Laman

new post

zzz

Senin, 03 Oktober 2016

TT1 A 5a TUGAS JIN dan MANUSIA (Q.S Al- Dzariyaat: 56)



TUJUAN PENDIDIKAN “UMUM”
TUGAS JIN dan MANUSIA
(Q.S Al- Dzariyaat: 56)

 
Siti Fatmawati (2021115063)
Kelas A

PRODI PAI / JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada hamba-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul besar  Tujuan Pendidikan secara umum” dan judul kecil “Tugas Jin dan Manusia” dalam QS. Az-Dzariyat ayat 56. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi I, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)Pekalongan tahun akademik 2016.
Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka makalah ini tidak akan terwujud. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1.      Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu matakuliah Tafsir Tarbawi I.
2.      Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materiil serta motivasinya.
3.      Segenap staff perpustakaan IAIN pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi buku rujukan.
4.      Mahasiswa prodi PAI kelas A yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya. Serta,
5.      Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya.
Penulis menyadari betul bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan dorongan, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini dan dapat mudah dimanfaatkan.

Pekalongan, September 2016
Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
Di alam ini terdiri dari dua unsur yaitu pencipta dan ciptaan. Allah sebagai pencipta dan makhluk adalah yang diciptakan. Allah menciptakan semua yang ada di dunia ini. Dari sesuatu yang dapat dilihat maupun tidak dapat dilihat oleh seseorang. Harus dipahami bahwa ada tujuan bagi Allah SWT dalam perbuatan-Nya, tetapi dalam diri-Nya, bukan di luar zat-Nya. Ada tujuan yang bertujuan kepada perbuatan itu sendiri, yakni kesempurnaan perbuatan. Seperti Allah SWT menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk mengabdi kepada Allah.
Allah telah memberikan tugas untuk jin dan manusia, tugas tersebut ialah ibadah kepada Allah SWT, yakni penghambaan diri kepada-Nya. Hal tersebut dijelaskan dalam QS. Az-dzariyat ayat 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku.”
Mempelajari tugas jin dan manusia ini sangatlah penting karena kita sebagai manusia bisa mengetahui apa yang di tugaskan oleh Allah terhadap kita. Sehingga kita tidak meninggalkan tugas yang diberikan oleh Allah. Setelah kita mengetahui tugas manusia kita bisa mengamalkannya dan dengan niat semata-mata karena Allah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
Apa itu jin?
Jin berasal dari kata janna artinya menutupi, merahasiakan, menyembunyikan atau melindungi. Dalam istilah diartikan sebagai makhluk halus yang tak dapat ditangkap oleh indra biasa.[1]
Jin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah makhluk halus yang diciptakan dari api. Ia adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah yang dianugerahi akal serta nafsu sebagaimana manusia.
Di dalam Al-Qur’an ditemukan penyebutan kata jin sebanyak 39 kali. Dua kali berbicara tentang penciptaan jin, masing-masing pada surat al-Hijr ayat 27;
Dan kami telah menciptakan jin sebelum Adam dari api yang sangat panas.”
Dan surat Ar-Rahman ayat 15
Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa jin diciptakan oleh Allah dari api yang sangat panas. Api adalah zat yang mengandung ether sehingga menjadi sangat ringan, karena itu tiada batas bagi jin untuk berada dimana saja di jagad raya.
Sebagai makhluk gaib, jin tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya. Sama dengan manusia yang diciptakan dari tanah, tidak lagi berbentuk tanah, demikian jin yang diciptakan dari api tidak lagi berupa api. Apa wujud aslinya hanya Allah yang tahu. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa jin tidak dapat dilihat oleh manusia. Sebaliknya, ia dapat melihat manusia.  Namun ada yang berpendapat lain, pada prinsipnya jin memang tidak dapat dilihat. Tetapi bila Allah menghendaki, jin akan dapat dilihat setelah mengalihkan bentuk mereka kepada zat yang dapat dilihat.
Jin sama dengan manusia, jin ada yang mukmin dan ada yang kafir. Jin mukmin adalah jin yang menerima kerasulan Nabi Muhammad SAW. Jin yang kafir ini Qur’an memberi nama dengan iblis dan setan.
Dari berbagai ungkapan diatas, maka dapat disimpulkan jin adalah makhluk Allah, yang diciptakan dari api, yang melampaui ruang dan waktu yang ada di bumi.[2]

Apa itu manusia?
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa Arab berasal dari kata Nasiya yang berarti lupa jika dilihat dari kata dasar al uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia dilihat dari keberadaannya sekaligus membedakannya secara nyata dengan makhluk yang lain. Seperti dalam kenyataan makhluk yang berjalan diatas dua kaki, adalah kemampuan berpikir dan hal tersebut yang menentukan hakikat manusia.
Kalau diperhatikan dari susunan maknanya, kata insan menunjukan keistimewaan manusia. Kemanusiaan (insaniyah), mengandung makna kearah yang dapat membolehkan ia menduduki sifat di bumi, memikul tanggung jawab taklif dan amanah, sebab dialah yang khusus menerima ilmu bayan, akal, dan perbedaan antara yang baik dan buruk . manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lainnya. Dalam kondisi yang seperi ini terkadang manusia lupa, bahwa dia adalah makhluk yang lemah karena sebenarnya ada yang lebih berkuasa adalah Allah.
Menurut Islam manusia adalah ciptaan Allah, tidak lah ia muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri . dalam surah Al-Alaq ayat 2 disebutkan bahwa manusia itu diciptakan dari segumpal darah. Dalam surah Ar-Rahma ayat 3 difirman kan bahwa Allah itulah yang menciptakan manusia. Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang kejadian manusia tentang kejadian manusia dan penciptaan Nya oleh Allah. [3]
B.     Tafsir
1.      Tafsir Al-Azhar
Bahwasanya Allah menciptakan jin dan manusia tidak ada guna yang lain, melainkan buat mengabdikan diri kepada Allah. Jika seseorang telah mengakui beriman kepada Tuhan, tidaklah dia akan mau jika hidupnya di dunia ini kosong saja. Dia tidak boleh menganggur, selama nyawa masih dikandung badan, manusia harus ingat bahwa tempohnya tidak boleh kosong dari pengabdian.
Menurut riwayat Ali bin Abu Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti tunduk beribadat, ialah mengakui diri adalah budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga. Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang pasti tua. Mau tidak mau jika datang ajal pasti mati. Ada manusia yang hendak melakukan di dalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku hanya kemauan Allah.
Oleh sebab itu ayat ini memberi ingat kepada manusia bahwa sadar atau tidak sadar dia pasti mematuhi kehendak Tuhan. Maka jalan yang lebih baik bagi manusia ialah menginsafi kegunaan hidupnya, sehingga ia pun tidak merasa keberatan lagi mengerjakan berbagai ibadat kepada Tuhan.
Apabila manusia mengenal kepada budi yang luhur, niscaya dia mengenal apa yang dinamai berterimakasih. Ada orang yang menolong kita melepaskan dari malapetaka, kita pun segera mngucapkan terimakasih.kita mengucapkan terima kasih dengan merendahkan diri. Sebab kita merasa berhutang budi kepadanya. Dan tidaklah ada manusia beradab di dunia yang membantah keluhuran budi orang yang berterima kasih.
Maka bandingkanlah semuanya dengan anugerah Illahi yang menjamin hidup kita. Sejak mulai dari perut ibu sampai kepada masa habis tempoh di dunia ini dan kita menutup mata, tidaklah dapat dihitung dan dinilai betapa besar nikmat dan karunia Allah kepada kita.
Di sinilah Tuhan menjuruskan hidup kita, memberi kita pengarahan. Allah menciptakan kita, jin dan manusia tidak untuk yang lain, hanya untuk satu macam tugas saja, yaitu mengabdi, beribadat. Beribadat yaitu mengakui bahwa kita ini hambaNya, tunduk kepada kemauanNya.[4]
2.      Tafsir Al-Misbah
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.
Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama –Aku- setelah sebelumnya menggunakan persona ketiga –Dia/Allah-. Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa, rezeki yang dibagikan-Nya melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang disini karena penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah SWT.
Didahulukannya penyebutan kata al-jinn/jin dari kata al-ins/manusia karena memang jin lebih dahulu diciptakan Allah daripada manusia.
Ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa sesorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dari hakikatnya.
Thabatha’i memahami huruf lam pada ayat ini dalam arti agar supaya, yakni tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah, ulama ini menulis bahwa tujuan apapun bentuknya adalah sesuatu yang digunakan oleh yang bertujuan itu untuk menyempurnakan apa yang belum sempurna baginya atau menanggulangi kebutuhan/kekurangannya. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah SWT karena Dia tidak memiliki kebutuhan. Dengan demikian, tidak ada bagi-Nya yang perlu disempurnakan atau kekurangan yang perlu ditanggulangi. Namun, di sisi lain, suatu perbuatan yang tidak memiliki tujuan adalah perbuatan sia-sia yang perlu dihindari. Dengan demikian, harus dipahami bahwa ada tujuan bagi Allah SWT dalam berbuatannya, tetapi dalam diri-Nya, bukan di luar zat-Nya. Ada tujuan yang bertujuan kepada perbuatan itu sendiri, yakni kesempurnaan perbuatan. Ibadah adalah tujuan dari penciptaan manusia dan kesempurnaan yang kembali kepada penciptaan itu.[5]
3.      Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Yaitu, sesungguhnya Aku menciptakan mereka itu dialah agar Aku mnyuruh mereka beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka, agar mereka mau, baik rela atau terpaksa, melaksanakan ibadah kepada-Ku. Dan tidaklah Aku ini memerintahkan mereka untuk beribadah kepada-Ku melainkan karena Aku sajalah yang berhak untuk disembah. Bila mereka telah menserikatkan peribadatan kepada yang selain Aku, maka kemurkaan-Ku akan segera menimpa mereka, akan tetapi, bila mereka mentauhidkan Aku di dalam peribadatan, maka Aku akan meridhai mereka dan akan memeasukkan mereka ke dalam surga-Ku. Dan tidak diragukan lagi bahwa semua ini adalah rahmat daripada-Nya terhadap semua hamba-Nya. Yakni penjelasan perkara ini kepada mereka sehingga mereka mengamalkan apa yang telah mereka ketahui itu sesuai dengan cara yang diridhai oleh Allah SWT merupakan rahmat dari-Nya. Sedangkan Allah sama sekali tidak mempunyai kepentingan apa-apa terhadap mereka. Dia adalah Mahakaya, tidak perlu kepada semua yang terdapat di alam ini.[6]
4.      Tafsir Al-Qurthubi
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Beberapa ulama berpendapat bahwa ayat ini hanya khusus mengenai orang yang telah diketahui oleh Ilmu Allah bahwa ia pasti akan menyembah-Nya, oleh karena itu ayat iini menggunakan lafazh yang umumdengan makna yang khusus. Perkiraan makna yang dimaksud adalah; tidak Aku ciptakan penduduk surga dari jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.
Al-Qusyairi mengatakan: ayat ini pastilah dimasuki oleh takhsis (pengkhususan atau pembatasan), karena tidak mungkin orang-orang gila dan anak-anak diperintahkan unutk beribadah, hingga mereka memiliki keinginan sendiri untuk beribadah.
Ali bin Abi Thalib menafsirkan, makna ayat di atas adalah: tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali Aku perintahkan mereka untuk beribadah. Pendapat inilah yang dijadikan sandaran oleh Az-Zajjaj, ia menambahkan hal ini ditunjukkan oleh firman Allah SWT dalam QS. At-taubah ayat 31: “Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa.”
Apabila dikatakan: bagaimana mungkin ada manusia yang berbuat kafir kepada Allah padahal mereka diciptakan untuk bersaksi atas ke-Tuhanan-Nya dan tunduk kepada perintah dan kehendak-Nya?
Dijawab: mereka memang harus tunduk kepada takdir yang ditetapkan atas mereka, karena takdir mereka pasti akan terjadi dan mereka tidak akan mngkin mampu untuk menghindar darinya. Mereka hanya berbuat kafir pada perbuatan yang diperintahkan kepada mereka, sedangkan tunduk kepada takdir-Nya itu tidak dapat dihindari.
Sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalhah menyebutkan, makna dari firman Allah SWT ليعبدونmelainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Adalah: melainkan agar mereka mau beribadah dengan sukarela ataupun terpaksa. Sementara mereka yang melakukannya secara terpaksa itu adalah orang-orang yang diperbuatnya dilihat orang lain, tidak mutlak hanya karena Allah SWT.[7]
5.      Tafsir Al-Lubab
Manusia hendaknya berlari menuju Allah SWT, untuk berlindung, memperoleh rahmat, bahkan untuk mewujudkan tujuan penciptaannya, karena menurut ayat 56;  “Aku/Allah SWT tidak menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar kesudahan semua aktivitas mereka adalah ibadah kepada-Ku.”[8]
C.     Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
Kita tidak mengetahui persis apa batas-batas dari aktivitas yang dibebankan kepada jin. Tetapi kita dapat mengetahui batas-batas yang diwajibkan kepada manusia, yaitu sebagai khalifah di bumi.
Menjadikan tujuan hidup sebagai ibadah, bukan berarti menjadikan fokus kegiatan adalah ibadah murni, seperti shalat, puasa, zakat atau mengucapkan/membaca aneka zikir sehingga menyita semua waktu, tetapi ibadah yang dimaksud lebih luas jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual, seperti memekmurkan bumi, mengenal potensinya, sambil mewujudkan apa yang dikehendaki Allah dalam penggunaan, pengembangan dan peningkatannya. menjadikan semua aktivitas apapun bentuknya, sejalan dengan tuntunan Allah SWT, tidak bertentangan dengan tuntunan agama-Nya.
D.    Aspek Tarbawi
1.      Menjalankan tugas yang di berikan oleh Allah SWT yaitu beribadah kepada-Nya.
2.      Ibadah dengan niat semata-mata untuk Allah SWT.
3.      Manusia hendaknya berlari menuju Allah SWT, untuk berlindung, memperoleh rahmat, bahkan untuk mewujudkan tujuan penciptaannya.
4.      Kesengsaraan dan kebahagian yang diciptakan untuk jin dan manusia sebelumnya, yakni mereka yang akan merasakan kebahagiaan di akhirat nanti adalah memang diciptakan untuk beribadah, sedangkan mereka yang akan merasakan kesengsaraan di akhirat nanti adalah jin dan manusia yang diciptakan senang berbuat maksiat.



BAB III
SIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita harus menjadikan tujuan hidup sebagai ibadah. Menjadikan tujuan hidup sebagai ibadah, bukan berarti menjadikan fokus kegiatan adalah ibadah murni, seperti shalat, puasa, zakat atau mengucapkan/membaca aneka zikir sehingga menyita semua waktu, tetapi ibadah yang dimaksud lebih luas jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual, seperti memekmurkan bumi, mengenal potensinya, sambil mewujudkan apa yang dikehendaki Allah dalam penggunaan, pengembangan dan peningkatannya. menjadikan semua aktivitas apapun bentuknya, sejalan dengan tuntunan Allah SWT, tidak bertentangan dengan tuntunan agama-Nya. Dalam melaksanakan ibadah tersebut kita harus berniat semata-mata untuk Allah SWT dan untuk mencari ridha-Nya.



DAFTAR PUSTAKA
Asrori. 2012. Tafsir Al-Asraar.Yogyakarta: Darutt Tajdiid.

Hamka. 2006. Tafsir Al-Ahzar juz XXVII. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Al-Qurthubi, Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azam.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:Gema
Insani Press.

 Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.

Yusuf, Yunan. 2013. Tafsir Khuluqun ‘Azhim. Tangerang: Lentera Hati.

Yusuf, Musfirotun. Manusia dan Kebudayaan Perspektif Islam. Pekalongan: Duta
Media Utama.


BIODATA PENULIS
















Nama                           ; Siti Fatmawati
TTL                             ; Pekalongan, 16 Juli 1997
Alamat                        ; Jl. Comodore Adi Sucipto Duwet Pekalongan       Selatan
Cita-cita                      ; Guru
Pesan                           ; Berlomba-lombalah dalam kebaikan
Riwayat Pendidikan   ; - SD N Duwet
                          - SMP N 16 Pekalongan
                          - SMK N 1 Pekalongan


[1] Asrori, Tafsir Al-Asraar,(Yogyakarta: Darutt Tajdiid, 2012), hlm.47
[2] Yunan Yusuf, Tafsir Khuluqun ‘Azhim, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm.358-362
[3] Musfirotun Yusuf, Manusia dan Kebudayaan Perspektif Islam,(Pekalongan: Duta Media Utama, 2015),hlm.1-18
[4] Hamka,Tafsir Al-Ahzar juz XXVII, Jakarta; Pustaka Panjimas, 2006, hlm.37-38
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta; Lentera Hati, 2002), hlm. 107-109
[6] Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,( Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm.480
[7] Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta:Pustaka Azam, 2009), hlm. 293-295
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar