PRINSIP ETOS KERJA
KERJA DAN CARILAH KARUNIA ALLAH (QS. AL-JUMU’AH 62:10)
Faridatul Ulya (2021115113)
Kelas C
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang saya panjatkan puja dan puji syukur kehadiran-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnyasehingga saya dapat menyelesaikan
makalah saya ini yang berjudul tentang “PRINSIP
ETOS KERJA” dengan sub pembahasan “KERJA
DAN CARILAH KARUNIA ALLAH”. Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada:
Dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi, orangtua saya yang
selalu memberikan do’a dan dukungan kepada saya dalam menuntut ilmu. Makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, apabila ada kekurangan mohon di maafkan.
Oleh karena itu apabila ada kesalahan ataupun kekurangan dari makalah saya,
saya sangat senang menerima kritik dan saran dari rekan-rekan semua.
Akhir
kata saya mengucapkan banyak Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Pekalongan,
21 Maret 2017.
Penulis,
Faridatul Ulya
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Surat
al jumu’ah adalah surat ke-62 dalam Al-qur’an. Surat ini tergolong surat
Madaniyah yang terdiri atas 11 ayat. Dinamakan Al jumu’ah yang bukan berarti
hari jum’at, akan tetapi secara bahasa bermakna hari perkumpulan diambil dari
perkataan Al jumu’ah (jama’) yang terdapat pada ayat ke-9 surat ini. Al jumu’ah
tidak menjelaskan secara langsung dalam bahwa suatu hari ibadah bagi kaum
laki-laki diadakan disetiap pekan, meski banyak penafsiran aliran islam yang
menerapkan ibadah semacam ini.
Secara
bahasa kata sholat berarti do’a, dengan demikian ketika mengerjakan sholat pada
hakikatnya kita sedang berdo’a, memohon kepada Allah SWT. Disalam islam sholat
merupakan ibadah yang pertama kali diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW secara langsung pada saat isra’ mi’raj.
Allah
SWT mewajibkan kaum muslimin untuk menunaikan sholat berjamaah satu minggu
sekali yaitu pada hari jum’at dan kaum muslimin diwajibkan agar bergegas menuju
masjid apabila adzan telah berkumandang, namun demikian fakta yang terjadi
disebagian masyarakat kita tidak yang seperti demikian karena lantaran
kesibukan dan kemalasan dari masing-masing.
B.
Tema
“Prinsip Etos Kerja”
C.
Judul
“Kerja dan Carilah
Karunia Allah SWT”
D.
Nash dan terjemahan dari QS. Al-Jumu’ah ayat 10:
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya:
“apabila
telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak,
supaya kamu beruntung”.
E. Arti
Penting
Seruan
Allah terhadap orang-orang beriman atau umat islam yang telah memenuhi
syarat-syarat sebagai mukallaf untuk melaksanakan shalat jum’at umat islam
diwajibkan meninggalkan segala pekerjaannya, seperti menuntut ilmu dan jual
beli. Umat islam yang memenuhi seruan Allah tersebut tentu akan memperoleh
banyak hikmah.
Umat islam yang telah
selesai menunaikan shalat diperintahkan Allah untuk berusaha atau bekerja agar
memperoleh karunia-Nya seperti ilmu pengetahuan, harta benda, kesehatan dan lain-lain.
Selain berisikan
perintah melaksanakan shalat jum’at juga memerintahkan setiap umat islam untuk
berusaha atau bekerja mencari rezeki sebagai karunia nAllah SWT.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Kerja
dan Carilah Karunia Allah
Agama islam yang
berdasarkan Al-qur’an dan Al-hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum
muslimin mempunyaia fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja
melainkan juga mengatur umat islam memberikan tuntutan dalam masalah yang
berkenaan dalam kerja.
Rasulullah SAW
bersabda: “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan
beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain
dikatakan juga, “Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah, memikul kayu
lebih mulia daripada mengemis, mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang
lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan
bersikap dan bertingkahlaku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.
Kerja merupakan
pernyataan rasa syukur seseorang atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah.
Jika seseorang menganggap kerja adalah ibadah, maka kerja dapat dirasakan
dengan penuh rasa bahagia sehingga dalam bekerja sangat bersemangat.
Kerja dalam
pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam
hal materi maupun non materi, intelektual atau fisik maupun hal hal yang
berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa
indonesia susunan WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan
sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. KH. Toto Tasmara mendefinisikan bekerja
sebagai suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh aset dan
dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai bagian
dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa
dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya. Lebih lanjutnya dikatakan bekerja
adalah aktifitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
(jasmani dan rohani) dan didalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk
mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah
SWT. [1]
Sesuatu dapat
dikategorikan sebagai karunia dari Allah adalah manakala setelah kita mendapat
sesuatu tersebut dapat membuat kita semakin dekat dengan Allah. Kita sadari
ataupun tidak, kehidupan materialistis telah membuat kita lupa akan arti
karunia Allah sebenarnya. Kita sering menganggap bahwa segala sesuatu yang diberikan
Allah kepada kita berupa tambahan materi adalah sebuah karunia.
Bersyukur atas
nikmat yang telah dikaruniakan Allah SWT yang mustinya kita dahulukan, seberapa
pun pendapatan kita, seberapa pun hasil yang kita dapatkan, maka hendaklah kita
bersyukur dan hanya kepadanya kita berharap, karena dengan bersyukur apapun dan
seberapapun kecil besarnya pendapatan kita maka insyaAllah akan diberikan
keberkahan dan yang perlu untuk diyakini kemudian adalah bahwa Allah SWT akan
menambahkan karunianya kepada kita,
sebaliknya jika kita kurang bersyukur dan atau mengingkari nikmatnya maka
sesubgguhnya azabnya sangat pedih. [2]
B.
Penjelasan QS. Al-Jumu’ah ayat 10
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya: “apabila telah
menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak, supaya kamu beruntung”.
Penjelasannya
adalah: Apabila kamu telah menunaikan shalat jumat, maka bertebaranlah untuk
mengurus kepentingan-kepentingan duniawimu setelah kamu menunaikan apa yang
bermanfaat bagimu untuk akhiratmu. Carilah pahala dari Tuhanmu, ingatlah Allah
dan sadari Muraqabah (pengawasan-Nya) dalam segala urusanmu, karena Dia-lah
yang maha mengetahuisegala rahasia dan bisikan. Tidak ada sedikitpun yang
tersembunyi bagi-Nya dari segala urusanmu. Mudah-mudahan kamu mendapatkan
keberuntungan di dunia dan di akhiratmu.
Perintah
bertebaranlah dimuka bumi sesudahnya tadi dilarang karena pergi berkumpul
melakukan shalat jum’at, menurut hukum ilmu ushul fiqh yang diartikan bahwa
larangan telah dicabut. Misalnya orang dilarang berburu selama mengerjakan
umrah dan haji. Namun bilamana telah selesai mengerjakan umrah atau haji itu
orang sudah diperbolehkan berburu.[3]
Disini terdapat isyarat bagi dua hal:
1).
Muraqabah Allah dalam segala perbuatan
duniawi, sehingga mereka tidak dikuasai oleh kecintaan untuk mengumpulkan harta
kekayaan duniawi dengan menggunakan segala sarana, baik yang halal maupun yang
haram.
2). Muraqabah Allah dalam keberuntungan dan
keberhasilan dunia dan akhirat. Keberhasilan didunia, karena orang yang merasa
muraqabah-Nya itu tidak akan bohong dalam timbangan dan takaran, tidak akan
menguah barang dagangan dengan barang dagangan lain, tidak berdusta dalam
penawaran, tidak bersumpah palsu dan tidak ingkar janji. Bila demikian halnya
orang itu, maka ia akan terkenal diantara orang banyak dengan kebaikan mu’amalahnya,
orang-orang akan mencintainya dan ia akan menjadi pembicaraan yang baik,
sehingga Allah akan melipatgandakan rezeki baginya. Keberhasilan diakhirat,
kaena orang tersebut akan mendapatkan keridaan Tuhannya.
Juga
mendapat surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Dan itulah sebaik-baik
pahala bagi orang-orang yang beramal.
Dari
Irak Ibnu Malik ra. Bahwa apabila ia telah selesai shalat jum’at, ia mundur
lalu berdiri didekat pintu masjid dan mengatakan “Ya Allah aku telah memenuhi
seruanmu, aku telah melaksanakan shalat yang engkau fardhukan, dan aku telah
bertebaran seperti yang engkau perintahkan kepadaku. Maka berilah aku rezki
dari karuniamu, karena engkau sebaik-baik pemberi rezki.”[4]
C.
Tafsir
1.
Tafsir Al-Mishbah
Thahir
ibn asyur menggaris bawahi bahwa ayat-ayat diatas dan berikut inilah yang menjadi
tujuan utama surat ini. Kelompok ayat yang lalu dinilainya sebagai pengantar
untuk tujuan tersebut. Untuk menghilangkan kesan bahwa perintah ini adalah
sehari penuh, sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang yahudi pada hari
sabtu, ayat diatas melanjutkan dengan menegaskan: lalu apabila telah ditunaikan
shalat, maka jika kamu mau, bertebaranlah kamu dimuka bumi untuk tujuan apapun
yang dibenarkan Allah dan carilah dengan bersungguh-sungguh sebagian dari
karunia Allah karena karunia Allah sangat banyak dan tidak mungkin kamu dapat
mengambil seluruhnya, dan ingatlah Allah banyak-banyak jangan sampai
kesungguhan kamu mencari karunianya itu melengahkan kamu. Berdzikirlah dari
saat kesaat dan disetiap tempat dengan hati atau bersama lidah kamu supaya kamu
beruntung memperoleh apa yang kamu dambakan.
Seruan
untuk shalat yang dimaksud diatas dan yang mengharuskan dihentikannya segala
kegiatan adalah adzan yang dikumandangkan saat khatib naikke mimbar. Ini
karena, pada masa Nabi SAW. Hanya dikenal sekali adzan. Nanti pada masa
Sayyidina Utsman, ketika semakin tersebarbkaum muslimin dipenjuru kota, beliau
memerintahkan melakukan dua kali adzan. Adzan pertama berfungsi mengingatkan,
khususnya yang berada ditempat yang jauh bahwa sebentar lagi upacara shalat
jum’at akan segera dimulai dan agar mereka bersiap-siap menghentikan aktifitas
mereka.
Perintah
bertebaran dibumi dan mencari sebagian karunianya pada ayat diatas bukanlah
perintah wajib. Dalam kaidah ulama-ulama dinyatakan: “apabila ada perintah yang
bersifat wajib, lalu disusul dengan perintah sesudahnya, yang kedua itu hanya
mengisyaratkan bolehnya hal tersebut dilakukan.[5]
2.
Tafsir Al Maraghi
Dari
Irak Ibnu Malik ra. Bahwa apabila ia telah selesai shaat jum’at, ia mundur lalu
berdiri didekat pintu didekat masjid dan mengatakan, “YaAllah aku telah
memenuhi seruanmu, aku telah melaksanakan shalat yang engkau fardhukan, dan aku
telah bertebaran seperti yang engkau perintahkan kepadaku. Maka berilah aku
rezeki dari karuniamu, karena engkau sebaik-baik pemberi rezeki.
Kemudian
Allah SWT mencela hamba-hambanya yang mukmin karena mereka berpaling dari
khutbah pada hari jum’at menuju barang dagangan yang datang dari Madinah pada
saat itu.[6]
D.
Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari QS. Al-jumu’ah
[62]:10
Umat
islam yang telah selesai menunaikan shalat diperintahkan Allah untuk berusaha
atau bekerja agar memeperoleh karunianya, seperti ilmu pengetahuan, harta
benda, kesehatan, dan lain-lain. Dimana pun dan kapanpun kaum muslimin berada
serta apapun yang mereka kerjakan, mereka dituntut oleh agamanyaagar selalu
mengingat Allah. Mengacu kepada QS. Al-jumu’ah ayat 10 umat islam diperintahkan
oleh agamanya agar senantiasa berdisiplin dalam menunaikan ibadah wajib seperti
shalat, dan selalu giat berusaha atau bekerja sesuai dengan nilai-nilain islam
seperti bekerja keras dan belajar secara sungguh-sungguh.
Selain
berisikan perintah melaksanakan shalat jum’at juga memerintahkan setiap umat
islam untuk berusaha atau bekerja mencari rezeki sebagai karunia Allah SWT.
Ayat ini memerintahkan manusia untuk melakukan keseimbangan antara kehidupan
didunia dan mempersiapkan untuk kehidupan diakhirat kelak. Caranya, selain
selalu melaksanakan ibadah ritual secara tekun dan sungguh-sungguh.
E.
Aspek Tarbawi
1. Perlunya keseimbangan antara urusan
dunia dan akhirat
2. Bekerja harus selalu ingat Allah SWT
3. Meningkatkan produktifitas kerja
4. Tidak boleh menyerah dalam bekerja
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil pada ayat ini yaitu kita sebagai manusia, ketika
perkara masalah ibadah kita telah selesai maka diwajibkan untuk mencari rezeki
sebanyak mungkin, dengan cara yang halal, dan senantiasa memiliki rasa
disiplin, menghargai waktu dan etos kerja yang tinggi, dan setelah kita
mendapatkan rezeki janganlah lupa untuk kembali bersyukur dan mengingat Allah
karena sungguh rezeki yang diperoleh itu semua datangnya dari Allah SWT.
Shalat
jum’at wajib atas muslim laki-laki yang mukallaf dengan syarat-syarat
tertentudan wajib segera menuju masjid apabila adzan telah dikumandangkan untuk
mendengarkan khutbah dan menunaikan shalat jum’at. Haram jual beli dan semua
bentuk muamalah ketika adzan sudah dikumandangkan. Tidak ada larangan mengurusi
dagangan setelah itu atau sesudahnya, bahkan dianjurkan rezeki itu ditangan
Allah, namun untuk memperolehnya jangan sampai meninggalkan perintah Allah SWT.
Kesibukan seorang mukmin dalam urusan keduniaan tidak boleh sampai melupakan
urusan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1985. Tafsir Al Azhar, Jakarta: pustaka panji mas
Mustafa al maraghi, Ahmad. 1986. Tafsir Al Maraghi, semarang: CV. Toha Putra
Semarang
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah, Jakarta: Lentera
PROFIL PEMAKALAH
Nama : Faridatul ulya
Tempat, Tanggal Lahir : Pekalongan, 16 September 1996
Alamat : Jatimalang Sragi Rt.02 Rw. 04
Riwayat Pendidikan : - SDN 02 Tegalontar,
- MTS TerpaduPlus Gondang Wonopringgo,
- MAS Simbangkulon Buaran Pekalongan.
[3] Prof.Dr.Hamka, tafsir al azhar,(jakarta:
pustaka panji mas, 1985), hlm. 197-198
[4] Ahmad mustafa al maraghi, tafsir
al maraghi,(semarang: CV. Toha putra semarang, 1986), hlm. 166
[5] M. Quraish shihab,
tafsir al mishbah, (jakarta: Lentera hati, 2002), hlm. 58-62
[6] Prof.Dr.Hamka, tafsir al azhar,(jakarta: pustaka
panji mas, 1985), hlm. 166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar