MAKALAH HADITS TARBAWI II
(DISTRIBUSI BAHAN POKOK)
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah: Hadits Tarbawi II
Dosen
Pengampu: Muhammad Hufron, M.S.I
Disusun
Oleh:
Nama : Muhammad Nur Muhlisin
NIM : 2021111322
Kelas : F Semester IV
JURUSAN TARBIYAH (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB I: PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui banyak umat islam, hadits
membahas tentang salah satu dasar dari agama. Setiap orang ingin mendalami dan
memyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari ilmu hadits
yang di dalamnya terdapat sunah-sunah agama. Mempelajari ilmu hadits akan
memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang
tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman. Maka dari itu kita
membutuhkan aturan-aturan dalam mendistribusikan bahan pokok harus laancar
sebagai tanggung jawab kita.
BAB
II: PEMBAHASAN
A.
Hadits dan
Terjemah
۱-عَنْ عُمَرَ
ابْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
{الْجَالِبُ مَرْزُوْقٌ وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُوْنٌ} رواه ابن
ماجّه في السّنن، كتاب الجاران باب الحكرة والجلب
Artinya: Dari Umar bin
Khattab berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “orang-orang yang menawarkan
dengan harga murah akan diberi rezeki, sedangkan yang melakukan penimbunan
(monopoli) akan dilaknat.”
٢ –حَدَّثَنَا
اَبُوْ سَعِيْدٍ مَوْلَى بَنِيْ هَاشِمٍ حَدَّثَنَا هَاشِمٍ بِنْ رَافِعْ
الطَّاطُوْرِيْ، اَبُوْ يَحْيَ اَبُوْ رَجُلٍ مِنْ اَهْلِ مَكَّةَ، عَنْ فَرُوْخٍ
مَوْلَى عُثْمَانْ: اَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِرُ الْمُؤْمِنِيْنَ
خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَأَى
طَعَامًا مَنْثُوْرًا فَقَالَ مَا هَذَا الطَّعَامُ فَقَالُوْا طَعَامٌ جُلِبَ
إِلَيْنَا قَالَ بَارَكَ اللَّهُ فِيْهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ قِيلَ: يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِيْنَ فَإِنَّهُ قَدِ احْتُكِرَ قَالَ وَمَنْ اِحْتَكَرَهُ قَالُوْا
فَرُّوْخٌ مَوْلَى عُثْمَانَ وَفُلَانٌ مَوْلَى عُمَرَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا
فَدَعَاهُمَا فَقَالَ مَا حَمَلَكُمَا عَلَى احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ
قَالَا يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ نَشْتَرِيْ بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ فَقَالَ
عُمَرُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ اِحْتَكَرَ
عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ
فَقَالَ فَرُّوْخٌ عِنْدَ ذَلِكَ يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِينَ أُعَاهِدُ الله
وَأُعَاهِدُكَ أَنْ لَا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ
فَقَالَ إِنَّمَا نَشْتَرِيْ بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيْعُ قَالَ أَبُوْ يَحْيَى
فَلَقَدْ رَأَيْتُ مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُوْمًا.
Artinya:
telah menceritakan kepada kami, Abu Sa ’id budak dari Bani Hasyim; telah
menceritakan kepada kami, Hasyim bin Rofi ’
At-thathury, Abu Yahya Abu Rajul dari penduduk Makkah; dari Farrukh
budaknya Utsman: “Sesungguhnya Umar RA. pada pada waktu itu menjabat Amirul
Mu’minin yang keluar hendak kemasjid, kemudian Umar
RA melihat makanan tersebar/terserak, Umar berkata: makanan apa ini,
mereka menjawab: makanan yang kami ambil untuk dimakan, Umar berkata: semoga
Allah memberkati makanan dan orang yang mengambilnya (untuk dimakan). Dikatakan
ya Amirul Mu’minin, sesungguhnya dia telah memonopoli (menimbun makanan), lalu Umar berkata lagi, dan siapa yang
memonopolinya, kemudian Farrukh budak Usman
RA dan Fulan budak Umar
diperintahkan kepada mereka untuk meninggalkan (timbunan), lalu Umar RA berkata: apa yang terpikir olehmu
sampai tega memonopoli makanan orang
muslim, keduanya menjawab: kami membeli (makanan) dan menjual dengan uang kami,
kemudian dijawab: sesungguhnya Umar telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: Barang
siapa memonopoli (menimbun) makanan umat islam, mereka akan mendapatkan balasan
Allah dengan kebangkrutan atau hilangnya barokah, Farrukh berkata: ya Amirul
Mu’minin aku telah jahat pada Allah dan jahat kepadamu, sesungguhnya aku
tidak akan mengulangi memonopoli (menimbun) makanan selamanya, kemudian budak
Umar menjawab: Sesungguhnya kami membeli dan menjual dengan uang kami, Abu
Yahya berkata: saya benar-benar melihatnya, bahwa budak Umar RA sudah kehilangan barokah dalam hidupnya.”
B.
Makna Mufrodat
Orang yang menawarkan dengan murah
|
اَلْجَالِبُ
|
Orang yang menimbun (monopoli)
|
اَلْمُحْتَكِرُ
|
Tersebar (terserak)
|
مَنْثُوْرًا
|
Membalas
|
ضَرَبَهُ
|
Bangkrut
|
اَلْاِفْلَاسْ
|
Hilangnya barokah
|
جُذَامٍِ
|
C.
Biografi Perawi
Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran
Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah.
Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki
dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya
coklat kemerah-merahan.
Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul
Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay
bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara
beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah binti Hasyim
bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau "kun-yah"
Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua; dan
memberi “laqab” (julukan) al Faruq.
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih
dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang
sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar
juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai
Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi,
salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya
bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti
Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang
berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz),
seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz
adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar.
Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz)
terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu
merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25
Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman
bin Affan.
Wasiat-wasiat Umar bin Khattab yaitu:
1.
Jika engkau
menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah
dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
2.
Bila engkau
hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada
musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
3.
Bila engkau
hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih
banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
4.
Jika engkau
ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila
engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
5.
Bila engkau
bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak
bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
6.
Bila engkau ingin
menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan
memperolehnya kecuali dengan mencarinya.[1]
D.
Keterangan
Hadits
Monopoli adalah
membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar
keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.[2]
Para ulama
membagi monopoli kedalam dua jenis:
1.
Monopoli yang
haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat, Sabda Rasulullah, riwayat
Al-Asram dari Abu Umamah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نهَى أَنْ يَحْتكِرَ الطَّعَا مَ.
Artinya: “Nabi
SAW melarang monopoli makanan”
Jenis inilah yang dimaksud dalam
hadis bahwa pelakunya bersalah, maksudnya bermaksiat, dosa dan melakukan
kesalahan.
2.
Monopoli yang
diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak,
lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
Sehubungan
dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah disebutkan sejumlah hadis
diantaranya Hadits Umara dari Nabi SAW:
مَنْ اِحْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِالجُذَامِ وَ الْاِفْلَا سِ
Artinya: “Siapa
menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan
kebangkrutan kepadanya.”
Diriwayatkan
Ibnu Majah dengan Sanad Hasan
الْجَالِبُ
مَرْزُوْقُ وَالمُحْتَكِرُ مَلْعُوْنُ
Artinya: “orang
yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan
dilaknat”
Al-Hakim
meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW
مَنْ اِحْتَكَرَ
حُكْرَةً يُرِيْدُ أنْ يُغَالِيَ بِهَا عَلَى المُسْلِمِيْنَ فَهُو َخَطِيْئٌ
Artinya: “Barang
siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal,
maka ia telah melakukan dosa.”
Dari ibnu Umar,
dari Nabi SAW:
مَنْ اِحْتَكَرَ
طَعَمًا أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً فَقَدْ بَرِئَ مِنَ اللهِ وَبَرِئَ مِنْهُ
Artinya: “Siapa
yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari
Allah dan Allah berlepas dari padanya.”
Para Ahli fiqih
(dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan
syarat:
1.
Barang yang
ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun
2.
Barang yang
ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
3.
Menimbun itu
dilakuakan saat manusia sangat membutuhkan
E.
Aspek Tarbawi
1.
Anjuran untuk
menjual barang dengan harga tidak melampaui harga pada umumnya.
2.
Allah akan
memberikan rezeki terhadap orang yang menjual barang dengan harga yang murah.
3.
Larangan
melakukan penimbunan barang.
4.
Allah akan
melaknat orang yang melakukan penimbunan barang (monopoli)
5.
Monopoli
hukumnya ada dua macam (diperbolehkan dan tidak diperbolehkan)
6.
Hikmah
diharamkan perbuatan monopoli ini adalah bagi menolak kemudaratan atau
kesulitan terhadap masyarakat umum.[3]
BAB III: PENUTUP
Kandungan Hadis menetapkan harga hingga merugikan
salah satu pihak, bagi Rasulullah merupakansuatu kedhaliman yang tidak sanggup
dipikulnya. Oleh sebab itu Rasul tidak menetapkan harga pada waktu itu, selain
itu juga dikatakan bahwa kenaikan harga pada waktu itu disebabkan karena
pembelian barang dagangan di luar Madinah, bukan semata-mata mencari keuntungan
yang banyak. Kandungan hadis ini juga dapat diartikan sebagai peringatan bahwa
perbuatan menimbun barang (ihtikar) merupakan perbuatan yang tercela, sehingga
Rasul sendiritakut melakukannya. Mengapa demikian, karena apabila mengamati
tujuan dari ihtikar adalah melambungkan harga dengan cara menyimpan
persediaan barang. Sebagaimana definisi ihtikar menurut Salim bin 'Ied
al-Hilali yaitu “Ihtikar adalah membeli barang pada saat lapang lalu
menimbunnya supaya barang tersebut langka di pasaran sehingga otomatis harga
melambung naik”. Jika demikian maka perbuatan seperti ini sangat bertentangan
dengan sabda Rasulullah saw, di atas yaitu “sesungguhnya Allahlah yang
menetapkan harga, Dialah yang menahan, melepaskanharga, dan memberi rizki”.
Melihat dari definisinya ihtikar juga merupakan perbuatan dhalim dan juga
melanggar larangan Allah SWT.
Daftar Pustaka
Al-Banhawi, Mohd Abdul fattah, Fiqh al-Muamalat
Dirasah al-Muqaranah, Jamiah al-Azhar, Tanta, 1999, hlm. 223
http://biografi-biodata-profile.blogspot.com/2012/04/biografi-biodata-dan-profil-umar-bin.html
Muhammad Abdul Aziz al-Khuli, Al-Adabun Nabawi,
Semarang: CV. Wijaksana, 1989.
Salim Banreisy, Tarjamah Al-Lu’lu wal Marjan,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003.
Terjemah Sunan Abu Dawud Jilid IV
asalamualaikum wr wb.
BalasHapuspertanyaan yang pertama, menurut pemakalah, bagaimana jika seorang pedagang yang menjual barang komoditinya dengan harga yang mahal, kemudian ditawar oleh sipembeli dengan harapan agar memperoleh harga yang lebih murah, namun sipenjual ini malah marah kepada sipembeli tersebut, apakah hal itu diperbolehkan?
yang kedua,Monopoli hukumnya ada dua macam (diperbolehkan dan tidak diperbolehkan), dan monopoli yang diperbolehkan itu seperti apa dan mohon diberikan contoh konkritnya, terima kasih.
1.penjual tidak boleh marah karena pada jual beli diperbolehan tawar menawar
Hapus2. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
Assalamualaikum wr.wb
BalasHapusNama : Najmul Karimah
NIM : 2021111078
kelas : F
Hadits diatas diterangkan bahwa tidak diperbolehkan menimbun makanan, yang ingin saya tanyakan seumpama seorang penebas buah mangga, disitu pada saat panen masih mentah dan hijau,terus ditimbun agar masak agar harga juga mahal, teruz pada saat penimbunan harga murah sekali setelah ditimbun beberapa hari harga menjadi mahal bagaimana solusinya?apakah penimbunan seprti itu diperbolehkan? atau tidak? jelaskan...........!!!!
wa'alaikumsalam
Hapusdalam hal tersebut ada dua permasalahan
1. dalam akad / sistem jual beli ini dinamakan sistem jual beli ijon (jual beli baranng yag belum saatnya diperjual belikan
2. dalam hal ini yang mana seorang penjua menimbun barang yang dibeli dan l akan menjual barang jualanya menunggu setelah masak, maka tidak apa- apa
wallahu a'lam
Assalamualaikum
BalasHapusNama : Labibah
NIM : 2021 111 254
jika seseorang yang menyimpan banyak (menimbun) makanan atau bahan pokok tapi tidak untuk dijual, hanya sebagai persediaan untuk dia dan keluarganya. menurut anda apakah itu termasuk monopoli???alasannya??
trima kasih,
wa'alaikumsalam Wr Wb.
HapusDiatas sudah di jelaskan bahwa Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi.
jadi semisal menyimpan hanya untuk kebutuhan diri sendiri (keluarga), maka tidak termasuk monopoli. berarti boleh2 saja.....
Walloohu a'lam...........
ASSALAMUALAIKUM WR. WB,
BalasHapusNama: Iswatikah
NIM: 2021111189
Di dalam keterangan hadits disebutkan bahwa ada monopoli yang diharamkan dan monopoli yang diperbolehkan. Didalam monopoli yang diperbolehkan dicontohkan diantaranya minyak, lauk pauk. Sedangkan di Indonesia minyak dan lauk pauk itu juga merupakan kebutuhan yang sangat penting, karena jika minyak menjadi langka karena penimbunan, biasanya masyarakat Indonesia menjadi "geger", dan juga misalnya pada saat kedelai langka, karena penimbunan dan harganya menjadi melambung tinggi, juga sangat disayangkan oleh masyarakat, melihat dari problematika ini, apakah hukum monopoli untuk hal ini masih tetap? Bagaimana alasanaya?
trimakasih, Wassalamualaikum...
wa'alaikum salam
Hapuskarena barang- barang itu merupakan bahan pokok (penting) di indonesia, maka menimbunnya diharamkan (tidak boleh)
Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
BalasHapus1. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun
2. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
3. Menimbun itu dilakuakan saat manusia sangat membutuhkan,.
Dalam praktik apakah ketiga syaratnya harus terpenuhi semua atau tidak, atau bagaimanakah menuerut pendapat pemakalah ?
wa'alaikum salam
Hapusmenurut saya, tidak harus ketiganya ada dalam satu kasus....
namun biasanya ketiganya berhubungan....
terimakasih...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus