Laman

new post

zzz

Jumat, 24 Oktober 2014

SPI - G - 8 : Sejarah Masuk dan Kerajaan Islam di Nusantara



MAKALAH
Sejarah Masuk dan Kerajaan Islam di Nusantara

Disusun guna memenuhi Tugas:
Mata Kuliah                   : SPI
Dosen pengampu           : Ghufron Dimyati, M.SI



Oleh:
Nila Munana                   2021113057
Miftakhul Imam              2021113113
Maghfiroh                       2021113130

 kelas G


PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Metamorfosa perkembangan Islam pada masa awal di Nusantara selalu menarik untuk dikaji dan diteliti. Hal tersebut dikarenakan Islam yang hadir di perairan Nusantara ini mampu dengan cepat beradaptasi sehingga tidak memunculkan benturan budaya dengan adat dan tradisi lokal yang sudah ada sebelumnya.
Sejak dahulu kawasan Timur yang meliputi Kepulauan India Timur dan Pesisir Selatan China sudah memiliki hubungan dengan dunia Arab melalui perdagangan. Ketika Nabi Muhammad Saw, berhasil menyebarkan ajaran Islam diwilayah Arab, maka para pedagang Arab yang datang ke Nusantara melalui jalur laut dengan rute dari aden menyisir pantai menuju Maskat, Raisut, Siraf, Guadar Daibul, Pantai Malabar yang meliputi Gujarat, Keras, Quilon, dan Kalicut. Kemudian menyisir pantai Karamandel seperti saptagram ke chitagong ( pelabuhan terbesar di Bangladesh ), Selat Malaka, Peureuak(Aceh Timur), padang, Banten, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Makasar Ternate dan Tidore.
B.       Rumusan masalah
1.    Bagaimana Islam masuk ke Nusantara ?
2.    Bagaimana hubungan Tasawuf dan Islam di Indonesia ?
3.    Apa sebab-sebab Islam cepat berkembang di Indonesia ?
4.    Kesultanan Islam di Luar Indonesia ?
5.    Bagaimana kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia ?
C.      Tujuan pembahasan
Mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia, Tasawuf dan Islam di Indonesia, Sebab-sebab Islam cepat berkembang di Indonesia, Kesultanan Islam di luar Indonesia dan Kondisi situasi politik Kerajaan-kerajaan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Islam masuk ke Nusantara
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan daerah di Asia Tenggara.bahkan dua abad sebelumnya tarikh masehi, Indonesia khususnya telah dikenal dalam peta dunia masa itu. Peta dunia tertua yang disusun oleh claudius ptolemaeus, seorang gubernur kerajaan yunani yang berkedudukan di Alexandria (mesir). Telah menyebut memasukan nusantara dengan sebutan Barousai (pantai barat sumatra yang kaya karya akan kapur barus).[1]
Penyebaran agama Islam di Nusantara dapat di perkirakan telah masuk ke Indonesia sejak bangsa Indonesia berhubungan dengan pedagang Islam dari Asia Barat (Arab dan Persia) pada abad VII M (abad 1 H). Pada saat itu kerajaan yang terkenal adalah Sriwijaya (zabag/sribuza) dan para pedagang Gujarat (India) telah menjalin hubungan dengan Malaka dan beberapa kepulauan Indonesia. Orang-orang Gujarat lebih awal menerima pengaruh Islam dan mereka membawanya ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan.[2]
Penyebaran agama Islam di Nusantara pada umumnya berlangsung melalui beberapa proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia, seperti Arab, India Cina yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen disatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan dan gaya hidup lokal. Mengenai proses masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia, para sarjana dan peneliti sepakat bahwa Islamisasi itu berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan oleh penguasa muslim Indonesia untuk mengislamkan rakyat atau masyarakatnya.[3]
Ada dua pendapat mengenai masuknya Islam di Indonesia. Pertama : pendapat lama, bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13M. Dikemukakan oleh para sarjana, antara lain : N.H.Krom dan Van Den Berg. Kedua: pendapat baru, bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7M atau 1hijriyah. Dikemukakan oleh H.Agus Salim, M zainal Arifin Abbas, Hamka Sayed Alwi bin Tahir Alhadad, A Hasjmy, dan Thomas W.Arnold.
Menurut kesimpulan “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia” di medan tahun 1963. Islam masuk ke Indonesia sudah semenjak abad 1hijriyah (abad ke-7M). Dan langsung dari Arab. Daerah yang pertama didatangi oleh Islam yaitu Pesisir Sumatra, dan setelah terbentuknya masyarakat Islam, dan raja Islam pertama berada di Aceh. Kedatangan Islam ke Indonesia membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia. Penyiaran Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai.
Azyumardi Azra berpendapat bahwa ada enam tema pokok yang berkaitan dengan permulaan penyebaran Islam di Nusantara yaitu :
1)      Islam dibawa langsung dari Arab.
2)      Islam diperkenalkan para guru dan penyiar profesional.
3)      Pihak yang mula-mula masuk Islam adalah penguasa
4)      Mayoritas para penyebar Islam profesional ini datang ke Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13.
Azra menyatakan bahwa meskipun Islam sudah diperkenalkan ke Nusantara sejak abad pertama Hijriyah, namun hanya setelah abad ke-12 M pengaruh Islam tampak lebih nyata dan proses Islamisasi baru mengalami akselerasi antara abd ke-12 dan ke-16 M.
Adapun perkembangan Islam secara lebih besar pada abad ke-12 M yang dibawa oleh para mubaligh Islam, disamping menyebarkan Islam, mereka juga sebagai saudagar dari Arab, Gujarat serta penduduk pribumi sendiri. Menurut para sejarawan, Islam masuk Indonesia melalui berbagai jalur, sehingga dapat diterima dengan cepat oleh masyarakat Indonesia yang waktu itu masih menganut paham lama yaitu : agama Hindhu, Budha, bahkan Animisme dan Dinamisme.
Jalur-jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut.[4]
1.      Melalui jalur perdagangan
Pada abad ke-7 dan ke-16 M, kesibukan lalu lintas perdagangan membuat para pedagang muslim ambil bagian dalam perdangangan dari negeri-negeri bagian barat tenggara, dan timur benua asia. Jalur ini menguntungkan bagi para raja dan bangsawan turun serta dalam kegiatan perdagangan.
2.      Melalui jalur perkawinan
Para pedagang muslim mempunyai status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, terutama putri-putri bangsawan yang tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum menikah mereka di Islamkan terlebih dahulu. Melalui jalur perkawinan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam.
3.      Melalui jalur Tasawuf
Para penyebar Islam juga dikenal sebagai pengajar-pengajar tasawuf. mereka mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Melalui jalur tasawuf ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia. Misalnya : menggunakan ilmu-ilmu riyadhah dan kesaktian dalam proses penyebaran agama Islam kepada penduduk setempat.
4.      Melalui jalur pendidikan
Melalui jalur pendidikan seperti : pesantren, masjid dan lain-lain. Jalur pendidikan digunakan oleh para wali khususnya dijawa dengan membuka lembaga pendidikan pesantren  sebagai tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh Islam dikemudian hari.
5.      Melalui jalur kesenian
Melalui jalur kesenian antara lain: wayang, sastra dan berbagai kesenian lain. Pendekatan jalur kesenian ini dilakukan oleh para penyebar Islam seperti : walisongo untuk menarik perhatian dikalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik dikarenakan media kesenian itu.
6.      Melalui jalur politik
pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di Indonesia. Melalui jalur politik para walisongo melakukan strategi dakwah mereka dikalangan para pembesar kerajaan seperti: Majapahit, Pajajaran bahkan walisongo mendirikan kerajaan Demak.
Semuanya dilakukan dalam rangka penyebaran Islam. Baik di Sumatra Jawa maupun di Indonesia bagian timur,, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Dan banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan Islam itu masuk Islam.
B.       Tasawuf dan Islam di Indonesia
Dalam tahap ini Islam sangat diwarnai oleh aspek tasawuf atau mistik ajaran Islam, namun bukan berarti aspek hukum (syariah) terabaikan sama sekali. Dahulu Islam tidak pernah berhenti bergerak di antara kecenderungan sufisme dengan panutan yang lebih taat pada syariah.
Secara umum Islam tasawuf tetap unggul dalam tahap Islamisasi, setidaknya sampai akhir abad ke-17 M. Hal tersebut dikarenakan Islam tasawuf yang datang ke Nusantara, dengan segala pemahaman dan penafsiran mistisnya terhadap Islam, dalam berbagai segi tertentu “cocok” dengan latar belakang masyarakat tempat yang dipengaruhi asketisme Hindhu Budha dan sinkritisme kepercayaan lokal. Juga terhadap tarekat-tarekat yang memiliki kecenderungan untuk bersikap toleran terhadap pemikiran dan praktek tradisional.
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, Islam bisa dengan cepat diterima oleh masyarakat Indonesia, salah satunya disebabkan adanya “kesamaan” antara bentuk Islam yang pertama kali datang ke Nusantara dengan sifat mistik dan sinkritisme kepercayaan nenek moyang setempat. Islamisasi di Indonesia berbarengan dengan masa merebaknya tasawuf abad pertengahan dan pertumbuhan tarekat.
Di antar tokoh-tokoh yang mengembangkan ajaran tasawuf dan tarekat adalah Abu Hamid Al-Ghozali, yang menguraikan konsep moderat tasawuf akhlaki, yang dapat diterima di kalangan para fuqoha, wafat pada tahun 1111 M. Ibnu Arabi, yang karyanya sangat mempengaruhi ajaran hampir semua sufi yang muncul belakangan, wafat tahun 1240 M. Abdul Qadir Al-Jailani, yang ajarannya menjadi dasar tarekat Qadariyah, wafat pada tahun 1166 M. Dan Abu An-Najib As-Suhrawardi, pendiri tarekat suhrawardiyah, wafat pada tahun 1167 M. Najmuddin Al-Kubra seorang tokoh sufi Asia Tengah yang produktif, pendiri tarekat Kubrawiyah, wafat pada tahun 1221.[5]
Para pengarang muslim paling awal yang kita kenal namanya di Indonesia adalah tokoh-tokoh penyebar Islam dan sekaligus tokoh-tokoh sufi. Hamzah Fansuri adalah pengarang pertama dikalangan para sufi dan penyair besar. Yang kedua adalah Syamsudin As-Sumatrani (w. 1630 M), murid Hamzah, yang menulis buku-buku berbahasa Arab dan Melayu. Kemudian Nuruddin Ar-Raniri, ia adalah pengarang yang sangat produktif, ia dikenal karena polemiknya yang tajam dengan para murid Syamsuddin, yang dituduhkan menganut paham pantheisme.
Di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung sejak abad ke11 M, meskipun belum meluas, terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H/1082 M. Adapun para penyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan “Walisongo” (sembilan wali). Pengaruh tasawuf walisongo sangat terasa bagi masyarakat Jawa bahkan sampai sekarang.
Demikian pula perkembangan tarekat di Jawa khususnya dan Indonesia umumnya, membawa pengaruh yang sangat terasa dalam perkembangan Islam. Para tokoh tasawuf dan tarekat cukup berjasa dalam perkembangan Islam di Indonesia. Dikarenakan melalui pendekatan tasawuf ini justru diterima dengan mudah dan proses Islamisasi berjalan dengan damai tanpa ada kekerasan.
C.      Sebab-sebab Islam cepat berkembang di Indonesia
Menurut Dr. Adil Muhyiddin Al-Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah, dalam bukunnya Al-Urubatu wal Islamu fi Janubi Syarqi Asia alhindu wa Indonesia, menyatakan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1.      Faktor Agama
Faktor Agama, yaitu akidah Islam itu sendiri dan dasar-dasarnya yang memerintahkan menjunjung tinggi kepribadian dan meningkatkan harkat dan martabatnya, menghapuskan kekuasaan kelas rohaniawan seperti : Brahmana dalam sistem kasta yang diajarkan Hindhu. Masyarakat diyakinkan bahwa Islam semua lapisan masyarakat sama kedudukannya, tidak ada yang lebih utama dalam pandangan Allah Swt, kecuali karena taqwanya. Selain itu juga sufi membantu memasyarakatkan Islam di Indonesia.
2.      Faktor Politik
Faktor Politik diwarnai oleh pertarungan dalam negeri antara negara-negara dan penguasa-penguasa Indonesia, serta oleh pertarungan negara-negara bagian itu  dengan pemerintah pusatnya yang beragama Hindhu. Hal tersebut mendorong para penguasa , para bangsawan dan para pejabat  di negara-negara bagian tersebut untuk menganut agama Islam, yang dipandang sebagai senjata ampuh untuk melawan dan menumbangkan kekuatan Hindhu. Agar mendapat dukungan kuat dari seluruh lapisan masyarakat.
3.      Faktor Ekonomis
Faktor Ekonomis, yang pertama diperankan oleh para pedagang yang menggunakan jalan laut, baik antar kepulauan Indonesia sendiri, maupun melampaui perairan Indonesia ke Cina, India dan Telik Arab/Parsi yang merupakan pendukung utamanya bea masuk yang besar bagi pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya, baik menyangkut barang-barang yang masuk maupun yang keluar. [6]
D.      Kesultanan Islam di Luar Indonesia
1.    Kesultanan Malaka (Abad ke-15)
Kesultanan ini terletak di Semenanjung Malaka. Islam di Malaka berasal dari kesultanan Samudra Pasai. Pendiri Kesultanan Malaka adalah Parameswara, seorang pangeran Majapahit. Ia menikah dengan Putri sultan Samudra Pasai dan kemudian masuk Islam. Kesultanan Malaka mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah pada tahun (1445-1459). Dan tuntuh ketika pasukan portugis  menyerang dan mengalahkan Malaka pada tahun 1511.
2.      Kesultanan Malaka
Raja Malaka yang pertama adalah seorang raja Hindhu Permaisuri. Ia dikenal sebagai raja yang bertahta di Kerajaan Singapura. Kerajaan Malaka menjadi maju dalam perdagangan, karena Malak sebagai kota pelabuhan yang dikunjungi banyak pedagang sebagai pusat transit perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Mereka juga mengenal dari dekat cara hidup orang muslim di Malaka dan bagi yang berminat mendapat kesempatan untuk mempelajari agama Islam dan kemudian memeluknya. Waktu itu Malaka, sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam ke berbagai wilayah lain di Asia Tenggara.
3.      Kesultanan Islam Pattani (Abad ke-15)
Kehadiran Islam di Pattani dimulai dengan kedatangan Syaikh Said mubaligh dari Pasai, yang berhasil menyembuhkan Raja Pattani bernama Phayu Tu Nakpa yang sedang sakit parah. Phaya Tu Nakpa (1486-1530) beragama Budha, kemudian masuk Islam dan bergelar Sultan Ismail Syakh. Kesultanan Pattanu menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan, terutama bagi pedagang dari Cina dan India. Masa kejayaan berakhir setelah dikalahkan Kerajaan  Siam dari Bangkok.
4.      Kesultanan Brunei Darus Salam
Raja Brunei pertama adalah Awang Betatar yang tertarik menerima Islma dan mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad Syah. Dan seluruh keluarga istana masuk Islam, termasuk putra Sultan Muhammad Syah.
Pada tahun 1511 M, kerajaan Melayu Malaka jatuh ke tangan portugis. Maka atas kekosongan ini Brunei mengambil alih menjadi pusat penyebaran Islam dan perdagangan di Keplauan Melayu. Di bawah pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) pada saat Sultan Brunei ke-5, Brunei berkembang menjadi suatu kerajaan yang kuat dan maju. Sultan Bolkiah gemar mengadakan ekspedisi pelayaran hingga diberi gelar Nahkoda Ragam. Kerajaan Brunei merupakan kerajaan Islam yang makmur di kawasan Asia Tenggara.
Brunei merdeka sebagai Negara Islam di bawah pimpinan Sultan ke-29, yaitu Sultan Hasanal Bolkiah Muizaddin Waddaulah. Gelar Muizaddin Waddaulah (Penata Agama dan Negara) merupakan ciri sebutan yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah Brunei. Sultan Hasanal Bolkiah sebagai sultan yang memegang kepala Negara sekaligus pemerintahan.
5.      Kesultanan Islam Sulu (Abad ke-15)
Kesultanan Islam yang terletak di Filipina bagian selatan. Islam masuk dan berkembang di Sulu melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka dan Filipina. Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim Al-Makdum, mubaligh Arab yang ahli dalam ilmu pengobatan. Abu Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan putri dari pangeran Bwansa dan kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat dirinya sebagai Sultan.
Islam diterapkan oleh sayid Abu Bakar baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan masyarakatnya. para penguasa Kesultanan Sulu di Filipina Selatan yang dimulai sejak Syarif Abu Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim) (1405-1420 M) hingga Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 Sultan. Diantarannya adalah Sultan Abu Bakar, Sultan Kamaluddin bin Syarif Abu Bakar, Sultan Alauddin bin Syarif Abu Bakar.
6.      Kesultanan Johor (Abad ke-16)
Kesultanan Johor berdiri setelah kesultanan Malaka dikalahkan oleh Portugis (1511 M). Sultan Alaudin Riayat Syah membangun Kesultanan Johor sekitar tahun 1530-1536. Masa kejayaan kesultanan ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kesultanan Johor memperkuat dirinya dengan mengadakan aliansi bersama kesultanan Riau sehingga disebut kesultanan Johor-Riau dan berakhir setelah Raja Haji wafat dan wilayahnya dikuasai oleh Belanda.
Kesultanan Johor merupakan lanjutan dari Kerajaan Melayu Malaka yang dikalahkan oleh Portugis (1511 M). Pada masa pemerintahan Sultan  Abdul Jalil Riayat Syah II, Sultan Johor keempat mengalami puncak kemegahan. Ia wafat pada tahun 1597 M pada zaman pemerintahan Sultan Sayid Al-Mukamil di Aceh dan sejaman dengan Maulana Muhammad di Banten.[7]
Adapun para Sultan Johor adalah
·      Sultan Alauddin Riayat Syah.
·      Sultan Muzaffar Syah.
·      Sultan Abdul Jalil Riayat Syah I.
·      Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II.
E.       Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia
Kekuasaan Islam telah dirintis pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi, tetapi semuaya tenggelam dalam hegemoni maritim sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa. Pada periode ini para pedagang dan mubaligh muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam dan mengajarkan toleransi dan persamaan derajat antar sesama. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat. Oleh karena itu Islam tersebar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski penyebarannya dengan cara damai.
Masuknyan Islam kedaerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. keadaan politik dan sosial daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. karena awalnya mereka datang hanya untuk usaha pelayaran dan perdagangan.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad 12 M, kerajaan mulai memasuki masa kemunduran di bidang politik dan ekonomi. Kemunduran sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan oleh para pedagang muslim untuk mendapat keuntungan politik dan perdagangan.
Karena kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, Kerajaan Singasari, juga pelanjutnya Majapahit tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Malaka dengan baik, sehingga Kerajaan Samudra Pasai dan Selat malaka dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16M.
Demikian pula Kerajaan Majapahit ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada masih berkuasa, situasi politik pusat Nusantara mengakui dibawah pelindungannya. Akan tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia pada tahun 1364 M dan disusul Hayam wuruk pada tahun 1389 M, situasi Majapahit kembali mengalami kegunjangan. akhirnya menyebabkan Kerajaan Majapahit semakin melemah.
Kerajaan Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit menjadi melemah dan tidak memiliki kekuatan yang berarti. Demikian situasi Islam pertama kali datang ke wilayah Indonesia sekitar abad ke-7 M.dan tidak lama kemudian muncul beberapa kerajaan Islam yang juga bersama dengan pengembangan agama Islam di Indonesia, yaitu : kerajaan Samudra Pasai (abad ke-13 M) di Aceh.dan diteruskan Aceh Darussalam (abad ke-15 M).[8]
Setelah ada kerajaan-kerajaan yang rajanya menganut agama Islam, seperti: di Demak  dan Mataram II, pada hakekatnya yang bertindak sebagai penyebar-penyebar agama bukan raja itu sendiri, melainkan yang bergerak adalah para wali yang tergabung dalam walisongo. Mereka menjadi penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Karena pulau itu menjadi pusat pemerintahan dari keseluruhan kepulauan di Indonesia, baik pada zaman Sriwijaya, Mataram, maupun Majapahit II, maka ketika Mataram II menjadikan agama Islam sebagai agama kerajaan, dengan sendirinya penyebaran Islan itu secara teratur tersiar ke daerah-daerah di seluruh kepulauan.
Para wali dari dusun ke dusun, memberikan ajaran moral keagamaan yang secara tidak langsung membantu pemeliharaan keamanan. Mereka dibantu oleh murid-muridnya yang setia tinggal dipadepokan-padepokan, menimpa pelajaran-pelajaran keagamaan. Di antara penggangu keamanan, baik di Kerajaan Demak ataupun Mataram II, ialah pelarian-pelarian dari Mataram I yang enggan tunduk kepada Kerajaan Demak dan Mataram II. Mereka tidak hanya merampok, menyamun,membegel tetapi mereka juga memberontak. Kerajaan Demak dan Mataram II menbentuk ekspedisi-ekspedisi ke perbatasan hutan untuk mengkap para penjahat, agar keamanan dapat terpelihara. Ekspedisi-ekspedisi diperkuat ahli-ahli agama, para murid dan walisongo, yang bertindak sebagai penasihat militer yang sekarang hampir sama dengan imam tentara atau rohaniawan.
Di Jawa Islam menyesuaikan dengan budaya lokal, sedang di Sumatra adat menyesuaikan dengan Islam. Perlu dicatat bahwa dalam saspek filsafat dan sastra budaya, para priyayi tampak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankannya, maka, terjadilah ketegangan yang terselubung antara priyayi yang bertahan dengan tradisi budaya kejawen dengan santri yang lebih kental Islaminya. Priyayi lebih aktif dan kuat bertahan.
Pihak santri kurang tertarik untuk mempelajari dan mendalami khazanah sastra budaya kejawen. Mereka disibukkan dengan mempelajari dan menguasai bahasa Arab dan kitab kuning. Masyarakat Indonesia pada umumnya mayoritas bermazhab Syafi’i. Ajaran Syafi’i terpusat pada pondok-pondok pesantren, seperti: pesantren Lasem,Termas, Jombang,Cirebon, Banten,dan Pasai yaitu : pesantren al-Fansuri. Ajaran pada saat itu sistemya tradisionil, artinya pelajaran disampaikan secara text book.[9]



























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Islam masuk ke Indonesia sudah semenjak abad 1hijriyah (abad ke-7M). Dan langsung dari Arab. Daerah yang pertama didatangi oleh Islam yaitu Pesisir Sumatra, dan setelah itu terbentuknya masyarakat Islam, dan raja Islam pertama berada di Aceh.
Perkembangan Islam secara lebih besar pada abad ke-12 M yang dibawa oleh para mubaligh Islam, disamping menyebarkan Islam, mereka juga sebagai saudagar dari Arab, Gujarat serta penduduk pribumi sendiri. Menurut para sejarawan, Islam masuk Indonesia melalui berbagai jalur, sehingga dapat diterima dengan cepat oleh masyarakat Indonesia. Adapun faktor  yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Indonesia: faktor Agama, ekonomi dan Politik.
Ada beberapa kesultanan islam diluar indonesia yang juga berkembang dengan baik pada masa itu, antara lain :
1.      Kesultanan Malaka (Abad ke-15)
2.      Kesultanan Malaka
3.      Kesultanan Islam Pattani (Abad ke-15)
4.      Kesultanan Islam Sulu (Abad ke-15).
5.      Kesultanan Johor (Abad ke-16)









Daftar Pustaka

Munir Amin, Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Rasyid Ridho, Achmad. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam Smp/Mts Semester 1. Surakarta: Putra Nugraha.
Mundzirin,Yusuf. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Pustaka.
Karim, Abduh. 2011. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara.








[1] Samsul munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,cet 2(Jakarta:Amzah,2010),hlm.301
[2]Achmad Rasyid Ridha, Sejarah Kebudayaan Islam Smp/Mts semester1(Surakarta:Putra Nugraha,2009), hlm. 4
[3] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia Cet1 (Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2006), hlm. 33
[4] Samsul Munir Amin, Op cit, hlm. 306-308
[5] Samsul Munir Amin, Op cit, hlm. 313
[6] Samsul Munir Amin, Op cit. 316-319
[7] Samsul Munir Amin, Op cit. 325-330
[8] Samsul Munir Amin, Op cit, hlm. 309
[9] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam CetIII, (Yogyakarta: Bagaskara, 2011), hlm. 331

Tidak ada komentar:

Posting Komentar