Laman

new post

zzz

Minggu, 20 Maret 2016

TT G 5 C "HIJRAH, JIHAD DENGAN HARTA DAN JIWA RAGA"



TafsirTarbawi II
ANJURAN BERAMAL SHOLEH
"HIJRAH, JIHAD DENGAN HARTA DAN JIWA RAGA"


Nita Setiana (2021114151)
Kelas G

TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016



KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasnya dalam pembuatan makalah tentang “Hijrah Jihad dengan Harta dan Jiwa Raga” yang digunakan sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang disampaikan oleh dosen pengampu Ghufron Dimyati, M.S.I   

            Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.Semoga makalah ini bisa membantu bagi siapa saja yang membutuhkan sedikit pengetahuan tentang “Hijrah Jihad dengan Harta dan Jiwa Raga”.
            Namun demikian, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kedepannya.Terima kasih.



Pekalongan, 13 Maret 2016

Penulis




DaftarIsi


KATA PENGANTAR.. i
Daftar Isi ii
BAB I. 1
PENDAHULUAN.. 1
BAB II. 2
PEMBAHASAN.. 2
A.   Pengertian Hijrah dan Jihad. 2
B.    Penafsiran Ayat 3
C.    Munasabah. 5
D.   Aspek Tarbawi 6
BAB III. 7
PENUTUP. 7
Simpulan. 7
Saran. 7
DAFTAR PUSTAKA.. 8
PROFIL.. 9




BAB I

PENDAHULUAN


Hijrah yaitu berubah menjadi lebih baik dengan meninggalkan segala yang bertentangan dengan kebenaran dan hak-hak asasi manusia.Berpindah dari mengejar keuntungan pribadi menuju kepentingan bersama.Dimana hukum tidak boleh membedakan antara kaya dan miskin atau antara pembesar dan rakyat biasa.    Dalam Qs. At-Taubah ayat 20 ini dijelaskan bahwa seseorang yang berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa raga dijalan Allah dengan niat mendekatkan diri kepadanya-Nya akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Selain itu orang-orang yang hanya menentramkan Masjidilharam dan memberi air minum orang berhaji pahalannya tidak sepadan dengan kedua hal tersebut diatas. Oleh, karena itu barang siapa yang mengatakan bahwa menentramkan Masjidilharam dan memberi air minum orang yang berhaji pahalanya sama termasuk orang-orang yang zalim, dan perbuatan mereka tidak bermanfaat di sisi Allah jika disertai kemusyrikan kepada-Nya.



BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Hijrah dan Jihad

Hijrah adalah berpindah kepada suasana yang lebih baik dengan meninggalkan segala yang bertentangan dengan kebenaran dan hak-hak asasi manusia.Berpindah dari mengejar keuntungan pribadi menuju kepentingan bersama.Dimana hukum tidak boleh membedakan antara kaya dan miskin atau antara pembesar dan rakyat biasa.Hijrah adalah berpindah dari mabuk harta dan gila dunia menjadi orang yang menyadari bahwa dunia ini adalah tempat singgah sementara yang pasti akan kita tinggalkan. Kita baru dinamakan hijrah kalau kita sudah mampu menjauhi segala yang dilarang oleh Allah, kita baru dikatakan mukmin kalau orang lain sudah aman dari gangguan dan kejahatan kita, dan kita baru dikatakan muslim kalau orang lain bisa selamat dari bahaya lidah dan gangguan tangan kita.Jika kita melakukan hijrah yang diniatkan karena Allah semata, Allah telah membukakan kepadanya segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta berada di puncak kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Sedangkan jihad berasal dari kata Jahd yang berarti letih atau sukar. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata ”Juhd” yang berarti kemampuan. Terlihat dari kata tersebut mengandung makna ujian dan cobaan bagi kualitas iman seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa jihad adalah cara untuk mencapai tujuan serta tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Tetapi jihad tidak bisa dilaksanakan tanpa modal karena itu jihad mesti disesuaikan dengan yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai.[1]



الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَآائِزُونَ (٢٠)
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”(QS. At-Taubah,9:20)

B.     Penafsiran Ayat

Dalam hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih tinggi kedudukannya dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih besar pahalanya daripada mereka memberi minum kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan memakmurkan masjid, yang oleh sebagian Muslimin dipandang bahwa perbuatan mereka itu adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama sesudah Islam.[2]
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa mereka tidak sama, kini ditegaskan siapa yang lebih mulia, yaitu orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan membuktikan kebenaran iman mereka antara lain dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhijrah dari Mekah ke Madinah serta berjihad di jalan Allah untuk menegakkan agama-Nya dengan harta benda mereka dan diri mereka, adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah dari mereka yang tidak menghimpun ketiga sifat ini dan itulah yang sangat tingi kedudukanya adalah mereka yang secara khusus dinamai orang-orang yang benar-benar beruntung secara sempurna.[3]
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah dan berjihad pada jalan Allah.” (pangkal ayat 20).
Tiga serangkai dari keutaman Iman, yang menjadi sifat dari mu’min pertama di zaman Nabi s.a.w dan kesedian pengikut Nabi setelah beliau tidak ada lagi:
Pertama: Iman
Kedua: Sangup hijrah meningalkan kampung halaman karena mempertahankan iman.
Ketiga: Sanggup berjihad dan berperang untuk menegakan jalan Allah.
“Dengan harta benda mereka dan jiwa-jiwa mereka.” Artinya selalu bersedia, selalu bersiap menunggu apa yang diperintahkan oleh Tuhan, walau yang diminta itu harta kita, ataupun nyawa kita.Amat besarlah derajat mereka di sisi Allah, sebab mereka percaya kepada Allah.
“Dan mereka itu, merekalah orang-orang yangberoleh kejayaan.” (ujung ayat 20). Kejayaan yang luas sekali, jaya dunia dengan kedudukan dan martabat yang tingi ditengah segala bangsa dan agama, dan jaya di Akhirat.[4]
Kata (هم)hum/ mereka setelah kataأولئكula’ika/itulah menjadikan ayat ini mengkhususkan surga bagi yang memenuhi ketiga sifat yang disebut di atas. Tentu saja pengkhususan tersebut tidak berarti bahwa yang tidak memenuhinya tidak akan mendapat surga. Pengkhususan tersebut mengisyaratkan bahwa ganjaran yang mereka terima sedemikian besar sehingga tidak dapat dibandingkan dengan ganjaran selain mereka dan bahwa keberuntungan yang diperoleh selain mereka tidak berarti jika dibandingkan dengan keberuntungan yang diperoleh mereka yang menyandang ketiga sifat tersebut di atas, yakni beriman, berhijrah, berjihad dengan jiwa serta dengan harta.[5]
Ibnu Abbas menafsirkan Ayat ini dengan: sesungguhnya orang musyrikin berkata, ”sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan Baitullah dan memberi minum kepada orang-orang yang berhaji adalah lebih baik daripada orang yang beriman dan berjihad.” Mereka berpaling dari Al-Qur’an dan Nabi Saw.Maka Allah mengunggulkan keimanan dan jihad bersama Nabi Saw.Atas pengurusan Baitullah dan dan pemberian air minum yang dilakukan oleh kaum musyrikin.Perbuatan mereka ini tidaklah bermanfaat pada sisi Allah jika disertai kemusyrikan kepada-Nya.
Al-Walid bin Muslim meriwayatkan dari an-Numan bin Basyir al-Anshari dia berkata, “Aku berada dekat mimbar Rasulullah Saw. Bersama kelompok sahabatnya.Salah seorang diantara mereka berkata, “aku tak peduli kalau aku tidak melakukan suatu amal karena Allah setelah masuk Islam karena aku telah memberi minum kepada orang yang berhaji.” Yang lain berkata ‘bukan demikian, tetapi aku telah mengurus Masjidil Haram.’ Sahabat lain berkata “bukan demikian, justru jihad di jalan Allah adalah lebih baik dari apa yang kamu katakana.” Maka Umar bin Khaththab menghardik mereka, lalu berkata “janganlah kamu berbicara keras di sisi mimbar Rasulullah dan itu terjadi pada hari jum’at. Jika Shalat jum’at telah usai aku akan menemui Rasulullah dan meminta fatwa kepadanya ihwal apa yang kalian perselisihkan.”’Nu’am berkata: kemudian Umar melakukannya. Maka turunlah Ayat, “Apakah kamu menetapkan orang-orang yang memberi minum kepada orang yang berhaji dan orang yang memakmurkan Masjidil Haram itu seperti orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta jihad dijalan Allah? Mereka tidak sama pada sisi Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Qs. At-Taubah 19)[6]

C.    Munasabah

Isi ayat-ayat yang lalu menerangkan bahwa yang layak mengurus dan memakmurkan Masjidilharam hanyalah Muslimin, bukan orang-orang kafir musyrik.Pada ayat ini diterangkan, bahwa beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah, adalah lebih utama daripada sekedar mengurus Masjidilharam dan memberi minuman kepada orang-orang yang sedang mengerjakan haji.

D.    Aspek Tarbawi

1.      Memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam, keutamanya tidak sebanding dengan iman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah.
2.      Orang yang menyamaratakan kedua persoalan itu diangap zalim dan tidak mendapat hidayah Allah.
3.      Orang yang beriman, hijrah, dan berjihad dengan mengorbankan harta, kekayan dan dirinya akan memperoleh derajat yang tingi di sisi Allah berupa surga yang kekal, rahmat, dan ridha Allah.[7]









BAB III

PENUTUP


Simpulan

Seseorang yang melakukan hijrah dan diniatkan karena Allah semata, Allah telah membukakan kepadanya segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta berada di puncak kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan dan kebenaran.jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai iman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah akan mendapatkan segalakebaikan dari Allah, dibandingkan dengan orang-orang yang hanya memberi minum orang yang berhaji serta memakmurkan masjid.

Saran

                Pembahasan dalam makalah yang saya susun ini memang jauh dari suatu kesempurnaan, maka dari itu saya mengharap kepada Pembaca makalah ini agar mencari refrensi dan buku bacaan yang mendukung terhadap pembahasan mengenai materi ini dan saya sangat mengharap saran dan kritiknya yang tak lain hal tersebut saya butuhkan untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Saya ucapkan terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.


           

DAFTAR PUSTAKA


al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1987. Terjemah Tafsir al-Maraghi Jus 10. Semarang: CV. Toha Putra.
Ar-Rifa’I, Nasib Muhammad.2000. Taisiru al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4.Jakarta: Gema Insani Press.
Dapartemen Agama RI. 2009. Al-Qur`an Bayan. Jakarta: Al-Qur`an terkemuka.
Hamka. 1984.  Tafsir al-AzharJuz X. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M Quraish. 2006. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab,M Quraish. 2007.Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan Pustaka



PROFIL


Nama            : Nita Setiana
NIM             : 2021114151
TTL              : Pekalongan, 29 februari 1996
Riwayat Pendidikan   :
·           TK Budhi Asih, DS. Pringsurat, Kec Kajen, Kab Pekalongan
·         SDN 01 Pringsurat, Kec Kajen, Kab pekalongan
·         SMPN 04 Kajen, Kab pekalongan
·         SMA Yapenda Karanganyar, Kab Pekalongan
·         STAIN Pekalongan
Facebook      : Nita Setiana
Hobby          : Membaca




[1] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat, Cet 2(Bandung: Mizan Pustaka, 2007), hlm. 396-397
[2]Ahmad Mustafa al-Maraghi, TerjemahTafsir al-Maraghi Jus X, (Semarang: CV. Toha Putra, 1987), hlm.132-133

[3]M. Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 555
[4]Hamka, Tafsir al-Azhar Juz X, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 134
[5]M. QuraishSihab, Op. Cit., hlm. 555-556
[6]Muhammad Nasib ar-Rifa’I,Taisiru al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid II, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 577-578
[7]Dapartemen Agama RI, Al-Qur`an Bayan, (Jakarta: Al-Qur`an terkemuka, 2009), hlm.190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar