TUJUAN
PENDIDIKAN “UMUM”
KEBAIKAN
DUNIA AKHIRAT (Q.S
AL-BAQARAH, 2:201)
Solekhatun
Nisa Ayu Dian (2021115071)
Kelas
A
PRODI
PAI / JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang karena atas izin - Nya, kiranya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebaikan Dunia dan Akhirat". Semoga
shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta
para sahabatnya, keluarganya dan sekalian para umatnya hingga akhir
zaman.Makalah ini merupakan makalah yang menyajikan bahan materi sebagai tugas
mata kuliah Tafsir Tarbawi I. Dalam penulisan
makalah ini, Saya menyadari banyak menemukan kesulitan, terutama dalam
pengumpulan data, yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang
saya miliki. Namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan
makalah ini dapat terselesaikan meskipun jauh dari kesempurnaan. Sehingga tidak
luput dari kesalahan dan kekurangan. Pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telahmembantu
dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, terutama kepada Bapak Ghufron Dimyati M.S.I Selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Tafsir
Tarbawi I,Bapak dan ibu selaku kedua orang tua saya yang
telah memberikan dukungan moral, materil serta motivasinya,segenap Staf
Perpustakaan IAIN Pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi-referensi
buku rujukan, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan. Semoga
penulisan makalah ini dapat bermanfaat baik bagi para pelajar maupun bagi
pembaca.
Pekalongan,
September 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Allah
menciptakan makhluk didunia ini berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada
bumi ada langit, ada matahari ada bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan
supaya mereka saling kenal mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong
menolong memberi, memberi manfaat untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar
keseimbangan kehidupan seorang insan tercapai, bahagia dunia dan akhirat.
Adapun Nash dan terjemahan surah Al-Baqarah ayat 201 yaitu :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya:
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka".
kehidupan
dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang
baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan
akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk
konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia.
Dunia
adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia
memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum,
pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan
diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah SWT.
Jika
manusia menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya maka akan sia-sia segala yang
diusahakan. Bekerja keras berangkat pagi pulang malam sampai badan
sakit-sakitan. Hal itu mereka lakukan demi menumpuk-numpuk harta dan saling
berlomba dalam kemegahan dunia. Begitu seterusnya jika diteruskan sampai maut
menjemput. Namun ternyata hal itu membuat manusia lupa amanah untuk apa dan
siapa dia diciptakan.
Oleh karena itu, sebagai kaum
muslimin tidak boleh mengabaikan kepentigan akhirat dengan mengutamakan
kepentingan dunia. Keduanya harus berjalan seimbang satu sama lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Seeseorang
yang menyebut nama Tuhan nya dan mengagunggkannya didalam hati, serta takut
dari ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang
yang imannya kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang
dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan
dunia. Kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah
sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna.
Barangsiapa yang lebih mendahulukan kehidupan duniawi, dan mencintai perhiasan
duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan adanya kehidupan akhirat,
atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati ucapannya, dan tidak sampai
pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang
yang beriman tidak sampai kepada orang tersebut.
Munurut
Al-Maraghi, sifat dari kehidupan dunia diantaranya adalah mudah sirna,
sebagaimana halnya hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudian
beraneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang
yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua, layu dan kering
kemudian mati. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan
menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terpedaya hanya
mementingka kehidupan dunia, maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia itu
saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan
dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat ia harus
mencapai kehidupan dunia.[1]
B.
Tafsir Al-Azhar
“Dan
setengah mereka (pula) ada yang berkata: Ya Tuhan kami! Berilah kami di dunia
ini kebaikan dan di akhirat pun kebaikan (pula) dan peliharalah kami daripada
siksaan neraka.” (Al-Baqarah:201)
Mereka ini bersama-sama naik haji,
bersama wukuf, mabit dan bersama berhenti di Mina dengan golongan yang pertama
tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian ihram. Tetapi yang pertama hanya
menuntut kebaikan dunia saja. Minta perkembangan harta benda, binatang ternak
dan kekayaan. Minta hujan banyak turun supaya tanah ladang mereka subur dan
memberikan hasil berganda. Tetapi golongan yang kedua bukan saja meminta
kebaikan duniawi, melainkan memohonkan pula kebaikan ukhrawi, hari akhirat. Dan
kebaikan hari akhirat itu hendaklah dibangunkan dari sekarang. Mereka pun
memohonkan hujan turun, supaya sawah ladang subur. Dan kalau hasil setahun
keluar berlipat ganda, mereka pun akan dapat berkah lebih besar dari tahun yang
lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan
memakai kebaikan yang ada di dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah harta
kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya. Lantaran
keinsafan mereka beragama, maka kesehatan badan, kekayaan dan kesuburan akan
dapat mereka jadikan untuk amal bekal di akhirat kelak. Tetapi kalau mereka
hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara
yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda gurau yang
tidak menentu. Penyakit bakhil akan datang menimpa jiwa. Kalau tidak dapat
mempertanggungjawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan dunia itu
akan menjadi bala bencana dan azab jika di akhirat. Itulah sebabnya di ujung
permohonan mereka kepada Tuhan, mereka memohonkan agar terhindar kiranya
daripada azab api neraka di akhirat.[2]
C.
Tafsir Al-Maraghi
وَمِنْهُمْمَنْيَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً
”Dan diantara
mereka terdapat pula golongan lain yang mengatakan: “Ya Tuhan kami,
anugerahilah kami kehidupan yang baik dan bahagia di dunia serta kehidupan yang
direstui dan diridhoi di akhirat kelak”(Q.S Al-Baqarah: 201)
Menghendaki kehidupan yang baik
adalah dengan cara meniti sebab musabab yang telah dibuktikan oleh pengalaman
akan kemanfaatannya dalam hal berusaha dan mengatur tatanan kehidupan,
pergaulan dengan masyarakat, menghias diri dengan akhlak yang luhur dan
memegang teguh syariat agama serta berpegangan kepada sifat-sifat keutamaan
yang diakui dalam hidup bermasyarakat. Sedang menghendaki kehidupan akhirat
yang baik adalah melalui iman yang ikhlas, beramal shaleh serta menghiasi diri
dengan akhlak yang mulia dan budi luhur.
وَقِنَا
عَذَابَ النَّار
Peliharalah kami dari dorongan hawa
nafsu dan perbuatan dosa yang bisa memasukkan kami ke neraka. Adapun caranya
adalah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, menjauhi perbuatan yang
rendah dan kotor serta menjauhi kemauan sahwat yang diharamkan dengan
melaksanakan semua kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul Nya.
Ayat ini mengandung pengertian bahwa
berlebih-lebihan dalam masalah agama dan terlalu keras/kaku adalah suatu hal
yang tercela serta keluar dari fitrah manusiawi. Allah telah melarang para ahli
kitab melakukan hal ini dan secara tegas Ia mencela mereka, sebagaimana Nabi
saw pun melarang perbuatan ini. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang
beliau terima dari sahabat Anas Ibnu Malik ra, bahwa Rasulullah saw memanggil
seseorang yang keadaan nya persis seperti anak ayam yang dicabuti bulunya. Kemudian
beliau bertanya kepadanya:
“Apakah kamu
berdoa sesuatu kepada Allah”? Si lelaki menjawab: “Ya, saya sedang berdoa: Ya
Allah, saya tidak ingin menyiksa diriku di akhirat, maka dari itu percepatlah
siksaanku di dunia saja. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: ‘Subhanallah
(Maha Suci Allah)! Jika demikian maka anda tidak akan kuat menahannya dan tidak
akan bisa. Mengapa anda tidak mengatakan: Ya Allah, anugerahilah kami dalam
dunia ini kebaikan dan di akhirat kebaikan serta peliharalah kami dari siksa
neraka’. Kemudian Rasulullah berdoa untuk nya, sehingga sembuhlah ia berkat doa
Nabi dan pertolongan dari Allah”.
Mereka adalah orang-orang yang
menghendaki kebahagiaan di dua tempat, yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab
mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya sebagaimana
mereka menghendaki kebahagiaan akhirat, mereka sungguh-sungguh berusaha untuk
mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil usahanya ini
kebahagiaan di dunia dan ahirat.[3]
D.
Tafsir Al-Qurthubi
Dalam firman Allah Al-Baqarah:201 terdapat tiga masalah :
Pertama, Terjadi
silang pendapat tentang takwil ‘dua kebaikan’. Dalam hal ini ada beberapa
pendapat. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA bahwa kebaikan di dinia
adalah wanita yang cantik, sedang kebaikan akhirat adalah bidadari. (Yang
dimaksud firman Allah):وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ“Dan peliharalah kami dari siksa
neraka” adalah wanita yang buruk.
Saya (Al Qurthubi) katakan, “Penakwilan ini jauh dari
kebenaran, dan tidak sah bersumber dari Ali. Pasalnya api yang sesungguhnya
adalah api yang dapat membakar. Sedangkan menggunakan kata api untuk makna
perempuan adalah majaz.”
Namun pendapat yang dianut oleh mayoritas Ahlul Ilmu
adalah bahwa yang dimaksud dengan dua kebaikan tersebut adalah kenikmatan di
dunia dan akhirat. Inilah pendapat yang benar. Sebab lafadz حسنة adalah lafadz nakirah
yang berada dalam kalimat doa, sehingga ada kemungkinan mencakup semua
kebaikan. Adapun yang dimaksud dengan kebaikan akhirat adalah surga. Hal ini
berdasarkan ijma.
Kedua, yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah doa
agar tidak menjadi orang yang masuk ke dalam neraka karena
kemaksiatan-kemaksiatannya, kemudian dia keluarkan dari sana berkat syafaat.
Ada kemungkinan doa tersebut merupakan penekanan agar dapat masuk surga, supaya
keinginan tersebut memiliki makna selamat dan beruntung dari kedua sisi,
sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang sahabat kepada Nabi SAW: “Aku
hanya mengatakan dalam doaku: ‘Ya Allah, masukanlah aku kedalam surga dan
lindungilah aku dari neraka,’ padahal aku tidak tahu bisikanmu dan bisikan
Mu’adz. “Rasulullah SAW kemudian bersabda, ”Seputar (kalimat) itulah kami
berbisik.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan nya dan juga
Ibnu Majah.
Ketiga, ayat ini merupakan ayat yang kalimatnya mencakup
semua doa, yang meliputi dunia dan akhirat. Dikatakan kepada Anas, “Berdoalah
engkau kepada Allah untuk kami.” Anas kemudian berdoa: “Ya Allah, berikanlah
kepada kami kebaikan didunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari
api neraka.” Mereka berkata, “Tambahkanlah untuk kami!” Anas bertanya, “Apa
yang kalian kehendaki? Sesungguhnya aku telah meminta dunia dan akhirat.”[4]
E. Tafsir Al-Mishbah
Dalam
surah Al-Baqarah:201, “dan diantara mereka” yakni manusia yang telah
melaksanakan haji atau semua manusia yang sudah, belum, atau tidak melaksanakan
haji ada juga yang menjadikan ibadah haji atau seluruh aktivitas nya mengarah
kepada Allah dan selalu mengingatNya, sehingga ia berdoa, “Tuhan kami! Demi
kasih sayang dan bimbingan Mu, anugerahilah kami hasanah didunia dan hasanah di
akhirat.”
Anda baca, yang mereka mohonkan
bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang
baik, bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat. Dan
karena perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari keburukan,
atau karena bisa jadi hasanah itu diperoleh setelah mengalami siksa,
maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata “dan peliharalah
kami dari siksa neraka”
Bermacam-macam penafsiran ulama
tentang makna hasanah di dunia dan hasanah di akhirat. Adalah
bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman yang kukuh,
kesehatan, afiat dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal, dan anak-anak
yang shaleh, tetapi segala yang menyenangkan didunia dan berakibat menyenangkan
di hari kemudian. Serta bukan pula hanya keterbebasan dan rasa takut di akhirat, hisab
(perhitungan) yang mudah, masuk ke surga dan mendapat ridha Nya, tetapi lebih
dari itu, karena anugerah Allah tidak terbatas.[5]
F.
Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Adanya
hidup dan mati adalah untuk memberi peluang kepada manusia untuk melakukan
perbuatan yang terbaik, dan memberitahukan kepada mereka, siapa diantarnya yang
paling ikhlas amalnya, dan kemudian mereka diberi balasan berdasar pada tingkat
perbuatan yang dilakukan sewaktu di dunia, sehingga dapat diketahui apakah yang
dilakukannya sebagai perbuatan hati atau perbuatan anggota badan. Hal ini
mengandung maksud agar manusia meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah.[6]
Dengan
memperkokoh keimanan akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan
kehidupannya didunia untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang
sebanyak-banyaknya, karena amal ibadah dan perbuatan kebajikan itulah yang akan
dipetik hasilnya di akhirat nanti, berupa surga dengan segala kenikmatannya.
Bersamaan dengan itu, keimanan terhadap hari akhirat tersebut akan mendorong
seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela seperti berbuat zalim,
mencuri, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya. Orang yang demikian itu
pada akhirnya akan menghias diri dengan akhlak yang mulia dan menjauhkan diri
dari akhlak yang tercela.
Keimanan terhadap hari akhir yang salah
satu cirinya adalah percaya bahwa setiap perbuatan yang dilakukan manusia
selama hidupnya didunia akan diketahui hasilnya di akhirat setelah terlebih
dahulu di lakukan perhitungan (hisab), penimbangan (mizan), kemudian ditentukan
hasilnya berupa balasan dan ganjaran berupa surga dan neraka.[7]
G.
Aspek Tarbawi
· Pada semua yang
diperintahkan Allah, didalamnya pasti terdapat kebaikan, baik untuk kehidupan
didunia maupun di akhirat.
· Segala sesuatu
yang merupakan kebaikan, pasti termasuk dalam kategori yang diperintahkan dan
diridhai Allah. Sebaliknya, segala sesuatu yang mengandung kerusakan,
kebinasaan, kemudarata, dan kejahatan, pastilah termasuk dalam kategori yang
dilarang dan dibenci Allah
· Manusia wajib
berusaha melakukan kebaikan dan yang terbaik dalam batas-batas kemampuannya.[8]
· Seyogyanya
prioritas utama seorang hamba dalam do’anya adalah perkara akhirat. Hal ini
ditunjukkan dalam ayat di atas, dimana terdapat dua permohonan terkait perkara
akhirat, yaitu kebaikan akhirat dan perlindungan dari siksa neraka, dan hanya
satu permohonan terkait pekara dunia.
BAB III
PENUTUP
Kehidupan
akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada
kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna. Allah
menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab mereka
meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya sebagaimana mereka
menghendaki kebahagiaan akhirat, mereka sungguh-sungguh berusaha untuk
mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil usahanya ini
kebahagiaan di dunia dan ahirat.yang mereka mohonkan bukan segala kesenangan
dunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya
di dunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat.
Dengan
memperkokoh keimanan akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan
kehidupannya didunia untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang
sebanyak-banyaknya, karena amal ibadah dan perbuatan kebajikan itulah yang akan
dipetik hasilnya di akhirat nanti, berupa surga dengan segala
kenikmatannya.Bersamaan dengan itu, keimanan terhadap hari akhirat tersebut
akan mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela seperti
berbuat zalim, mencuri, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya. Orang
yang demikian itu pada akhirnya akan menghias diri dengan akhlak yang mulia dan
menjauhkan diri dari akhlak yang tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa . 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2.
Semarang:
CV. Toha Putra
Al-Qurthubi, Imam . 2007. Tafsir Al-Qurthubi cet.1. Jakarta:
Pustaka Azzam
Dahlan, Abd.Rahman. 2014. Kaidah-Kaidah Tafsir cet.2. Jakarta:
AMZAH
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz II. Jakarta: Pustaka Panjimas
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat
Al-Tarbawiy).
Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian Al
Qur’an. Jakarta: Lentera hati
BIODATA PENULIS
Nama :
SOLEKHATUN NISA AYU DIAN
TTL :
Pekalongan, 11 April 1998
Alamat : Jl. Kyai Mojo Gg.
Melati no 70, Kasepuhan Batang
Agama :
ISLAM
Gol.darah : O
Hobby :
Membaca, Touring
Cita-cita : Dosen, Dokter
Motto : Do the best to be the best
Pesan : Dream it, share it, do it, grow
it!
Alumnus :
Ø
SD NEGERI KLEGO
01 PEKALONGAN
Ø
SMP NEGERI 6
BATANG
Ø
SMK NEGERI 1
BATANG
Ø
IAIN PEKALONGAN
(sampai sekarang)
[1] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat
Al-Tarbawiy), (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,2009), hlm.120-122
[2] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz II, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983), hlm.186-187
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2,
(Semarang: CV. Toha Putra, 1993 ), hlm.196-198
[4] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi cet.1, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), hlm.972-974
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hlm.440
[6] Abuddin Nata, op.cit., hlm.111-112
[7]Ibid., hlm.127-128
[8] Abd.Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir cet.2, (Jakarta: AMZAH,
2014), hlm.9-10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar