PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS
“Bertuturlah Lembut Jangan Teriak
Kasar”
(QS. Luqman ayat 19)
Puput Anggraeni (2021115168)
Kelas C
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bertuturlah
Lembut Jangan Teriak Kasar”. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga
yaumil akhir.
Makalah ini disusun guna menambah
wawasan pengetahuan mengenai berbagai hal tentang “Iman, amal shaleh serta
penacapaian dunia akhirat”. Makalah ini sebagai bahan materi dalam diskusi mata
Tafsir Tarbawi II IAIN Pekalongan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan
dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan
mencoba mengembangkan dari beberapa reverensi mengenaitafsir Alquran serta buku
mengenai Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar. Apabila dalam penulisan
makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya
maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin yaa
robbal ‘alamin. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih.
Pemalang, 11 Maret 2017
Penulis
Puput
Anggraeni
2021115168
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................................
KATA
PENGANTAR .................................................................................................
DAFTAR
ISI ................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ...................................................................................................................
B. Judul
Makalah ...................................................................................................................
C. Nash
al-Qur’an ...................................................................................................................
D. Arti Penting
Pengkajian Materi .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori ..................................................................................................................................
B.
Tafsir QS.
Luqman ayat 19
1.
Tafsir
Al-Maragi
.................................................................................................................
2.
Tafsir
Al-Qurthubi ...............................................................................................................
3.
Tafsir
Al-Mishbah..................................................................................................................
C. Aplikasi
Dalam
Kehidupan ..................................................................................................
D. Aspek
Tarbawi .....................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
PROFIL
PENULIS ...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara Etimologi
atau asal-usul, kata pendidikan dalam bahasa inggris disebut dengan education,
dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum yang tersusun
dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti
sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak, sedangkan Duco
berarti perkembangan atau sedang berkembang. Jadi, Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan
kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus
Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.Kelemahlembutan adalah akhlak mulia.
Kata dasar dari religius adalah
religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda
yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di
atas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat
religi yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai
karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini
sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi
moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan
ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.
Jadi
Pendidikan Karakter Religius adalah sebuah Pendidikan yang mendidik seseorang /
anak didik agar mempunyai sebuah karakter atau sifat yang mulia menurut ajaran
agama islam.
B.
Judul Makalah
Makalah ini bertemakan ”Pendidikan Karakter Religius”
dan dengan judul “Bertuturlah Lemah Lembut”.
C.
Nash al-Qur’an
وَٱقۡصِدۡ
فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ
ٱلۡحَمِيرِ
Artinya:
“Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai”
D. Penjelasan ayat
وَاقْصِدْفِيْ مَثْيِكَ (Dan sederhanalah kamu di dalam berjalan) ambilah sikap pertengahan di dalam berjalan, yaitu antara pelan-pelan dan berjalan cepat, kamu harus tenang dan anggun_
وَاغْضُضْ (Dan lunakanlah) Rendahkanlah مِنْ صَوْتِكَ اِنَّ اَنْكَرَالْاَصْوَاتِ
(Suaramu, Sesungguhnya seburuk
buruknya suara adalah suara )
suara yang paling jelek itu _لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ (Ialah suara
keledai) Yakni, pada permulaannya adalah ringkikan kemudian di susul oleh lengkingan-lengkingan yang sangat tidak enak di dengar.
Nasehat lukman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun interaksi dengan sesama manusia. materi pelajaran diselinggi denga akhlak dan bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan suatu materi tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.[1]
E.
Arti Penting Pengkajian Materi
Ayat ini berisi tentang Bertuturlah
Lembut Jangan Teriak Kasar bahwa sudah di jelaskan seperti diatas bahwa
bertutur lah yang baik jangan engkau berteriak karena berteriaklah engkau
umpama seperti keledai yang bersuara jelek. Lembut sendiri berarti akhlak yang
kharimah dan maka dari itu kita tidak boleh berteriak di saat berbincang, karena
jika berteriak kasar akan menyinggung dan mengecewakan orang lain itu adalah
tidak baik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Satu akhlak mulia lagi diajarkan oleh Lukman kepada
anaknya ketika ia memberi wasiat padanya yaitu sikap tawadhu’ dan
bagaimana beradab di hadapan manusia. Di antara yang dinasehatkan Lukman Al
Hakim adalah mengenai adab berbicara, yaitu janganlah berbicara keras seperti
keledai.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَاقْصِدْ
فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ
الْحَمِيرِ
“Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).
Berjalanlah
dengan Tawadhu’
Mengenai
ayat,
وَاقْصِدْ
فِي مَشْيِكَ
“Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang dimaksud adalah berjalan dengan
sikap pertengahan.
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti
orang malas. Jangan terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun
bersikaplah adil dan pertengahan dalam berjalan, antara cepat dan lambat.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Ulama lain
menerangkan yang dimaksud dengan perkataan Lukman adalah agar tidak bersikap
sombong dan perintah untuk bersikap tawadhu’.
Syaikh As
Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud adalah berjalanlah dengan
sikap tawadhu’ dan tenang. Janganlah bersikap sombong dan takabbur. Jangan pula
berjalan seperti orang yang malas-malasan.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal.
648).
Keutamaan sifat tawadhu’ disebutkan
dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ
صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا
تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi
harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan
akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat
tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya”
(HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan
derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya
mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan
kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan
memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia
(Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
Ibnul Jauzi berkata, “Berjalanlah
bersikap pertengahan. Janganlah berjalan dengan sikap sombong dan jangan terlalu
cepat (tergesa-gesa). ‘Atho’ berkata, “Jalanlah dengan tenang dan jangan
tergesa-gesa.” (Zaadul Masiir, 6: 323)
Beradab Ketika Berbicara
Selanjutnya Lukman mengajarkan pada
anaknya mengenai adab dalam berbicara. Dalam ayat disebutkan,
وَاغْضُضْ مِنْ
صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu
Katsir, maksud ayat ini, jangalah berbicara keras dalam hal yang tidak
bermanfaat. Karena sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Mujahid berkata,
“Sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” Jadi siapa yang berbicara dengan
suara keras, ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara. Dan suara
seperti ini dibenci oleh Allah Ta’ala. Dinyatakan ada keserupaan menunjukkan
akan keharaman bersuara keras dan tercelanya perbuatan semacam itu sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ لَنَا
مَثَلُ السَّوْءِ ، الَّذِى يَعُودُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِى
قَيْئِهِ
“Tidak ada bagi kami permisalan
yang jelek. Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang
menjilat kembali muntahannya”[1] (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Syaikh As Sa’di rahimahullah
berkata, “Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faedah dan manfaat, tentu
tidak dinyatakan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui jelek
dan menunjukkan kelakuan orang bodoh.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 648).
Sungguh tanda tidak beradabnya
seorang muslim jika ia berbicara dengan nada keras di hadapan orang tuanya
sendiri, apalagi jika sampai membentak.
Mengenai suara keledai, kita diminta
meminta perlindungan pada Allah ketika mendengarnya. Hal ini berbeda dengan
suara ayam berkokok. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا
سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ، فَإِنَّهَا
رَأَتْ مَلَكًا ، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Apabila kalian mendengar ayam
jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena
sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai
meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan
syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan” (HR. Muslim no. 3303
dan Muslim no. 2729).
B.
Tafsir QS. Luqman ayat 19
1.
Tafsir surat Lukman ayat 19
Kata ( تصعر) tushair terambil dari kata ( الصعر ) ash-sha’ar yaitu penyakit yang
menimpa unta dan menjadikan leherny keseleo, sehingga ia memaksakan dia berusaha keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yanag membangkitkan
rasa sakit. Dari kata inilah ayat diatas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk
angkuh dan menghina orang lain. Memang sering kali penghinaan tercermin pada kekenggangan melihat sikap yang dihina.
Kata ( فى الارض) fil ardi di sebutoleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadin manusia dari tanah, sehingga ia hendaknya tidak menyombongkan diri dan melangkah angkih ditempat itu. Demikian kesan al-Biqa’i. Sedangkan Ibn Asyur memperoleh kesan bahwa
bumi adalah tempat berjalan semua orang semua orang yang kuat dan yang lemah , yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semu sama sehingga tidak wajar bagi
pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa melebihi oranglain.
Kata ( مختا لا) muhtalan terambil dari akar kata yang sama dengan ( ختال) khayal . karena
kata ini pada mulanya artinya orang yang tingkahlakunya diarahkan oleh khayalanya, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan angkuh dan
merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian
keangkuhanya tampak sangay nyata dalam keseharianya. Kuda dinamai khair karena cara
jalanya mengesankan keangkuhan. Seseorang yang mukhtal membanggakan apa yang
dimilikinya, bahkan tidaak jarng membanggakan apa yang pada hakikatnya tidak ia miliki.
Dan inilah yang di tunjukan oleh kata ( فخؤرا) fakhuron, yakni seringkali membanggakan
diri. Memang kedua kata ini yakni mukhtal dan fakhur mengandung kata kesombongan,
kata yang pertama bermakna yang terlihat dalam tingkah laku , sedangkan yang kedua yang
terdengar dari ucapan-ucapan. Disisi lain, perlu dicatat bahwa penggabunga kedua kedua
hal itu bukan berarti bahwa ketidak senangan Allah baru lahir bila keduanya tergambung
bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak ! jika salah satu dari sifat itu disandang manusia
maka hal itu telah mengundang murkanya. Penggabungan keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat yang lain hanya bermaksud menggambarkan bahwa salah satu dari keduanya seringkali berbarengan dengan yang lain.
Kata (اغضض) ughdudh terambil dari kata (غضّ) ghadhdh dalam kata lain “pengunaan
sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna” Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintah ghadhah jika di tujukan kepada mata kemampuan itu hendaknya di
batasai dan tidak digunakan secara maksimal . Demikian juga suara. Dengan perintah di atas, seorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuanya, tetapi dengan suara perlahan
namun tidak harus berbisik.
Demikian Lukman Al Hakim mengakiri nasihat tentang pokok-pokok tuntunan agama.
Di sana ada akidah, syariat dan akhlak, tiga unsur ajaran Al-Quran. Disana ada akhlak
terhadap Allah. Terhadap pihak lain dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi
yang merupakan ciri dari segala macam kebajikan, serta perintah bersabar, yang merupakan
syarat meraih sukses, duniawi dan ukhriwi. Demikian Lukman al-Hakim mendidik
anaknya bahkan memberi tuntunan kepada siapapun yang ingin menelusuri jalan kebajikan.
“Dan sederhanalah dalam berjalan “ jangan cepat mendorong-dorong. Takut kalu-kalu lekas
payah. Jangan lambat tertegun-tegun, sebab itu membawa malas dan membuang waktu
di jalan; bersikaplah sederhana. “Dan lunakanlah suara” jangan bersuara keras tidak sepadan
dengan yang hadir. Apalagi jika bergaul dengan orang yang ramai di tempatumum. Orang
yang tidak tau sopan santun lupa bahwa di tempat itu bukanlah dia berdua dengan temanya
itu saja yang duduk . lalu dia dersuara keras sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah
suara keledai.Mujahid berkata; “memang suara keledai itu jelek sekali. Maka orang yang
bersuara keras menghardik-hadik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya, suara jadi
terbalik, menyerupai suara keledai , tidak enak di dengar. Dan dia pun tidak disukai oleh
Allah. “Sebab itu tidak ada salahnya jika orang bercakap yang lemah lembut, dikeraskan jika akan di pakai hendakmengerahkan orang banyak kepada suatu pekerjaan besar.
Atau seumpama seorang komandan peperangan ketika mengerahkan prajuritnya untuk tampil di medan perang.[2]
2. Tafsir Al-Maragi
وَٱقۡصِدۡ
فِي مَشۡيِكَ
Penjelasan : “Dan berjalanlah dengan
langkah yang sederhana, yakni tidak terlalu lambat juga tidak terlalu cepat,
akan tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat-buat dan juga tanpa
pamer menonjolkan sikap rendah diri atau sikap tawadh”
وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ
Penjelasan :
“Kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara bicaramu,
janganlah
kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya
sikap yang demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan lebih mudah
diterima oleh jiwa pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti.
إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ
ٱلۡحَمِيرِ
Penjelasan :
“Sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia
dikeraskan lebih dari pada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara
keledai. Dengan kata lain, bahwa orang yang mengeraskan suaranya itu berarti
suaranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan
suara, dan suara yang seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT.[3]
3. Tafsir
Al-Mishbah
Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka
bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih
sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikap
sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga
merunduk bagaikan orang sakit. Jangan lari tergesa-gesa dan jangan juga sangat
perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar
bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara
keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan nafas
yang buruk.[4]
C. Ayat Pendukung
Q.S Al Hujurat ayat 2
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalan,
sedangkan kamu tidak menyadari.”
D. Aplikasi
Dalam Kehidupan
1. Kita Berbicara kepada anak didik harus lemah lembut
dan jangan kasar / keras.
2. Ketika Bertutur kata kepada orang lain janganlah
sampai menyinggung dan
mengecewakannya.
3. Sebagai manusia kita harus harus mempunyai akhlak
mulia
4. Apabila ada yang bertutur Kasar hendaklah kita
menguingatkan
5.
Orang tua Mengajarkan kepada orang tuanya tentang perbuatan yang baik
E. Aspek
Tarbawi
1. Jangan Engkau Bertutur keras karena itu bagaikan
seekor keledai yang bersuara jelek
2. Bertuturlah Lembut kepada anak
didik dan mengerjakan akhlah mulia
3. Antar sesama manusia hendaknya berbicara dengan sopan dan santun
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Satu akhlak mulia lagi diajarkan oleh Lukman kepada
anaknya ketika ia memberi wasiat padanya yaitu sikap tawadhu’ dan
bagaimana beradab di hadapan manusia. Di antara yang dinasehatkan Lukman Al
Hakim adalah mengenai adab berbicara, yaitu janganlah berbicara keras seperti
keledai.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَاقْصِدْ
فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ
الْحَمِيرِ
“Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).
Berjalanlah
dengan Tawadhu’
Mengenai
ayat,
وَاقْصِدْ
فِي مَشْيِكَ
“Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang dimaksud adalah berjalan dengan
sikap pertengahan.
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti
orang malas. Jangan terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun bersikaplah
adil dan pertengahan dalam berjalan, antara cepat dan lambat.” (Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Ulama lain
menerangkan yang dimaksud dengan perkataan Lukman adalah agar tidak bersikap
sombong dan perintah untuk bersikap tawadhu’.
Syaikh As
Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud adalah berjalanlah dengan
sikap tawadhu’ dan tenang. Janganlah bersikap sombong dan takabbur. Jangan pula
berjalan seperti orang yang malas-malasan.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal.
648).
Keutamaan sifat tawadhu’ disebutkan
dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ
صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا
تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi
harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan
akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat
tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya”
(HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan
derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya
mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan
kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan
memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia
(Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin, Imam, 1749.Terjemah tafsir jalalain berikut asbabunnuzul.(Bandung; SINAR BARU)
Shihab, Quraish. 2004, Tafsir Al Misbah. (Jakarta; Lentera Hati)
Hamka. 1982, Tafsir Al Azhar juzXXI. (Jakarta; Pustaka Panjimas)
Jalaludin al mahalli, Imam.1987, Tafsir jalalain. (jakarta, Sinar baru Algensindo)
Al Maragi, Ahmad Mustafa.
1992.Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang.
PROFIL PENULIS
Nama : Puput Anggraeni
Tempat,
tanggal lahir : Pemalang, 10
Juli 1996
Alamat :
Ds Kaligawe Dk Kaligelang Rt 05/03 Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang
Riwayat
Pendidikan :
1.
TK ADIYAKSA
Pemalang
2.
SD N 14
Mulyoharjo Pemalang
3.
SMP Satya
Praja 02 Pemalang
4. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pemalang
5.
IAIN
Pekalongan (Sedang dalam penantian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar