KEWAJIBAN
BELAJAR SPESIFIK
PERINTAH MEMBACA DAN BELAJAR AGAMA
QS. TAUBAH AYAT 122
Fatkhu Sanah (2021115031)
Kelas A
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Q.S.
at-Taubah : 122
122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya.
Ayat diatas membahas tentang perintah membaca dan belajar agama. Begitu
banyak dalil dalam al-Qur’an maupun hadis yang mebahas keutamaan atau hukum
belajar atau mencari ilmu, bahkan belajar hukumnya wajib bagi setiap muslim. Tidak hanya
dalam usia muda saja untuk mencari ilmu, namun sampai keliang lahat. Jadi tidak
ada batasan seseorang untuk berhenti mencari ilmu. Ilmu tersebut akan lebih
bermanfaat jika ditularkan untuk orang lain.
Dalam al-Qur’an ada dua istilah belajar yang digunakan yaitu, ta’allama
dan darasa. Ta’allama berasal dari kata ‘alima yang telah
mendapat tambahan dua huruf (imbuhan),
yaitu ta’ dan huruf yang sejenis
dengan lamfi’il-nyayang dilambangkan dengan tasjid sehingga menjadi ta’allama.
‘Alimaberarti “mengetahui”.Karenapenambahanhurufpada kata dasar,dapatmengubahmakna kata tersebut.
Makata’allamasecaraharfiahdapatdiartikankepada ”menerimailmuakibatdarisuatupengajaran”.
Belajardapatdidefinisikankepadaperolehanilmusebagaiakibatdariaktivitaspembelajaranatausuatuaktivitas
yang dilakukanseseorangdimanaaktivitasitumembuatnyamemperolehilmu.
Pentinnya membahas materi ini karena agar tidak ada pemikiran yang
dangkal mengartikan berjuang di jalan Allah hanya dengan berjihad mengangkat
senjata mempertaruhkan nyawa memerangi kaum kafir di medan perang. Namun ada
berbagai macam aktivitas yang termasuk berjuang dijalan Allah. Seperti,menuntut ilmu, berdakwah, mendidik
dan masih banyak lagi perjuangan dijalan
Allah yang lain.
Tujuan yang baik dari orang-orang yang mendalami agama itu karena
ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka
tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan
harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat
kemaksiatan, agar seluruh kaum mu’min mengetahui agama mereka ketahui, mampu
menyebarkan dawah dan membelanya, seta menerangkan rahasia-rahasianya kepada
sluruh umat manusia.Tujuan yang mulia untuk kemaslahatan umat itu juga termasuk
berjuang di jalan Allah. Belajar termasuk perbuatan yang mendapatkan kedudukan
yang tinggi di hadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dengan orang yang
berjihad dengan harta dan dirinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Membaca dan
Belajar
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa
tulis (Tarigan, 1984:7). Pengertian lain dari membaca adalah suatu proses
kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
Membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan
pembinaan daya nalar (Tampubolon, 1987:6). Dengan membaca, seseorang secara
tidak langsung sudah mengumpulkan kata demi kata dalam mengaitkan maksud dan
arah bacaannya yang pada akhirnya pembaca dapat menyimpulkan suatu hal dengan
nalar yang dimilikinya.
Ada duaistilah yang digunakan al-Qur’an
yang berkonotasibelajar, yaituta’allamadandarasa. Ta’allamaberasaldari
kata ‘alimayang telahmendapattambahanduahuruf (imbuhan),yaituta’danhuruf yang
sejenisdenganlamfi’il-nyayang dilambangkandengantasjidsehinggamenjadita’allama.
‘Alimaberarti “mengetahui”.Karenapenambahanhurufpada kata dasar,dapatmengubahmakna
kata tersebut. Makata’allamasecaraharfiahdapatdiartikankepada”menerimailmuakibatdarisuatupengajaran”.
Belajardapatdidefinisikankepadaperolehanilmusebagaiakibatdariaktivitaspembelajaranatausuatuaktivitas
yang dilakukanseseorangdimanaaktivitasitumembuatnyamemperolehilmu.[1]
B. Tafsir
1. Tafsir al-Lubab
Ayat 122 menyatakan bahwa:
Tidak sepetutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya ke medan
perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Jika
tidak ada panggilan yang bersifat mobilitas umum, maka tidak pergi dari
tiap-tiap kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari kelompok itu untuk
bersungguh-sungguh memperdalam
pengetahuan tentang agama. Sehingga
mereka dapat memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan
yang bertugas ke medan perang itu apabila nanti mereka kembali ke kampung
halaman setelah selesainya tugas mereka.
2.
Tafsir Mustafa al-Maraghi
Penfsiran kata –kata sulit :
نَفَرَ –Nafara : Berangkat
perang
لَوْلاَ -Laula : kata-kata
yang berarti anjuran
Dan dorongan melakukan sesuatu yang
disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi dimasa yang akan
datang. Tetapi laula juga berarti kecaman atas meninggalkan perbuatan
yang disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat.
Apabila hal yang dimaksud merupakan pekara
yang mungkin dialami, maka bisa juga laulaberarti perintah
mengerjakannya.
اَلْفِرْقَة–Al-firqah: kelompok
besar
اَلطَّائِفَة -At-ta’ifah : kelompok kecil
اَلطَّائِفَة -At-ta’ifah : kelompok kecil
تَفَقَّهَ-Tafaqqaha : berusaha
keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan suah payah untuk memperolehnya
اَنْذَرَهُ – Anzirahu : menakuti-mnakuti
dia
حَذِرَهُ -Haziirahu : berhati-hati
terhadapnya
Pengertian secara umum, Ayat ini menerangkan
hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu
merupakan cara berjuang denganmenggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti,
juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru
kepada aman dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang
menggunakan pedang itu sendiri tiak disyari’atkan kecuali untuk benteng dan
pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh
dari orang-orang kafir dan munafik.
(وَمَا كَانَ
الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَّةً)
Tidaklah patut bagi orang-orang mu’min, dan
juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan
perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu
kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang
lain, bukan fardhu a’in , yang wajibdilakukan setiap orang. Perang
barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum mu’min
menujumedan perang.
Kewajiban mendalami Agama dan kesiapan
untuk mengajarkannya
(فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ)
Artinya agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu
karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada
mereka tentang akibat kebodohandan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui,
dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap
akibat kemaksiatan, agar seluruh kaum mu’min mengetahui agama mereka, mampu
menyebarkan dakwah dan membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasianya kepada
seluruh umat manusia. Jadi tujuannya bukan untuk memperoleh kepemimpinan dan
kedudukan yang tinggi, megungguli kebanyakan orang lain, atau berujuang memperoleh
harta dan meniru orang zalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendaraan
maupun dalam persaingan antara sesama mereka.
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama
dan bersedia mengerjakannya ditempat-tempat pemukiman serta memahamkan
orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka.
Sehingga mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang
wajib diketahui dari oleh setiap mu’min.
Orang-orang yangg beruntung adalah mereka yang memperoleh
kesempatan untuk mendalami agama, mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi
Allah, tidak kalah tingginya dari kalangan pejuangyang mengorbankan harta dan
jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela
agama dan ajaran-Nya. Bahkan mereka lebih utama dari pejuang pada
situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setip
orang.[2]
3.Tafsir Al-Qurtubi
Ayat ini membahas enam masalah, yaitu:
Pertama: firman Allah SWT, وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ sepatutnya bagi orang-orang mu’min itu, “
maksudnya adalah perintah jihad bukanlah fardhu ain, melainkan fardhu kifayah. Karena
jika seiap orang pergi berjihad, maka tidak akan ada lagi generasi muda,
sebaiknya ada satu kelompok pergi berjihad dan klompok lain menetap untuk
mendalaami ilmu agama serta menjaga kaum wanita. Sehingga apabila kelompok
kembali dari berperang, maka kelompok penuntut ilmu mengajarkan kepada mereka
hukum-hukum syariat.
Kedua: ayat ini adalah asal perintah untuk menuntut ilmu, karena
makna ayat tersebut adalah, tidak patut semua mu’min keluar untuk
berjihad. Maksudnya adalah tidak
dituntut semuanya berjihad sedangkan sisa dari kelompok tersebut tinggal
bersama Nabidan mendalami ilmu agama.
Apabila kelompok yang berjihad kembali dari medan laga, maka
kabarilah mereka apa yang telah dipelajari dan ajarilah pula mereka. Ayat ini
mengandung kewajiban untuk mendalami kitab (Al-Qur’an)dan sunnah, dan kewajiban
ini hanya sebatas fardhu kifayah, bukan fardhu ain.
Ketiga: Firman Allah SWT, مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ “ Dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang.”
Secara bahasa, kataطَائِفَةArtinya
kelompok orang. Ukuran (kadar) kelompok itu paling sedikit berjumlah dua orang.
Namun kata ini juga digunakan untuk satu orang seperti dalam Q.s. At-Taubah
[9]:66
إِنْ
نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً
jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat),
niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain).
Keempat: firman Allah SWT, لِيَتَفَقَّهُوا , dhamir (kata ganti) pada kalimat tersebut
untuk mereka yang menetap bersama Nabi SAW. Pendapat seperti ini dikemukakan leh
Qatadah dan Mujhid.
Kelima: Hukum menuntut ilmu terbagi mejadi dua, yaitu:
1.
Fardhu ain, seperti sholat, zakat, dan puasa.
Menurut al-Qurtubi dalilnya adalah hadis berikut ini,
اِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ
“Sesungguhnya menuntut ilmu adalah sesuatu yang
diwajibkan.”
2.
Fardhu kifayah, seperti memperoleh hak-hak, menegakkan (hukum) hudud,
dan melerai dua orang yang bertengkar. Hal-hal demikian tidak harus
diipelajari oleh setiap individu, karena hanya akan mengurangi hal-hal lain yan
lebih penting dalam hidupnya. Oleh karena itu, perlu pembagian dalam menangani
hal-hal tersebut sesuai dengan kemampuan yang diberikan Allah kepadanya.
Keenam: menuntut ilmu memiliki keutamaan dan martabat yang mulia.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ad-Darda’, dia berkata, ”Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu,
maka Allah akan menunjukkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para
malaikat ridha dengan perbuatannya dan akan menaunginya dengan sayapnya.
Sesungguhnya orang alim akan dimintakan maaf baginya penghuni langit dan
penghuni bumi, bahkan ikan didasar lautan. Keutamaan orang berilmu dari ahli
ibadah adalah bagaikan bintang yang berkedipan. Sesungguhnya ulama adalah
pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham (harta)
melainkan mewariskanilmu. Barang siapa mmilih ilmu berrti dia telah mengambil
bagian yang sempurna’.”
Sabda Nbi SAW yang menyebutkan bahwa para malaikat akan menaungi
penuntut ilmu dengan sayapnya.... memiliki dua pengertian, yaitu:
1)
Malaikat meridhainya, sebagaimana Allah wasiatkan kepada anak-anak
untuk berbuat baik kepada orang tua mereka, seperti firman Allah:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (Q.s. Al-Israa’ [17]: 24)
2)
Apbila para malaikat melihat orang menuntut ilmu karena mengharap
ridha Alla, maka malaikat akan mengembangkan sayapnya untuk melidungi dari
segala kesusahan yang dia hadapi selama mnuntut ilmu. Oleh karena itu, dengan
naungan para malaikat jarak yang jauh terasa dekat, dan dia tidak akan terkena
musibah dalam perjalanan, seperti sakit, kekuranagn harta, dan tersesat di
jalan.[3]
4.Tafsir al-Azhar-
Dengan susunan kalimat Falaulaa, yang berarti diangkat
naiknya, maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang
beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan
masing-masing, baik secara ringan maupun secara berat. Maka dengan ayat ini
Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan
memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke
medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal digaris
belakang memperdalam pengertian (fiqh) tentang agama, sebab tidaklah kurang
penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam.
Tegasnya adalah semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang.
Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas membagi tugas mereka masing-masing. Ada
yang berjihad ke garis muka dan ada yang berjihad di garis belakang. Sebab itu
maka kelompok kecil yang memperdalam pengetahuannya tentang agama itu adalah
sebagian daripada jihad juga.[4]
5. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan
Menurut al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban
memperdalam ilmu agama (wujud al-tafaqqub fi al-din) serta menyiapkan
segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeriyang
telah didirikan serta mengajarkanya kepada manusia berdasarkan kadaryang dapat
memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka, tidak mengetahui hukum-hukum agama
yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman. Menyiapkan
diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agamadan maksud tersebut
adalah termasuk perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi di
hadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dengan orang yang berjihad dengan
harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan kedudukannya
lebih tinggi. Berdasarkan keadaan ini maka mempelajari fikih termasuk wajib,
walaupun sebenarnya kata tafaqquh tersebut makna umumnya adalah
memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu fkih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu
tassawuf, dan sebagainya.[5]
6. Tafsir al-Misbah
Ayat ini menggaris bawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/ memperdalam pengetahuan bagi mereka yang di
anjurkan keluar, sedang motivasi utama
mereka yang berperang bukanlah tafaqquh. Ayat ini tidak berkata bahwa
hendaklah jika mereka pulang, mereka bertafaqquh tetapi berkata untuk
memberi peringatankepada kaum mereka apabilamereka telah kembali kepada mereka,
upaya mereka berubah-ubah.” Peringatan hasil tafaqquh itutidak
mereka peroleh pada saat terlibat dalam perang, karena yang terlibat kala
itupastilah sedemikian sibuk menyusun strategi dan menangkalserangan,
mempertahankan diri sendiri sehinggatidak mungkin ia dapat bertafaqquh
memeperdalam pengetahuan. Memang harus diakui bahwa yang bermaksud
memperdalam pengetahuan agama harusmemahami arena, serta memperhatikan
kenyataan yang ada, tetapi itu tidak berarti tidak dapat dilakukanoleh mereka
yang tidak terlibat dalam perang. Bahkan tidak kelirujika yang dikatakan bahwa
yang tidak terlibat dalam perang itulah yang lebih mampu menarik pelajaran,
mengembangkan ilmu dari pada mereka yang terlibat langsung dalam perang.[6]
C. Aplikasi Dalam Kehidupan
Menuntut ilmu atau belajar merupakan salah satu kegiatan yang
positive menghilangkan kebodohan. Belajar atau memperdalam ilmu pengetahuan yang
sudah didapat kemudian pengetahuan tersebut diajarkan kepada orang lain yang
belum tahu itu juga termasuk berjuang di jalan Allah. Misalnya, santri yang
menuntut ilmu di salah satupondok pesntren modern, kemudian di pesantren dia
mendapatkan berbagai mata pelajaran ilmu agama, seperti fiqih, tajwid, nahwu,
shorof, ilmu kalam, tafsir, hadis, dan ilmu lainya. Santri tersebut yang
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Setelah mendapatkan ilmu tersebut kemudian
dia mendalami pengetahuan yang dia dapatkan, setelah dia mengusai ilmu-ilmu
tersebut kemudian dia mengajarkan kepada orang lain atau muridnya.
Perlunya pembagian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing agar
tidak ada tugas yang terabaikan atau menghindari kekosongan posisi. Pembagian
tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing agar tidak mengganggu kelancaran
pelaksanaan tugas, Misalnya ada yang menjaga pertahanan negara dari segala
macam seranagan, baik dari luar maupun dari dalam. Ada juga yang bertugas menjadi pendidik
mewujudkan generasi yang cerdas, dan ada yang mengisi posisi yang lain.
D. Aspek Tarbawi
Aspek tarbawi dari
Q.S. at-Taubah : 122 sebagai berikut:
1.
Seorang muslim seharusnya mencintai Rasul Muhammad saw. melebihi
cintanya terhadap diri sendiri. Cinta tersebut diwujudkan dalam bentuk
meneladani dan melanjutkan perjuangan beliau
2.
Belajar untuk menghilangkan kebodohan dan untuk mendapat ridha
Allah SWT
3.
Membagi ilmu pengetahuan yang kita punya kepada orang lain
4.
Ganjaran yang besar menanti setiap pejuang di jalan Allah swt, baik
perjuangan fisik maupun materi atau pikiran, betapa pun kecilnya.
5.
Perlu pembagian tugas dan kewajiban sehingga tugas yang lain tidak
terabaikan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
6.
Jihad dapat terlaksana dalam bentuk pikiran, pendidikan, sosial,
ekonomi, politik. Tidak harus memerangi orang-orang kafir, namun bergantung
pada situasi dan kondisi. Karena itu, perintah
diatas tidak hanya dalam arti mengangkat senjata, tetapi juga dengan pena,
lidah dan aneka usaha yang lainnya. Misalnya, Menuntut ilmu, berdakwah, dan mendidik merupakan kegiatan-kegiatan yang
lain untuk kemaslakhatan umat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi
berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan maupun secara
berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi
kepada jihad bersenjata dan memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang
agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka
yang tinggal digaris belakang memperdalam pengertian (fiqh) tentang agama,
sebab tidaklah kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib
diperdalam.
Pembagian tugas yang sesuai dengan kemampuan masing-masing, Jihad dapat terlaksana dalam bentuk pikiran,
pendidikan, sosial, ekonomi, politik. Tidak harus memerangi orang-orang kafir,
namun bergantung pada situasi dan
kondisi. Karena itu, perintah diatas tidak hanya dalam arti mengangkat senjata,
tetapi juga dengan pena, lidah dan aneka usaha yang lainnya. Misalnya, Menuntut
ilmu, berdakwah, dan mendidik merupakan
kegiatan-kegiatan yang lain untuk kemaslakhatan umat.
DAFTAR PUSTAKA
M.
Yusuf, Kadar. 2013. Tafir Tarbawi. Jakarta: Amzah
Mustafa al-Maraghi , Ahmad. 1994. Tafsir Mustafa al-Maraghi. Semarang:
Karya Toha Putra
al-Qurthubi
, Imam. 2008. Tafsir Al-Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam
Hamka.
1984. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas
Nata,
Abuddin.2009. Tafsir ayat-ayat pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
QuraishShihab, Muhammad. 2012. Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasian al-Qur’an. Jakarta: PenerbitLenteraHati
PROFILPENULIS
Nama : Fatkhu Sanah
TTL : Pekalongan, 8 Mei 1997
Ayah :
Abdul Aziz
Ibu :
Turanah
Pendidikan :
1.
TK Raudhotul Athfal Rowoyoso
2.
SDN 02 Rowoyoso
3.
SMPN 02 Wonokerto
4.
SMAN 1 Wiradesa
5.
IAIN Pekalongan
[1]Kadar M. Yusuf,
Tafir Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 34
[2]A. Mustafa al-Maraghi, Tafsir Mustafa al-Maraghi, (Semarang:
Karya Toha Putra, 1994), hlm. 84-87
[5]Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), hlm.159
[6]M. QuraishShihab,Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasian al-Qur’an, (Jakarta: PenerbitLenteraHati, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar