Laman

new post

zzz

Selasa, 13 September 2016

TT1 D 2c KEISTIMEWAAN ORANG BERILMU (QS. AL-ANKABUT AYAT 43)

KEISTIMEWAAN ORANG BERILMU
(QS. AL-ANKABUT AYAT 43)
                 

YAUMUL MARKHAMAH
(2021115025)
Kelas : D

Prodi : PAI
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2016



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Keistimewaan Orang Berilmu” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.SI selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi I yang telah memberikan tugas ini serta membantu memberikan motivasi dan masukan dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran demi kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamiin.





Pekalongan, 16 September 2016
Penyusun


YAUMUL MARKHAMAH
(2021115025)




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bila dilihat dari proses penciptaannya, manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya. Meskipun manusia diciptakan dari tanah oleh Allah SWT, karena manusia dibekali dengan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya. Sehingga setiap manusia memiliki keistimewaan tersendiri.
Keberhasilan dan pencapaian manusia terletak pada keseriusan, konsisten, dan kesinambungan dalam mencari ilmu. Dalam ajaran Islam mencari ilmu sangatlah dianjurkan bagi siapapun, tidak memandang laki-laki atau perempuan, tidak juga memandang usia. Sehingga orang yang memiliki ilmu atau orang berilmu, hatinya akan memancarkan sinar terang dan tidak mungkin melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama, yakni Islam.

B.    Judul
Keistimewaan Orang Berilmu

C.    Nash dan Artinya

۝ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُوْنَ
Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini, Kami buat untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (QS. Al-Ankabut ayat 43)

D.    Arti Penting untuk Dikaji
Dalam konteks ini, mengapa sangat perlu dikaji mengenai keistimewaan orang-orang yang berilmu dan penjelasannya telah ada dalam QS Al-Ankabut ayat 43, seperti di atas. Keistimewaan dalam hal ini tidak ada yang mampu membedakan antara manusia dengan binatang atau makhluk lain ciptaan Allah kecuali pada tingkatan ilmunya. Sehingga sebagai tolak ukur yang digunakan untuk melihat seberapa mulia derajat kemanusiaannya ataupun sebaliknya.
Karena sebagian dari manusia dalam konteks karir keimanan atau kepercayaan ada yang berangkat dari ilmu yang mengarahkan kepada keimanan, dan sebagian yang lain ada yang berangkat dari keimanan kemudian diarahkan untuk mencari ilmu. [1]




BAB II
ISI

A.    Teori dari Buku
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang berarti mengetahui.[2] Sedangkan ilmu dalam perspektif Al-Qur’an mempunyai arti kejelasan yakni suatu keistimewaan yang menjadikan manusia lebih unggul atas makhluk lain ciptaan Allah SWT. Yang mana di dalam Al-Qur’an terulang kata ilmu sebanyak 854 kali.[3]
Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa ilmu terdiri dari dua macam, yaitu:
1.     Ilmu laduni, yakni ilmu yang diperoleh tanpa upaya/usaha manusia. seperti dalam QS Al-Kahfi ayat 65 yang artinya:
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”  

2.     Ilmu kasbi, yakni ilmu yang diperoleh manusia karena usahanya. Seperti dalam QS. Al-Haqqah ayat 38-39 yang artinya:
maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.”

Maksud terjemahan ayat di atas, bahwa objek ilmu meliputi hal-hal yang bersifat materiil dan juga non materiil, dan bahkan ada wujud yang tidak dapat dijangkau oleh manusia.

Sumber ilmu pengetahuan ada empat, yaitu diantaranya[4]:
1.     Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Keduanya merupakan sumber pertama bagi ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Al-Qur’an sering mengingatkan manusia agar memikirkan ayat-ayat Allah kemudian mengambil hikmahnya serta mengamalkannya.
2.     Alam semesta. Dalam hal ini Al-Qur’an menyeru manusia untuk memikirkan keajaiban ciptaan Allah serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
3.     Diri manusia (nafs). Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Thoriq ayat 5, yang artinya:
Maka hendaklah manusia memperhatikan diri apakah dia diciptakan?
4.     Sejarah umat manusia. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Rum ayat 9, yang artinya:
dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada Rosul-rosul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.”










B.    Tafsir dari Buku
1.     Tafsir Al-Lubab
Perumpamaan (matsal) dalam Al-Qur’an mengandung makna-makna yang dalam. Ia bukan bertujuan menghiasi kalimat, bukan juga terbatas pada pengertian kata-katanya. Masing-masing sesuai kemampuan ilmiahnya dapat menimba dari perumpamaan itu pemahaman yang boleh jadi berbeda, bahkan lebih dalam daripada orang lain.[5]
2.     Tafsir Al-Maragi
Allah menjelaskan beberapa faedah dibuatnya perumpamaan-perumpamaan bagi manusia untuk mendekatkan pemahaman mereka kepada apa yang sulit untuk mereka pahami, dan untuk memperjelas apa yang perkaranya terasa sulit oleh mereka, hikmahnya sulit digali, intisarinya sulit dipahami dan pengaruhnya sulit diketahui serta sulit diikuti, karena faedahnya yang terlalu banyak, kecuali orang-orang yang ilmunya mendalam dan yang berpikir tentang akibat segala perkara.
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi SAW membaca ayat ini lalu bersabda:
  اَالْعَالِمُ مَنْ عَقَلَ عَنِ اللهِ تَعَالَى فَعَمِلَ بِطَاعَتِهِ وَاجْتَنَبَ سُخْطَهُ
“Orang alim ialah orang yang memahami tentang Allah Ta’ala lalu mengamalkan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya”.[6]
3.     Tafsir Al-Misbah
Firman-Nya yang berbicara tentang amtsal Al-Qur’an sebagai: “Tiada ada yang memahaminya kecuali orang-orang alim” mengisyaratkan bahwa perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Qur’an mempunyai makna-makna yang dalam, bukan terbatas pada pengertian kata-katanta. Masing-masing orang, sesuai kemampuan ilmiahnya, dapat menimba dari matsal itu pemahaman yang boleh jadi berbeda, bahkan lebih dalam dari orang lain. Ini juga berarti bahwa perumpamaan yang dipaparkan disini bukan sekedar perumpamaan yang bertujuan sebagai hiasan kata-kata, tetapi ia mengandung makna serta pembuktian yang sangat jelas. Bukti iitu terurai lebih jauh pada ayat berikutnya, yakni ayat 44 surah Al-Ankabut yang artinya:
“Allah menciptakan langit dan bumi dengan haq. Sesungguhnya pada yangdemikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin”.[7]
4.     Tafsir Al-Qurthubi
Firman Allah SWT, وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ Dan perumpamaan-perumpamaan ini” maksudnya, semua contoh ini telah disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 26 dan surah Al-Hajj ayat 73. نَضْرِبُهَا atau kami jelaskan”, لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَا atau “Kami buat untuk manusia, dan tiada yang memahaminya” maksudnya, mereka tidak memahaminya. إِلَّا الْعَالِمُوْنَ atau “kecuali orang-orang yang berilmu” maksudnya yakni orang-orang yang mengenal Allah, sebagaimana Jabir meriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Orang yang berilmu adalah orang yang bisa memahami Allah SWT kemudian taat menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi yang dimurkainya.”[8]

C.    Aplikasi dalam Kehidupan
Berdasarkan penjelasan beberapa tafsir di atas, bahwa ilmu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ilmu, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan di muka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.[9]
Di dalam Al-Qur’an memberikan isyarat-isyarat bahwa yang berhak memimpin umat adalah yang memiliki ilmu, sebagaimana telah disebutkan dalam surah Al-Ankabut ayat 43.

D.    Aspek Tarbawi
Berikut aspek tarbawi dari QS Al-Ankabut ayat 43, diantaranya:
1.     Manusia dianjurakan menuntut ilmu.
2.     Mengetahui isyarat/perumpamaan ayat Al-Qur’an lebih dalam,
3.     Dimudahkan jalan menuju surga,
4.     Pengangkatan manusia sebagai khalifah, serta dibedakannya manusia dari makhluk lain disebabkan karena ilmu yang dimilikinya,
5.     Karena hakekat manusia tidak dapat dipisahkan dari kemampuan untuk mengembangkan ilmu,[10]




BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari pemaparan makalah di atas mengenai tafsir Al-Qur’an dalam surah Al-Ankabut ayat 43 bahwa ilmu suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang berarti mengetahui.
Allah menjelaskan faedah dibuatnya perumpamaan-perumpamaan bagi manusia untuk mendekatkan pemahaman mereka kepada apa yang sulit untuk mereka pahami, dan untuk memperjelas apa yang perkaranya terasa sulit oleh mereka, Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi SAW membaca ayat 43 surah Al-Ankabut ini lalu bersabda yang artinya:
“Orang alim ialah orang yang memahami tentang Allah Ta’ala lalu mengamalkan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya”




DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: Karya Toha Putra.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
M.Yusuf, Kadar. 2013. Tafsir Tarbawi: Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan. Jakarta: Amzah.
Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan. Yogyakarta: Teras.
Shihab, M. Quraish. 2011. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-srah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.



PROFIL PRIBADI
Nama  : YAUMUL MARKHAMAH
TTL     : Pekalongan, 17 Agustus 1996
Alamat  : Desa Waru Lor rt.7 rw.4 No.37 Kec. Wiradesa Kab. Pekalongan
No. Hp : 085642987165
Riwayat Pendidikan   :
v SD Negeri Waru Lor              (Lulus th 2009)
v SMP Negeri 2 Wiradesa         (Lulus th 2012)
v SMA Negeri 1 Wiradesa        (Lulus th 2015)
v IAIN Pekalongan                    (Sedang berlangsung)
Riwayat Pendidikan Lain :
v TPQ Ma’arif Gumawang Wiradesa               (Lulus th 2007)
v MDW Miftahul Huda Gumawang Wiradesa (Lulus th 2010)
v PP Tashilul Huda Kauman Wiradesa             (Sedang berlangsung)







[1] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pedidikan, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 109-111
[2] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 34
[3] Ahmad Munir, Op.Cit., hlm.79
[4] Ahmad Munir, Op.Cit., hlm.83-94
[5] M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012),hlm. 112-113
[6] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Karya Toha Putra, 1993), hlm. 250
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2011),hlm. 88
[8] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),hlm. 882
[9] Ahmad Munir, Loc.Cit., hlm. 94
[10] Ibid., hlm.103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar