INVESTASI AMAL SHALIH
“INVESTASI DENGAN IMAN DAN AMAL SHALIH”
QS. AL-‘ASHR AYAT 1-3
Yurisprudensi Islam (2021115133)
Kelas : A
FAKULTAS TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas dalam pembuatan makalah yang berjudul “Investasi dengan
Iman dan Amal Shalih”.
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Muhammad Hufron selaku dosen
pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II, juga kepada Ibu dan Bapak yang telah
meridhaihi terselesainya makalah ini, tidak lupa penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang telah memotivasi untuk terselesainya
pembuatan makalah ini.
Namun demikian, penulis menyadari pembuatan makalah ini jauh dari
kata sempurna. Untuk itu penulis mohon maaf atas salah-salah kata maupun susunan
kalimat yang kurang baik, dengan rendah hati kritik serta saran yang bersifat
membanggun penulis sangat mengharapkan untuk menjadikan saya lebih baik dalam
pembuatan makalah.
Batang, 25 Maret 2017
Yurisprudensi Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap orang muslim pastilah mendambakan kebahagiaan di akhirat
sebagai tujuan hakiki, namun sebagai orang muslim, tidak diperbolehkan hanya
berfokus dalam mencari kebahagiaan di akhiratnya saja. Dimana mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat haruslah seimbang.
Investasi adalah salah satu cara untuk kita mencari kebahagiaan di
dunia namun tidak melupakan kebahagiaan di akhirat. Investasi dalam ilmu
ekonomi bisa di katakan sebagai penanaman modal yang mana akan kita peroleh
manfaatnya di kemudian hari. Namun investasi jika di kaitkan dengan akhirat
ialah kita melakukan hal-hal kebaikan di dunia untuk menciptakan keharmonisan
antar umat beragama dan sebagai imbalannya kita akan mendapatkan pahala sebagai
modal kita di akhirat. Maksudnya adalah kita sebagai manusia haruslah saling
menasihati agar berpegang pada kebaikan dan kesabaran. Karena manusia merupakan
makhluk sosial tempatnya salah dan lupa maa dari itu sudah seharusya sesama
manusia kita harus memiliki jiwa sosial dengan baik, kaitannya dengan hal ini
adalah kebaikan dan kesabaran. Diharapkan dengan saling mengingatkan kita bisa
tetap berpegang pada kebenaran dan kesabaran. Karena keduanya merupakan kunci
dalam kita untuk selalu berada di jalan yang di ridhai oleh Allah SWT untuk
menuju surganya.
Untuk itu penulis mendapat tema besar “Investasi Amal Shalih”,
dengan sub tema “Investasi dengan Iman dan Amal Shalih” sebagai salah satu cara
kita mendapatkan kebahagiaan akhirat namun tidak meninggalkan kebahagiaan
dunia.
B.
Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk sedikit memaparkan
sesuai dengan judul makalah yang diterima penulis “Investasi dengan Iman dan
Amal Shalih”.
C.
Nash dan Terjemahan
بِسْمِ اللهِ
الّرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
وَالْعَصْرِ
اِنَّ
الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ
اِلَّاالَّذِيْنَ
امَنُوْاوَعَمِلُواالصّلِحتِ وَتَوَاصَوْابِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْابِالصَّبْرِ
Dengan nama Allah, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1.
Demi masa.
2.
Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
3.
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta
saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran
D.
Arti Penting
Ayat tersebut penting untuk dikaji karena, agar kita tidak menjadi salah satu di antara orang-oarang
yang dalam kerugian, supaya kita menjadi orang yang beriman dalam mengerjakan
kebajikan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, agar
menciptakan hubungan kemanusian yang harmonis dan berjiwa kekeluargaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori
Iman dan Amal Shalih
Iman menurut pengertian bahasa Arab ialah at-tashdiqu bil
qalbi, membenarkan dengan (dalam) hati. Sedangkan iman menurut batasan
syara’ ialah memadukan ucapan dengan pengakuan hati dan prilaku. Dengan istilah
lain perkataan mengikrarkan dengan lidah akan kebenaran islam, membenarkan yang
diikrarkan itu dengan hati dan tercermin dalam perilaku hideup sehari-hari
dalam bentuk amal perbuatan.
Al – Isbahani mengatakan, bahwa menurut mazhab Ahlus Sunnah, iman
dapat bertambah dan berkurang. Namun apakah seseorang yang telah membenarkan
dalam hati tetapi tidak terlihat dalam prilaku hidup bisa dikatakan mukmin
mutlak?, menurut pendapat yang kuat tidak bisa, sebab ia tidak melaksanakan apa
yang seharusnya diperbuat selaku seorang yang beriman.[1]
Pendapat tersebut diperkuat di dalam bukunya Hamka yang berjudul Pelajaran
Agama Islam, bahwa mengaku saja percaya kepada tuhan, padahal tidak mengikut
perintah, atau tidak menjalankan isi al-Quran, atau tidak menuruti sunnah Nabi,
tidaklah bisa dikatakan dengan iman.
Dengan alasan bahwa apakah mengakui kepada Tuhan, apakah keberatan
mengerjakan perintah-Nya? Mengakui kepada Tuhan apakah keberatan menghentikan
Larangan-Nya?[2]
Ali Ibn Abi Thalib berpendapat bahwa “Iman ialah mengikrarkan
dengan lidah, meyakinkan dalam hati dan mengamalkannya dengan anggota tubuh”.
Abu Thalib al-Maliki dalam Qut al-Qulub mengatakan:
“Amal adalah bagian dari iman. Tidak sempurna iman tanpa amal. Amal
dan iman adalah saudara kembar. Tidak sah yang satu tanpa yang satunya lagi.
Keduanya bersama-sama juga tidak sah tanpa meniadakan kufur yang menjadi
lawannya. Tuhan mensyaratkan amal shalih untuk iman dan tidak menganggap
berguna iman kecuali dengan adanya amal. Syarat iman ialah amal dan takwa serta
juga amal shalih”.[3]
Amal shalih ialah semua pekerjaan dan upaya baik yang berwujud
tenaga, pikiran maupun harta yang memberi kebaikan kepada diri sendiri,
keluarga dan masyarakat luas. Jelasnya, semua pekerjaan yang mendatangkan
kebaikan, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Hubungan antara iman dan amal shalih, jelas terlihat dalam penjelasan
Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:
Pertanyaan: “Apakah amal yang paling utama?” Nabi menjawab: “Iman
akan Allah dan Rasul-Nya. Sesudah itu berjihad di jalan-Nya dan haji mabrur”.
Pertanyaan: Apakah amal yang paling uatama?” Nabi menjawab: “Sholat
pada waktunya, kemudian berbakti kepada orang tua, kemudian berjihad di jalan
Allah”.
Hadis –hadis yang tersebut di atas tegas menyatakan bahwa amal
ialah semua kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim, seperti:
sholat, berbakti kepada orang tua, berjihad, dan sebagainya. Karena itu
tidaklah benar memisahkan tempat beramal dengan tempat berjuang. Lapangan
beramal adalah juga lapangan perjuangan.[4]
2.
Tafsir Tarbawi
a)
Tafsir
Juz ‘Amma
Ayat وَالْعَصْرِ Demi masa, adalah masa atau
waktu yang di dalamnya berlangsung segala perbuatan manusia atau zaman yang
amat panjang. Menurut pendapat Ibn Abbas adalah waktu dimualinya kewajiban
sholat ashar.
Bangsa Arab terdahulu mempunyai kebiasaan berkumpul di waktu ashar
(beberapa saat sebelum terbenamnya matahari) untuk berbincang-bincang apa saja
yang menjadi perhatian mereka, Hingga adakalanya terdengar kata-kata yang tidak
sopan yang mengganggu sebagian dari mereka. Mereka mengganggap bahwa waktu
adalah tercela. Maka Allah SWT bersumpah bahwa waktu bukanlah sesuatu yang
tercela dan di cerca.
اِنَّ
الْاِنْسَانَ لَفِي خْسْرٍ sesungguhnya manusia
dalam kerugian. Bahwa manusia yang ditunjukkan dalam hal ini adalah manusia
yang berakal dan sudah dewasa (baligh) niscaya mengalami kerugian,
kecuali orang-orang yang terkecuali.
اِلَّاالّذِيْنَ
امَنُوْا وَعَمِلُواالصّلِحتِ kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal shalih. Yaitu
mereka yang membenarkan tentang inti kebaikan dan keburukan.
وَتَوَاصَوْابِالْحَقّ mereka
saling menasihati agar berpegang pada kebenaran. Yaitu kebenaran yang pasti
atau syariat agama yang sahih yang di tunjukkan oleh dalil yang tidak di
ragukan atau penyaksian yang lurus.
وَتَوَاصَوْبِالصَّبْر dan
saling menasihati agar berpegang pada kesabaran. Kesabaran adalah suatu
kekuatan kejiwaan yang membuat orang menjadi tabah ketika menghadapi kesulitan
dalam pelaksanaan pekerjaan yang baik.[5]
b)
Tafsir
Al Azhar
“Demi masa” (ayat 1) adalah waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita, zaman
demi zaman, masa demi masa. Maka berputarlah dunia ini dan berbagai masa di
lalui suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa tua. Ada masa hidup
kemudian mati dan tinggalah kenang-kenangan ke masa lalu. Diperingatkanlah masa
itu kepada kita dengan sumpah, agar dia jangan di sia-siakan, jangan di
abaikan, sejarah manusia ditentukan edaran manusia.
“Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian” (ayat 2). Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa manusia
hanya rugi selalu. kecuali orang yang beriman (pangkal ayat 3).
Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas kehendak
Yang Maha Kuasa. Iman menimbulkan keyakinan bahwasabya sesudah hidup yang
sekarang ini ada hidup lagi. Itulah hidup yang sebenarnya (baqa). Dan beramal
shalih bekerja yang baik dan berfaedah, “dan berpesan –pesan dengan
kebenaran” bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup yang bermasyarakat,
maka hubungkanlah tali kasih sayang dengan sesama manusia, beri memberi ingat
apa yang benar. “dan berpesan-pesan dengan kesabaran” (ujung ayat 3)
al-Quran menerangkan bahwa kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat
jiwanya, orang yang lemah maka akan merugi.[6]
c)
Tafsir
Al-Maraghi
Allah SWT. Bersumpah dengan memakai masa. Sebab, masa itu
mengandung banyak peristiwa baik atau buruk. Jika seseorang tertimpa musibah,
maka semua itu karena perbuatannya sendiri, dan masa tidak ikut bertanggung
jawab. Sesungguhnya manusia itu adallah rugi dalam amal perbuatannya, kecuali
orang-orang yang Allah kecualikan. Yakinlah dengan i’tikad yang benar. Bahwa
alam semesta ini hanya memiliki satu Tuhan Yang Maha Menciptakan dan memberikan
rida kepada orang yang taat, dan murka kepada orang-orang yang berbuat maksiat.
Maka saling berwasiat antar sesama agar berpegang pada kebenaran dan saling
mewariskan antar sesama pada kesabaran, menekan diri untuk tidak berbuat
maksiat, yang biasanya disenangi oleh manusia yang nalurinya senang terhadap
hal-hal semacam itu.[7]
3.
Aplikasi Dalam Kehidupan.
Sesama manusia kita harus tolong-menolong, yaitu untuk saling
menginggatkan agar selalu berpegang pada kebenaran dan kesabaran, serta
mengerjakan amal shalih.
Seperti yang sedang marak sekarang ini yaitu adanya informasi hoax
yang tersebar dimana-mana, sebagai seseorang yang berpegang pada kebenaran
maka tidak akan segera mugkin menyimpulkan bahwa informasi tersebut adalah
fakta. Ia akan mencari suatu kebenaran terdahulu untuk kemudian di amalkan,
perbuatan baik jika di amalkan maka amal tersebut dikatakan dengan amal shalih,
termasuk juga didalamnya untuk mengingatkan antar sesama agar berpegang pada
kesabaran, karena kesabaran merupakan syarat utama untuk meraih keselamatan.
Namun sebelum kita mengingatkan orang lain untuk berpegang pada kesabaran maka
kita juga harus berpegang pada kesabaran dahulu agar amalan yang kita sampaikan
tergolong dalam amalan yang shalih.
4.
Aspek Tarbawi
1.
Jadilah
muslim yang beriman.
2.
Yang
selalu mengerjakan amalan-amalan shalih dalam kehidupan.
3.
Saling
menasihati untuk selalu berepegang teguh pada kebenaran.
4.
Kita
jiga harus saling menasihati untuk selalu berpegang teguh pada kesabaran agar
hidup kita terselamatkan dari hal-hal yang tidak di inginkan.
BAB III
PENUTUP
Daftar
Pustaka
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2007 AL-ISLAM 1
(Semarang: Pustaka Rizki Putra)
Hamka. 1989. Pelajaran
Agama Islam. (Jakarta: PT Bulan Bintang)
Bagir Muhammad. 1999 TAFSIR JUZ ‘AMMA (Bandung: Mizan)
Hamka. 2006. Tafsif Al Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas)
Mustofa Ahmad. 1993. Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT Karya
Toha Putra)
BIODATA
Nama : Yurisprudensi Islam
Tempat
/ tangggal lahir : Batang 9 Maret 1996
Alamat : Jl Gajahmada Gg Rajawali 01/03
Dracik,
Proyonanggan Selatan Batang
Riwayat
Pendidikan : MI DARUL SALAM BATANG
SMPN 1 BATANG
SMAN 2 BATANG
Moto
Hidup : Jangan pernah merasa sudah berusaha
keras.
[1]
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, AL-ISLAM 1 (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2007)., hlm. 17-18
[2]
Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1989)., hlm, 10
[3]
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, ibid., hlm. 18-19
[4]
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, ibid., hlm. 65-67
[5]
Bagir Muhammad, TAFSIR JUZ ‘AMMA (Bandung: Mizan, 1999)., hlm. 309-312
[6]
Hamka, Tafsif Al Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 2006)., hlm.
256-259
[7]
Mustofa Ahmad, Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993).,
hlm. 410-412
Tidak ada komentar:
Posting Komentar