TafsirTarbawi II
ANJURAN BERAMAL SHOLEH
"HIJRAH,
JIHAD DENGAN HARTA DAN JIWA RAGA"
Nita Setiana (2021114151)
Kelas
G
TARBIYAH/PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasnya dalam pembuatan makalah tentang “Hijrah Jihad dengan Harta dan Jiwa Raga” yang digunakan sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang disampaikan oleh dosen pengampu Ghufron Dimyati, M.S.I
Penulis
ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.Semoga makalah ini bisa membantu bagi siapa saja yang
membutuhkan sedikit pengetahuan tentang “Hijrah Jihad dengan Harta dan Jiwa
Raga”.
Namun
demikian, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Segala kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kedepannya.Terima kasih.
Pekalongan, 13 Maret 2016
Penulis
DaftarIsi
KATA PENGANTAR
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hijrah dan Jihad
B. Penafsiran Ayat
C. Munasabah
D. Aspek Tarbawi
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
PROFIL
BAB I
PENDAHULUAN
Hijrah yaitu berubah menjadi lebih
baik dengan meninggalkan segala yang bertentangan dengan kebenaran dan hak-hak
asasi manusia.Berpindah dari mengejar keuntungan pribadi menuju kepentingan
bersama.Dimana hukum tidak boleh membedakan antara kaya dan miskin atau antara
pembesar dan rakyat biasa. Dalam
Qs. At-Taubah ayat 20 ini dijelaskan bahwa seseorang yang berhijrah dan
berjihad dengan harta dan jiwa raga dijalan Allah dengan niat mendekatkan diri
kepadanya-Nya akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Selain
itu orang-orang yang hanya menentramkan Masjidilharam dan memberi air minum
orang berhaji pahalannya tidak sepadan dengan kedua hal tersebut diatas. Oleh,
karena itu barang siapa yang mengatakan bahwa menentramkan Masjidilharam dan
memberi air minum orang yang berhaji pahalanya sama termasuk orang-orang yang
zalim, dan perbuatan mereka tidak bermanfaat di sisi Allah jika disertai
kemusyrikan kepada-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hijrah dan Jihad
Hijrah
adalah berpindah kepada suasana yang lebih baik dengan meninggalkan segala yang
bertentangan dengan kebenaran dan hak-hak asasi manusia.Berpindah dari mengejar
keuntungan pribadi menuju kepentingan bersama.Dimana hukum tidak boleh
membedakan antara kaya dan miskin atau antara pembesar dan rakyat biasa.Hijrah
adalah berpindah dari mabuk harta dan gila dunia menjadi orang yang menyadari
bahwa dunia ini adalah tempat singgah sementara yang pasti akan kita
tinggalkan. Kita baru dinamakan hijrah kalau kita sudah mampu menjauhi segala
yang dilarang oleh Allah, kita baru dikatakan mukmin kalau orang lain sudah
aman dari gangguan dan kejahatan kita, dan kita baru dikatakan muslim kalau
orang lain bisa selamat dari bahaya lidah dan gangguan tangan kita.Jika kita melakukan
hijrah yang diniatkan karena Allah semata, Allah telah membukakan kepadanya
segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta berada di puncak kemenangan dan
kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Sedangkan
jihad berasal dari kata Jahd yang berarti letih atau sukar. Ada juga
yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata ”Juhd” yang berarti
kemampuan. Terlihat dari kata tersebut mengandung makna ujian dan cobaan bagi
kualitas iman seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa jihad adalah cara untuk
mencapai tujuan serta tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, tidak pula
pamrih. Tetapi jihad tidak bisa dilaksanakan tanpa modal karena itu jihad mesti
disesuaikan dengan yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai.[1]
الَّذِينَ
آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَآائِزُونَ (٢٠)
“Orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan
diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah
orang-orang yang mendapat kemenangan.”(QS. At-Taubah,9:20)
B. Penafsiran Ayat
Dalam
hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah dengan
harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih tinggi kedudukannya
dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih besar pahalanya daripada
mereka memberi minum kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan
memakmurkan masjid, yang oleh sebagian Muslimin dipandang bahwa perbuatan
mereka itu adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama sesudah
Islam.[2]
Setelah
ayat yang lalu menegaskan bahwa mereka tidak sama, kini ditegaskan siapa yang
lebih mulia, yaitu orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan
membuktikan kebenaran iman mereka antara lain dengan taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berhijrah dari Mekah ke Madinah serta berjihad di jalan Allah
untuk menegakkan agama-Nya dengan harta benda mereka dan diri mereka, adalah
lebih agung derajatnya di sisi Allah dari mereka yang tidak menghimpun ketiga
sifat ini dan itulah yang sangat tingi kedudukanya adalah mereka yang secara
khusus dinamai orang-orang yang benar-benar beruntung secara sempurna.[3]
“Orang-orang
yang beriman dan berhijrah dan berjihad pada jalan Allah.” (pangkal ayat 20).
Tiga
serangkai dari keutaman Iman, yang menjadi sifat dari mu’min pertama di zaman
Nabi s.a.w dan kesedian pengikut Nabi setelah beliau tidak ada lagi:
Pertama:
Iman
Kedua:
Sangup hijrah meningalkan kampung halaman karena mempertahankan iman.
Ketiga:
Sanggup berjihad dan berperang untuk menegakan jalan Allah.
“Dengan
harta benda mereka dan jiwa-jiwa mereka.” Artinya selalu bersedia, selalu
bersiap menunggu apa yang diperintahkan oleh Tuhan, walau yang diminta itu
harta kita, ataupun nyawa kita.Amat besarlah derajat mereka di sisi Allah,
sebab mereka percaya kepada Allah.
“Dan
mereka itu, merekalah orang-orang yangberoleh kejayaan.” (ujung ayat 20).
Kejayaan yang luas sekali, jaya dunia dengan kedudukan dan martabat yang tingi
ditengah segala bangsa dan agama, dan jaya di Akhirat.[4]
Kata (هم)hum/ mereka setelah kataأولئكula’ika/itulah
menjadikan ayat ini mengkhususkan surga bagi yang memenuhi ketiga sifat yang
disebut di atas. Tentu saja pengkhususan tersebut tidak berarti bahwa yang
tidak memenuhinya tidak akan mendapat surga. Pengkhususan tersebut
mengisyaratkan bahwa ganjaran yang mereka terima sedemikian besar sehingga
tidak dapat dibandingkan dengan ganjaran selain mereka dan bahwa keberuntungan
yang diperoleh selain mereka tidak berarti jika dibandingkan dengan
keberuntungan yang diperoleh mereka yang menyandang ketiga sifat tersebut di
atas, yakni beriman, berhijrah, berjihad dengan jiwa serta dengan harta.[5]
Ibnu Abbas
menafsirkan Ayat ini dengan: sesungguhnya orang musyrikin berkata,
”sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan Baitullah dan memberi minum kepada
orang-orang yang berhaji adalah lebih baik daripada orang yang beriman dan
berjihad.” Mereka berpaling dari Al-Qur’an dan Nabi Saw.Maka Allah
mengunggulkan keimanan dan jihad bersama Nabi Saw.Atas pengurusan Baitullah dan
dan pemberian air minum yang dilakukan oleh kaum musyrikin.Perbuatan mereka ini
tidaklah bermanfaat pada sisi Allah jika disertai kemusyrikan kepada-Nya.
Al-Walid
bin Muslim meriwayatkan dari an-Numan bin Basyir al-Anshari dia berkata, “Aku
berada dekat mimbar Rasulullah Saw. Bersama kelompok sahabatnya.Salah seorang
diantara mereka berkata, “aku tak peduli kalau aku tidak melakukan suatu amal
karena Allah setelah masuk Islam karena aku telah memberi minum kepada orang
yang berhaji.” Yang lain berkata ‘bukan demikian, tetapi aku telah mengurus
Masjidil Haram.’ Sahabat lain berkata “bukan demikian, justru jihad di jalan
Allah adalah lebih baik dari apa yang kamu katakana.” Maka Umar bin Khaththab
menghardik mereka, lalu berkata “janganlah kamu berbicara keras di sisi mimbar
Rasulullah dan itu terjadi pada hari jum’at. Jika Shalat jum’at telah usai aku
akan menemui Rasulullah dan meminta fatwa kepadanya ihwal apa yang kalian
perselisihkan.”’Nu’am berkata: kemudian Umar melakukannya. Maka turunlah Ayat,
“Apakah kamu menetapkan orang-orang yang memberi minum kepada orang yang
berhaji dan orang yang memakmurkan Masjidil Haram itu seperti orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir serta jihad dijalan Allah? Mereka tidak
sama pada sisi Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”
(Qs. At-Taubah 19)[6]
C. Munasabah
Isi
ayat-ayat yang lalu menerangkan bahwa yang layak mengurus dan memakmurkan
Masjidilharam hanyalah Muslimin, bukan orang-orang kafir musyrik.Pada ayat ini
diterangkan, bahwa beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di
jalan Allah, adalah lebih utama daripada sekedar mengurus Masjidilharam dan
memberi minuman kepada orang-orang yang sedang mengerjakan haji.
D. Aspek Tarbawi
1.
Memberi
minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam,
keutamanya tidak sebanding dengan iman kepada Allah dan hari kemudian serta
berjihad di jalan Allah.
2.
Orang
yang menyamaratakan kedua persoalan itu diangap zalim dan tidak mendapat
hidayah Allah.
3.
Orang
yang beriman, hijrah, dan berjihad dengan mengorbankan harta, kekayan dan
dirinya akan memperoleh derajat yang tingi di sisi Allah berupa surga yang
kekal, rahmat, dan ridha Allah.[7]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Seseorang
yang melakukan hijrah dan diniatkan karena Allah semata, Allah telah membukakan
kepadanya segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta berada di puncak
kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan dan kebenaran.jadi
dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai iman, berhijrah dan berjihad
dijalan Allah akan mendapatkan segalakebaikan dari Allah, dibandingkan dengan
orang-orang yang hanya memberi minum orang yang berhaji serta memakmurkan
masjid.
Saran
Pembahasan
dalam makalah yang saya susun ini memang jauh dari suatu kesempurnaan, maka
dari itu saya mengharap kepada Pembaca makalah ini agar mencari refrensi dan
buku bacaan yang mendukung terhadap pembahasan mengenai materi ini dan saya sangat
mengharap saran dan kritiknya yang tak lain hal tersebut saya butuhkan untuk
memperbaiki makalah selanjutnya. Saya ucapkan terima kasih, semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1987. Terjemah Tafsir al-Maraghi Jus
10. Semarang: CV. Toha Putra.
Ar-Rifa’I, Nasib Muhammad.2000. Taisiru
al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4.Jakarta: Gema
Insani Press.
Dapartemen Agama RI. 2009. Al-Qur`an Bayan. Jakarta:
Al-Qur`an terkemuka.
Hamka. 1984. Tafsir al-AzharJuz X. Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Shihab, M Quraish. 2006. Tafsir
al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab,M
Quraish. 2007.Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan Pustaka
PROFIL
Nama : Nita Setiana
NIM : 2021114151
TTL :
Pekalongan, 29 februari 1996
Riwayat Pendidikan :
·
TK Budhi Asih, DS. Pringsurat, Kec Kajen, Kab Pekalongan
·
SDN 01 Pringsurat, Kec Kajen, Kab pekalongan
·
SMPN 04 Kajen, Kab pekalongan
·
SMA Yapenda Karanganyar, Kab Pekalongan
·
STAIN Pekalongan
Hobby :
Membaca
[1] M.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan
Umat, Cet 2(Bandung: Mizan Pustaka, 2007), hlm. 396-397
[2]Ahmad
Mustafa al-Maraghi, TerjemahTafsir al-Maraghi Jus X, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1987), hlm.132-133
[3]M.
Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 555
[4]Hamka,
Tafsir al-Azhar Juz X, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 134
[5]M.
QuraishSihab, Op. Cit., hlm. 555-556
[6]Muhammad
Nasib ar-Rifa’I,Taisiru al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,
Jilid II, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 577-578
[7]Dapartemen
Agama RI, Al-Qur`an Bayan, (Jakarta: Al-Qur`an terkemuka, 2009), hlm.190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar