OBYEK
PENDIDIKAN TIDAK LANGSUNG
“Kelompok Orang
Sebagai Objek Pendidikan”
QS. At-Taubah
122
Miftahul Choir
Helmi (2021115235)
Kelas A
FAKULTAS
TARBIYAH
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Alhamduliilahirobbil’alamin,
penulis memuji syukur kehadirat Allah SWT karena sampai detik ini Allah SWT
masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah “ Obyek Pendidikan Tidak Langsung“ yang disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Tarbawi. Salam sejahtera semoga
tetap tercurahkan pada nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil’alamin. Semoga
kelak kita menjadi salah satu umatnya yang mendapatkan syafa’at dari beliau.
Amin, Ya Robbal’alamin.
Pada kesempatan kali ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan baik dari segi moril maupun materil dan yang secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagai hamba Allah Swt, penulis yakin bahwa makalah ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan mendatang.
Pekalongan,11
November 2016
Miftahul Choir Helmi
(2021115235)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah
subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu
terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah swt telah memerintahkan kepada
Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberi
peringatan kepada keluarga dan sanak kerabatnya kemudian kepada seluruh umat
manusia agar tidak seorangpun yang berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan
sanak kerabatnya.
Dalam makalah ini akan sedikit
membahas terkait dengan objek pendidikan berdasarkan Al-Qur’an, yang terkandung
dalam At-Taubah ayat 122 .
B.
Judul
Objek Pendidikan Tidak Langsung “Kelompok orang sebagai objek pendidik”
C.
Nash
QS.At-Taubah Ayat 122
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً ۚ فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَهُوْا فِى الدِيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ
إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Artinya : ”Tidak sepatutnya bagi
orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menjaga dirinya”.
(QS. At Taubah ayat 122)
D.
Arti Penting
Dari surat At taubah ayat 122 bisa kita ketahui ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan
penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru
kepada iman dan menegakkan sendi-sendi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Dalam kamus besar bahasa Indonesa
diterangkan bahwa pendidik adalah orang yang mendidik. Dari arti
leksikal, kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang
melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
pendidikan dan sebagainya.Orang yang melakukan kegiatan seperti ini biasa
dijumpai dimana dan kapan saja.Dirumah, yang melakukan kegiatan dan tugas ini
adalah kedua orang tua.Di sekolah, tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di
masyarakat dialkukan oleh oragnisasi-organisasi pendidikan. Atas dasar ini,
pendidikan itu bias kedua orang tua, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pemuda dan sebagainya.[1]
Kata pendidikan berasal dari kata
didik dan mendidik. Secara etimologi mendidik berarti memelihara dan memberi
latihan (ajaran, tuntunan, dan pimpinan) mengenai akhlaq dan kecerdasan
pikiran. Secara bahasa dapat diartikan bahwa pendidik adalah sebagai kegiatan
seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.[2]
Dan sebagaimana Allah
SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam surat At-Taubah
ayat 122 “Dan berilah peringatkan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dulu kemudian
kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek
kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya.
B. Tafsir
1.Tafsir Ibnu
Katsir
Ayat ini merupakan penjelasan dari Allah
ta’alla bagi berbagi golongan penduduk arab yang hendak berangkat bersama
rasulullah saw. Ke perang tabuk. Sesungguhnya ada segolongan ulama salaf yang
berpendapat bahwa ulama muslim wajib berangkat untuk berperang, apabila
rasulullah pun berangkat. Oleh karena itu, Allah ta’ala berfirman,”Maka
pergilah kamju semua dengan ringan maupun berat”(at-taubah: 41)
Sehubungn dengan ayat ini, al-aufi
meriwayatkan dari ibnu abbas, dia berkata: Dari setiap penduduk arab ada sekelompok
orang yang menemui nabi saw. Mereka menanyakan beliau berbagai persoalan agama
yang mereka kehendaki dan mendalaminya. Mereka berkata, “wahay Rasulullah,apa
yang kamu perintahkan kepada kami yang harus kami lakukan dan kami beritahukan
kepada keluarga kami bila kami kembali.”Ibnu abbas berkata:maka nabi menyuruh
mereka menaati Allah, menaati Rasulullah, menyampaikan berita kepada kaumnya
ihwal kewajiban mendirikan sholat dan zakat. Jika golongan ini sampai kepada
kaumnya, mereka berkata,”Barang siapa yang masuk islam, maka dia termasuk
kelompok kami.”mereka member peringatan sehingga ada sseorang yang berpisah
dengan ayah dan ibunya. Nabi saw. Memberitahukan kepada setiap delegasinya agar
memperingatkan kaumnya jika mereka telah kembali ke kampong halamanya:memperingatkan
dan menggembirakan dengan surga.[3]
2.Tafsir Al
qurtubi
Didalam
ayat tersebut dibahas enam masalah :
Pertama, Firman Allah SWT, وَمَاكَانَ
الْمُؤْمِنُوْنَ”Sepatutnya
bagi orang – orang mukmin itu”. Maksudnya adalah perintahnya jihad, bukanlah
Fardhu Ain, melainkan Fardhu Kifayah sebagaimana telah dijelaskan dalam
pembahasan terdahulu karena jika setiap orang pergi berjihad, maka tidak akan
lagi generasi muda. Oleh karena itu, sebaliknya ada satu kelompok, pergi
berjihad dan kelompok lain menetap untuk mendalami ilmu agama serta menjaga
kaum wanita. Dengan demikian, apabila ilmu mengajarkan kepada mereka hokum –
hokum syariat.
Kedua, ayat ini adalah asal perintah untuk menuntut ilmu, karena makna ayat
tersebut adalah tidaklah patut semua mukmin keluar untuk berjihad, sedangkan
nimbi Muhammad saw, berada dimadinah ikut perang. فَلَوْلاَ
نَفَرmaksudnya
adalah tidak dituntuk semua berjihad sedangkan sisa dari setiap kelompok
tersebut tinggal bersama nabi dan mendalami ilmu agama.
Ketiga, kata (kelompok orang) ukuran kelompok itu paling sedikit berjumlah
dua orang.
Keempat,
Firman Allah swt, لِيَتَفَقَهُوْاmaksudnya ialah untuk mereka yang
menetap bersama nabi saw.
Kelima,
hokum menurut ilmu terbagi menjadi dua yaitu:
a.
Fardhu Ain, seperti sholat, zakat
dan puasa.
b.
Fardhu Kifayah seperti, memperoleh
hak – hak, menegakan hokum atau hudud melerai dua orang yang bertengkar.
Keenam,
menuntut ilmu memiliki keutamaan dan martabat yang mulia.
Apabila
kelompok yang berjihad kembali dari medan laga, maka kabarilah mereka apa yang
telah dipelajari dan diajarilah pula mereka. Ayat ini mengandung kewajiban
untuk mendalami kitab (Al – qur’an) dan sunah, dan kewajiban ini hanya sebatas
Fardhu kifayah bukan fardhu ain.[4]
C. Aplikasi Dalam Kehidupan
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang
kewajibannya dalam pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat
pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat
memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tak bodoh lagi tentang hukum-hukum
agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap Mu’minin.
D. Aspek Tarbawi
1. Kewajiban mendalami
agama dan kesiapan untuk mengajarkannya.
2. Hasil dari
pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu
untuk menyampaikan terhadap orang lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ayat ini menerangkan
kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari
ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan
cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga
merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi
Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di
syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar
jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan
munafik.
Oleh karena ayat ini
telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat,
maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu
pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan
pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan
kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan
DAFTAR
PUSTAKA
Ghojali,Nanang,2013.Tafsir
dan Hadits Tentang Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
Wiyani,NovanArdy,Barnawi,
2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Ar- rifai Muhammad Nasib,1999. Taisiru
al-Aliyul qadir li ikhtisari tafsir ibnu katsir jilid 2. Jakarta: Gema Insani
Rosyadi budi,2008. Al jami’ li
Ahkam al-Quran. Jakarta: Pustaka Azzam
IDENTITAS
PENULIS
Nama : Miftahul Choir Helmi
NIM : 2021115235
Tempat tanggal lahir: Batang, 30 Agustus 1997
Alamat : Jl. Raya Tulis Rt. 14 Rw.III Kec. Tulis Kab. Batang
a.
RA
Masyitoh Beji, Batang (2003/2004)
b.
SMPN
1 Tulis (2012/2013)
c.
SMAN
2 Batang, Batang (2015/2016)
d.
IAIN
Pekalongan
[1]
Nanang Ghojali, Tafsir dan hadis tentang pendidikan, (Bandung: CV.Pustaka
setia, 2013), hlm.246
[2]
Novan ardy wiyani & barnawi, ilmu pendidikan islam ( jogjakarta: AR-Ruzz
Media, 2012). Hlm. 23
[3]
Muhammad Nasib Ar-rifai, Taisiru al-Aliyul qadir li ikhtisari tafsir ibnu
katsir, jilid 2(Jakarta: Gema Insani, 1999). Hlm 684-685
[4]
Budi Rosyadi, Al jami’ li Ahkam al-Quran ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008). Hlm
731-736
Tidak ada komentar:
Posting Komentar