Laman

new post

zzz

Kamis, 12 April 2012

F9-51 A. Mursalin


SISTEM RIBA DAN KRISIS EKONOMI
(DALAM PRESPEKTIF HADITS)

                              Makalah Ini Disusun Guna Memehuni Tugas:
Mata Kuliah        : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu: M.Ghufron Dimyati,M.S.I



Disusun Oleh:

              Ahmad Mursalin
           NIM : 202 1110 277
                                                            Kelas F                               



JURUSAN TARBIYAH ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Negara- negara yang ada di bumi ini tengah menghadapi suatu krisis keuangan secara global. Diakui ataupun tidak, krisis yang sedang dihadapi hampir semua negara yang ada ini merupakan imbas dari krisis finansial yang terjadi di Negara adidaya, Amerika serikat. Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat menghenyakan banyak orang. Banyak yang terkejut mengapa negara sebesar Amerika Serikat bisa mengalami krisis ekonomi atau moneter yang merontokan pasar saham dan keuangan di Amerika Serikat dan Bahkan di Dunia.
Menurut prespektif dunia Islam, terjadinya krisis ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari praktek-praktek atau aktivitas ekonomi yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, seperti tindakan mengkonsumsi riba, monopoli, korupsi, dan tindakan malpraktek lainnya. Bila pelaku ekonomi telah terbiasa bertindak di luar tuntunan ekonomi Ilahiah, maka tidaklah berlebihan bila krisis ekonomi yang melanda kita adalah suatu malapetaka yang sengaja diundangkan kehadirannya akibat ulah tangan jahil manusia sendiri.
Riba dan sistem bunga menjadi penyabab krisis ekonomi global karena bertentangan dengan Syariah Islam dan juga bertentangan dengan sunah Rasulullah yang mengajarkan sistem ekonomi bebas riba (free interest).[1]







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hadist
                                                                                                                      
عَنْ عَمْرِوبْنِ الْعَاصِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْل اللهِ صَلَّي اللهُ عَلًيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: ماَ مِنْ قَوْمٕ يَظْهَرُفِيْهِمْ الرَّبَا إلَّا أُﺨذوا باِلسَّنَةِ وَماَ مِنْ قَوْ مِ يَظْهَرُ فِيْهِمْ الرُّشاَ إِلاَّ أُخِذُوا باِلرُّعْبِ
]رواه أحمد في المسند، مسند الشا ميين، بقية حديث عمرو بن العا ص[

B.     Terjemahan
Dari Amr bin Ash berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada (balasan) bagi kaum yang tampak pada mereka perbuatan riba kecuali diambil dari tahun mereka; dan tidak ada (balasan), bagi kaum yang tampak dari mereka perbuatan suap kecuali diambil dari mereka ketakutan”.[2]
(H.R. Imam Ahmad).       

C.    Mufrodad
Kaum
                قَوْمٕ
Tampak, terjadi
يَظْهَر ,ﻈﻬ                         
Riba
الرَّبَا
suap
الرُّشاَ
Ketakutan
باِلرُّعْبِ
Diperoleh
أُخِذُو

D.    Biografi Perawi Pertama
Nama lengkap Amr bin al-Ash ialah Amr bin al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin sa’id bin Sahm bin Amr bin Hashish bin Ka’ab bin Lu’ bin Ghalib al-Quraisy.
Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wassalam. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wassalam untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “ Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah. Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.[3]       

E.     Keterangan Hadist
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad diatas, bersumber dari sahabat Amr bin Ash yang mendengar langsung dari Rasulullah. Hadits tersebut menerangkan bahwa balasan yang pantas bagi suatu kaum yang telah, tersebar luas dan merajarela perbuatan riba dalam kehidupan mereka adalah Allah akan menimpakan kepada mereka suatu malapetaka berupa bencana kekeringan (tahun paceklik) dan kelaparan serta krisis ekonomi yang membuat mereka sangat menderita.
Imam al Harali berkata: banyaknya musibah yang dialami umat saat ini adalah sebagamana yang ditimpakan kepada kaum Bani Israil, yakni berupa siksaan yang amat buruk dan berjalan selama beberapa tahun, karena mereka telah melakukan perbuatan riba.
Dan balasan yang pantas bagi suatu kaum yang tampak  dari mereka perbuatan suap menyuap adalah Allah akan menimpakan kepada mereka rasa ketakutan. Sehingga dengan begitu mereka tidak akan merasa tentram dalam kehidupannya.
Ibnu Hajar berkata bahwa hadits ini juga menjelaskan bahwa penyakit tho’un dan penyakit-penyakit menular itu terjadi karena adanya perbuatan-perbutan yang keji. Dan apabila tampak perbuatan-perbuatan keji pada suatu kaum, maka allah akan menimpakan kepada mereka kebinasan.[4]
                                                                                  
v  Kaitan Riba dengan Krisis ekonomi
Menurut Prof. A. M. Sadeq (1989) dalam artikelnya “Factor Pricing and Income Distribution from An Islamic Perspective” yang dipublikasikan dalam Journal of Islamic Economics, menyebutkan bahwa pengharamkan riba dalam ekonomi, setidaknya, disebabkan oleh empat alasan;
Pertama, sistim ekonomi ribawi telah menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi para pemberi modal (bank) yang pasti menerima keuntungan tanpa mau tahu apakah para peminjam dana tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Kalau para peminjam dana mendapatkan untung dalam bisnisnya, maka persoalan ketidakadilan mungkin tidak akan muncul.
Namun, bila usaha bisnis para peminjam modal bankrut, para peminjam modal juga harus membayar kembali modal yang dipinjamkan dari pemodal plus bunga pinjaman. Dalam keadaan ini, para peminjam modal yang sudah bankrut seperti sudah jatuh di timpa tangga pula, dan bukankah ini sesuatu yang sangat tidak adil?
Kedua, sistim ekonomi ribawi juga merupakan penyebab utama berlakunya ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar yang diperoleh para peminjam yang biasanya terdiri dari golongan industri raksasa (para konglomerat) hanya diharuskan membayar pinjaman modal mereka plus bunga pinjaman dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan milyaran keuntungan yang mereka peroleh.
Padahal para penyimpan uang di bank-bank adalah umumnya terdiri dari rakyat menengah ke bawah. Ini berarti bahwa keuntungan besar yang diterima para konglomerat dari hasil uang pinjamannya tidaklah setimpal dirasakan oleh para pemberi modal (para penyimpan uang di bank) yang umumnya terdiri dari masyarakat menengah ke bawah.
Ketiga, sistim ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin tingginya tingkat bunga dalam masyarakat, maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat akan lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di bank-bank karena keuntungan yang lebih besar diperolehi akibat tingginya tingkat bunga.
Keempat, bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi bagi para businessman yang menggunakan modal pinjaman. Biaya produksi yang tinggi tentu akan memaksa perusahaan untuk menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi pula. Melambungnya tingkat harga, pada gilirannya, akan mengundang terjadinya inflasi akibat semakin lemahnya daya beli konsumen.  Semua dampak negatif sistim ekonomi ribawi ini secara gradual, tapi pasti, akan mengkeroposkan sendi-sendi ekonomi umat.
Krisis ekonomi tentunya tidak terlepas dari pengadopsian sistim ekonomi ribawi seperti disebutkan di atas. Tak bisa dibantah bahwa sistim ekonomi ribawi akan menggerogoti sendi-sendi ekonomi masyarakat. Hal itu terlihat dengan jelas pada praktek perbankan konvensional yang menganut sistim ribawi. Tingkat bunga dijadikan acuan untuk meraih keuntungan para pemberi modal. Bank tidak mau tahu apakah para peminjam memperoleh keuntungan atau tidak atas modal pinjamannya, yang penting para peminjam harus membayar modal pinjamannya plus bunga pinjaman.
Demikian pula, akibat terlalu tingginya tingkat bunga yang dibebankan kepada para peminjam, maka semakin sukarnya para peminjam untuk melunasi bunga pinjamannya. Apalagi dalam sistim ekonomi konvensional, biasanya pihak bank tidak terlalu selektif dalam meluncurkan kreditnya kepada masyarakat. Pihak bank tidak mau tahu apakah uang pinjamannya itu digunakan pada sektor-sektor produktif atau tidak, yang penting bagi mereka adalah semua dana yang tersedia dapat disalurkan kepada masyarakat. Sikap bank yang beginilah yang menyebabkan semakin tingginya kredit macet dalam ekonomi akibat semakin menunggaknya hutang peminjam modal yang tidak sanggup dilunasi ketika jatuh tempo kepada pihak bank. Akibatnya, bank-bank akan memiliki defisit dana yang dampaknya sangat mempengaruhi tingkat produksi dalam masyarakat.
              Sistem ekonomi ribawi juga menjadi penyebab utama tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
Banyak kalangan menilai bahwa keterpurukan ekonomi Indonesia sejak tahun 1997, disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme. Asumsi tersebut di satu sisi memang benar, namun harus diakui bahwa faktor sistem moneter konvensional yang memakai instrumen bunga juga menjadi salah satu faktor yang membuat semakin terpuruknya ekonomi Indonesia.
Krisis ekonomi adalah merupakan salah satu contoh malapetaka atau cobaan Tuhan terhadap makhluk-Nya yang telah terlalu jauh melaksanakan aktivitas ekonomi melenceng dari rel Al-Qur’an dan Sunnah, seperti melegalkan riba merajelala berlaku di tengah-tengah ekonomi umat.[5]

F.     Aspek Tarbawi
Dari keterangan hadist tersebut diatas dapat diambil pelajaran sebagai berikut:
1.      Bahaya riba dalam perekonomian
v  Ketidakadilan distribusi pendapatan dan kekayaan
v  Potensi eksploitasi terhadap pihak yang lemah
v  Alokasi sumber daya ekonomi tidak efisien
v  Terhambatnya investasi.[6]
2.      Dampak dari riba
Dampak adanya riba di tengah-tengah masyarakat tidak saja berpengaruh dalam kehidupan ekonomi, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan manusia:
Ø  Riba dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan mengurangi semangat kerja sama atau saling menolong dengan sesama manusia
Ø  Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas
Ø  Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan
Ø  Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin
Ø  Riba pada kenyataanya adalah pencurian, karena uang tidak melahirkan uang
Ø  Tingkat bunga tinggi menurunkan minat untuk berinvestasi.
3.      Bunga, Riba, dan Masyarakat kita
Perkembangan lembaga keuangan Syariah dengan berbagai instrumen yang ada menimbulkan optimisme akan perubahan sikap masyarakat terhadap keberadaan riba, tetapi masih ada beberapa alasan yang menjadikan bunga kurang bisa diterima sebagai riba. Alasan-alasan tersebut diantaranya:
v  Diterima atau tidaknya bunga sebagai riba berhubungan erat dengan masalah emosi keagamaan masyarakat
v  Kritis yang berlebihan terhadap lembaga keuangan syariah
v  Masih banyak institusi pendidikan lebih mengenalkan bunga sebagai bagian instrumen moneter dari sistem keuangan di dalam suatu negara
v  Masyarakat muslim lebih familiar dengan sistem konvensional. Sehingga keberadaan pelarangan riba dalam lembaga keuangan syariah lebih dianggap sebagai sebuah wacana normatif.[7]
Dengan mempertimbangkan dampak riba dalam perekonomian, maka diperlukan usaha secara kolektif, terencana dan teroganisir untu menguranginya dan memberikan alternatif yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah simultan dan berkesinambungan dalam memperjuangkan  hal berikut:
       I.            Mendidik masyarakat dan mengajak partisipasi mereka dalam proses penghapusan riba
    II.            Mengurangi dan menghilangkan sebab-sebab yang membuat para pemodal menggunakan prinsip bunga
 III.            Mengurangi dan menghilangkan sebab-sebab masyarakat dan pengusaha menginginkan sistem riba (bunga)
 IV.            Mencegah terjadinya penurunan produksi dan pengangguran
    V.            Perlunya pemerintah membantu usaha-usaha tersebut.
Untuk mewadai kepentingan masyarakat yang belum tersalurkan oleh jasa perbankan islam, maka telah dibentuk beberapa institusi keuangan non-bank dengan prinsip yang dibenarkan oleh Syariah Islam, yaitu:
1)      Baitul Maal Wattamwil dan Koperasi Pondok Pesantren
2)      Asuransi Syariah (takaful)
3)      Reksadana Syariah
4)      Pasar modal Syariah
5)      Pegadaian Syariah (rahn)
6)      Lembaga Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Waqaf.
Dengan hadirnya berbagai lembaga keuangan non-bank tersebut, maka ide terhadap penghapusan riba dari perekonomian akan lebih efektif dan mendorong efisiensinya sistem keuangan.[8]






