“KARAKTERISTIK ORANG BERILMU”
BERPALING DARI ORANG JAHIL
QUR’AN : AL-A’RAF AYAT 199
Baiti Iksiroh 2021115026
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tafsir surat al-A’raf ayat 199 tentang ”berpaling dari
orang bodoh” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya
berterima kasih pada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku Dosen mata kuliah Tafsir
Tarbawi IAIN Pekalongan yang telah
memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai berpaling dari orang bodoh. saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai berpaling dari orang bodoh. saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Pekalongan, 09 September 2016
Baiti
Iksiroh
2021115026
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari
bahasa Arab, yaitu ‘alima yang terdiri dari huruf ‘ayn, lam dan mim. Kata
al-ilm dalam ayat ini berarti pengetahuan yang berisi risalah ilahiyah yang di
terima Ibrahim dari Allah. Risalah itu berisi ajaran tauhid dan
ketentuan-ketentuan Allah yang mesti dipatuhi manusia.
Di dalam surat Al-A’raf dikisahkan perjuangan Nabi
Musa. dalam surat inilah perjuangan Nabi Musa dikisahkan lebih panjang dan
lebih luas daripada surat-surat yang lain.sebagaimana diketahui, kota madinah
tempat Rasulllah hijrah itu, sebelum beliau sampai kesana telah didiami
terlebih dahulu oleh orang Yahudi. Mulanya mereka memandang dirinya lebih
tinggi daripada penduduk asli. Merekapun menerangkan juga bila terjadi
percakapan dengan penduduknya yang asli Arab, yaitu bani Aus dan Khazraj,
mereka mengatakan bahwa bangsa mereka lebih tinggi, kedudukan mereka lebih
mulia, karena kepada merekalah diturunkan Allah nabi-nabi dan Rasul.
Seakan-akan mereka lebih terpelajar daripada penduduk asli Arab.
Setelah hijrah ke Madinah telah diperbuat
persetujuan perdamaian diantara Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi, bahwa mereka
akan hidup bertetangga secara baik, dan kalau datang serangan ke dalam kota
Madinah daripada suku-suku yang lain, telah diikat perjnjian bahwa musuh itu
akan di hadapi bersama. Pihak yahudi menyetujui perjanjian demikian. Tetapi
kemudian ternyata nabi Muhammad bersama Muhajirin yang sama penduduk Madinah
kian lama kuat dan kian berkuasa.
Setelah
melihat latarbelakang yang demikian dapatlah kita mmahamkan apa sebab bahwa
surat-surat yang diturunkan di Madinah banyak di ceritakan perjuangan nabi Musa
dalam menegakkan agama tauhid. Di dalam surah Al’araf ayat 199 juga dijelaskan
mengenai budi pekertidan makalah yang akan saya bahas mengenai budi pekerti
yang ada di dalam surah Al-A’raf ayat 199.
B.
Berpaling dari orang bodoh atau jahil
Al-A’raf :199
Éè{
uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
Jadilah
Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh.
C.
Arti Penting
:
Pentingnya mempelajari Qur’an Surah
Al-A’raf yaitu dapat mengerti bagaimana maksud dan cara berpaling dari orang
bodoh. Pengertian sebenarnya orang jahil atau Bodoh. Di dalam Qur’an Surah
Al-A’raf ayat 199 berisi tentang budi pekerti luhur yang berkaitan dengan
hubungan antar manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1. Sikap Pemaaf
Memaafkan
adalah luka yang terdapat dihati diobati dan kemarahan serta kejengkelan akibat
perlakuan buruk dihapus sehingga tidak berbekas.[1]
Dalam pergaulan hidup yang luas atau
dalam sekumpulan manusia yang sama cita-cita dan terdapat persaman faham,
berkumpullah banyak manusia dengan masing-masing mempunyai kelebihan, tetapi
masing-masingpun mempunyai segi yang lemah, yang kadang-kadang membosankan dan
menyinggung perasaan. Hal inilah yang diperingatkan Allah terlebih dahulu
kepada rasulNya, bahwa yang demikian akan terdapat pada pengikut-pengikutnya.
Maka kekurangan-kekurangan yang demikian itu, yang tidak mengenai dasar
perjuangan, hendaknya memperbanyak maaf.[2]
2.
Berbuat Amar
Ma’ruf Nahi Munkar
Amar Ma’ruf berasal dan nahi munkar berasal dari kata
bahasa Arab أَمْر merupakan
kata dasar dari fi’il atau kata kerja أَمْرَyang artinya memerintah atau menyuruh. Jadi Amar
artinya perintah. Makruf artinya yang baik atau kebaikan, kebajikan. Sedangkan
munkar yaitu perkara yang keji. Memerintahkan untuk suatu kebajikan dan
melarang terhadap suatu kemungkaran adalah perintah agama, karena itu wajib
dilaksanakan oleh setiap umat manusia. Didalam menyampaikan kebenaran manusia
dituntut untuk dapat memulainya dari diri sendiri untuk melakukanya, dan baru
mengajak kepada orang terdekat, kaum kerabat, tetangga untuk melakukan dari amal
kebajikan sebagaimana dia telah melakukanya.[3]
3.
Menjauhkan
diri dari orang-orang jahil.
Kata (الجاهلين) al-jahilin
adalah bentuk jamak dari kata جاهل ia digunakan al-Qur’an bukan sekedar dalam
arti seorang yang tidak tahu, tetapi juga dalam arti pelaku yang kehilangan
kontrol dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas
dorongan nafsu, kepentingan sementara, atau kepicikan pandangan. Istilah itu
juga digunakan dalam arti mengabaikan nilai-nilai ajaran illahi. berpalinglah
dari orang-orang yang bodoh.[4]
Maksud berpaling dari orang-orang bodoh ialah ukuran yang dipakai oleh
orang bodoh adalah ukuran yang singkat. Mereka akan mengemukakan asal usul yang
hanya timbul daripada fikiran yang singkat dan pandangan yang picik. Mereka
hanya memperturutkan perasaan hati, bukan pertimbangan akal. Maka arti
berpaling disini ialah agar kita berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang
bodoh, orang yang berkuran singkat itu.[5]
B.
Tafsir dari
Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 199
a.
Tafsir Al-Lubab
Ayat 199 berpesan: Hai
Nabi Muhammad SAW. jadilah maaf, terimalah yang mudah dan jangan menuntut
terlalu banyak, dan suruhlah mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari
orang-orang jahil.[6]
b. Tafsir Al-Maraghi
Allah Ta’ala
memerintahkan nabi-Nya pada ayat ini untuk melaksanakan tiga perkara, yang
semuanya merupakan dasar-dasar umum syari’at, baik menyangkut soal kesopanan
jiwa atau hukum-hukum amaliah:
1.
Al-‘Afwu Artinya
mudah, tidak berliku-liku yang menyulitkan. Jadi maksud ayat: di antara
perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang, akhlak mereka dan apapun yang datang
dari mereka, ambillah yang menurutmu mudah, dan bersikap mudahlah, jangan
mempersulit dan jangan menuntut mereka melakukan sesuatu yang memberatkan,
sehingga mereka akan lari darimu.
2.
Al-Amru bi’l
Ma’ruf (menyuruh kepada yang ma’ruf). Hati senang kepadanya
dan merasa tenteram. Tidak diragukan, bahwa suruhan ini didasarkan pada
pertimbangan kebiasaan baik pada umat dan hal-hal yang menurut kesepakatan
mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Al-Ma’ruf ialah kata umum yang
mencakup setiap hal yang diakui, termasuk taat dan taqarrub kepada Allah serta
berbuat baik kepada sesama manusia. Ma’ruf ialah apa yang menurut akal baik
untuk dilakukan dan tidak dipungkiri oleh semua akal sehat.[7]
3.
Al-Iradh
‘ani ‘l-Jahilin (berpaling dari orang-orang jahil), yaitu dengan cara
tidak mempergauli mereka dan jangan berbantah-bantahan dengan mereka. Karena
untuk menghindari agar jangan disakiti oleh mereka memang tak ada jalan lain
kecuali berpaling dari mereka.[8]
c.
Tafsir Al- Misbah
Ayat ini berpesan: Hai Nabi Muhammad saw. Ambillah maaf, yakni jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari
orang-orang yang jahil.
Kata (العفو ) Al-‘Afwu maaf. Terambil dari akar kata yang terdiri dari
huruf-huruf ‘ain, fa’, dan waw. Maknanya berkisar pada dua
hal, yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya. Dari sini, lahir kata ‘afuw
yang berarti meninggalkan sanksi terhadap yang bersalah (memaafkan),
perlindungan Allah dan keburukan dinamai ‘afiah.
kata (العرف) Al-Urf
sendiri sama dengan kata ma’ruf,
yakni sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh masyarakat, dengan kata
lain adat istiadat yang didukung oleh nalar yang sehat serta tidak bertentangan
dengan ajaran agama. kebajikan yang jelas dan diketahui semua orang serta
diterima dengan baik oleh manusia-manusia normal dan disepakati sehingga tidak
perlu dibantahkan.
Kata (الجاهلين) al-jahilin
adalah bentuk jamak dari kata جاهل ia digunakan al-Qur’an bukan sekedar dalam
arti seorang yang tidak tahu, tetapi juga dalam arti pelaku yang kehilangan
kontrol dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas
dorongan nafsu, kepentingan sementara, atau kepicikan pandangan. Istilah itu
juga digunakan dalam arti mengabaikan nilai-nilai ajaran illahi.[9]
d. Tafsir Al-Azhar
“ambillah cara memaafkan, dan suruhlah berbuat yang ma’ruf, dan
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”.
Ini suatu pedoman perjuangan yang diperingatkan Allah kepada RosulNya. Tiga
unsur yang wajib diperhatikan dan dipegang teguh didalam menghadapi pekerjaan
besar menegakkan dakwah kepada ummat manusia.
Pertama, Ambilah cara memaafkan. Bahwa arti ‘afwa ialah memaafkan
kejanggalan-kjanggalan yang terdapat dalam akhlak manusia. Tegasnya, menurut
penafsiran ini, diakuilah bahwa tiap-tiap manusia itu betapapun baik hatinya dan
shalih orangnya, namun pada dirinya pasti terdapat kelemahan-kelemahan.
Kedua, Dan suruhlah berbuat
yang ma’ruf.
‘Urfi yang artinya dengan
ma’ruf yaitu pekerjaan yang diakui oleh banyak atau pendapat umum, bahwa
pekerjan itu adalah baik. Dikenal baik oleh manusia, dipuji , disetujui, dan
tidak mendapatkan bantahan. Lantaran itu maka segala pekerjaan dan usaha yang
akan mendatangkan kebaikan bagi diri pribadi dan segi pergaulan hidup bersama,
termasuklah dalam lingkungan yang ma’ruf.
Ketiga, dan berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh.
Makud berpaling dari
orang-orang bodoh ialah ukuran yang dipakai oleh orang bodoh adalah ukuran yang
singkat. Mereka akan mengemukakan asal usul yang hanya timbul daripada fikiran
yang singkat dan pandangan yang picik. Mereka hanya memperturutkan perasaan
hati, bukan pertimbangan akal. Maka arti berpaling disini ialah agar kita
berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang bodoh, orang yang berkuran singkat
itu.[10]
C.
Aplikasi Dalam Kehidupan:
1.
Jangan
menuntut yang terlalu baik, apalagi yang sempurna dari mereka yang tidak dapat
melakukan yang terbaik. Terimalah dengan tulus apa yang mudah agar mereka tidak
antipati dan menjauh.
2.
Mempunyai
sikap pemaaf karena memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan
kesabaran
3.
Mengajak
teman, keluarga sahabat untuk melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
munkar
4.
Selalu
belajar agar terhindar dari kebodohan.
D.
Aspek
Tarbawi (Nilai-nilai pendidikan dari Ayat)
1.
Sikap Pemaaf
memaafkan
orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan kesabaran
2.
Menyuruh Manusia Berbuat Ma’ruf
Dalam
konteks masyarakat yang masih berkembang, menegakkan kebenaran dan keadilan
adalah merupakan kewajiban umat islam. Sehingga perbuatan menyuruh berbuat yang
ma’ruf sudah tentu dapat djadikan sebagai nilai pendidikan akhlak yang utama
3.
Menjauhkan Diri dari Orang-orang Jahil
Orang-orang
jahil pada ayat ini dipandang sebagai orang yang hanya memperturutkan emosional
bukan pertimbangan akal.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan:
Ayat ini walau dengan redaksi yang sangat singkat,
telah mencakup semua sisi budi pekerti luhur yang berkaitan dengan hubungan
antar manusia. Dipaparkan Al-Qur’an setelah menguraikan secara panjang lebar
bukti-bukti keesaan Allah swt. Bahkan setelah mengecam kemusyrikan dan
menunjukan kesesatannya. Ayat ini memberikan kesan bahwa Tauhid harus membuahkan
akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur. Yang pertama, Sikap Pemaaf memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan
kelapangan dada dan kesabaran. Kedua, Menyuruh Manusia Berbuat Ma’ruf
Dalam
konteks masyarakat yang masih berkembang, menegakkan kebenaran dan keadilan
adalah merupakan kewajiban umat islam. Sehingga perbuatan menyuruh berbuat yang
ma’ruf sudah tentu dapat djadikan sebagai nilai pendidikan akhlak yang utama. Ketiga,
Menjauhkan Diri dari Orang-orang Jahil
Orang-orang
jahil pada ayat ini dipandang sebagai orang yang hanya memperturutkan emosional
bukan pertimbangan akal.
BAB
IV
PROFIL
PRIBADI
Nama :
Baiti Iksiroh
Tempat, tanggal lahir : Pekalongan, 27 Desember 1996
Alamat :
Bener, RT 20 RW 04 Wiradesa Kabupaten Pekalngan
Riwayat Pendidikan
: TK BATIK PENCONGAN
SD MUHAMMADIYAH 01 PENCONGAN
SMPN
1 WIRADESA
SMAN
1 WIRADESA
Dan Sekarang saya sedang belajar di IAIN Pekalongan
Mahasiswi semester tiga.
Anak trakhir dari 6 bersaudara dari pasangan suami
istri bpk. Slamet dan Ibu Yunaini.
DAFTAR
PUSTAKA
Shihab, M.
Quraisy. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an .
Jakarta: Lentera Hati. 2002
Hamka, Tafsir
Al-Azhar . Jakarta: PT Pustaka Panjimas. 1982
Juwariyah, Hadis
Tarbawi . Yogyakarta: Teras. 2010
Shihab, M. Quraisy, Al-Lubab makna, Tujuan, dan Pelajaran dari
Surah-surah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati. 2012
Al-Maraghi, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: PT
Karya Toha Putra. 1987
M. Yusuf, Kadar. Tafsir Tarbawi Pesan Al-Qur’an tentang
Pendidikan. Jakarta: Amzah. 2013
[1] M Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 352
[2] Dr, Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta:
PT Pustaka Panjimas, 1982) hlm 222-223
[3] Dr, Juwariyah, Hadis Tarbawi
(Yogyakarta: Teras, 2010) hlm 57-61
[4] Shihab, Op. Cit., hlm. 353-354
[5] Hamka, Op. Cit., hlm 223
[6] Quraish Shihab, Al-Lubab (Tangerang: Lentera Hati, 2012) hlm
496
[7] Ahmad Musrhafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi
(Semarang: PT Karya Toha putra, 1987) hlm 282
[8] Ibid,
hlm 283
[9] Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 351-354
[10] Dr, Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta:
PT Pustaka Panjimas, 1982) hlm 222-224
Tidak ada komentar:
Posting Komentar