DISTRIBUSI
BAHAN POKOK
Disusun
guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen
Pengampu: M. Ghufron Dimyati
Oleh:
Nur Amiroh (2021 111
345)
Kelas A
TARBIYAH
PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui banyak umat islam, hadits membahas
tentang salah satu dasar dari agama. Setiap orang ingin mendalami dan menyelami
seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari ilmu hadits yang di
dalamnya terdapat sunah-sunah agama. Mempelajari ilmu hadits akan memberi
seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak
mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman. Maka dari itu kita membutuhkan
aturan-aturan dalam mendistribusikan bahan pokok sebagai tanggung jawab kita.
Distribusi diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang
berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen
kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukanoleh
masing- masing individu
Distribusi bahan pokok merupakan permasalahan yang sangat rumit,
sebab terkadang ada oknum- oknum yang melakukan penimbunan barang untuk
kepentingan pribadi masing- masing individu. Di dalam islam melarang penimbunan
atau hal- hal yang menghambat pendistribusian bahan pokok ke konsumen.
Maka dari itu kami akan membahas
mengenai distribusi bahan pokok sebagai pembahasan pertama dari makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
HADITS
A52 DISTRIBUSI BAHAN POKOK
1. Teks
Hadist
عَنْ عُمَرَبْنِ بن الْخَطَّا بِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (اَ لْجَا لِبُ مَرْزُوْقٌ وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُوْنٌ ) رواه ابن ماجه في اسنن, كتاب التجارات, باب احكرة و الجلب
2. Terjemah
Dari Umar Bin Khattab ia berkata
Rasulullah S.A.W bersabda : "Orang- orang yang menawarkan
(mendatangkan barang) akan di beri rezeki dan orang yang melakukan penimbunan
dilaknat"[1]
3.
Mufrodat
ا لجا لب : Orang yang jual beli
مَرْزُوْقٌ :
Diberi rezeki
و ا لمحتكر :
Orang yang menimbun (penimbun)
ملعو ن :
Dilaknati
4. Biografi Perowi
Ibnu
Majah, nama aslinya Muhammad bin Yazid ar- Rib’I Al- Qazwini, nama panggilannya
Abu Abdullah yang terkenal dengan Ibnu
Majah. Beliau dilahirkan di Quzuwaini pada tahun 209 H. mulai mencari ilmu
ketika usia 20 tahun ke kota Naisabur, Khurasan, Irak, Haijaz, Syam dan Mesir.
Guru-
gurunya antara lain Al- Hafiz hath Thanafisi, Hisyam bin Umar, Az- Zuhri dan
Abu Hudzafah as- Sahmi. Sedang murid- muridnya adalah Al- Abhari, Ibnu Rawah
Al- Baghdadi dan Al- Madini. Dia seorang penghafal yang sangat kuat sehingga
Imam Adz- Dzahabi berkata: dia adalah penghafal dari qazwini di masanya. Buku
karangannya As- sunah memuat empat ribu hadits. Pada tahun 273 H di usia ke 64
tahun wafat.[2]
5. Keterangan
Hadits
diatas menjelaskan tentang orang yang mencari rezeki dengan jalan jual beli dan
memperoleh laba,
tidak diharamkan oleh Allah, melainkan orang tersebut akan diberi rezeki.
Sedanagkan orang yang menimbun akan dilaknat oleh Allah. Menimbun merupakan
perbuatan yang tidak diperbolehkan, karena Rasulullah SAW melarang hal
tersebut. Perkataan “menimbun” berarti menahan barang untuk tidak dijual
apalagi ketika barang-barang yang ditimbun itu dibutuhkan dan sengaja untuk
tujuan menaikkan harga.
Dalam kaitannya dengan hadits diatas, para ahli fiqih berpendapat
bahwa penimbunan diharamkan apabila:
1) Barang yang ditimbun melebihi
kebutuhannya.
2) Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat naiknya
harga,miasalnya emas dan perak.
3) Penimbunan dilakukan di saat
masyarakat membutuhkan, misalnya bahan bakar minyak, beras dan lain-lain.[3]
Dari
ketiga keterangan diatas, bila dianalisis dari aspek keharamannya, dapat
disimpulkan bahwa penimbunan yang diharamkan adalah terhadap barang- barang
kelebihan dari keperluan nafkah dari dirinya dan keluarganya dalam masa satu
tahun. Hal ini berarti, bila ia menimbun barang konsumsi untuk mengisi
kebutuhan hidup keluarga dan dirinya dalam tenggang waktu satu tahun tidaklah
diharamkan, sebab hal yang demikian adalah wajar, untuk menghindari kesulitan
ekonomi dalam masa paceklik.
Pengharaman
terhadap penimbunan barang- barang tersebut, dikarenakan adanya keinginan untuk
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Menimbun adalah menahan barang untuk
tidak dijual. Menimbun barang hukumnya haram tanpa dibedakan antara makanan
pokok manusia atau binatang, sedangkan ulama’ berbeda pendapat:
·
Menurut Syafi’I dan Ahmad yang diharamkan hanyalah menimbun
bahan makanan pokok bukan lainnya.[4]
·
Menurut ulama’ mahzab yang lain mengharamkan menimbun dalam
segala bentuk barang karena membahayakan stabilitas ekonomi masyarakat.
·
Menurut Abu Yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang
ditimbun adalah semua barang yang dapat menyebabkan kemadaratan orang lain,
termasuk emas dan perak.
·
Para fuqaha’ berbeda pendapat dalam penetapan hokum
menimbun, dalam hal ini para fuqaha’ tergolong ke dalam dua kelompok:
a. Menurut jumhur ulama’ menyatakan
bahwa menimbun hukumnya haram
b. Menurut para fuqaha’ dari kalangan
hanafiyah, bahwa menimbun barang dagangan hukumnya makruh.[5]
Hukuman
bagi orang yang melakukan penimbunan dijelaskan lebih lanjut dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطّاب قال سمعت رسول الله صلي الله عليه
وسلم يقول مَنْ اْحْتَكَرَ عَلَي الْمُسْلِمِيْنَ طَعَامًاً ضَرَبَه ُاللهُ باِ
لْجُذَا مِ وَاْلِإِفْلَا سِ
Artinya:
Siapa saja
yang melakukan penimbunan makanan terhadap orang islam maka akan dibalas oleh
Allah dengan sakit yang tiada ujung/ sakit lepra/ kusta dan kebangkrutan.
(Matan hadits Ahmad 130)
Barang
siapa yang melakukan penimbunan makanan terhadap orang islam maka Allah akan
memberikan ancaman baginya.
Mengenai
waktu penimbunan tidak terbatas, dalam waktu pendek maupun dalam jangka waktu
panjang. Sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad:
Artinya:
Dari Ibnu
Umar dari Nabi: : " Barang siapa menimbun makanan 40 malam maka ia
terbebas dari rahmat Allah, dan Allah bebas darinya. Barang siapa yang keluar
rumah pagi-pagi, dan dari kalangan mereka ada yang dalam keadaan lapar maka
tanggungan Allah juga lepas dari mereka itu."
Pada
dasarnya nabi melarang menimbun barang pangan selama 40 hari, sebab biasanya
pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak ada di pasar
karena di timbun, padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Bila penimbunan
dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendistribusian barang dari
produsen ke konsumen, maka belum dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan.
Namun bila bertujuan menunggu saatnya naik harga, sekalipun hanya satu hari
maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan.[6]
Perilaku menimbun diharamkan bila
meliputi
beberapa hal diantaranya:
1. Penimbun mendapatkan barang itu
melalui pembelian di pasar-pasar lokal. Tetapi mereka yang mengimpor barang
atau menyimpan dari hasil tanamannya sendiri, maka tidak dikatakan melakukan
penimbunan yang diharamkan.
2. Menyusahkan orang lain dengan membelinya. Orang yang membeli
barang dagangan pada saat murah namun tidak menyebabkan kesusahan bagi orang
lain, tidaklah dikatakan melakukan penimbunan, karena tidak mengandung unsur
merugikan.[7]
6. Aspek Tarbawi
Dari
hadits diatas pelajaran yang dapat kita ambil antara lain:
1)
Seseorang yang
mencari nafkah dengan jalan jual beli diperbolehkan
2)
Islam melarang penimbunan karena agar dalam pendistribusian
lancar sampai ke konsumen.
3)
Ancaman bagi pelaku penimbunan adalah dilaknat oleh Allah.
4)
Kita sebagai
umat muslim hendaknya menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah sebab akan
diajuhkan dari rahmat Allah S.W.T
B.
Hadits A53
1. Teks Hadits
اَنَّ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ
وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِرُالْمُؤْمِنِيْنَ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَأَى
طَعَامًا مَنْثُورًا فَقَالَ مَا هَذَا الطَّعَامُ فَقَالُوا طَعَامٌ جُلِبَ
إِلَيْنَا قَالَ بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ قِيلَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ
فَإِنَّهُ قَدْ احْتُكِرَ قَالَ وَمَنْ احْتَكَرَهُ قَالُوا فَرُّوخُ مَوْلَى
عُثْمَانَ وَفُلَانٌ مَوْلَى عُمَرَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَدَعَاهُمَا فَقَالَ
مَا حَمَلَكُمَا عَلَى احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ قَالَا يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ فَقَالَ عُمَرُ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ احْتَكَرَ عَلَى
الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ
فَقَالَ فَرُّوخُ عِنْدَ ذَلِكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أُعَاهِدُ اللَّهَ
وَأُعَاهِدُكَ أَنْ لَا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ
فَقَالَ إِنَّمَا نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ قَالَ أَبُو يَحْيَى
فَلَقَدْ رَأَيْتُ مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُومًا
2. Terjemah
Sesungguhnya
Umar ra. pada waktu itu menjabat amirul
mu’minin yang keluar hendak kemasjid, kemudian umar r.a melihat makanan
tersebar/terserak, umar berkata : makanan apa ini, mereka menjawab : makanan
yang kami ambil untuk dimakan, Umar berkata : semoga Allah memberkati makanan
dan orang yang mengambilnya (untuk dimakan). Dikatakan ya amirul mu’minin,
sesungguhnya dia telah memonopoli (menimbun makanan), lalu umar berkata lagi,
dan siapa yang memonopolinya, kemudian Farrukh budak Usman r.a dan Fulaan budak
umar diperintahkan kepada mereka untuk meninggalkan (timbunan), lalu umar r.a
berkata : apa yang terpikir olehmu sampai tega memonopoli makanan orang muslim,
keduanya menjawab : kami membeli (makanan) dan menjual dengan uang kami,
kemudian di jawab : sesungguhnya Umar telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda
: Barang siapa memonopoli (menimbun)
makanan umat islam, mereka akan mendapatkan balasan Allah dengan kebangkrutan
atau hilangnya barokah, Farrukh berkata : ya amirul mu’minin aku telah
jahat pada Allah dan jahat kepadamu, sesungguhnya aku tidak akan mengulangi memonopoli
(menimbun) makanan selamanya, kemudian budak Umar menjawab : Sesungguhnya kami
membeli dan menjual dengan uang kami, Abu Yahya berkata : saya benar-benar
melihatnya, bahwa budak Umar r.a sedah kehilangan barokah dalam hidupnya.
3. Mufrodat
احْتَكَرَ
: monopoli
طَعَامِ :Makanan
جُلِبَ : membawa
بِالْإِفْلَاسِ : Kebangkrutan
بِجُذَامٍ :
Penyakit
4. Biografi perowi
Umar Bin Al Khattab bin Nufail bin
Abdul Uzza Al- Quraisy, biasa dipanggil Abu Hafsah dan digelari Al- Faruq.
Beliau adalah seorang amirul mukminin , beliau adalah duta orang Quraisy
pada masa jahiliyah. Pada masa awal- awal kenabian beliau bersikap kejam
kepada kaum muslimin kemudian beliau masuk islam dan keislamannya menjadi
kemenangan bagi mereka dan jalan keluar dari kesulitan. Abdullah Bin
Mas'ud berkata " kita tidak bisa shalat di ka'bah hingga Umar masuk
islam." Masuk islamnya Umar adalah setelah sekitar 40 orang laki-
laki dan 11 perempuan masuk islam, pada tahun ke-6 dari kenabian. Dia hijrah
secara terang- terangan di depan mata orang Quraisy. Beliau ikut berperang
bersama Rasulullah dalam seluruh peperangan.
Beliau diangkat sebagai khalifah
setelah meninggalnya Abu Bakar r.a tahun 13 H. Dalam masa kekhalifahannya di
taklukkan di negeri Syam Iraq, Al Qods, Madain, Mesir dan Jazirah. Hingga
dikatakan pada masa pemerintahannya berdiri sebanyak 12 ribu mimbar dalam
islam.Beliau mati syahid tahun 23 H setelah ditusuk di pinggangnya oleh
Abu Lu'luah orang Majusi ketika sedang shalat shubuh. Setelah terluka beliau
hidup selama tiga malam.
Karyanya antara lain As- Sunah as-
Sughra, As- Sunah al- Kubra, Amalu al- Yaum wa al- Lailah, Al- Dhuafa wa al-
Matrukun, dan lain-lain.[8]
5.
Keterangan
Perbuatan
memonopoli bahan pokok adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Karena
memonopoli itu adalah perbuatan dengan membawa barang dagangan untuk
diperdagangkan dan harga barang yang dibawanya tentu saja murah karena langsung
dari perdagang pertama. Akan tetapi, nantinya akan diperjual belikan dengan
harga yang lebih tinggi, karena pembeli tersebut membelinya lewat makelar .
Keadaan ini sangat berbahaya, baik para penjual di pasar maupun penduduk. Oleh
karena itu, perbuatan tersebut dilarang.
Monopoli
bahan pokok sepeti gula, beras, minyak dan seumpamanya biasanya dibuat para
peniaga agar barangan keperluan berkurangan dipasaran dan hasilnya harga
barangan tersebut dapat dinaikkan dan boleh dijual dengan lebih mahal. Dengan
itu, perniaga akan mendapat keuntungan yang berlipat kali ganda. Perbuatan
terkutuk ini adalah dilarang dalam Islam karena ia menyebabkan kemudharatan dan
kesulitan kepada masyarakat awam, khususnya golongan miskin dan mereka yang
berpendapatan rendah. Dalam satu hadis Rasullah SAW bersabda;
عن معمر أن النبي (ص) قال: " من
احتكر فهو خاطئ" . أى: فهو بعيد عن الحق والعدل. رواه مسلم.
Maksudnya:
Dari Ma’mar
bahawa Rasulullah SAW bersabda; Barang siapa memonopoli barang (ihtikar) maka
ia telah melakukan kesalahan. Yakni ia telah tersasar jauh dari perkara yang
sebenar dan keadilan.
Orang yang melakuakan monopoli (penimbunan) kelak akan di laknat oleh
Allah yaitu seperti sakit yang tiada ujung/ sakit lepra/ kusta dan bangkrut.
Alangkah lebih baiknya jika orang muslim mencari rizqi dengan jalan yang di
ridhoi oleh Allah, agar ketenangan dan ketentraman menyertai hidup orang muslim
tersebut.
Menurut Ibn Taimiah dan
muridnya Ibn Qayyim, antara bentuk monopoli yang diharamkan juga boleh berlaku
dengan cara para perniaga bersepakat antara satu sama lain bagi menjual
barangan dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran.
Dari sudut pandang ahli
hukum islam, para ulama bersepakat tentang keharaman praktek monopoli. Dan dari
sudut pandang ekonomi ihtikar tidak dibenarkan karena akan menyebabkan tidak
transparan dan keruhnnya pasar serta menyulitkan pengendalian pasar.
6. Aspek
Tarbawi
1) Monopoli adalah membeli barang
perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya
sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.
2) Monopoli dilarang dalam islam, karena
agar tidak terjadinya kemedharatan.
3) Memonopoli akan membahayakan baik
penjual maupun pembeli.
PENUTUP
Dari penjelasan hadits diatas dapat
disimpulkan bahwa
Orang yang
mencari rezeki dengan jual beli dan memperolaeh laba menurut hadits diatas
hukumya diperbolehkan dan sedangkan Allah akan melaknat orang yang melakukan
penimbunan.
Penimbunan
(monopoli) adalah menahan barang untuk tidak dijual. Pengharaman penimbunan
barang itu apabila bertujuan untukmenaikkan harga yang lebih tinggi. Sedangkan.Dan kita
sebagai umat islam hendaklah menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah sebab
akan dijauhi dari rahmat Allah S.W.T
DAFTAR
PUSTAKA
Authar, Nailul. 1983. Himpunan Hadis- hadis hokum. Surabaya:
PT Bina Ilmu.
Muh
Sa’id, Mursi. 2007. Tokoh- tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Mushlih, Al Abdullah dan Shalah Ash-
Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Islam. Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm 401
Nur Diana, Ilfi. 2008. Hadis- hadis Ekonomi. Malang: UIN-
Malang Press.
Yanggo,Chuzaimah.
2004. Problematika Hukum Islam
Kontemporer III. Jakarta: Pustaka Firdaus.
[1]
Nur Diana, Ilfi, Hadis- hadis Ekonomi. (Malang: UIN-
Malang Press, 2008), hlm 69
[2]
Muh Sa’id, Mursi, Tokoh- tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2007) hlm 355
[3]
Nur Diana, Ilfi, op sit, hlm 70
[4] Nailul, Authar, Himpunan Hadis Hukum. ( Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983),hlm 1756
[5]
Yanggo,Chuzaimah,
Problematika Hukum Islam Kontemporer III.
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), hlm134- 135
[6]
Nur Diana, Ilfi, op sit, hlm 68- 71
[7]
Mushlih, Al Abdullah dan Shalah Ash-
Shawi, Fikih Ekonomi Islam,(
Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm 401
NAMA: DEWI NURLITA KURNIAWATI
BalasHapusNIM : 2021 111 036
Assalamu'alaikum Wr.Wb. . .
Bagaimana jika kita menimbun barang bahan pokok pada saat murah, bukan untuk diperjualbelikan melainkan untuk persediaan kita sehari-hari, apakah diperbolehkan??
Jazakumullah. . .
Nur Amiroh
Hapuswassalamu'alaikum,,,
terimakasih atas pertanyaanya,
Sebelumnya kita ketahui dulu apa arti menimbun,islam melarang menimbun atau hal yang menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen. Menimbun adalah membeli barang dalam jumlah yg banyak kmudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan harga tinggi. Dalam pengertian tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa menimbun yang diharamkan adalah membeli sesuatu (barang) dan menyimpan barang tsb dan dijual kembali pada saat harga barang tsb telah naik, hal tersebut merupakan ketamamakan dan bukti keburukan moral serta mempersusah manusia/ masyarakat. Sedangkan yg ditanyakan mbknya kan untuk persediaan hidup, Menurut ahli fiqih seseorang boleh menimbun persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya untuk persiapan selama ini (satu tahun). Hal tersebut sudah wajar, untuk menghindari kesulitan ekonomi dalam masa paceklik atau krisis ekonomi, Seperti yang dilakukan Rasulullah.
Sumber: Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 12, Bandung: PT Alma’arif, 1987.
desi atinasikhah 2021111343
BalasHapusassalamu'alaikum wr.wb. yang saya tanyakan apabila seseorang memanen suatu barang, katakanlah kopi kemudian dia menyimpannya supaya kopi nya lebih kering dan lebih bagus untuk dijual, dan menjualnya menunggu harga kopi mahal. apakah hal yang demikian itu termasuk menimbun yang dilarang?
wassalamu'alaikum wr.wb
Nur Amiroh
Hapuswa'alaikum slm,trmksh atas pertnyaanya,
Menurut saya apabila seseorg tsb mnyimpan kopinya agar lebih bagus untuk dijual dan menjualnya menunggu harga mahal, apabila barang tsb sangat dibutuhkan konsumen maka itu termasuk penimbunan yang dilarang, dan apabila barang tsb tidak dibutuhkan para konsumen, maka hal itu tidak dianggap menimbun yang dilarang. Dan kita juga melihat waktu penimbunan yang dilarang (40 hari), apabila menyimpananya kurang dari empat puluh hari berarti dalam artian hanya beberapa hari saja maka itu bukan dinamakan menimbun yang dilarang, tetapi itu dapat dipandang sebagai proses pendistribusian dari pengusaha yang satu ke pengusaha yang lainnya.
Naila Chusniyyati
BalasHapus2021 111 264-A
Assalamu'alaikum
Realitas kehidupan sekarang sering terjadi kasus monopoli dalam jual beli, lalu bagaimana tanggapan pemakalah tentang hal tersebut? dan bagaimana cara menanggulangi agar tidak terjadi kasus monopoli dalam jual beli? monopoli kan dilarang dalam islam, nah menurut pemakalah hikmah yang dapat kita ambil dari pelarangan monopoli itu apa saja?
terimakasih. . .
wa'alaikumsalam,,,,
Hapustrmksh pertanyaanya,Menurut saya memonopoli sangatlah disayangkan dan itu adalah perbuatan yang tidak baik karena dengan memonopoli tsb akan menyulitkan masyarakat dalam masalah ekonomi, sektor ekonomi bisa terhambat, seharusnya dalam suatu jual beli kita harus saling tolong menolong, kerja sama dalam perdagangan lancar dan tidak mengorbankan kepentingan orang lain.
Cara menanggulangi agar tidak terjadi kasus monopoli:
• Membatasi ruang gerak monopolis dengan adanya campur tangan pemerintah dan penentuan harga maupun produksi.
• mengurangi dampak negative dari krisis ekonomi tersebut, terhadap kelompok penduduk yang berpendapatan rendah atau miskin.
• Melakukan pemulihan pembangunan ekonomi agar pertumbuhan semakin membaik.
• Melakukan regulasi ekonomi terhadap monopoli bila kemunculannya tidak dapat dihindari lagi.
• Memperluas lapangan kerja
• Memperbaiki sistim distribusi agar berfungsi secara penuh dan efesien
Hikmah dilarangnya monopoli: mencegah hal-hal yang menyulitkan manusia secara umum, orang- orang yang ekonominya kurang atau miskin tidak akan merasa terbebani ataupun kesulitan dalam mencari kebutuhan- kebutuhan yang ia butuhkan, terjauhinya dari perbuatan tamak, terjauhi dari kemudharatan, agar dalam jual beli bisa dilakukan dengan benar dan di beri rahmat dari Allah.
Ass.. .
BalasHapusNama : Anita Kumala
Nim : 2021 111 364
Kelas : A
Kepada pemakalah yg terhormat, yg ingin saya tanyakan di sini adalah pemakalah mengatakan bahwa riba itu diperbolehkan dalam jual beli ? Adakah ketentuan khusus bagi si penjual dlm meribakan barang dagangannya menurut sunnatullah ? Karena biasanya sipenjual ini terkadang tdk segan2 melipat gandakan brg dgangannya kpd si pembeli, bahkan ada yg smpai 3x lipat atau bhkan lebih dan itu merugikan si pembeli. Mohon penjelasannya dan Apabila ada hadits pendukungnya tolong berikan hadits ttg aturan tersebut.. .
Terima kasih..
wa'alaikumslm..
HapusTrimakasih atas prtnyaanya,sblumnya saya minta maaf sepertinya dimakalah saya tidak mengatakan bahwa riba diperbolehkan, melainkan dimakalah saya membolehkan mengambil laba dalam jual beli. Riba itu menurut saya haram hukumnya, karena di dalam al-qur’an sudah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah:275 yang artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Al-Baqarah:275)
Dan dijelaskan juga dalam Q.S al baqarah 278 dan Q.S al imran 130:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (Al-Baqarah:278)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali ‘Imran:130)
eka supriyatin
BalasHapus2021 111 357
assalam..............
bagaimana menurut pemakalah jika ada seseoarang yang berprofesi sebagai petani,kemudian seseorang tersebut berniat menjual hasilnya setelah jumlahnya itu banyak.apakah itu termasuk menimbun???????????
trims.......
wassalm
Nur Amiroh
Hapuswa'alaikum slm....trimakash ats prtnyaanya,
Hampir sama dengan penanya sebelumnya, Menurut saya apabila ssorg menyimpan barang terutama menyangkut bahan” makanan sebagai kebutuhan primer telah mencapai empat puluh hari bahkan lebih dan barang itu sangat dibutuhkan masyarakat dan apabila ttp di simpan akan membahayakan bagi masyarakat maka itu diharuskan dijual karena apabila masih tetap disimpan akan termasuk menimbun, karenanya para ulama sepakat apabila ada orang memiliki makanan lebih, sedangkan manusia sedang kelaparan dan tidak ada makanan kecuali yang ada pada orang tadi, maka wajib bagi orang tersebut menjual atau memberikan dengan cuma-cuma makanannya kepada manusia supaya manusia tidak kesulitan.
sumber:Chuzaimah T.Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus.
BIRUL WALIDAENI
BalasHapus2021111360
Asslamualaikum...
pemakalah yang saya hormati, bagaimana caranyamenghilangkan prektek monopoli di lingkungan sekitar tempat tinggal kita??
tindakan apa yang harus dilakukan kita selaku mahasiswa???
mhon jawabanny..
Nur Amiroh
Hapuswa'alaikumsalam,,,
menurut saya kata” menghilangkan diganti dgn menanggulangi atau mengurangi, nah cara”nya yaitu: • mengurangi dampak negative dari krisis ekonomi tersebut, terhadap kelompok penduduk yang berpendapatan rendah atau rentan.
• Melakukan pemulihan pembangunan ekonomi agar pertumbuhan ekonomi semakin membaik.
• Memperluas lapangan kerja
• Memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efesien
• Penghapusan berbagai praktek monopoli
Tindakan yg harus dilakukan kita:
sbelum kita bertindak pada org lain ya kita intropeksi diri kita sendiri terlebih dulu baru kita memberi tahu kepada org" bahwa menimbun itu dilarang dan akan menyebabkan terhambatnya sektor ekonomi,kita juga sama-sama menjaga agar sektor riil tetap bergerak dengan cara mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berguna, mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur, mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Dalam kita bertindak spt diatas kita perlu kerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha dan perbankan. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi yang serius antara jajaran tersebut.
Sumber:http://srilestariperkembangankonsultanpjk.blogspot.com/2011/01/sikap-pemerintah-dalam-menghadapi.html
Ass
BalasHapusmilzamah 2021111126
pemakalah yang terhormat, saya mau bertanya diAspek tarbawi yang hadits pertama Allah SWT akan memberikan laknat, laknat apa yang diberikan oleh kita yang melakukan seperti itu.
terima kasih.
wa'alaikum slm,,trimakasih pertanyaanya
Hapuslaknat apa yg akan diberikan pada org yang melakukan penimbunan,,,sprti yang telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
Artinya:"Siapa saja yang melakukan penimbunan makanan terhadap orang islam maka akan dibalas oleh Allah dengan sakit yang tiada ujung/ sakit lepra/ kusta dan kebangkrutan".
hadits lain juga menyatakan mengenai hukuman atau laknat, yaitu diriwayatkan oleh ahmad dan at- thabrani dari mi'qal bin yasar, nabi bersabda:" siapa yang ikut campur dalam urusan harga kaum muslim, dengan tujuan memenangkan atas mereka, adalah haknya Allah SWT mendudukannya di golakan api pada hari kiamat".
jadi pada dua hadits tsb isa ditarik kesimpulan bahwa Allah akan melaknat pada orang-orang yg melakukan penimbunan yaitu dgn sakit yg tiada ujung/ sakit lepra/ kusta dan kebangkrutan, dan Allah juga akan mendudukannya pada golakan api pada hari kiamat.
sumber: Ilfi Nur Diana, Hadits- hadits Ekonomi, Malang: Sukses Offset, 2008. dan Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah,Bandung: Al Ma'arif, 1987.