah dibeli dg mengada2 suatu kecacatan pda brg trsbt,,,brg tersebt disobek supaya rusak agar bsa ditukar,bgaimana peran pendidik menghadapi permalahan ini??
Menurut saya pembeli yang melakukan kecurangan pada saat barang sudah dibeli maka itu sudah tidak bisa dikembalikan lagi. Karena barang yang telah dibelinya tentunya sudah melalui kesepakatan bersama. Dan apabila memang terjadi hal seperti itu maka pembeli itu memang bermaksud menjatuhkan seorang pedagangnya, dan itu sangat tidak diperbolehkan dalam islam.
HapusPendidik adalah seorang yang memberikan pelatihan, menyampaikan ilmu atau memberikan pengajaran kepada anak didiknya. Jadi peran pendidik dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah menanamkan pendidikan akhlak pada peserta didik agar kelak anak didik menjadi pribadi yang jujur, tidak melakukan kecurangan dan tidak merugikan orang lain.
Trimakasih...
Tika permatasari/2021110084/B
BalasHapusSaya ingin menanyakan bagaimana sikap kita jika melihat pedagang yang berlaku curang,misalkan saja penjual gorengan yang memasukkan plastik kedalam minyak goreng dengan tujuan penghematan??padahal itu sangat membahayakan bagi pembeli?
Thx…
Sebagai seorang muslim jika melihat atau mengetahui seorang melakukan kecurangan dalam jual beli, maka wajib kita menegurnya tentunya dengan kata-kata yang baik. Kita sampaikan dampaknya, kita beri tahu bahwa kecurangan seperti itu adalah dosa besar. Agar penjual itu tidak melakukan kecurangan lagi dan pembeli tidak menjadi korban lagi karena kecurangannya.
HapusMaria rosida/2021110088/B
BalasHapusDalam makalah pada kesimpulan dipaparkan” Seharusnya yang dibangun dan dikembangkan oleh kaum muslimin saat ini agar peradaban kaum muslimin bisa bangkit kembali di jagad ini melalui kejayaan ekonomi dan perdagangan”…disini tentunya diperlukan peran seorang pendidik,menurut pemkalah bagaimana wujudnya agar pemaparan diatas bisa direalisasikan?
untuk membangkitkan kejayaan peradaban kaum muslimin, kita bisa melihat atau mencontoh negara-negara yang maju, seperti jepang, singapura dan negara maju lainnya. di negara tersebut sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran, kedisiplinan dan menghargai waktu.sehingga dinegara tersebut perkembangan perekonomiannya sangat pesat.
HapusAssalamualaikum...
BalasHapusBagaimana sih bentuk keberkahan dari jual beli itu?
Apakah keberkahan itu bisa didapat oleh penjual dan pembeli, ataukah hanya penjual saja dalam bentuk keuntungan?
nama : nisfi romzanah
BalasHapuskelas : b
nim : 2021110061
saya mau tanya, di aspek tarbawi dijelaskan "Watak-watak yang khusus itulah merupakan ciri-ciri dari perdagangan yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak Islami". tolong jelaskan maksud dari watak-watak yang khusus itu apa ???
watak-watak khusus disini adalah Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hapusnama : aini lailatul munawaroh
BalasHapusnim : 2021110060
kelas: B
pertanyaan saya..dalam perdagangan sering di kenal istilah tara(potongan dalam timbangan).misalnya: jual jeruk 1 kwintal, potongannya 2 kg.boleh atau tidak hal spt ini??bgaimana cara anda menyikapi nya??
assalamu'alaikum...
BalasHapussaya mau tanya, bagaimana pendapat anda mengenai realita sekarang yang menampilkan orang-orang yg mengetahui haram dan halal atau boleh tidaknya suatu perbuatan tapi tetap dan bahkan semakin banyak yang melakukannya, seperti dalam makalah anda mengenai keberkahan dalam jual beli...
trimakasih n wassalamu'alaikum...