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Terjadinya krisis ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari praktek-praktek atau aktivitas ekonomi yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, seperti tindakan mengkonsumsi riba, monopoli, korupsi, dan tindakan malpraktek lainnya. Bila pelaku ekonomi telah terbiasa bertindak di luar tuntunan ekonomi Ilahiah, maka tidaklah berlebihan bila krisis ekonomi yang melanda kita adalah suatu malapetaka yang sengaja diundangkan kehadirannya akibat ulah tangan jahil manusia sendiri.
Permasalahan di atas, sebenarnya, tidak pernah terjadi kalau sistim ekonomi Islam diadopsi dalam sistim ekonomi negara. Kenapa tidak? Karena nilai uang tidak akan dipengaruhi oleh perbedaan tingkat bunga riel sebab ekonomi Islam tidak mengenal sistim bunga (riba). Inilah yang menyebabkan nilai uang dalam ekonomi tanpa bunga tidak mengalami volatilitas yang membahayakan.
Ajaran Al-Quran maupun Hadits yang melarang riba meniscayakan praktek ekonomi yang diajarkan Rasulullah adalah sistem ekonomi bebas riba (free interest) Kemudian sistem ekonomi anti riba dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan Daulah Islamiyah. Praktek ekonomi bebas riba tersebut harus diaktualkan dan dipraktekkan kembali di tengah semaraknya sistem ekonomi ribawi saat ini.
Bila ingin perekonomian kita kembali stabil, maka kita harus kembali lagi pada ajaran dan tuntunan yang telah diberikan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Islam, sebagai ajaran universal, sesungguhnya ingin mendirikan suatu pasar yang manusiawi, di mana orang yang besar mengasihi orang kecil, orang yang kuat membimbing yang lemah, orang yang bodoh belajar dari yang pintar, dan orang-orang bebas menegur orang yang nakal dan zalim



DAFTAR PUSTAKA
.
v  Al Manawi,  Abdur Rouf, M. 2003, Faidhul Qodir Syarh Jami’ul As Shagir Juz 5. Mesir: Maktabah Mesir.
v  Hambal, bin Imam Ahamad. 1993, Musnad Imam Ahmad bin Hambal Juz 4. Beirut.
v  Sudarsono, Heri. 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
v  http://ikhwanmuslim.or.id/?content=tokoh_detail&idb=40&title=abdullah-bin-amr-bin-al-ash, Diakses 29 Februari 2012.



[2] Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Iman bin Hambal juz 4, (Beirut, 1993).
[3] http://ikhwanmuslim.or.id/?content=tokoh_detail&idb=40&title=abdullah-bin-amr-bin-al-ash, Diakses 29 Februari 2012.

[4] Al-Manawi, M Abdu Ro’uf, Faidhul Qodir Syarh Jami’ul As Shaghir juz 5, (Mesir: Maktabah Mesir, 2003).
[6] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,(Yogyakarta:Ekonosia, 2008).hlm.2-3.
[7] Heri Sudarsono,Ibid.,hlm.21-22.
[8] Heri Sudarsono,Op.cit.,hlm.7-8.

37 komentar:

  1. pertamax, gan

    Arif stiawan
    2021110270

    berbicara soal riba, masyarakat kita sekarang sudah sangat akrab dengan si riba tersebut, terutama masalah riba pinjaman. di bank, koperasi, bahkan dana pinjaman PNPM pun memakai sistem riba.
    Hutang piutang yg dulunya adalah ajang tolong-menolong dijadikan ajang bisnis untuk meraup keuntungan dari orang2 yang kesusahan.
    ironisnya, masyaraat merasa riba ini adalah sebuah kewajaran. padahal kita adalah Umat Islam, sedangkan Quran dan hadits yg merupakan sumber hukum islam melarang kita untuk memakan harta riba.
    mengapa ini semua bisa terjadi? apa yg harus kita lakukan?

    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelum saya menjawab pertanyaan dari teman-teman mahasiswa yang sudah mengajukan pertanyaannya, terlebih dahulu saya akan sedikit menerangkan tentang pendapat para ulama tentang bunga bank.
      Pada garis besarnya para ulama terbagi menjadi tiga bagian (tiga golongan) dalam menghadapi masalah bungan perbangkan ini, yaitu kelompok yang mengharamkan, kelompok yang menganggap syubhat (syamar), dan kelompok yang menganggap halal (boleh). Untuk keterangan tentang ketiganya silahkan bisa dibaca sendiri di sumber buku yang saya ambil yaitu buku fiqh muamalah karya Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si. (PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta).
      Kemudian dalam modul pembelajaran Fiqh III (disampaikan dalam perkuliahan Fiqh III di STAIN Pekalongan dosen pengampu Bapak Agus Khumaedy, M.Ag.)
      Ada 9 alasan yang mengatakan bahwa interest bukan riba, yaitu:
      1. Dalam keadaan-keadaan darurat sesuatu yang dilarang dibolehkan guna menyelamatkan nyawa
      2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang dilarang, adapun suku bunga yang wajar dan tidak menzalimi diperkenankan
      3. Bunga diberiakan sebagai ganti rugi (opportunity cost) atas hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengolahan dana tersebut
      4. Hanya yang bersifat konsumtif yang dilarang adapun yang produktif tidak demikian
      5. Uang dapat dianggap sebagai komoditi sebagaimana barang-barang lainnya oleh karena itu dapat disewakan dan diambil upahnya
      6. Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang
      7. Bunga diberikan atas dasar absitenence
      8. Sejumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti. Oleh karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi penurunan nilai ini
      9. Bank, demikian juga (LKBB) sebagai lembaga hukum tidak tidak termasuk teritorial hukum taklif.

      Hapus
    2. jwaban pertanyaan mas arif kurang lebih seperti ini.
      Sepengetahuan saya masyarakat menganggap wajar masalah riba khususnya menyangkut bank dikarenakan tidak adanya bank-bank yang benar-benar memberikan jaminan halal atau bebas dari riba atau dapat dikatakan bank yang berlandaskan sistem ekonomi islam. Juga menurut saya karena masyarakat lebih mengenal bank konvensional terlebih dahulu karena lebih awal hadir ditengah-tengah masyarakat dan bisa dikatakan buat sebagian masyarakat kehadiran bank konvensional dapat membantu dalam memecahkan masalah keuangan mereka.

      yang harus kita lakukan seperti yang saya cantungkan di makalah adalah:
      I.Mendidik masyarakat dan mengajak partisipasi mereka dalam proses penghapusan riba
      II. Mengurangi dan menghilangkan sebab-sebab yang membuat para pemodal menggunakan prinsip bunga
      III. Mengurangi dan menghilangkan sebab-sebab masyarakat dan pengusaha menginginkan sistem riba (bunga)
      IV. Mencegah terjadinya penurunan produksi dan pengangguran
      V. Perlunya pemerintah membantu usaha-usaha tersebut.
      Untuk mewadai kepentingan masyarakat yang belum tersalurkan oleh jasa perbankan islam, maka telah dibentuk beberapa institusi keuangan non-bank dengan prinsip yang dibenarkan oleh Syariah Islam, yaitu:
      1) Baitul Maal Wattamwil dan Koperasi Pondok Pesantren
      2) Asuransi Syariah (takaful)
      3) Reksadana Syariah
      4) Pasar modal Syariah
      5) Pegadaian Syariah (rahn)
      6) Lembaga Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Waqaf.
      Dengan hadirnya berbagai lembaga keuangan non-bank tersebut, maka ide terhadap penghapusan riba dari perekonomian akan lebih efektif dan mendorong efisiensinya sistem keuangan.

      sumber Sudarsono, Heri. 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. apakah bank syariah sudah terbebas dari sistem riba? mohon penjelasannya........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. sepengetahuan saya dan saya coba brosing di http://mediaislamnet.com/2010/08/apakah-bank-syariah-bebas-dari-riba/.

      Jika persoalannya sekedar bebas dari riba, memang harus diakui perbankan syariah telah bebas dari praktik riba, yakni tidak menyertakan bunga dalam transaksi simpan maupun pinjam. Namun jika pertanyaannya adalah apakah perbankan syariah telah terbebas dari sistema kapitalisme yakni ideologi menjadi asas praktik perekonomian ribawi dalam suatu negara misal NKRI, maka jawabannya sama sekali tidak akan pernah bisa dilakukan atau terjadi terlebih keputusan suatu bank untuk membuka divisi syariah alias office channeling itu ternyata berdasarkan pertimbangan bisnis alias untung dan rugi atau paling tidak untuk memanfaatkan potensi pasar yakni umat Islam yang semakin sadar bahwa riba adalah haram. Inilah yang wajib disadari umat Islam bahwa eksistensi perbankan syariah tiada lain tiada bukan adalah manipulatif sekaligus kamuflase sehingga seolah Islam menghalalkan perekonomian kapitalisme. Lebih mengerikan lagi adalah dengan semuanya itu, umat Islam semakin jauh dan semakin menjauh dari Islam maupun kehidupan Islam dalam Khilafah Islamiyah.
      Dikutip dari perkuliahan masailul fiqhiyah dosen pengampu bapak ambar hermawan, M.S.I :Dan seperti yang kita ketahui bersama bahwa bank indonesia sebagai bank central atau bank yang membawahi seluruh bank di indonesia tersmasuk juga bank syariah menganut sistem bank konvensional. Jadi dapat dikatakan bank syariah belum tentu terbebas dari masalah riba.

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Syaiful islam
    2021110250

    riba adalah kasus yang sudah merebah dikalangan masyarakat dengan berbagi modus dan alasan.
    bagai mana dengan kasus peminjaman uang tapi dengan jaminan, apakah tercampuri oleh riba atau tidak?

    maafin otong ya.......

    BalasHapus
    Balasan
    1. peminjaman uang dengan jaminan atau biasa di sebut gadai. gadai sendiri ada yang menganut sistem konvensional dan sistem syariah,Perbedaan mendasar antara pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional adalah dalam pengenaan biayanya. Pegadaian konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda, lain halnya di pegadain syariah tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran, singkatnya, biaya gadai syari’ah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan.
      jadi intinya selama peminjam meminjam uang sebesar 500rb dengan jaminan kalung emas dan ketika peminjam mengembalikan pinjamnannya masih sebesar 500rb itu tidak termasuk riba. akan tetapi jikalau ada tambhan semisal peminjam harus mengembalikannya sebesar 550rb itu termasuk riba.

      sumber: Ali, Zaunuddin, 2008. Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Grafika.

      Hapus
  6. nur aini
    2021110263
    F

    bagaimana cara kita menyadarkan masyarakat agar tidak masuk dalam jerat riba yang sangat merugikan? oh ya, bagaimana dengan masalah kredit yang menurut sebagian besar masyarakat itu akan memudahkan mereka untuk mendapatkan barang ketika belum cukup uang untuk membeli dengan kontan? apakah kredit termasuk riba, karena jika dilihat dari harga yang dibayarkan dengan cara kredit dan kontan itu berbeda...hmmmmmm....

    BalasHapus
    Balasan
    1. untuk masalah menyadarkan masyarakat ya kita mulai dari diri kita dulu untuk sebisa mungkin tidak terjerat kedalam maslah riba! untuk jawaban lengkapnya bisa di lihat balasan pertanyaannya mas arif.

      untuk masalah kredit menurut sumber:http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=781:pembelian-barang-dengan-kredit&catid=1:tanya-jawab.
      1. Transaksi sejenis yang dilarang agama adalah yang secara eksplisit menyebutkan dua harga dalam satu waktu dan dicantumkan dalam kontrak, seperti ungkapan sang penjual "aku menjual barang ini dengan dua harga, yaitu 1000 kalau cash dan 1500 kalau dibayar setelah satu bulan". Maka sebaiknya dalam transaksi jual beli model begini, si penjual dan
      pembeli harus memilih salah satu harga yang digunakan dalam transaksi, misalnya sang pembeli menentukan pembelian barang tersebut dengan harga 1500, namun pembayarannya setelah 5 bulan. Kalau transaksi jual beli tersebut tidak menentukan harga mana yang dipakai, hukumya tidak diperbolehkan, karena termasuk menjual barang dengan dua harga yang bertentangan dengan asas mu'amalah Islam, yaitu kejelasan subyek dan obyek transaksi.

      2. Sebagaian besar ulama (jumhurul fuqaha`) berpendapat bahwa menjual barang dengan cara kredit bukan termasuk riba, sah dilakukan meskipun untung yang diperoleh lebih besar, asalkan tidak sampai kepada tingkat eksploitasi. Jika sampai kepada tingkat eksploitasi maka hukumnya tidak boleh.

      3. Ada perbedaan mendasar antara transaksi jual beli sistem kredit/angsuran dengan transaksi riba dalam bentuk meminjamkan uang, yaitu :

      Pertama : Dalam riba, kelebihan nilai yang harus dibayar oleh peminjam adalah sejenis dengan yang dipinjam. Si peminjam mengambil uang sebesar 1000 dan mengembalikan uang sebesar 1500, uang tambahan sebesar 500 tersebut sejenis dengan uang yang dipinjam. Di sinilah terjadi riba karena termasuk kategori riba adalah persamaan jenis. Sedangkan dalam transaksi di atas, harga yang dibayarkan tidak lah sejenis dengan komoditas yang dipinjam, jelasnya : si pembeli meminjam komoditas dan membayarnya dengan harga yang lebih tinggi. Komoditas dan harga tidak mempunyai persamaan jenis.

      Kedua : transaksi tersebut menyangkut komoditas yang diperdagangkan, sudah barang tentu harga komoditas menurut ukuran normal akan cenderung mengalami perubahan harga dari waktu ke waktu. Begitu juga si penjual, tentu bermaksud
      untuk segera mengelola uang hasil penjualannya untuk aktifitas bisnis berikutnya. Dengan pembayaran yang ditunda, jelas penjual akan dirugikan karena komoditas laku, namun uang hasil penjualan belum masuk. Di disinilah kelebihan harga tersebut diperbolehkan untuk melindungi kepentingan penjual dan membantu keterbatasan pembeli yang telah memanfaatkan komoditas yang dibeli untuk kepentingannya.

      Sedangkan dalam masalah riba, si pemberi pinjaman hanya mengharapkan tambahan nilai uang yang dipinjamkan dengan tidak menanggung kerugian apapun. Si pemberi pinjaman seakan mengharapkan tambahan nilai dari uang yang dipinjamkannya hanya dari perbedaan waktu dan si peminjam juga hanya memberikan tambahan karena perbedaan waktu.


      Wallahu a'lam.

      Muhammad Niam
      Shocheh Ha.

      itu hasil kutipan yang saya baca!

      Hapus
  7. Bagaimana kiat kita agar kita tidak terjerat atau tergiur dalam lingkaran syetan..."riba" maksudnya...???hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gambar lingkaran riba yang sebisa mungkin kita menghindarinya.

      Caranya adalah dengan sebisa mungkin kita menjauhi dan tidak ikut terjerumus apalagi ikut mempraktekan hal-hal yang berbau riba walaupun mungkin kesempatannya amat kecil.
      Melihat betapa sulitnya kita keluar dari lingkaran riba di jaman ini, maka sangat bisa jadi jaman ini adalah jaman yang sudah dikabarkan ke kita oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melalui haditsnya :
      “Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu Hurairah). Sumber: http://bolehjadikiamatsudahdekat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=217:keluar-dari-lingkaran-riba-sulit-tetapi-harus-terus-diupayakan&catid=36:kolom-kontributor&Itemid=63 .
      Intinya untuk menghindari riba kita kembali lagi ke ajaran Islam, sebagai ajaran universal, sesungguhnya ingin mendirikan suatu pasar yang manusiawi, di mana orang yang besar mengasihi orang kecil, orang yang kuat membimbing yang lemah, orang yang bodoh belajar dari yang pintar, dan orang-orang bebas menegur orang yang nakal dan zalim.

      Hapus
  8. Bagaimana menurut anda cara yang baik untuk mengingatkan seseorang yang sudah jelas-jelas melakukan praktek riba.....???

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak mudah memang untuk mengingatkan orang lain akan sesuatu tapi intinya kita mulai dari diri kita dulu untuk terlebih dahulu terhindar dari perbuatan riba. Kemudian untuk mengigatkan orang lain, dan bila yang dimaksud adalah riba yang menzalimi orang lain tentunya kita harus menegur secara perlahan dan memberikan pengertian tentang dampak dan bahaya serta berdosannya melakukan praktek riba yang merugikan orang lain.

      Hapus
  9. eni marfuah
    202 111 0238

    Riba sudah merajalela dinegeri kita bak jamur dimusim hujan, kita banyak dihadapkan dengan sistem yang berbau riba misalkan saja di Bank atau rentenir. Kalau kita kepepet dan benar-benar kepepet terus meminjam uang dari mereka itu bagaimana?
    dan Apakah penyebab krisis ekonomi di indonesi adalah riba? dan bagaimana caranya menghentikan riba itu sendiri? apakah negara indonesia bisa maju ketika riba di berantas?...... thanks......

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masalah kepepet ya tidak apa-apa, menurut saya bisa dikategorikan dalam keadaan darurat tapi alangkah baiknya ya kita menghindarinya toh nantinya kita juga yang akan dirugikan. Dan saya kira banyak alternatif cara kalau kita mau berusaha seperti ke pegadaian syariah dan kalaupun tidak punya apa-apa untuk digadaikan ya tetap berusaha.
      Kemudian untuk penyebab krisis di indonesia ya bukan hanya riba yang menjadi satu-satunya penyebab krisis. Memang Krisis ekonomi tentunya tidak terlepas dari pengadopsian sistim ekonomi ribawi seperti disebutkan di makalah. Tak bisa dibantah bahwa sistim ekonomi ribawi akan menggerogoti sendi-sendi ekonomi masyarakat. Hal itu terlihat dengan jelas pada praktek perbankan konvensional yang menganut sistim ribawi. Tingkat bunga dijadikan acuan untuk meraih keuntungan para pemberi modal. Bank tidak mau tahu apakah para peminjam memperoleh keuntungan atau tidak atas modal pinjamannya, yang penting para peminjam harus membayar modal pinjamannya plus bunga pinjaman.
      Banyak kalangan menilai bahwa keterpurukan ekonomi Indonesia sejak tahun 1997, disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme. Asumsi tersebut di satu sisi memang benar, namun harus diakui bahwa faktor sistem moneter konvensional yang memakai instrumen bunga juga menjadi salah satu faktor yang membuat semakin terpuruknya ekonomi Indonesia.
      Krisis ekonomi adalah merupakan salah satu contoh malapetaka atau cobaan Tuhan terhadap makhluk-Nya yang telah terlalu jauh melaksanakan aktivitas ekonomi melenceng dari rel Al-Qur’an dan Sunnah, seperti melegalkan riba merajelala berlaku di tengah-tengah ekonomi umat. Sumber: http://wanliebe26.wordpress.com/2009/01/14/pengaruh-riba-dan-bunga-terhadap-krisis-global/,
      Dan lebih lanjut ada 4 penyebab terjadinya krisis di indonesia, berikut ini 4 Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :
      1. Yang pertama, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
      2. Yang kedua, dan terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
      3. Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
      4. Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
      Sumber: http://bolehjadikiamatsudahdekat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=217:keluar-dari-lingkaran-riba-sulit-tetapi-harus-terus-diupayakan&catid=36:kolom-kontributor&Itemid=63

      Dan cara lain yang lebih efektif adalah dengan memaksimalkan potensi zakat maal ada, diatur sedemikian rupa sehingga apabila mampu dikelola dengan baik maka akan mampu untuk memenuhi segala kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat denagn baik. (Dikutip dari perkuliahan masailul fiqhiyah dosen pengampu bapak ambar hermawan, M.S.I)
      Menjawab pertanyaan yang terakhir apakah indonesia bisa maju ketika riba diberantas menurut saya untuk benar-benar menghilangkan riba di indonesia bisa dikatakan sulit adapun kalau riba sudah hilang di indonesia toh masih banyak faktor lain yang perlu dibenahi jadi tidak mutlak tentang riba artinya seluruh komponen dan unsur terlibak baik untuk memajukan indonesia ataupun penyebab mundurnya indonesia.

      Hapus
  10. DWI KARTIKA SARI
    2021110251
    F
    Hemmmmm ni masalah riba yaaaa,sangat menarik....
    Dalam masalah pinjam meminjam (utangggg).Bagamana jika dari awal perjanjian yang si pemberi utang tidak menyebutkan adanya penambahan uang (bunga) namun pada saat sipeminjam mau mengembalikan utangnya ,si permberi utang minta ada uang tambahan (bunga).padahal dari awal tidak ada perjanjian seperti itu.
    yg saya mau tanyakan .
    APAKAH SI PEMINJAM wajib memberi tambahan uang atau tidak???????????dan apa hukum nya??beri alasan nya
    THANK.......

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut saya itu namanya jelas jelas riba mbak, masalah kewajiban untuk memberi tambahan atau tidak kalau tidak ada perjanjian di awal aqad pinjam meminjam menurut saya tidak perlu untuk memberi tambahan, yang wajib adalah mengembalikan sebesar pinjamannya.

      Hapus
  11. Hartini
    2021110237

    Pak salin,,
    bagaiamana menurut anda jika ada seseorang yang menabung dibank yang menggunakan sistem riba tetapi orang tersebut tidak tahu jika dalam bank tersebut menggunakan sistem riba.. ?
    terima kasih.. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anisa Afriani
      NIM 202109080
      kelas F

      Tidak munafik, kita selaku muslim tentunya berusaha untuk menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya, misalnya dengan berusaha menjauhi riba. Tetapi di sisi lain kita masih tetap memerlukan bank-bank konvensional yang masih menggunakan sistem riba, bahkan negara kita sendiri masih belum mempunyai bank sentral yang syariah, karena bank sentral kita adalah BI yang masih menggunakan sistem konvensional(sistem bunga) yang termasuk riba. Bagaimana tanggapan anda?

      Hapus
    2. jwaban pertanyaan dri mbk hartini:menurut saya tidak apa-apa karena atas dasar ketidaktahuan dan apabila nantinya sudah tahu tetap tidak apa-apa aslakan tidak merasa dirugikan(terzalimi) seperti yang sudah saya jelaskan diatas tadi. Tapi biasanya kan sebelumnya pasti sudah diberitahu tentang segala macam aturan dan sistem yang digunakan bank tersebut jadi kejadian itu bisa dikatakan langka dan jarang apabila ada alasan ketidaktahuan.

      jawabn pertanyaan dari mbk anisa:Betul memang demikian, tanggapan saya selama keberadaan bank-bank konvensional masih lebih banyak membantu masyarakat luas, saya kira tidak masalah toh apakah seandainya keberadaan bank konvenional dilarang pemerintah bisa menyediakan bank yang benar-benar menggunakan prinsip islami. Jadi selama tidak terlalu merugikan atau menzalimi menurut saya keberadaan bank konvensional masih sangat dibutuhkan di zaman yang modern ini. Apalagi kita juga hidup berdampingan dengan orang-orang lain yang berbeda agama dan terkadang kita berbisnis bersama dan membutuhkan bank sebagai lembaga pembantu kelancaran usaha.

      Hapus
  12. faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terjadinya krisis ekonomi terutama di Indonesia sendiri?

    pada bank syariah itu kan tidak ada bunga tetapi adanya bagi hasil.kan bunga di bank itu termasuk riba , nha bagi hasil itu termasuk praktek riba bukan?perbedaan antara bunga dan bagi hasil? mohon penjelasannya.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan lebih lanjut ada 4 penyebab terjadinya krisis di indonesia, berikut ini 4 Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :
      1. Yang pertama, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
      2. Yang kedua, dan terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
      3. Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
      4. Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
      Sumber: http://bolehjadikiamatsudahdekat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=217:keluar-dari-lingkaran-riba-sulit-tetapi-harus-terus-diupayakan&catid=36:kolom-kontributor&Itemid=63
      Bagi hasil tidak termasuk riba. Rasulullah bersabda:
      “Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untk keluarga, bukan untuk dijual”
      Perbedaan riba dengan bagi hasil:
      BUNGA BAGI HASIL
      Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan ber-pedoman pada kemungkinan untung rugi
      Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
      Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
      Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keun-tungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
      Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
      Sumber: Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik,
      (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 61.

      Hapus
  13. ibnu athoillah
    202 111 0282

    gan....
    setelah mengetahui realita zaman sekarang mengenai bunga bank dan pelbagai kegiatan riba dalam sistem perekonomian zaman skarg,.. pendidikan apa yg harus kita terapkan pada masyarakat guna merubah meminimalisir kegiatan riba ?? selanjutnya, yang namanya binga bank dll, sudah mendarah daging pada perekonomian di dunia. apa solusi pemakalah? terimakasih>>>

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk masalah pendidikannya yang seperti apa menurut saya akan saya langsung gabungkan dengan solusinya yaitu, Solusi Menurut Islam sebagai berikut. Adapun upaya yang dilakukan dalam mengantisipasi praktek riba di dalam masyarakat adalah:
      A. Upaya yang bersifat preventif (pencegahan)
      Adapun upaya yang sifatnya preventif adalah sebagai berikut:
      1. Menerapkan sistem pendidikan Islam yang benar
      2. Menjelaskan kepada masyarakat tentang bahaya riba dalam kehidupan
      3. mengajarkan tentang jual beli yang halal
      B.upaya yang sifatnya kuratif (memberi solusi)
      1. Memotifasi umat untuk berlomba dalam mengerjakan kebaikan:
      a) menganjurkan untuk menyuburkan sedekah
      b) Memberikan hutang kepada orang yang kesukaran
      2. Dengan membolehkan syirkatu ‘il-mudharabah (serikat dagang), yaitu kapital dari seseorang kemudian digolongkan (diusahakan) oleh orang lain. Keuntungan di bagi dua sesuai dengan jumlah yang telah disepakati bersama. Jika rugi, maka penanggung kerugian adalah orang yang mempunyai kapital. Sedang orang yang menggolongkannya, ia tidak ikut menanggung, karena cukup baginya dengan pengorbanan waktu dan tenaga dalam mengembangkan modal tersebut.
      3. Dengan memperkenankan perjualan as-salam, yaitu penjualan suatu barang dengan pembayaran didahulukan. Maka, barangsiapa yang sangat memerlukan uang, ia dapat menjual sesuatu pada musim dihasilkannya dengan harga yang sesuai, dengan persyaratan yang sesuai.
      1. Dengan memperkenankan ”Penjualan dengan pembayaran di tangguhkan”, yaitu dengan tambahan dari harga dalam penjualan kontan. Islam membolehkannya untuk kemeslahatan manusia, dan untuk menghadari praktek riba.
      2. Dengan menganjurkan didirikannya lembaga-lembaga qiradh yang baik, secara individual atau kolektif, bahkan di bawah pengelolaan pemerintah, untuk merealisasikan prinsip solidaritas sosial antar umat manusia.
      3. Membuka lembag-lembaga zakat untuk menolong orang yang tidak dapat membayar hutang, membantu orang yang tidak punya, atau orang asing yang kehabisan bekal.
      4. Pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dengan pembangunan ekonomi terhadap masyarakat miskin sehingga mereka dapat terhindar dari hutang- piutang yang menggunakan sistem riba.
      5. Harus Adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh pakar ekonomi Islam untuk mendirikan perbankan syariah untuk mengantisipasi terjadinya dampak riba di dalam perbankan.
      C. Upaya refresif (penegakan hukum)
      Adanya peluang untuk daerah NAD untuk melarang praktek riba dalam berbagai jenisnya di dalam masyarakat karena telah adanya keistimewaan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam pemberlakuan syariat Islam. Salah satu penegakan syariat Islam yaitu dengan mengharamkan praktek riba dalam kehidupan masyarakat secara umum.
      Sumber: http://morisprasetya.blogspot.com/2011/02/hukum-riba-solusinya-menurut-pandangan.html

      Hapus
  14. Husnul Lina Luaini
    2021110279
    f

    saya maw tanya, bagaimana cara membasmi rintenir yang kebanyakan dari mereka adalah pelaku riba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih tepatnya bukan membasmi, memang kuman dibasmi! seperti yang sudah saya katakatan pada jawabn dari pertanyaan sebelumnya bahwa langkah pertama yang harus kitalakukan adalah dengan memberikan penyuluhan dan pengertian tentang dampak,bahaya dan akibat riba kepada pelakunya. dan apabila masih belum mau juga mengerti kita arahkan kepada masyarakat agar tak meminjam kepada rentenir toh kalau rentenir tak ada yang mau meminjam uang nanti dia juga akan rugi tdk ada penghasilan dan akhirnya bangkrut.....! kita arahkan kepada masyarakat untuk ke lembaga yang lebih dipercaya dan tidak terlalu menzalimi.
      kurang lebihnya spti itu
      trimaksih.

      Hapus
  15. dadang irwanto
    2021110256
    kelas f

    riba sangat membahayakan sistem perekonomian kita. karena bisa menyebabkan suatu kekrisisan ekonomi. bagaimana solusi yang tepat untuk menghilangkan sistem riba dalam sistem ekonomi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. jawabn bisa dilihat di balasan dari pertanyaannya mas atho' soalnya intinya hampir sama.
      trims

      Hapus
  16. Nur Halimah
    2021110278
    Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riel (barang dan jasa) yang diperjualbelikan. Mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Tambahan yang diperoleh dari jual beli itu termasuk kepada riba, karena bukan berupa barang/jasa yang menjadi rukun dalam transaksi bisnis.tetapi dewasa ini orang-orang banyak melakukan hal tsb demi tujuan ekonomi. bagaimana tanggapan anda tentang hal tsb????

    BalasHapus
    Balasan
    1. tanggapan saya y Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur’an (QS: 2 :275-279), pada hakikatnya merupakan pelarangan terhadap transaksi maya atau derivatif . Firman Allah, “Allah menghalalkan jual-beli (sektor riel) dan mengharamkan riba (tranksaksi maya)”.
      Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riel (barang dan jasa) yang diperjualbelikan. Mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Tambahan (gain) yang diperoleh dari jual beli itu termasuk kepada riba, karena gain itu diperoleh bighairi wadhin, yakni tanpa ada sektor riel yang dipertukarkan, kecuali mata uang atau kertas-kertas itu sendiri. Dalam transaski derivatif juga tidak ada ma’kud ’alaih, berupa barang/jasa yang menjadi rukun dalam transaksi bisnis. Transaski inilah yang dilarang Alquran dan hadits dengan istilah riba dan gharar.
      sumber:
      http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1261:bahaya-transaksi-derivatif&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60
      itu memang termasuk riba!

      Hapus
  17. Yeni nur khasanah
    2021110266

    Bagaimana caranya agar penjual mendapat untung yang alami agar tidak terkena riba'? kan kebanyakan penjual ingin mendapat untung yang banyak???
    dan jika kita menabung di bank kan kita mendapat bunga? lah apakah itu termasuk riba'? jika iya gimana caranya kita memanfaatkan kelebihan tersebut agar tidak dosa?? dan kalo tidak di ambil kan eman2 hehehehe...............

    makasih bapak.......

    BalasHapus
    Balasan
    1. intinya yang penting syarat dan rukun dari jua beli terpenuhi. kalau semua itu terpenuhi berarti sah jual beli tersebut, yang penting adalh tidak menipu, jujur. trims

      masalh bunga bank Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank. http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=4e14c2259fa120ee

      tapi seperti yang telah saya sebutkan diataas bahwa ada perbedaan pendapat mengenai hukum riba (bunga bank). bisa dilihat di ats keterangannya

      Hapus
  18. yani nadia
    2021110247_
    mo tnya pak...^^
    hmmmm,,sebagai calon orang tua dan calon guru,,bagaimana menurut anda cara yang efektif menanamkan jiwa anti riba yang kokoh pada diri seorang anak atau murid??_agar sejak dini mereka mampumen jauhi praktek riba...??
    makasih..............

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang pertama kita memberikan cerita dampak negatif dari riba, kemudian berikan pengertian, arahan dan pengetahuan tentang bahaya riba. setelah itu memberikan contoh perbuatan riba agar si anak tidak melakukannya setelah itu berikan solusi dan ajarkan cara-cara menhindarinya, jadi intinya kita berikan pemahaman tentang bahaya dan dampak dari riba yang dapat menimbulkan kerugian dan kesengsaraan orang lain, trims kurang lebih seperti itu.

      Hapus