Tafsir Tarbawi
PENDIDIKAN
INTELEKTUAL-TRANDENSENTAL
( Fenomena Alam, Bahasa, dan Warna
Kulit serta Hukum Kausalitas Alam Semesta )
Amirul
Mu’minin
2021114220
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (
STAIN )
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,segala puji syukur ke
hadirat Allah swt, atas segala nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Nabi Muhammad
saw,keluarga,dan para sahabatnya. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di
yaumul akhir nanti. Amin.
Makalah ini disusun untuk melengkapi
tugas tafsir
tarbawi dengan judul “pendidikan intelektual-trasendental (fenomena
alam,bahasa dan warna kulit dan hukum kausalitas alam”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Ghufron dimyati M,Si. selaku Dosen pengampu mata
kuliah tafsir tarbawi di
kelas G.
Makalah ini
menjelaskan mengenai fenomena
alam, bahasa dan warna kulit. Ini adalah satu keagungan Allah, karena Ia
menciptakan manusia dengan beragam-ragam bahasa, warna kulit dan lain-lainya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya,
maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca guna
penyempurnaan penulisan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri.
Pekalongan,
31 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah...................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................. 2
D.
Metode Penulisan................................................................ 2
E.
Sistematika
Penulisan.......................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Qs. Ar-Rum Ayat
22.......................................................... 5
B.
Penafsiran Ayat.................................................................. 5
C.
Aspek tarbawi.................................................................... 11
D.
Qs. Ar-Rum Ayat
24.......................................................... 12
E.
Penafsiran Ayat.................................................................. 12
F.
Aspek Tarbawi................................................................... 17
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 19
PROFIL PENULIS............................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sesudah allah SWT menuturkan tentang bukti-bukti
keberadaan-Nya melalui apa yang dituturkan-Nya dalam penciptaan manusia,
selanjutnya Allah melanjutkan penjelasan tentang bukti-bukti yang berada pada
semesta alam pada perbedaan warna kulit serta bahasa yang jumlahnya tidak dapat
di hitung. Padahal mereka berasal dari satu ayah dan satu ibu. Dan bukti-bukti
keberadaan-Nya yang terdapat pada
hal-hal yang dapat disaksikanya, yaitu seperti tidur mereka yang nyenyak di
waktu malam, aktivitas mereka yang energik di siang hari dalam rangka mencari
rizki dan kesungguhan serta jerih payah mereka di dalam mencari rizki.
Sesudah
Dia menyebutkan penampilan sifat-sifat yang terdapat di dalam diri manusia,
lalu dia menyebutkan penampilan tanda-tanda Nya yang terdapat pada alam semesta dan cakrawala yang kita saksikan
dari hari ke hari ini. Di dalam nya terdapat pelajaran bagi orang yang mau
berfikir tentangnya dan memperhatikan alam semesta ini dengan pandangan yang
telilti dan mengambil pelajaran, yaitu tentang keindahan-keindahan alam semesta
ini, di maksud sebagai sarana untuk mengetahui Pengaturnya dan Penciptanya yang
menciptakan segala sesuatu yang dengan baik kemudian Dia memberinya petunjuk.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
QS. Ar-Rum Ayat 22
ومن ءا يا ته خلق السموا ت والارض واختلا ف أ سنتكم
وألوا نكم ان فى ذلك لآيات للعا لمين (22)
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda-Nya adalah penciptaan langit dan
bumi serta perbedaan lidah kamu dan warna kulit kamu. Sesungguhnya yang pada
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang alim.”[1]
B.
Penafsiran Ayat
1. Tafsir Al-Misbah
Ayat-ayat di atas masih melanjutkan uraian tentang bukti-bukti ke-Esaan
dan kekuasaan Allah SWT. Ada persamaan antara pria dengan langit dan wanita
dengan bumi,sehingga lahir tumbuhan. Demikian juga dengan suami dan istri. Atau
setelah menyebut pasangan manusia, kini di sebut pasangan yang lain yaitu
langit dan bumi. Ayat-ayat di atas menyatakan : dan juga di antara tanda-tanda
kekuasaan dan keesaanNya adalah penciptaan langit yang bertingkat-tingkat dan
bumi. Semua dengan sistemnya yang teliti, rapi dan teliti. Serta kamu juga dapat
mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah melalui pengamatan terhadap perbedaan
lidah kamuseperti perbedaan bahasa, dialek dan intonasi. Dan juga perbedaan
warna kulit kamu, ada yang hitam, kuning, sawo matang, dan tanpa warna ( putih
), padahal kamu semua bersumber dari asal usul yang sama. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang alim
yakni yang dalam pengetahuannya.
Sekelumit dari tanda-tanda kekuasaan Allah dan ke-esaan-Nya dapat di
ketahui dengan mengamati langit dan bumi atau alam raya ini. Perhatikanlah
keadaanya, amatilah peredaran benda-benda langit. Sekian banyak benda langit
yang beredar di angkasa raya, namun tidak terjadi tabrakan
antara benda-benda itu, tabrakan yang mengakibatkan kehancuran bumi atau
penduduknya. Belum lagi tanda-tanda kekuasaan dan kebesarannya jka kita
mengetahui betapa luas alam raya ciptaan-Nya.
Melalui salah satu benda langit yang sangat berperan dalam kehidupan
manusia dan mahluk di bumi, yaitu matahari, dimana terjadi sekian banyak
tanda-tanda kekuasaan-Nya, yaitu perbedaan malam dan siang, dan perbedaan
musim.[2]
Di bumi pun, sekian banyak
tanda-tanda kekuasaan Allah. Disini yang di singgung adalah yang terdapat dalam
manusia sekaligus yang berkaitan dengan perdaran manusia dan bumi matahari dan
bumi. Yang di sebutkan adalah perbedaan lidah, ini terjadi karena perbedaan
tempat tinggal di bumi. Demikian juga perbedaan warna kulit, antara lain di
pengaruhi oleh panasnya matahari. Ayat di atas menekankan perbedaan, karena
perbedaan itu lebih menonjolkan kekuasaan-Nya. Betapa tidak demikian, manusia
berbeda-beda dalam banyak aspek, padahal semua lahir dari asal usul yang sama
dan bersumber dari seorang kakek.
kata السنتكم adalah jamak dari kata لسا ن
yang berati lidah.[3] Ia
juga di gunakan dalam arti bahasa atau suara. Penelitian yang terahir
menunjukan tidak seorang pun yang memilki suara yang sepenuhnya sama dengan
orang lain. Persis seperti sidik jari. idak ada dua orang yang sama sidik
jarinya.
Ayat di atas di tutup dengan للعا لمين
bagi orang-orang yang alim yaknidalam pengetahuannya. Perbedaan bahasa
dan warna kulit, hal ini sangat jelas terlihat dan disadari atau di ketahui
oleh setiap orang, apalagi kedua perbedaan tersebut bersifat langgeng pada diri
setiap manusia . tetapi jangan duga bahwa tidak ada sesuatu di balik apa yang
terlihat dengan jelas itu. Banyak rahasia yang belum terungkap. Banyak juga
masalah baik menyangkut warna kulit maupun bahasa dan suara yang hingga kini
masih menjadi tanda tanya bagi banyak orang.
2. Tafsir Al-Lubab
Ayat 22 menunjuk pada penciptaan langit yang bertingkat-tingkat dan bumi.
Semua dengan sistemnya yang sangat teliti, rapi dan serasi. Ayat ini menunjuk
juga perbedaan lidah manusia, yakni seperti perbedaan bahasa, dialek dan intonasi.
Juga perbedaan warna kulit, padahal semua bersumber dari asal-usul yang sama.
Ayat ini di tutup dengan firman-Nya : sungguh pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Swt. Bagi
orang-orang yang dalam pengetahuannya.[4]
3. Tafsir Al-Azhar
Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah penciptaan semua langit
dan bumi dan berlainan bahasa-bahasa kamu dan warna-warna kulit kamu” (pangkat ayat 22). Dalam susunan ayat ini
seorang yang pengertian disuruh terlebih dahulu menengadah ke atas melihat
langit dengan ketinggian dan keluasannya, di siang hari awan bergerak di malam
hari bintang berkelip. ada bintang yang beredar terus, tampak berganti tiap
tahun, ada yang melewati ke dekat bumi dalam 40 tahun sekali, ada yang hanya
sekali seumur hidup manusia dan kemudian tidak terlihat lagi. Dan ada pula
bintang-bintang yang tetap kelihatan, sebagai bintang timur yang gemerlap
tiap-tiap pagi. Maka di ujung di tepi langit
yang kita namai ufuk berbaliklah pandangan kita ke bumi, maka
kelihatanlah pandangan yang indah sekali, baik tepi laut yang luas entah
dimana tepinya. Atau kelihatan gunung-gunung,
embun menyentak naik, hujan merinai turun, angin berhembus sayu, hutan
menghijau lebat, laut menghitam biru, ombak memukul pantai, sungai mengalir
deras, bukit yang tinggi, lurah yang dalam, pohon-pohon yang tinggi,
rumput-rumput yang rata, akar yang menjulai, binatang serangga, ikan dan burung
dan masih banyak sekali.
Sesudah menengadah melihat langit dan mengukur meninjau bumi, orang
disuruh kembali melihat dirinya sendiri. “dan berlainan bahasa-bahasa kau dan
warna-warna kulit kamu” itupun menjadi salah satu tanda pula dari berbagai
tanda kebesaran tuhan.[5]
Terutama perlainan, meskipun manusia hidup dalam satu bumi, dibawah kolong dari
satu langit, namun terdapatlah bahasa yang berbagai-bagai. Ada bahasa inggris,
prancis, jerman, rusia, dan berbagai bahasa lagi di eropa timur, dan ada bahasa
italaia, dan bahasa spanyol. Jangankan demikian, sedangkan di tanah air
indonesia, negara kepulauan ini saja, tidak kurang dari 300 bahasa daerah, yang
kalau tidakalah bahasa indoesia, yang bahasa dahulunya bahasa melayu, yang
menjadi bahasa lingua franca yang mempersatukan pulau-pulau ini, alangkah
sukarnya buat menjadi sebuah negara besar.
Di samping berbagai bahasa yang berbagai ragam, entah berapa ribu banyak
bahasa di dunia terdapat pula kelainan warna kulit, warna muka. Kulit kuning,
kulit putih, kulit hitam, dan kulit sawo matang dan dan kulit warna merah di
amerika pada bangsa indian. Termasuk juga dalam berlainan warna kulit ialah
bentuk keindahan wajah insani. Di waktu menulis tafsir ini tidaklah kurang dari
pada 4,000,000,000 atau empat milyard penduduk dunia ini, namun tidaklah ada
yang serupa. Hanya kelihatan sepintas lalu mereka sesama manusia, namun Allah
mentakdirkan buat tiap-tiap diri ada kepribadian sendiri yang berbeda dari satu
sama lain. Sampai-sampaipun kepada ujung jari, yang bernama sidik jari
sampaipun kepada raut muka, bentuk mata, bentuk hidung, bentuk telinga, tidak
ada yang serupa, yang satu melaini yang lain. Alangkah kaya tuhan dengan rupa
dan bentuk yang demikian. Sudah sekian ratus tahun manusia hidup di dunia, yang
datang dan yang pergi dan ada lagi yang akan datang, menggantikan yang sekarang
yang pasti pergi bila datang ajalnya, namun yang serupa tidak ada. Sungguh
suatu keajaiban yang dahsyat.
“sesungguhnya yang pada demikian adalah tanda-tanda bagi orang yang
berpengetahuan” (ujung ayat 22). [6]
Ujung ayat ini membayangkan tentang pentingnya orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan di samping pada ayat yang sebelumnya orang dianjurkan untuk
berfikir.bahkan segala tanda-tanda yang telah disebutkan itu sungguh-sungguh
mengalahkan manusia untuk berfikir dan belajar. Mengajak manusia untuk
mendirikan berbagai universitas dengan berbagai fakultas. Ilmu alam yang
meminta pengetahuan tentang binatang-binatang di langit, ilmu bumi tempat kita
berdiam. Sangat banyak ilmu yang timbul di atas permukaan bumi ini. Yang
berkenaan dengan manusia saja berbagai cabang bagiannya, belum tentang ilmu
bumi itu sendiri yang dengan berbagai ragam ilmunya. Karena bertambah mendalam
peneyelidikan bertambah timbul keyakinan bahwa alam ini seluruhnya adalah suatu
teknik agung yang menyeluruh. Pendekatanya dikurbankan seluruh hidup untuk mencari
ilmu baru sedikit yang kita tahu, hidup itu sudah habis.
4. Tafsir Jalalain
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan berlainan bahasa kalian) maksudnya dengan bahasa yang berkelainan, ada yang
berbahasa arab dan ada yang berbahasa ‘Ajam serta berbagai bahasa lainya.- (dan
berlain-lainan pula warna kulit kalian)
di antara kalian ada yang berkulit putih, ada yang hitam, dan lain sebagainya.
Padahal kalian berasal dari seorang lelaki dan seorang perempuan, yaitu Nabi
Adam dan Siti Hawa.-(sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda) yang
menunjukan kekuasaan Allah Swt.- (bagi orang-orang yang mengetahui)
yaitu bagi orang yang berakal dan berilmu. Dapat dibaca lil’alamina dan
lil’alimina.[7]
5. Tafsir Al-Maraghi
Diantara bukti-bukti keberadaan-Nya dan tanda-tanda yang menunjukkan
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan langit yang penuh sesak dengan
bintang-bintang dan planet-planet naik yang tetap maupun yang beredar. Langit
itu sangat tinggi luas cakrawalanya. Dan pada penciptaan bumi yang memiliki
gunung-gunung, lembah-lembah, laut-laut, padang pasir, hewan, dan
pohon-pohonan.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berbeda-beda bahasa kalian
dengan perbedaan yang tak ada batasnya, ada yang berbahasa arab, ada yang
berbahasa prancis, inggris, hindusta, china, dan lain sebagainya yang tiada
seorang pun mengetahui banyaknya melaimkan hanya yang menciptakan bahasa-bahasa
(Allah). Dan berbeda-bedanya jenis serta bentuk kalian hingga perbedaan ini
membantu kita untuk membedakan di antara orang- orang, baik melauli suaranya
atau warna kulitnya. Hal ini merupakan sesuatu yang penting sekali di dalam
pergaulan hidup dan berbagai macam tujuan. Maka betapa banyaknya orang-orang
yang hanya dengan melalui suara kita mengenal identitasnya, dengan demikian
kita dapat mengetahui teman dan lawan, lalu kita dapat membuat persiapan yang
lazim buat menghadapi masing-masing. Sebagaimana kita pun dapat membedakan
melalui bahasa yang di pakainya lalu kita mngetahui dari bangsa manakah dia.
Sesungguhnya pada hal-hal yang telah di sebutkan tadi terkandung
bukti-bukti yang jelas bagi orang-orang yang berilmu, yaitu mereka yang
memikirkan tentang mahluk yang di ciptakan oleh Allah Swt. Maka mereka
mengetahui dan menyimpulkan, bahwa Allah tidak sekali-kali menciptakan
mahluk-Nya secara Cuma-Cuma, tetapi Dia menciptakannya untuk tujuan hikmat yang
mendalam, yang terkandung di dalamnya pelajaran bagi orang-orang yang
menggunakan akal pikirannya.[8]
C.
Aspek Tarbawi
1. kita sebagai sesama mahluk ciptaan Allah
tidak boleh saling membeda-bedakan satu sama lain.
2. Walaupun kita berbeda ras, suku dan
bahasa kita harus saling menghormati satu sama lain.
3. Semua mahluk di hadapan Allah itu sama,
namun yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaan kita terhadap-Nya.
D.
QS.Ar-Rum Ayat 24
ومن ءا يته يريكم البرق خوفا وطمعا وينز من السماء ماء فيحى به الارض بعد
موتها ان فى ذلك لأيت لقوم يعقلون (24)
Artinya : “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya,
dia memperlihatkan kepada kalian kilat ( untuk menimbulkan ) ketakutan dan
harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi
dengan air itusesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya”.[9]
E.
Penafsiran Ayat
1. Tafsir Al-Maraghi
Dan diantara tanda-tanda yang kebesaran kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia
memperlihatkan kepada kalian kilat, yang karenanya kalian merasa takut terhadap
suara guruh yang timbul darinya, dan sekaligus kalian berharap akan hujan yang
diakibatkannya turun dari langit. Karena dengan air hujan itu bumi yang tandus
tiada tanaman pohon-pohonan dengannya
akan hidup subur.[10]
Sesunguhnya di dalam hal-hal yang telah disebutkan tadi benar-benar
terdapat bukti-bukti yang pasti dan dalil yang jelas bagi tiada hari berbangkit
dan dan adanya hari kiamat. Karena sesungguhnya bumi yang tandus, tiada
tanaman, dan pohon-pohonan padanya, bila ia kedatangan air, maka ia akan
menjadi gembur dan subur serta dapat menumbuhkan berbagai macam dan jenis
tumbuh-tumbuhan yang tampak indah. Di dalam hal tersebut benar-benar terkandung
gambaran yang jelas dan dalil yang terang menunjukan adanya kekuasaan Allah yang
menghidupkannya. Bahwa ia mampu menghidupkan kembali mahluk semuanya sesudah
mereka mati, yaitu di saat manusia di bangunkan kembali untuk menghadap kepada
tuhan semesta alam.
2. Tafsir Al-Azhar
“Dan setengah dari pada
tanda-tanda kebesaran-Nya ialah dia di perlihatkan pada kamu kilat, menimbulkan
kekuatan dan keinginan.” (pangkal ayat 24). Sekarang kita disuruh melihat dengan mata kepala
sendiri betapa dahsyat kebesaran tuhan itu di ruang angkasa. Mula-mula
kelihatan langit yang tadinya cerah, tidak berawan panas matahari laksana membakar. Tiba-tiba mulailah
angin berhembus, mulanya sepoi tetapi tidak lama kemudian sudah mulai hembusnya
itu keras. Dilihat kelangit, dalam masa yang tidak lama, hanya dari menit ke
menit, bukan dari jam ke jam, awan tadi mulai berkumpul dan bergumpal. Mulanya
memutih tetapi dengan segera menjadi berwarna hitam dan kian pekat. Mulailah
kedengeran guruh yang agak keras, dan anginpun bertambah keras. Tiba-tiba
memancarkan sinar putih yang kita kenal dengan kilat atau petir itu, cepat
sekali, laksana cemeti memukul di ruang angkasa sejenak saja sesudah kilat yang
hebat itu kedengranlah bunyi petir atau petus yang dahsyat bunyinya, lebih
berpuluh kali hebatnya dari letusan bom atau meriam bikinan manusia. Ketika itu
tumbuhlah takut, demi mendengar bunyi dahsyat sesudah melihat cemeti bunyi
kilat, tetap takut bercampur dengan keinginan, yaitu keinginan agar hujan
segera turun. Karena sudah lama kemarau saja.
Perurutan dari hembusan angin yang sayu, kemudian angin yang lebih keras,
kemudian awan hitam berkumpul bertambah pekat, di sertai dengan guruh-guruh
toho, dan angin bertambah keras dan kilat melecut angkasa laksana cemeti
tuahan, lalu di iringi oleh petus dan petir yang berbunyi dahsyat itu hanyalah
dalam beberapa menit saja.[11]
Bahkan persambungan di antara kelitan kilat dengan dahsyatnya petir hanya dalam
beberapa detik (second) saja. Beralasan kalau orang takut, karena cemeti kilat
yang berekorka petiratau petus itu dahsyat sekali. Dia bisa menumbangkan pohon
besar di hutan. Dia mampu mereobohkan bangunan kokoh. Kalau ada orang yang
berjalan di tempat itu, dia bisa menjadi sasaran petus dan mati di tembak petus
di saat itu juga.
Itu sebab maka di pelajari hubungan elektrisitas dalam ruang angkasa,
kecepatan positif mencari negatifnya, sehingga orang mendapat akal memasangkan
kawat petir pada rumah-rumah besar, sehingga ketiak kilat telah melecut cemetinya
dan akan petirnya akan meletus, denga kekuatan dengan sambutan kawat tadi, si
positif sudah dicarikan satuanya kedalam bumi. Sesudah itu barulah :”dan Dia
turunkan air dari langit” yaitu hujan! “Maka hiduplah dengan sebabnya bumi itu
sesudah mati itu” yaitu dengan sebab turunnya air dari langit itu, yaitu dari
angkasa yang di atas kira itu, yang disebut langit karena tingginya.[12]
Turun air itu dari sana, menjadilah hujan. Hujan yang telah lama ditunggu.
Hujan yang telah lama dinantikan dengan penuh keinginan dan harapan. Sebab
tuhan sendiri yang telah berfirman, sebagai tertulis dalam surat 21, al-anbiya’
(nabi-nabi) ayat 30.
Maka teranglah bahwa air adalah tali pergantungan hidup. Orang sakit
berbulan-bulan tidak makan, bisa tahan. Namun dia pasti diberi minum. Maka bumi
yang tadinya laksananya mati, sebab kering, sebab tidak ada air, sampai
rumput-rumput jadi layu, mersik dan kering, dengan sebab turunya air hujan itu
dia hidup kembali, dia bahagia. Binatang-binatang ternak yang nyaris mati
kekeringan, sudah dapat bersambung nafasnya. Dari sebab adanya air di muka bumi
terdapatlah kehidupan di atasnya, maka datanglah pertanyaan: “adakah kiranya
kehidupan binatang-binatang yang lain? Atau terdapatkah air di bintang-bintang
itu sebagai di bumi ini? Adakah kiranya mahluk yang lain di bintang lain yang
tali pergantungan hidupnya bukan air?
Maka di penutup ayat ini tuhan berfirman:
“sesunggguhnya pada yang demikan. “yaiut pada kilat yang sambung-
menyambung, laksana cemeti malaikat melecut syaitan yang gentayangan di udara
layaknya, lalu diiringi petir atau petus yang dahsyat bunyinya, hingga menimbulkan
ngeri dan takut, tetapi keinginan akan turunnya hujan masih tetap ada pada manusia karena keduanya itu, takut
dan ingin adalah naluri atau gharizah manusia belaka, yaitu instink
ingin mempertahankan hidup. Maka ssemua itu: “adalah tanda-tanda bagi kaun
yang berakal.”
3. Tafsir Jalalain
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaanya ialah Dia memperlihatkan pada
kalian) Dia
mempersaksikan pada kalian- (kilat untuk menimbulkan ketakutan) bagi
orang-orang yang melakukan perjalanan karena takut di sambar petir- (dan
harapan) bagi orang yang bermukim akan turunnya hujan-(dan Dia
menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesdah
matinya) Dia mengembangkannya dengan menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan padanya-(sesungguhnya
pada yang demikian itu) hal yang
telah di sebutkan tadi (benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mempergunakan akalnya) yaitu bagi mereka yang berpikir.[13]
4. Tafsir Al-Lubab
Ayat 24 menunjuk kuasa-Nya memperlihatkan dari saat ke saat kilat, yakni
cahaya yang berkelepat dengan kecepatan di langit. Itu berpotensi menimbulkan
ketakutan jangan sampai ia menyambar dan juga untuk menimbulkan harapan bag
turunnya hujan, lebih-lebih bagi yang berada di darat.[14]
Di samping itu bukti kuasa-Nya itu, Allah Swt. Juga menurunkan hujan dari awan,
lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah kegersangan dan ketandusan
tanahnya. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah Swt. Bagi kaum yang berakal, yakni yang memikirkan dan
merenungkan sehingga mengikat nafsunya agar tidak terjerumus dalam
kedurhakaan.
5. Tafsir Al-Mishbah
Ayat yang lalu di akhiri dengan menyebut pendengaran. Disamping
pendengaran, manusia memiliki penglihatan. Dari sini, ayat diatas berbicara
tentang sebagian dari apa yang dapat di lihat di angkasa. Yakni potensi listrik
pada awan. Allah berfirman: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya,
adalah Dia memperlihatkan kepada kamu dari saat ke saat kilat
yakni cahaya yang berkelebat dengan cepat di langit untuk menimbulkan
ketakutan dalam benak kamu- apalagi para pelaut, jangan sampai ia
menyambar, dan juga untuk menimbulkan harapan bagi turunnya
hujan, lebih-lebih bagi yang berada di darat, dan Dia menurunkan air
hujan dari langit yakni awan, lalu menghidupkan bumi yakni tanah dengannya
yakni air itu sesudah matinya yakni sesudah kegersangan dan ketandusan
tanah di bumi itu. Sesungguhnya pada yang demikian hebat dan menakjubkan
itu, benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Swt antara lain
menghidupkan kembali yang telah mati. Tanda-tanda itu diperoleh dan bermanfaat bagi
kaum yang berakal yakni memikirkan dan merenungkannya.[15]
Penyebutan turunnya hujan setelah penyebutan kilat, karena biasanya hujan
turun setelah atau berbarengan dengan kilat, disisi lain harapan yang
dimaksud di atas adalah harapan turunnya hujan.
Kata (thama’an) digunakan untuk menggambarkan keinginan kepada
sesuatu, yang biasanya tidak mudah diperoleh. Penggunaan kata itu disini, untuk
mengisyaratkan bahwa hujan adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan manusia
atau sangat sulit di raihnya. Kini, walau ilmuan telah mengenal apa yang
dinamai hujan buatan, yakni cara-cara menurunkan hujan, tetapi cara itu belum
lumrah, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka tidak dapat membuat
sekian bahan yang dapat di olah untuk terciptanya hujan.
Ayat di atas berbicara tentang turunnya hujan dan kilat yang menimbulkan
harapan dan kecemasan. Ini dapat terjadi bagi siapapun, baik ia mengetahui
tentang sebab-sebab kilat dan proses turunnya hujan maupun tidak. Dan rasa
takut dan cemas serta harapan itu, dapat mengantar seseorang berhati-hati
sehingga tidak terjerumus di dalam pelanggaran atau dalam bahasa ayat di atas (ya’qilun)
yakni mengikat nafsunya sehingga tidak terjerumus dalam kedurhakaan dan
kesalahan.[16]
F.
Aspek Tarbawi
1. Semua yang di ciptakan oleh Allah itu
mempunyai tujuan dan manfaat bagi semua ciptaan-Nya.
2. Semua tanda-tanda kebesaran yang di
perlihatkan kepada kita oleh Allah, semata-mata agar manusia bisa berfikir dan
merenungi semua ciptaan-Nya.
3. Manusia hendaknya bersyukur atas semua
nikmat yang telah di berikan oleh Allah kepada kita.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kita sebagai muslim tidak
sepantasnya membeda-bedakan warna kulit. Allah membedakan-bedakan kita supaya
kita saling mengenal dan lebih mempererat tali ukhuwah diantara sesama muslim.
Karena sesungguhnya itu semua merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Kebesaran Allah tidak hanya terdapat pada penciptaan langit, bumi, dan
warna kulit saja, tetapi kebesaran Allah juga dapat terlihat pada bahasa-bahasa
yang dipergunakan makhluk ciptaanNya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi.
2009. Tafsir Jalalain Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset.
Al Marighi, Ahmad Mushthafa. 1992. Tafsir Al-Maraghi.
Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an
Bayan: Al-Qur’an dan terjemahannya disertai Tanda-tanda dengan Tafsir Singkat. Jakarta:
Bayan Qur’an.
Hamka. 2002. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT. Citra Serumpun
Padi.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tanggerang: Lentera
hati.
PROFIL PENULIS
Nama : Amirul Mu’minin
NIM :
2021114220
Alamat: Ds.Bulakan Kec.Belik Kab.
Pemalang
Jurusan: Tarbiyah
Prodi :
PAI
[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Bayan: Al-Qur’an dan
terjemahannya disertai Tanda-tanda dengan Tafsir Singkat, (Jakarta: Bayan
Qur’an, 2009), hlm. 406.
[2] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 38
[3] Ibid.,
[4] M. Quraish
Shihab, Al-Lubab, (Tanggerang: Lentera hati, 2012), hlm. 141-142.
[5] Hamka, Tafsir
Al-Azhar, (Jakarta: PT. Citra Serumpun Padi, 2002), hlm. 67.
[6] Ibid., hlm.
68.
[7] Imam
Jalaluddin Al Mahalli dan Imam Jalaluddin As Suyuthi, Tafsir Jalalain Jilid
2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 2009), hlm. 454-455.
[8] Ahmad
Mushthafa Al Marighi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra, 1992), hlm. 70.
[9] Departemen
Agama Ri, Op. Cit., hlm. 406.
[10] Ahmad
Mushthafa Al Maraghi, Op. Cit., hlm. 72.
[11] Hamka, Op.
Cit., hlm. 70.
[12] Ibid., hlm.
71.
[13] Imam
Jalaluddin Al Mahalli dan Imam Jalaluddin As Suyuthi, Op. Cit., hlm. 456.
[14] M. Quraish
Shihab, Op. Cit., hlm. 142.
[15] M. Quraish
Shihab, Op. Cit., hlm. 143.
[16] Ibid., hlm. 144.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar