Laman

new post

zzz

Rabu, 05 November 2014

SPI - G - 10 : PERADABAN ISLAM DI INDONESIA DAN ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA



PERADABAN ISLAM DI INDONESIA DAN ORGANISASI-ORGANISASI
ISLAM DI INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I


Disusun oleh:
Umi fatkhurrohmah  (2021113211)
Anik mufidah           (2021113212)
Hanifatunnisa           (2021113216)


Kelas PAI G 


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 PEKALONGAN
2014



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
   Islam bukan hanya sekedar agama atau keyakinan, tetapi merupakan asas dari sebuah peradaban. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam kurun waktu 23, Nabi Muhammad SAW mampu membangun peradaban Islam di jazirah Arabia yang berdasarkan pada prinsip-prinsip persamaan dan keadilan. Dalam waktu yang singkat, pengaruh peradaban Islam tersebut segera menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk ke wilayah Indonesia.
Ada berbagai macam teori yang menyatakan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Beberapa teori tersebut ada yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7, abad ke-11, dan sebagainya. Dari teori tersebut, proses sentuhan awal masyarakat Indonesia dengan Islam terjadi pada abad ke-7 melalui proses perdagangan , kemudian pada abad selanjutnya Islam mulai tumbuh dan berkembang. Selanjutnya melahirkan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Seperti kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, maupun di NTB.  
Semua kerajaan tersebut memiliki andil dalam mengembangkan khazanah peradaban Islam di Indonesia, khususnya peradaban Islam di wilayah kekuasaan kerajaan tersebut. Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih spesifik dari uraian tersebut yaitu mengenai proses masuknya islam di Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN
A. KEDATANGAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA
            Sejak abad ke-16 di perairan Nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaran, menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu mampu berlayar dengan menggunakan kapal sampai di perairan Indonesia.
            Orang-orang Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Kedatangan mereka ke Indonesia, disebabkan beberapa faktor yaitu dorongan ekonomi, mereka ingin membeli rempah-rempah di Maluku dengan harga rendah dan menjualnya di Eropa dengan harga tinggi. Faktor lainnya yaitu hasrat untuk menyebarkan agama Kristen dan melawan orang Islam.
Perang agama dan perang ekonomi menjadi satu karena kaum muslimin di Timur Tengah menghalang-halangi masuknya rempah-rempah dari Indonesia ke negara-negara yang dianggap musuhnya. Pihak Kristen dengan dipelopori oleh Portugis berusaha mematahkan halangan itu dengan mencari rute pelayaran ke Asia dan di sana langsung mengadakan konfrontasi terhadap musuh mereka, para pdagang Islam.
Faktor lainnya yaitu hasrat berpetualang yang timbul karena sikap hidup yang dinamis. Pelaut-pelaut Portugis itu ingin melihat dunia di luar tanah airnya.
            Dengan faktor-faktor dorongan tersebut itulah, orang Portugis berlayar menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan dan melingkari Tanjung Harapan (Cope Town), dan menuju ke India. Di sana mereka mendirikan pangkalan, dari sana mereka meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.
Pimpinan orang Portugis, yaitu Alfonso de Albuquerque. Pada abad ke-16, perairan Indonesia kedatangan orang Eropa lainnya, yaitu orang Belanda, Inggris, Denmark, dan Prancis. Pelaut Inggris mengikuti jejak Belanda. Maksud kedatangan orang Belanda dan Inggris ke tanah air Indonesia tidak berbeda dengan orang Portugis dan Spanyol, yakni ingin memperoleh rempah-rempah dengan murah.
Setelah Kompeni dikepalai oleh Gubernur Jendral J.P. Coen, maka tujuan mereka makin jelas, yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia, secara sendirian atau monopoli. Dalam upaya melaksanakan monopoli, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Praktk sedemikian itu sudah tentu merugikan kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga di mana-mana mulai timbul perlawanan terhadap kompeni.
Sekitar tahun 1618-1619, Belanda menyerang Pangeran Wijakrama dan dapat merebut Jayakarta, diatas runtuhan kota tersebut dibangun sebuah kota baru yang diberi nama batavia.
B. KEBERADAAN KERAJAAN-KERJAAN ISLAM DI INDONESIA KETIKA BELANDA DATANG
            Pada bulan april 1595 berlayarlah empat buah kapal Belanda menuju kepulauan Melayu dibawah pimpinan Cornelis de Houtman. Kapal itu kecil belum sebesar kapal milik Portugis. Tujuan utama perjalan itu adalah ke Jawa Barat, karena disana tidak ada pengaruh Portugis. Pada bulan Juni 1596, setelah berlayar lebih dari satu tahun, keempat kapal ekspedisi yang dipimpin Cornelis de Houtman tersebut, sampailah di pelabuhan Banten. Tujuan mereka adalah hendak mencari rempah-rempah dan berdagang, namun melihat kenyataan bangsa Indonesia yang berlimpah ruah, mereka akhirnya bertujuan untuk menjajah Indonesia.
            Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam d kerajaan-kerjaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung.
            Di Sumatra, setelah Malaka telah jatuh ke tangan Portugis, percaturan politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis dan Johor yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka Islam. Pada abad ke-16, tampaknya aceh menjadi lebih yang dominan, terutama karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antar kepulauan Nusantara. Kemenangan Aceh atas Johor, membuat kerajaan terakhir ini pada tahun 1564 menjadi daerah vassal dari Aceh.
Ketika itu Aceh memang sedang berada pada masa kejayaannya, di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sultan ini masih mampu memepertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi, setelah ia meninggal dunia, 15 februari 1641, Aceh secara berturut-berturut dipimpin oleh tiga orang wanita selama 50 tahun. Pada masa itulah Aceh mulai mengalami kemunduran.
            Di Jawa, pusat kerajaan Islam sudah pindah dari pesisir kepedalaman, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan Islam di Jawa.
            Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah berada di bawah kekuasaan Mataram, yang ketika itu di bawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa pemerinahan Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Meskipun ekspansi Mataram telah menghancurkan kota-kota pesisir dan mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil utama dan pengekspor beras, posisi Mataram dalam jaringan perdagangan di Nusantara masih berpengaruh.
            Banten di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting antara lain karena perdagangan ladanya dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu, Banten juga menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan Palembang. Produksi ladanya sendiri sebenarnya kurang berarti. Merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makassar sebagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran dagang di Indonesia bergeser.
Di Sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis yaitu tempat persinggahan ke Maluku, Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan Indonesia bagiab Barat. Akan tetapi, ada faktor-faktor historis lain yang mempercepat perkembangan itu. Pertama, pendudukan Malaka oleh Portugis mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang Melayu. Kedua, arus migrasi Melayu bertambah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus menerus ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan di semenanjung Melayu. Ketiga, blokade Belanda terhadap Malaka dihindari oleh pedagang- pedagang, baik Indonesia maupun India, Asia barat dan Asia timur. Keempat, merosotnya pelabuhan Jawa Timur mengakibatkan fungsinya diambil oleh pelabuhan Makassar. Kelima, usaha Belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makassar mempunyai kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku. Itu semua membuat pasar berbagai macam barang berkembang disana.
Sementara itu Maluku, Banda, Seram dan Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran. Pedagang Barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan Tidore dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari Portugis dan Spanyol, namun ia mendapat ancaman  dari Belanda yang datang kesana.
C. MAKSUD DAN TUJUAN KEDATANGAN BELANDA
Tujuan Belanda masuk ke Indonesia, pertama-tama adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal  dagangnya yang pertama ke Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat kapal, dibawah pimpinan Cornelis de Houtman. Menyusul kemudian angkatan kedua tahun 1598 di bawah pimpinan Van Nede, Van Heemskerck, dan Van Warwijck. Selain dari Amsterdam juga dating beberapa kapal dari Belanda.  Angkatan ketiga berangkat tahun 1599 dibawah pimpinan Van der Hagen, dan angkatan keempat tahun 1600 dibawah pimpinan Van Neck.
Melihat hasil yang diperoleh Perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain berdiri yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. Pada bulan maret 1602 perseroan-perseroan itu bergabung dan di pisahkan oleh Staten-General Republik dengan satu piagam yang member hak khusus kepada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang, berlayar, dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung Harapan dan Kepulauan Solomon, termasuk kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Melihat isis piagam tersebut, jelas bahwa VOC dismping berdagang dan berlayar, juga diberi hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya. Sangat boleh jadi, hak politik itu diberikan karena hal yang sama juga berlaku bagi Negara-negara Eropa lainnya, seperti portugis yang dating ke kepulauan Indonesia hamper seabad sebelum Belanda. Sebelum itu Belanda sudah berhasil mendirikan faktotai di Aceh (1601), pathani (1601), dan Gresik (1602).
            VOC yang berpusat di Amsterdam itu merumuskan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Kompeni belanda itu boleh membuat atau mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Hindia Timur atas nama Kerajaan belanda.
2.      Kompeni Belanda boleh membangun kota, benteng dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang dipandang perlu.
3.      Kompeni Belanda boleh mengadakan serdadu sendiri, gubernur dan pegawai-pegawai sendiri, sehingga menjadi serupa pemerintahan.
Dalam pelayaran pertama, VOC sudah mencapai Banten dan selat Bali. Pada pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan ketiga, mereka sudah terlibat perang melawan portugis di Ambon, tetapi gagal, yang memaksa mereka untuk mendirikan benteng tersendiri. Dalam angkatan keempat, mereka berhasil membuka perdagangan dengan Banten, Ternate, tetapi mereka gagal merebut benteng Portugis di Tidore.
      Dalam usaha mengembangkan perdagangannya, VOC Nampak ingin melakukan monopoli. Karena itu aktivitasnya yang ingin menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawanan pedagang-pedagang pribumi yang merasa kepentingannya terancam. System monopoli itu bertentanagn dengan system tradisional yang dianut masyarakat. Sikap belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan makin memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut. Namun secara politis VOC dapat menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dalam waktu yang cepat.
Pada tahun 1798, VOC dibubarkan dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Dengan bubarnya VOC pada pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia pindah ke tanagan Belanda. Pemerintahan Belanda ini berlangsung sampai tahun 1942. Pemerintahan Hindia Belanda tidak mengadakan perubahan yang berarti. Bahkan pada tahun 1816, Belanda justru memanfaatkan daerah jajahan untuk member keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negeri induk, guna menanggulangimasalah ekonomi Belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat perang.
D. STRATEGI POLITIK BELANDA
            VOC sejak semula memang diberi izin oleh pemerintahan Belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia. Oleh karena itu VOC dibantu oleh kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan memiliki wilayah, mengadakan perjanjian politik, dan sebagainya. Dengan perlengkapan yang lebih maju, Voc melakukan politik ekspansi dan monopoli dalam sejarah colonial di Indonesia.
            Raja Matarm (jawa) Sultan Agung sejak semula sudah melihat bahwa Belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan 1629, Matram dua kali melakukan  serangan ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram adalah karena Amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo, adipati Madura, dan pemberontakan Kajoaran. Pada masa Amangkurat III Mataram mengalami krisis, sementara Belanda telah menggerogoti wilayah dan kekuasaannya.
            Sejak awal Belanda melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat, kedudukan Malaka, Johor, dan Banten adalah sangat penting. Mereka berpendapat, pelabuhan-pelabuhan itu harus dikuasai. Akhirnya mereka memilih Jakarta, daerah yang paling lemah, sebagai basis kegiatannya.
            Sebagai tetangga terdekat dari basis VOC di Batavia (Jakarta), banten segera mengalami kemunduran disebabakan oleh politik monopoli VOC. Hubungan dagang antara Banten dan Malaka sebelumnya sangat baik. Rempah-rempah dan lada diperoleh Portugis dari Banten dan Portugis menjual bahan pakaian di Bnaten. Namun ketika Ambon dan Banda diblokade Belanda, perdagangan rempah-rempah di Banten menyusut drastic karena perdagangan beralih ke Makassar.
Hubungan Banten dengan Belanda menjadi meruncing, ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta tahun 1651. Sultan Ageng Tirtayasa sangat memusuhi Belanada karena Belanda dipandang menghalangi usaha Banten memajukan dunia perdagangan. Sultan Haji anak dari Sultan Ageng Tirtayasa yang diangkat sebagai kerajaan muda tidak menyenangi sikap politik ayahnya yang memusuhi Belanda. Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng Tirtayasa menyerang Surosawan, istana sultan Haji, yang ketika itu sudah menjadi pimpinan kerajaan Banten. Serangan ini dapat dipatahkan berkat bantuan Belanda, tetapi dengan demikian , Banten praktis berada dibawah kekuasaan Belanda.
            Di Silawesi, Gowa –Tallo melakukan ekspedisi ke daerah-daerah sekitar, terutama dalam rangka menghadapi ekspansi Belanda yang mulai besar disana. Menurut Belanda kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) menjadi rintangan baginya dalam menerapkan monopoli. Sementara itu, sebagai dua kerajaan yang selalu bersaing, Gowa-Tallo dan Bone terus terlibat konflik. Ketika terjadi pertentangan mengenai monopoli antara Gowa-Tallo dan VOC, sultan Gowa, Sultan Hasanuddin mengambil langkah mengadakan pengawasan ketat terhadap Bone dan mengarahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar. Kemudian pada tahun berikutnya peperangan antara Makassar di satu pihak VOC dan Bugis di pihak lain berkobar lagi. Makassar kembali dilanda kekalahan. Bahkan istananya mendapat seranagn pada tahun 1669. Sultan Hasanuddin turun dari tahta dan diganti oleh putra I Mappasomba, Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini membuatnya berada dibawah kekuasaan Bone.
            Penetrasi politik Belanda juga terjadi di Kerajaan Banjarmasin. Belanda dating pertama kali ke kerajaan ini pada awal abad ke-11 M.  Mereka dengan susah payah mendapatka izin untuk berdagang. Karena dipandang merugikan pedagang Banjar sendiri, pada akhirnya Belanda diusir  dari sana. Posisi mereka kemudian diisi para pedagang asal inggris, namun pada akhirnya mereka pun juga diusir dengan alas an yang sama. Kemudian pada abad ke-18 pedagang Belanda dating lagi ke Banjarmasin. Mereka mendekati sultan Tahliliyah dan pada tahun 1734 mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan tersebit. Pada mulanya mereka masih tergantung pada kebijakan sultan. Kesempatan untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara pangeran Amir dan pangeran Nata. Pangeran Amir yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan tahta kerajaan dengan pangeran  Nata yang mendapat bantuan Belanda . setelah pangeran ini mendapat bantuan tersebut, paneeran Amir akhirnya dapat ditangkap dan dibuang ke Ceylon. Sejak kemenangan pangeran Nata terhadap pangeran Amir , sedikit demi sedikit kekuasaan Belanda semakin besar dan kokoh. Setiap kali perjanjian yang diadakan Belanda dan Sultan, kekuasaan sultan semakin bertambah. Hal ini berlangsung terus dan hanya diselingi  oleh Inggris antara tahun 1816-1817 M. seluruh kesultanan Banjarmasin kecuali  daerah Hulu sungai, Martapura, dan Banjarmasin sudah masuk ke wilayah Belanda.
            Di Sumatra, kecuali Aceh, kerajaan-kerajaan islam dengan cepat jatuh ketangan Belanda. Setelah Malak dikuasai Portugis, Jambi menjadi pelabuhan penting, sebagaimana halnya Aceh. Karena Aceh melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain, terbentuklah aliansi antara Jambi, Johor, Palembang, dan Banten. Setelah Malaka jatuh ke Belanda tahun 1641, terbentuk aliansi baru antara Jambi, Palembang, dan Makassar. Akan tetapi Alainsi tersebut menjadi berantakan karena satu per satu para anggotanya terpaksa menandatangani kontrak dengan VOC. Johor sudah menandatangani pada tahun 1606, Palembang tahun 1641, dan Jambi pada tahun 1643.
            Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas muslim. Agama islam secara terus menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintahan kafir. Perlawanan dari raja-raja islam terhadap pemerintahan colonial seakan tidak pernah henti. Ketika perlawanan disuatu tempat telah padam, akan muncul perlawanan di tempat lain. Belanda menyadari bahwa perlawanan tersebut diinspirasi oleh ajaran islam.
            Oleh karena itu agama islam dipelajari secara ilmiah di negeri Belanda. Seiring dengan itu, di Belanda juga diselenggarakan indologie, ilmu untuk mengenal lebih jauh seluk-beluk penduduk Indonesia. Upaya tersebut dimaksudkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia. Hasil dari pengkajian itu, lahirlah apa yang dikenal dengan “politik islam”.
            Oleh karena itu, untuk membendung pengaruh islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus ditarik ke arah westernisasi. Dalam pandangan Snouck Hurgronje, Indonesia harus melangkah kea rah dunia modern sehingga secara perlahan Indonesia menjadi bagian dari dunia modern. Para lulusan sekolah ini diharapakan dapat menjadi patner dalam kehidupan social dan budaya. Snouck Hurgronje memang mendambakan kesatuan Indonesia dan Belanda dalam suatu ikatan pax-Neerlandica. Oleh karena itu dalam lembaga pendidikan Belanda tersebut bangsa Indonesia harus dituntun untuk bisa bersosiasi dengan kebudayaan belanda. Menurtnya pendidikan barat adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh islam di Indonesia.

E. PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP IMPERIALISME BELANDA
Penjajahan Belanda terhadap Bangsa Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan Bangsa Indonesia pada umumnya. Perlawanan terhadap penjajahan selalu berkobar dari Bangsa Indonesia dalam setiap waktu. Pada abad ke-17 perlawanan terhadap pnjajahan antara lain dilakukan oleh:
1.      Sultan Agung Mataram
2.      Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Aceh
3.      Sultan Hasanudin Makasar
4.      Sultan Ageng Tirtayasa
5.      Raja Iskandar Minangkabau
6.      Trunojoyo Madura
7.      Karaeng Galesong dari Makasar
8.      Untung Suropati, Adipati Aria Jayanegara, dan lain-lain.
Disamping itu perlawanan-perlawanan rakyat terhadap penjajahan juga berlangsung terus menerus saling berkesinambungan di satu wilayah dan wilayah lainnya. Perlawan-perlawanan itu antara lain sebagai berikut:
1. Perang Padri di Minangkabau
Perang Padri terjadi di Minangkabau Sumatera Barat antara tahun 1821-1837. Perang ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol dan dibantu Ulama yang lain. Pada mulanya gerakan yang dikenal dengan nama Pederi ini dilakukan melalui ceramah di Surau dan Masjid. Konflik terbuka dengan penantang baru terjadi ketika golongan adat mengadakan pesta menyabung ayam dikampung Batabuh. Pesta maksiat itu diperangi oleh golongan Paderi, sejak itulah perang antara kaum Paderi mlawan kaum Adat mulai berlangsung.
2. Perang Diponegoro di Jawa
Perang ini disebut juga dengan perang Jawa. Perang Diponegoro berlangsung hampir diseluruh jawa antara tahun 1825-1830. Perang ini merupakan perang erbesar yang dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa.
Pangeran Diponegoro adalah putra tertua Hamengkubuwono III yang dijanjikan ayahnya untuk menduduki tahta kerjaan sepeninggalnya, tetapi Ia menolak. Setelam Hamengkubowo III meninggal tahun 1814 yang naik tahta adalah adek Pangeran Diponegoro, Jarot, yang bergelar Hamengkubowon IV, seorang Sultan yang bergaya hidup serba mewah dan suka kepada berbagaihal baru di Keraton.
Peristiwa yang memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk membuat jalan yang menerobos panah milik pangeran Diponegoro dan harus membongkar makam keramat.
3. Perang Aceh
Perang Aceh berlangsung selam 31 tahun, antara tahun 1873-1904. Mengingat perang ini melibatkan seluruh rakyat Aceh, semangat perjuangan rakyat Aceh diperkuat oleh penghayatan keagamaan. Perang melawan belanda adalah oerng Sabil sehingga rakyat bersedia bertempur ssmpai titik darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh juga dikarenakan perangan para Uleebalang (Hulubalang) dan Ulama. Kewibawaan mereka disambut loyalitas yang tinggi dari rakyat.
4. Perang Banjar di Kalimantan
Perang Banjar berlangsung antara tahun 1854-1864, berawal adri ketidak senangan rakyat Banjar terhadap tindakan campur tangan pemerintah kolonial dalam urusan interen kerajaan. Ketidak senangan itu memuncak saat pemerintah mengakui pangeran Tanjidillah sebagai Sultan Banjar. Seltan baru itu idak disenangi rakyat. Timbullah pemerintahan yang dimotori oleh pangeran Prabu Anom dan pangeran Hidayat. Meskipun kemudian pangeran Prabu Anom dapat di tangkap, perlawanan berlanjut terus di seluruh Banjar.
5. Pemberontakan Rakyat di Cilegon Banten
Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1888, dipimpin oleh KH. Wasit bernama H. Ismail, dan para ulama lain, menyusun perlwanan terhadap penjajah. Kemurkaan rakya Cilegon karena kelaparan, kematian ternak yang ditembaki Belanda dengan semena-mena, dan kebencian yang telah berkumpul karena melihat keangkuhan pegawai pemerinta belanda, pengekangan penjajahan terhadap pengamalan ajaran Islam serta, berbagai sebab lain menjadi pemicu perlawanan rakyat  Cilegon terhadap Belanda. Para pemimpin pemberontakan rakyat terhadap Belanda di Celigon sebagian besar adalah murid-murid yang pernah belajar kepada Syekh Nawawi Al-Bantani seorang ulama besar di Arab yang berasal dari Banten.
6. Perang Makasar
Raja ke 12 adalah Daeng Mattawang yang bergelar sultan Hasanudin. Perang makasar bermula akibat sikap Belanda yang mau menguasai perdagangan rempah-rempah dimaluku. Belanda tidak senang rakyat makasar berdagang rempah-rempah di Maluku, karena kegiatan ini merugikan perdagangan Belanda. Oleh karena itu untuk melaksanakan keinginan tersebut, belanda mau menaklukan kerajaan Gowa dan kerajaan Bone di sulawesi selatan. Langkah pertama VOC menduduki Buton yang merupakan daerah kekuasaan Gowa.
Perang pertama kali terjadi pada bulan april 1655, dalam hal ini angkatan laut Gowa menyerang belanda di pulau Buton di bawah pimpinan Sultan Hasanudin dan berhasil memukul mundur Belanda.
7. Perang Jambi (1858-1907)
Perang  Jambi terjadi di jambi antara belanda dengan pihak kesultanan jambi. Awalnya hubungan kesultanan jambi dengan belanda di mulai sejak Sultan Abdul Kohar (1615-1643 M). Sultan ini mengixinkan belanda membuka perwakilan dagangnya di Jambi.
E. PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1. System Birokrasi Keagamaan
            Penyebaran islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas islam bermula di berbagai pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan islam yang pertama berdiri juga di daerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan Samudra pasai, aceh, demak, banten dan Cirebon, ternate, dan tidore.
            Ibu kota kerajaan selain merupakan pusat politik dan perdagangan, juga merupakan tempat berkumpul para ulama dan mubaligh islam. Ibnu Batutah menceritakan, sultan kerajaan samudra pasai sultan Al-Malik Az-Zahir, dikelilingi oleh ulama dan mubaligh islam, dan raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja-raja Aceh mengangkat para ulama menjadi penasehat dan pejabat di bidang keagamaan. Sultan iskandar muda (1607-1636 M) mengangkat syaikh Syamsuddin As-sumatrani menjadi mufti (qadhi malikul adil) kerajaan Aceh, sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) mengangkat syaikh Nuruddin Ar-Raniri menjadi mufti kerajaan, dan sultanah Syafiatuddin Syah mengangkat Syaikh Abdur Rauf  Singkel.
            Keberadaan ulama sebagai penasihat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat di kerajaan-karajaan islam lainnya. Di Demak, penasehat Raden Fatah, raja pertama Demak adalah para wali, pertama sunan Ampel dan sunan Kalijaga. Bahkan disamping  berperan sebagai guru agama dan mubalig, sunan Gunungjati ( Syarif Hidayatullah) juga langsung berperan sebagai kepala pemerintahan. Di Ternate, sultan dibantu oleh sebuah badan penasehat atau lembaga adat.
            Adapun disamping sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk dalam jabatan-jabatan keagamaan yang memiliki tingkat dan istilah berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lainnya. Meskipun dengan istilah berbeda, tetapi  penerapan hukum islam di satu kerajaan lebih jelas dibandingkan dengan kerajaan lain. Kedudukan kerajaan ulama yang terkuat adalah di Aceh dan di Banten.
            Di kesultanan Cirebon, Sultan Chaeruddin I mengangkat kyai Muqayyim pendiri pesantren Buntet, sebagai mufti di kesultanan Cirebon. Selanjutnya kyai Anwaruddin yang dikenal dengan kyai Kriani juga dari pesantren Buntet, pernah menjadi mufti di kesultanan Cirebon. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan keagamaan di kesultanan merujuk kepada tatanan system keagamaan yang berlaku di kitab-kitab fiqh salaf (kitab kuning) sebagaimana dikaji di pesantren.
            Birokrasi keagamaan juga berlangsung di beberapa kerajaan islam seperti di kesesultanan Demak di Jawa. Semasa menjadi raja Sultan Fatah diangkat oleh para walisongo sebagai raja Demak dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman panembahan Palembang Sayyiddin Panatagama. Demikian pula yang berlaku di kerajaan Mataram islam, sultan Agung bergelar Sultan Agung Hanyakrakusumo sayyidin Panata Agama Khalifatullah ing Tanah Jawi. Sultan Agung bahkan memberlakukan kebijakan perpaduan tahun Jawa saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah. Hal ini menunjukkan perpaduan akulturasi budaya setempat (Jawa) dengan tradisi hokum islam yang di tuangkan dalam system birokrasi keagamaan. Demikian pula yang berlaku di beberapa kerajaan lain di Indonesia pada umumnya.
2. Peran Ulama dan Kaya-karyanya
            Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak di pundak para ulama. Paling tidak ada dua cara yang dilakukan, pertama, membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan dalam lembaga-lembaga pendidikan islam yang dikenal dengan pesantren di Jawa, dayah di Aceh, dan surau di Minangkabau. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh.
            Para tokoh-tokoh ulama pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, seorang tokoh sufi terkemuka yang berasal dari fansur, Sumatra Utara. Karyanya yang terkenal berjudul  Asarul Arifin fi Bayan ila Suluk wa At-Tauhid,suatu uraian singkat tentang sifat-sifat dan inti ilmu kalam menurut teologi ilmu islam. Syamsudin As-Sumatrani adalah murid Hamzah Fansuri mengarang buku yang berjudul Mir’atul Mu’minin (cermin orang beriman). Ulama Aceh lainnya yang banyak menulis buku adalah Nuruddin Ar-Raniri, karyanya yang sudah diketahui dengan pasti berjumlah 29 buah, diantaranya Ash-shirath Al-mustaqim (tentang hokum), Bustan Ash-salathin (tentang sejarah dan tuntutan bagi para penguasa dan raja), Asrar Al-Insan fi Ma’rifati Al-Adyan(perdebatan dengan kaum wujudiyah), dan Al-Lama’ah fi Takfir man Qala bi khalq Alqur’an(bantahan terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa Alqur’an makhluk). Penulis lainnya yang juga berasal dari kerajaan Aceh adalah Abdurrauf Singkel yang mendalami ilmu pengetahuan islam di Mekah dan Madinah.
Disamping itu mereka yang disebutkan diatas, masih banyak para ulama lain yang sangat berjasa dalam pengembangan agama islam di Indonesia melalui karya-karyanya.
3. Corak Bangunan Arsitek
Oleh karenanya perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan islam berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan islam di Indonesia antara lain, masjid kuno Demak, masjid Agung Ciptarasa Kesepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, masjid Ampel di Surabaya dan daerah-daerah lainnya. Beberapa bangunan arsitektur islam di Indonesia,memiliki ciri khas tersendiri dengan mengadaptasi budaya sebelumnya.
4.  Lembaga Pendidikan Islam
            Lembaga-lembaga pendidikan islam di Indonesia sudah berkembang dalam beberapa bentuk sejak zaman penjajahan belanda. Salah satu bentuk pendidikan islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang terbesar di berbagai pelosok. Lembaga pesantren dipimpin oleh seorang ulama atau kyai.[1]
F. ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA
1. Jami’at khair
            Jami’at khair didirikan pada tanggal 17 juli 1905 di Jakarta. Keanggotan organisasi ini mayoritas orang Arab dengan tidak menutup kemungkinan kepada orang-orang Islam Indonesia lainnya untuk bergabung ke organisasi ini, tanpa ada diskriminasi di dalamnya. Umumnya orang-orang yang bergabung dalam organisasi ini terdiri dari orang-orang yang berada, sehingga memungkinkan penggunaan waktu mereka untuk mengembangkan organisasi tanpa mengorbankan usaha ekonomi mereka. Usaha dari organisasi ini dipusatkan pada pendidikan, dakwah dan penerbitan surat kabar.[2]
2. Syarikat Islam(SI)
            Syarikat Islam (SI), mula-mula awalnya adalah serikat dagang islam (SDI) yang didirikan oleh KH. Samanhudi pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan bahwa SDI mula-mula didirikan pada tahun 1911 M. kemudian pada tahun 1912 M, SDI berubah menjadi SI yang di prakarsai oleh HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H. Agus Salim dan lain-lain. Awalnya SI merupakan organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, tetapi kemudian  menjadi gerakan politik.[3]
3. Muhammadiyah
            Salah sebuah organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum perang dunia II dan mungkon juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organaisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 desember 1912 bertepatan dalam tanggsl 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan.[4]
4.Nahdlatul Ulama(NU)
            Nahdlatul Ulama artinya kebangkitan ulama, adalah organisasi masa islam yang didirikan oleh para ulama pesantren di bawah pimpinan KH.Hasyim Asy’ari, di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Diantara para tokoh ulama yang ikut mendirikan NU adalah KH.Hasyim Asy’ari, KH.Wahab Hasbullah, KH.BIsri Syamsuri, KH.Ma’sum Lasem, dan beberapa kyai lainnya. Lapangan usaha NU meliputi bidang-bidang pendidikan, dakwah,dan social.
5. Jam’iyatul Washilah
            Jam’iyatul Washilah adalah suatu organisasi islam yang diresmikan pendiriannya pada tanggal 30 November 1930 M didirikan di Medan yang dipelopori oleh para ulama terkemuka di Medan. Para ulama yang ikut mendirikan jam’iyatul washilah yaitu diantaranya: Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis, Adnan Nur, H.Syamsudin, H.Yusuf Ahmad Lubis,H.A.Malik, dan A.Aziz Efendi
6. Al-Irsyad Al- Islamiyah
            Al-Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh orang-prang keturunan Arab, dibawah pimpinan syaikh Ahmad Syurkati, seorang ulama asal sundan.
7. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
            PERTI didirikan pada 20 mei1930 di Bukittinggi Sumatra Baratoleh sejumlah para ulamaterkemuka di Minangkabau, di bawah pimpinan syaikh Sulaiman Ar-Rasuli.
8. Persatuan Umat Islam (PUI)
            PUI didirikan oleh KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh pondok pesantren di Majalengka Jawa Barat pada tahun1911 M. dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa Barat.
9. Mathlaul Anwar (MA)
            MA adalah organisasi Islam yang didirikan di Menes Banten, pada 9 Agustus 1916. Didirikan oleh para tokoh Islam di daerah Banten yang dimotori oleh KH.Mas Abdrrahman. Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan keluarga dan masyarakat Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan,cakap dan terampil serta berkepribadian Indonesia.
10. Persatuan Islam (PERSIS)
            PERSIS adalah organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama yang beraliran pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama pendiri persis yaitu KH.Zamzam, dan A.Hasan.
11. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Dewan Dakwah)
             Dewan Dakwah Islam Indonesia didirikan oleh M.Natsir dan beberapa tokoh Islam berhaluan pembaharudi Jakarta. Dewan Dakwah  Islamiyah Indonesia merupakan organisasi dakwah yang  banyak berjasa dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui dakwah-dakwah pengajian, buku ataupun majalah.
12. Majlis Dakwah Islamiyah (MDI)
MDI didirikan oleh para tokoh Islam yang tergabung dalam golongan karya pada masa pemerintahan orde baru di bawah pemerintahan soeharto.
13. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
            MUI didirikan pada 26 juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan nasihat seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan pemerintahan dalam menjalankan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari beberapa tokoh Islam dari berbagai organisasi yang ada.



14. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
            ICMI adalah organisasi para cendekiawan muslim di Indonesia yang didirikan oleh para cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara lain: Prof .DR.Ing.BJ.Habibi yang waktu itu menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi pada pemerintahan era orde baru.[5]



           
           


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masuknya Islam di Indonesia, telah memberikan sebuah warna baru dalam peradabannya. Islam tidak hanya dianggap sebagai sebuah agama saja, akan tetapi lebih jauh daripada itu, telah mampu memasuki aspek-aspek kehidupan manusia, salah satunya dalam bidang politik dan budaya. Hal ini menyebabkan akulturasi antara peradaban dengan Islam, dan salah satu hasilnya adalah berupa kerajaan-kerajaan. Pada tahap selanjutnya, kerajaan-kerajaan inilah yang berperan penting dalam pembentukan budaya Islam. 














DAFTAR PUSTAKA
Hisbullah. 1999. Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munir Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Kresindo Media Cita.
Zuhairi, dkk. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Samsul Munir Amin,  Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 372-406
[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999). Hlm. 92
[3] Samsul Munir Amin, Op., Cit.,423
[4] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997). Hlm.17
[5] Samsul Munir Amin, Op., Cit., 425-428

Tidak ada komentar:

Posting Komentar