Laman

new post

zzz

Minggu, 15 Februari 2015

L-I-01: Nuzzul Huda Alfiana


"Rumah Tangga Penuh Kasih Sayang"

Mata Kuliah : Hadis Tarbawi II



Disusun Oleh :
Nuzzul Huda Alfiana
( 2021210154 )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2015




KATA PENGANTAR

     Segala puji bagi Allah Swt yang maha pengasih, lagi maha penyayang, sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Saw beserta keluarganya, sahabat dan pengikutnya.
Dengan mengucap Alhamdulillah, atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hadis Tarbawi II dengan judul Rumah Tangga Penuh Kasih Sayang.
Dalam pembuat makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mohon maaf dan sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.












BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Agama Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan pendidikan. Salah satunya adalah pendidikan dalam keluarga. Dalam beberapa haditsnya, Rasulullah Saw mengajarkan pada umatnya bagaimana cara menjaga keutuhan keluarga.
Banyak hadits-hadits Rasulullah yang membicarakan tentang pendidikan keluarga. Antara lain yang mengajarkan bagaimana aturan-aturan dalam berumah tangga, seperti bagaimana cara memperlakukan suami atau istri, bagaimana cara menjalin hubungan yang penuh dengan kasih sayang terhadap suami istri, dll. Disamping itu juga ada hadits yang mengajarkan cara kita untuk bisa menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan waramah.
Di era modern ini banyak timbul permasalahan – permasalahan yang berhubungan dengan rumah tangga, hal ini terjadi karena beberapa faktor dia antaranya : komunikasi yang kurang, adanya kesenjangan antar suami istri, kurangnya waktu bersama, bahkan akibat adanya orang ketiga dalam rumah tangga. Dengan timbulnya masalah – masalah seperti yang disebutkan diatas tidak memungkinkan bagi suami atau istri akan timbul suatu hubungan yang tidak sehat, atau dapat dikatakan hubungan keduanya tidak akan harmonis dan dalam hal ini tentunya akan sering terjadi percecokan, pertengkaran antar suami dan istri. Apabila hal ini terus terjadi dan tidak segera di selesaikan maka akan berakibat fatal bagi keutuhan keluarganya dan bisa terjadi perceraian. Tentunya hal ini tidak di inginkan oleh setiap pasangan suami istri, tentunya mereka menginginkan rumah tangganya bisa bahagia dan dipenuhi dengan kasih sayang.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah pembahasan hadis tentang pendidikan rumah tangga yang berjudul “Rumah Tangga Penuh Kasih Sayang” Dalam makalah ini akan di bahas tentang hadits yang mengajarkan aturan-aturan dalam Berkeluarga Berikut pembahasannya.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori
1.      Pengertian dan Teori Pendukung
Pernikahan adalah suatu ikatan perjanjian antara dua insan laki-lakai dan perempuan dengan syarat-syarat seperti adanya ijab Qabul, dua saksi, mahar dan wal nikah. Dan dari sinilah awal mula terbentuknya hidup berumah tangga atau berkeluarga selain sebagai bentuk perintah Agama dan sunnah Rosul.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.[1] Keluarga inti atau disebut juga dengan keluarga batih ialah yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga inti merupakan bagian dari lembaga sosial yang ada pada masyarakat. Bagi masyarakat primitif yang mata pencahariaannya adalah berburu dan bertani, keluarga sudah merupakan struktur yang cukup memadai untuk menangani produksi dan konsumsi. Keluarga merupakan lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan lembaga-lembaga itu penting. .[2]
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif psikologis dan sosiologis. Secara Psikologis keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan pengertian secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling melengkapi satu dengan yang lainnya. [3]

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:
Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Fungsi yang dijalankan keluarga adalah:
Ø  Fungsi Pendidikan
Ø  Fungsi Sosialisasi
Ø  Fungsi Perlindungan
Ø  Fungsi Perasaan
Ø  Fungsi Agama
Ø  Fungsi Ekonomi
Ø  Fungsi Rekreatif
Ø  Fungsi Biologis [4]









2.      Materi Hadis
a.      Hadis Tentang Rumah Tangga Penuh Kasih Sayang
- قَالَ أَبُو عَبْدِاللهِ الْجَدَلِي قُلْتُ لِعَائِشَةَ كَيْفَ كَانَ خُلُقُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فى أَهْلِهِ قَالَتْ :{كَانَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا سَخَابًا بِالْأَسْوَاقِ وَلَا يُجْزِئُ بِالسَّــيِّـــئَةِ مِثْلَهَا وَلَكِنْ عَفُوٌّو وَ يَصْفَحُ} (رواه أحمد فى المسند, باقى مسند الأنصارى)
b.      Terjemahan

"Abu Abdullah Al-Jadali r.a. berkata, Suatu hari aku bertanya kepada Aisyah r.a tentang akhlak Nabi Muhammad saw. Ia Menjawab. “Bagus-bagusnya manusia adalah nabi Muhammad saw Beliau Tidak pernah bersikap kasar dan tidak pernah berteriak dipasar dan tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan akan tetapi beliau selalu memaafkan dan tidak mengungkitnya." (HR. Imam Ahmad)

c.       Mufrodat
   Dari Abi Abdullah Al-Jadali
   قَالَ اَبُو عَبْدِ اللهِ الْجَدَلِيُّ

   Aku bertanya kepada Aisyah r.a
   قُلْتُ لِعَائِشَةَ

   Bagaimana
   كَيْفَ

   budi pekerti Rasulullah Saw
   كَانَ خُلُقُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

   dalam keluarganya
   فِى اَهْلِهِ

   lalu dia berkata
   قَالَتْ

   Orang yang baik
   كَانَ اَحْسَنَ النَّاسِ

   budi pekerti
   خُلُقًا

   dia tidak keji
   لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا

   tidak berteriak keras
   وَلاَ سَخَّابًا
   di pasar-pasar
   بِا ْلأَسْوَاقِ
   tidak membalas
   وَلاَ يُجْزِئُ
   dengan kejelekan
   بِالسَّيِّئَةِ
   sepertinya
   مِثْلَهَا
   Dia adalah orang yang memaafkan
   وَلَكِنْ يَعْفُوْ
   dan toleran
   وَيَصْفَحُ
   tidak berteriak keras
   وَلاَ سَخَّابًا
   di pasar-pasar
   بِا ْلأَسْوَاقِ
   tidak membalas
   وَلاَ يُجْزِئُ
   dengan kejelekan
   بِالسَّيِّئَةِ
   sepertinya
   مِثْلَهَا
   Dia adalah orang yang memaafkan
   وَلَكِنْ يَعْفُوْ
   dan toleran
   وَيَصْفَحُ

d.      Biografi
Nama aslinya adalah 'Abdun ibn 'Abdun. Ada pula yang mengatakan nama aslinya adalah 'Abdurahman ibn 'Abdun. Dalam kitab Al-Mizan, adz-Dzahabi berkata: "Ia Syi'ah ekstrim. Menurut al-Jauzjani, ia memiliki riwayat pilihan, dan Imam Ahmad memandang dia sebagai orang tsiqat.
kehidupan Abu 'Abdullah, nyatalah bahwa tak seorang pun ulama hadits yang menuduhnya sebagai pendusta. Karena itulah, Imam Ahmad memandang dia tsiqat. Demikian pula Ibn Mu'in, Ibn Hibban dan al-'Ajli. Sebagian ashabus-Sunan pun meriwayatkan haditsnya. [5]

e.       Aspek Tarbawi
Aspek-aspek kebaikan
Manusia diciptakan berpasang-pasang untuk saling menyayangi, saling menerima dan memberi antara satu dan lainya untuk memperoleh ketentraman jiwa dan membentuk keluarga yang dapat dibina dengan baik.
Pernikahan itu sendiri bertujuan untuk :
ü  Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.
ü  Pemeliharaan terhadap keturunan
ü  Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral
ü   Menjaga ketenteraman jiwa
ü  Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan
Lalu dengan adanya pernikahan maka akan menghasilkan berbagai manfaat, adapun manfaat pernikahan itu sendiri adalah sbb :
Ø  Menjalin keharmonisan hubungan cinta antar suami istri
Ø  Kebahagiaan kedua keluarga
Ø  Terbebas dari kesepian
Ø  Kesenangan seksual
Ø  Memiliki anak-anak, dll .[6]
Bisa becermin dari karakter Nabi Muhammad Saw dalam berperilaku , yaitu :
Ø  Tidak kasar dalam betutur katanya ( sopan santun )
Ø  Tidak keras hatinya
Ø  Bersikap lapang dada
Ø  Pemaaf
Ø  Tidak berteriak keras di pasar
Ø  Tidak membalas kejelakan dengan kejelakan. Dll

f.        Refleksi dalam kehidupan
Contoh kisah Keteladanan Rasulullah Dalam Membina Rumah Tangga. Di bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Rasulullah saw bersabda, “Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah.” (Lihat Shahih Jami Shaghir karya Al)
Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah saw dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil, Aisyah radhiyallahuanha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang. Bahkan beliau selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa, yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya.
Becermin dari kisah keteladanan Rasulullah saw dalam berumah tangga, maka kita bisa mewujudkannya dalam kehidupan berumah tangga kita, yaitu kita bisa membuat rumah tangga kita di penuhi dengan kasih sayang dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.  Lalu apa arti keluarga sakinah mawaddah warohmah itu ? lalu ciri – cirinya seperti apa ? berikut penjelasannya
Sakinah itu adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.[7]
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu seseorang pada lawan jenisnya).
Warahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai.
Ciri-ciri keluarga sakinah mawaddah wa rahmah itu antara lain:
Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima yaitu :
(a) memiliki kecenderungan kepada agama
(b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda,
(c) sederhana dalam belanja
(d) santun dalam bergaul dan
(e) selalu introspeksi.

Adapun tips menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah adalah sbb :
Ø  Memilih kriteria calon suami atau istri dengan tepat
Ø  Saling menghargai
Ø  Saling mengerti antara suami istri
Ø  Saling mempercayai
Ø  Suami istri harus menghindari pertikaian
Ø  Harus saling membutuhkan
Ø  Saumi istri harus menjaga aqidah
Ø  Saling menerima
Ø  Harus menjalankan kewajiban masing – masing
Ø  Harus menjaga makanan yang halal
























PENUTUP

A.     Kesimpulan
Akal dan nurani seorang setiap manusia dapat dilihat melalui perilaku yang biasa ia tampakkan dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang.
Akhlak dalam rumah tangga sepasang suami-istri selayaknya berbicara satu sama lain dengan penuh cinta, kasih sayang, dan semangat, serta kata-kata mereka seharusnya penuh dengan manifestasi pemahaman, kebijakan, kesadaran, dan keadilan. Sehingga, Apabila apa yang dikatakan bernuansa Iilahiah, apabila kebijakan yang dibuat adalah tepat, apabila apa yang dikatakan mudah dipahami dan bernuansa kelembutan, maka semua itu dapat memberkati kehidupan dengan cinta, kebahagiaan, kehangatan, dan kemantapan.
Hal ini lah yang bisa tercermin dari rumah tangga Rasulullah Saw yang dalam kesehariannya slalu di penuhi cinta kasih karena slalu di berkahi oleh Allah Swt. Dari sinilah kita bisa mengambil contoh dari rumah tangga Rasulullah Saw untuk bisa kita terapkan dalam berumah tangga dan berkeluarga kita agar kelak rumah tangga yang kita bangun bisa menjadi keluarga yang di penuhi kasih sayang.















DAFTAR PUSTAKA

1.      Paul B. Horton. 1987.Sosiologi. Jakarta:Erlangga.
2.      Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006
3.      Husayn Ansarian, Membangun Keluarga yang Dicintai Allah (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002)
4.      Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001
5.      Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004









[1] Jhonson, C.L. 1988. Ex Familia. New Brunswick: Rutger University Press.
2 Paul B. Horton. 1987.Sosiologi. Jakarta:Erlangga. Hal 266 Khairuddin Bashori,
3 Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006


[4] Richard R Clayton. 2003. The Family, Mariage and Social Change. hal. 58

[6] Husayn Ansarian, Membangun Keluarga yang Dicintai Allah (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), hlm. 220

[7] Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006


Tidak ada komentar:

Posting Komentar