OBJEK PENDIDIKAN TIDAK LANGSUNG
“ORANG JAHIL SEBAGAI OBJEK PENDIDIKAN”
Q.S. AN-NISA’ AYAT 17
Siti Nur Luluk Samarra (2021115236)
Kelas A
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji Allah SWT kami panjatkan seraya memohon pertolongan dan hidayah kepada-Nya. Shalawat dan salam kami haturkan kepada Rasulullah Muhammad salallahu ‘alaihi wasallam sebagai pelita penerang, uswatun khasanah dan sebagai khatam al-anbiya wa al-mursalin.Penulis bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufiq-Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “OBJEK PENDIDIKAN TIDAK LANGSUNG” Tafsir Tarbawi telah terselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua Orang tua yang selalu mendukung dan memberi semangat. Terimakasih kepada Pak Ghufron M.S.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi I yang telah memberikan ilmunya, serta rekan-rekan seperjuangan.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pekalongan 10 November 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril . Al-Qur’an berisi berbagai aspek kehidupan. Alqur’an merupakan pedoman dan petunjuk bagi umat islam dalam segala bidang agar manusia mempelajarinya dan memjauhkan diri dari kebodohan yang dapat menjerumuskan manusia dalam keburukan.
Pendidikan sangatlah penting bagi siapa saja. Menuntut ilmu merupahan suatu kewajiban bagi setiap muslim, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad dalam hadisnya. Maka sudah sepatutnya kita sebagai orang muslim menuntut ilmu dengan ikhlas, rajin, sungguh-sungguh dan istiqomah agar mendapat ridha-Nya. Namun, pada era sekarang ini orang mals untuk belajar, menuntut ilmu sehingga kebodohan sudah tersebar dimana-mana, marak dibicarakan dan banyak orang bodoh yang bangga dengan kebodohannya yang pada akhirnya mereka terjerumus pada perkara kejahatan lantaran kebodohan yang mereka miliki yang sudah pasti merugikan diri sendiri dan orang lain.
Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas tentang objek pendidikan tidak langsung dengan sub tema “Orang Jahil Sebagai Objek Pendidikan”.
B. Judul
Judul makalah ini adalah “Objek Pendidikan Tidak Langsung”. Dan dengan sub judul “Orang Jahil Sebagai Objek Pendidikan”.
C. Nash dan Terjemahan
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمً) النساء ١٧(
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-nisa : 17)
D. Arti Penting
Ayat ini penting untuk dikaji karena menyangkut adanya sikap jahil dalam diri manusia, mengingatnya banyak orang yang sebenarnya mengetahui perintah dan larangan-Nya, tetapi dengan hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan dan syahwat yang memuncak, tanpa menyadari seseorang sering melakukan kekeliruan yang sebenarnyya tiak patut untuk dilakukan. Dan jika hal itu terjadi maka telah diperintahkan oleh Allh untuk seera bertaubat dan menyesali perbuatan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Secara terminologi, menurut Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata jahil berarti bodoh; tidak tahu (terutama tentang ajaran agama), sedangkan para ulama menguraikan kata jahl pada mulanya berarti gerak. Ia adalah gerak yang mengantar manusia kepada satu sikap atau aktivitas yang menjauhkannya dari kebenaran, kesabaran dan kelapang dada..
Pandangan Rasulullah SAW mengenai kebodohan, yaitu:
1. Kalau kita berkawan dengan dia (orang bodoh), dia selalu merepotkan
2. Kalau kita meninggalkan dia (orang bodoh), dia akan mencela kita
3. Kalau dia (orang bodoh), memberikan sesuatu kepada kita, pasti ada maunya (keinginan)
4. Kalau kita memberi sesuatu kepada dia (orang bodoh), maka dia suka cepat lupa
5. Kalau kita menyampaikan rahasia kepada dia (orang bodoh), maka dia berkhianat
6. Kalau kita merahasiakan sesuatu dari dia (orang bodoh), maka dia akan marah (menyerang) kepada kita
7. Ia tidak pernah melihat kebaikan orang lain
8. Kalau dia (orang bodoh) punya kebutuhan, dia lupa terhdap kenikmatan-kenikmatan Allah Swt
9. Kalau dia (orang bodoh) sedang gembira, dia berlebihan (lupa daratan)
10. Kalau dia (orang bodoh) sedang sedih, dia putus asa
11. Kalau dia (orang bodoh) sudah tertawa, maka tertawanya berlebihan
12. Kalau dia (orang bodoh) sudah menangis, maka tangisannya menjadi musibah (mengganggu) yang lain
13. Orang ini (orang bodoh) tidak pernah cinta kepada Allah, dan tidak pernah berusaha untuk ber-taqarrub (dekat) dengan-Nya.
14. Dia (orang bodoh) tidak malu dan tidak ingat (lalai) kepada pencipta-Nya.
15. Kalau kita melakukan sesuatu kepada dia (orang bodoh), dan dia merasa rela (ridha), maka dia akan memuji kita secara berlebihan. Bahkan sampai menyebutkan berbagai kebaikan yang tidak ada pada kita, dan
Kalau dia (orang bodoh) sedang kesal (emosi), maka dia akan mencaci dengan berlebihan, bahkan sampai menyebutkan berbagai kejelekan yang tidak ada pada kita.
Kalau dia (orang bodoh) sedang kesal (emosi), maka dia akan mencaci dengan berlebihan, bahkan sampai menyebutkan berbagai kejelekan yang tidak ada pada kita.
Namun, arti kata Jahl yang dimaksud disini berarti melakukan dosa dalam keadaan kelemahan dalam akal, atau gerak yang menjadikan dia bagaikan tidak tahu Dalam makalah ini yang dibahas ialah mengenai objek pendidikan yang mana objeknya ialah orang jahl (orang bodoh).
B. Tafsir
1. Tafsir Al-Mishbah
Sesungguhnya taubat di sisi Allah, yakni penerimaan taubat yang diwajibkan Allah atas diri-Nya sebagai salah satu bukti rahmat dan anugerah-Nya kepada manusia, hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, baik dosa kecil maupun dosa besar lantaran kejahilan, yakni didorong oleh ketidaksadaran akan dampak buruk dari kejahatan itu, yang bkemudian mereka bertaubat dengan segera, yakni paling lambat sesaat sebelum berpisahnya ruh dari jasad, maka mereka itulah – yang kedudukannya cukup tinggi – yang diterima Allah taubatnya; dan Allah sejak dahulu hingga kini Maha Mengetahui siapa yang tulus dan taubatnya lagi Maha Bijaksana, yakni menempatkan segala suatu pada tempatnya secara wajar, sehingga Dia menerima taubat siapa yang wajar diterimanya dan menolak siapa yang pantas ditolak taubatnya.
Kata ( جهالة) jahalah bukan berarti bodoh atau tidak mengetahui. Karena siapa yang melakukan dosa, tanpa mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah dosa, maka pada hakikatnya tidak dinilai Allah berdosa, dengan demikian, dia tidak wajib bertaubat.
Kata (من قريب ) min qarib berarti sesaat sebelum kematian karena betapapun lamanya seseorang hidup didunia ini waktu itu pada hakikatnya singkat dan jarak antara hidupnya di dunia dengan kematian sangatlah dekat.
2. Tafsir Al-Maragi
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera”
As-Su’ adalah perbuatan jelek yang mengakibatkan pelakunya dinilai jelek, apabila ia berjiwa sehat dan normal. Taubat disini mencakup dosa-dosa kecil dan dosa-dosa besar.
Al-Jahalahah, kebodohan dan sifat dungu yang menguasai diri ketika syahwat telah memuncak sampai kepala, atau ketika nafsu gadab memberontak, sehingga yang bersangkutan kehilangan kesabaran dan lupa perkara yang hak. Setiap orang yang melakukan maksiat (berbuat durhaka) kepada Allah dinamakan orang jahil. Kemudian perbuatannya dinamakan jahalah (kebodohan).
فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
“maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya”
Mereka adalah yang telah melakukan perbuatan dosa secara tidak mengerti (jahil). Tidak lama kemudian, ia bertaubat. Maka Allah memberi taubat dan ampunan padanya, karena pengaruh dosa masih belum mendalam dalam jiwanya, dan ia tidak menetapi perbuatannya itu karena ia mengetahui.
وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dengan pengetahuan-Nya tentang perkara hamba dan kemaslahatan hamba, membuat taubat mereka pasti diterima. Sebab Allah maha mengetahui kelemahan hamba-hamba-Nya dan mereka sendiri tidak ada yang selamat (bersih) dari perbuatan-perbuatan jelek. Andaikata Allah tidak mensyari’atkan kepada mereka taubat, niscaya mereka akan hancur dan rusak karena pasti mereka tenggelam dalam perbuatan-perbuatan maksiat, di samping menurut nafsu syahwatnya dan bujukan setan. Sebab, mereka mengetahui bahwa diri mereka pasti hancur karena itu. Sudah tidak ada gunanya lagi berjuang sekuat tenaga melawan hawa nafsu dan membersihkan jiwanya.
Setelah Allah mensyari’atkan untuk mereka berdasarkan kebijaksanaan-Nya, yaitu Dia mau menerima taubat, berarti telah terbuka pintu keutamaan untuk mereka. Allah memberikan hidayah kepada mereka, bagaimana cara menghapus kejelekan dengan kebaikan. Tetapi Allah hanya mau menerima taubat yang tulus, bukan sekadar lisannya yang mengucapkan taubat, mengucapkan kalimat istighfar dan menunaikan beberapa kiffarah melalui sedekah atau zikir-zikir, akan tetapi dosa-dosanya masih tetap dilakukan.
3. Tafsir Al-Azhar
Terlanjur berbuat jahat karena kebodohan. Adanya ada juga orang yang tahu, bahwa itu adalah perbuatan yang jahat, tetapi karena sangat keras dorongan hawa nafsu, tidaklah tertahan lagi. Misalnya karena sangat marah, lalu memukuli orang, atau karena sangat memuncak syahwat. Setelah diberi orang nasehat, tetapi nasehat itu tidak mempan terhadapnya. Karena hidup belum banyak pengalaman, masih seumpama bodoh. Demi setelah terlanjur berbuat salah, timbullah sesal yang mendalam. Sehingga kesalahan itu sendiri sudah menambah pengetahuannya, menghilangkan kebodohannya. Timbul tekanan batin yangan amat sangat, lalu dia menyesal dan lekas-lekas diperbaikinya, lekas-lekas taubat.
Ayat ini diakhiri, bahwa Tuhan Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya. Sebagaimana di ayat yang lain, yaitu di surah 53, an-Najm, ayat 32 Tuhan menyatakan bahwa Dia mempunyai ampun yang luas sebab Dia lebih tau siapa hamba-Nya itu, sejak Dia jadikan dari tanah, sampai kepada masa menjadi bayi dalam kandungan ibunya.
4. Tafsir Ibnu Kasir
Allah Ta’ala berfirman, sesungguhnya Allah hanya akan menerima taubat orang-orang yang melakukan kejahatan karena kebodohan. Kemudian dia bertaubat, walaupun setelah melihat dengan jelas malaikat yang akan mencabut rohnya, asal dia belum sekarat. Mujtahid dan ulama lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kebodohan ialah setiap orang yang durhaka lantaran salah atau sengaja sebelum dia menghentikan dosanya itu. Abu Shalih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Diantara kebodohannya ialah dia melakukan kejahatan itu.” “Kemudian mereka bertaubat sebentar kemudian.” Ibnu Abbas mengatakan, “Yang dimaksud sebentar ialah jarak antara keadaan dirinya sampai dia melihat malaikat maut. Adh-Dhahak berkata, “Dekat ialah sebelum seseorang sekarat.” Sedangkan Ikrimah berkata, “Masa dunia seluruhnya disebut dekat.”
C. Aplikasi dalam Kehidupan
Dalam surat An-Nisa ayat 17 dapat diaplikasikan dalam kehidupan yaitu dalam memerangi suatu kejahilan manusia dapat menggali ilmu agar tidak tertinggal dalam hal pengetahuan khususnya mengenai agama yang sudah sepatutya kita mengetahui ajaran-ajaran dalam agama yang dianut.
Menjadi pribadi yang yang baik tidaklah sulit hanya saja hawa nafsu yang tinggi yang tidak dapat dikendalikan itu yang menjadi faktor utama. Dalam suatu tindakan, sudah sepatutnya kita memikirkan dengan matang, tidak terburu oleh hawa nafsu dan syahwat, apa yang akan kita lakukan tesebut merupakan perbuatan yang baik atau sebaliknya. Dalam hal ini kita juga harus berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari perkara kejahatan, keburukan dan kebodohan yang ada dalam kehidupan ini. Andaikata kita telah melakukan dosa yang dianggap Allah itu buruk, dengan rasa sadar sudah seharusnya kita segera meminta ampun kepada-Nya, mengakui kesalahan dan tidak mengulanginya. Karena ia pasti akan merima taubat hambanya yang bersungguh-sungguh. Bertaubatlah sebelum ajal menemui karna orang yang bertaubat setelah meninggal itu tidaklah ada gunanya dan tidak akan diterima taubatnya oleh Allah.
D. Aspek Tarbawi
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dalam surat an-Nisa ayat 17 ini, yaitu:
1. Sudah sepatutnya sebagai khalifah di bumi, kita belajar dengan sungguh-sungguh untuk memerangi kebodohan yang saat ini sudah merajalela. Dan banyak orang bodoh yang bangga dengan kebodohannya
2. Kita harus senantiasa berpikir dengan matang, tidak terburu dengan hawa nafsu sebelum melakukan sesuatu agar tidak melakukan kesalahan yang membuat kita menyesal setelah melakukannya
3. Apabila merasa berbuat salah terhadap sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan maka kita harus segera memohon ampun kepada Allah dan bertaubat karena pintu taubat selalu terbuka bagi orang yang menyegerakan taubatnya, menyesali perbuatan dosa dan tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut. Karena taubat tidak akan diterima ketika orang yang meninggal dalam keadaan kafir, dan orang-orang yang mengakhirkan taubatnya.
4. Kita harus senantiasa dapat menegendalikan hawa nafsu yang bergejolak dalam diri kita yang dapat menjerumus pada hal yang tidak baik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan mengenai surat An Nisa aya 17 di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang berbuat durhaka atau maksiat kepada Allah, jika ia mau menggunakan pengetahuannya tentang pahala dan siksaan pastilah ia tidak akan melakukan perbuatan maksiat itu, melainkan karena kebodahanya ia melakukan hal yang dilarang oleh Allah. Jika hal ini terjadi maka ia harus segera bertaubat kepada Allah karena Dia telah menjanjikan akan menerima taubat hambanya sebelum manusia berpisah dengan ruhnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1986. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 2006. Taisiru al-Aliyyatul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta : Gema Insani.
Hamka. 2004. Tafsir Al Azhar Juz IV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
http://17-mines.blogspot.co.id/2010/07/ciri-ciri-orang-bodoh-dalam-pandangan.html, diakses pada hari Selasa, tanggal 25 Oktober 2016.
http://kbbi.web.id/jahil, diakses pada hari Selasa, 25 Oktober 2016.
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Tangerang : Lentera Hati.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
PROFIL
Nama : Siti Nur Luluk Samarra
Nim : 2021115236
TTL : Pekalongan, 9 Mei 1997
Alamat : Kranji gg. 01 nomor. 36 RT. 01 RW. 09 Kedungwuni
Pekalongan
Riwayat Pendidikan : - MI Walisongo Kranji 01
- MTsN Kedungwuni
- SMA N 1 Kedungwun
- IAIN Pekalongan (masih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar