Pendidikan Pengetahuan Dasar
“Bertanyalah Sesuatu Masalah
Pada Ahlinya"
(QS. An-Nahl ayat 43)
Chadziqotul Abdah (2021115203)
Kelas: D
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah-nya. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi muhammad SAW, sahabat, dan keluarganya sebagai pencerah
kehidupan manusia. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia-nya dalam
mengarungi kehidupan ini. Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah
makalah ini dengan judul “ Pendidikan Pengetahuan Dasar” yang berjudul
intinya yaitu : “Bertanyalah Suatu Masalah Pada Ahlinya” makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Tafsir
Tarbawi II dan saya buat agar paham dan bermanfaat dalam kehidupan saya. Dengan
penjelasan dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca bisa memahami isi
dari makalah ini dan agar menjadi nilai tambah dalam mempelajari Islam semoga
makalah ini dapat bermanfaat kepada semua pembaca dan penulis.
Akhirnya
penulis menyadari segala kekurangan dan kekhilafan dalam menulis makalah ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak dosen Muhammad Ghufron M.S.I
selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan
gambaran tentang materi yang harus diselesaikan. Terakhir penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah
ini, agar makalah ini lebih sempurna dan dipandang lebih baik kepada pembaca
berikutnya.
Pekalongan, 9 April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di masa hidup Rosulullah SAW menerima risalah Rosulullah SAW tersebut
relative mudah, tidak sulit sesulit pada masa setelah wafatnya, apalagi setelah
inqiradh para sahabatnya. Di masa rosulullah SAW masih hidup di dunia, bagi
yang ingin menerima risalahnya hanya tinggal bertanya kepadanya dan mengikuti
langsung apa-apa yang dikatakan, dikerjakan dan direstuinya.
Sedangkan pada masa setelah wafat beliau Rosulullah SAW terutama setelah
inqiradh para sahabatnya apalagi dalam masalah baru seiring dengan perkembangan
zaman, kesulitan menerima risalah itu amat terasa sulit sekali, sehingga para
penerimaannya memerlukan kecermatan yang kuat dalam memahami Al Qur’an dan As
Sunnah, berijtihad dan beristinbath yang akurat menurut metode yang dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya menurut ukuran prinsip-prinsip risalah
Rosulullah SAW itu sendiri dengan logika yang benar, berbekal perbendaharaan
ilmu yang cukup jumlah dan jenisnya, berlandaskan mental (akhlaq) dan niat
semata-mata mencari kebenaran yang diridhai Allah SWT.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
penjelasan dari QS. An Nahl ayat 43 mengenai bertanyalah suatu masalah pada
ahlinya ?
2.
Bagaimana tafsir QS. An Nahl ayat 43 ?
3.
Bagaimana
implementasi dari kandungan QS. An Nahl ayat 43 tersebut ?
4.
Apa saja
aspek tarbawi QS. An Nahl ayat 43?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui
penjelasan dari QS. An Nahl ayat 43.
2.
Mengetahui
tafsir QS. An Nahl ayat 43, baik tafsir ibnu katsir, tafsir al qurthubi, tafsir
al azhar maupun tafsir al misbah.
3.
Mengetahui
dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (implementasi) dari kandungan
QS. An Nahl ayat 43.
4.
Mengetahui
aspek tarbawi dari QS. An Nahl ayat 43.
D.
Judul
Judul makalah ini yaitu “Pendidikan Pengetahuan Dasar” dan judul inti dari
makalah ini yaitu “Bertanyalah Suatu Masalah Pada Ahlinya”.
E.
Nash dan Arti
وَمَا اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلاَّ رِجَالاً نُوْحِيْ اِلَيْهِمْ فَاسْأَ
لُوْا اَهْلَ الذِّ كْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ .
Artinya : Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang laki
yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
F.
Arti Penting
Islam adalah agama yang paling sempurna dalam memerhatikan seluruh sisi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita agar bertanya
kepada ahlinya apabila tidak tahu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Islam adalah agama yang paling sempurna dalam
memerhatikan seluruh sisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah
memerintahkan kita agar bertanya kepada ahlinya apabila tidak tahu. Allah SWT berfirman :
فَاسْأَ
لُوْا اَهْلَ الذِّ كْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“….maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui”.
Ayat ini berlaku umum dalam segala urusan, baik urusan dunia maupun urusan
agama. Konsekuensinya, kita harus mengetahui perbedaan antara urusan agama dan
urusan dunia. Lalu, kepada siapa kita harus bertanya ? ayat diatas sudah
menjawab pertanyaan tersebut. Urusan agama ditanyakan kepada ulama (orang yang
berilmu dalam hal agama), dan urusan dunia ditanyakan kepada ahlinya.
Hal ini ditegaskan oleh hadits yang shahih bahwa Nabi SAW bersabda :
اِنَّ اللّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا مِنَ الْعِبَا دِ وَلَكِنْ
يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ. حَتَّى اِذَا لَمْ يًبْقِ عَا لِمًا
اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَلاَءَ, فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
الْعِلْمِو فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.
Yang artinya : “Sesungguhnya, Allah tidaklah mencabut ilmu dengan sekali
cabut dari hamba-Nya. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama.
Sampai apabila Allah tidak menisakan seorang ulama pun, manusia pun mengangkat
pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga
mereka sesat dan menyesatkan”. ( HR. Bukhori )[1]
B.
Tafsir
Tafsir Ibnu Katsir
Diriwayatkan oleh adh Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita mengenai ayat ini,
bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rosul, banyak di antara
orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu dan beranggapan bahwa
lebih agung untuk mengutus seorang manusia sebagai Rosul-Nya, maka turunlah
ayat :
اَكَا نَ لِلنَّاسِ عَجَبًا اَنْ اَوْحَيْنَا اِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ اَنْ
اَنْذِ رِ النَّا سَ
Artinya: “Apakah merupakan keanehan dan keajaiban bagi manusia, bahwa Kami
mewahyukan risalah kepada seorang pria di antara mereka untuk member peringatan
kepada umat manusia?”.
Dan dalam ayat di atas Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus sebelum
kamu melainkan orang-orang laki yang Kami beri wahyu kepadanya sebagai Rosul,
maka jika kamu tidak mengetahui tanyalah kepada orang-orang yang mengetahui,
yaitu ahli-ahli kitab, apakah Rosul-Rosul yang Kami utus kepada mereka itu
malaikat atau manusia biasa?.
Jika Rosul-Rosul yang Kami utus sebelum kamu itu malaikat, maka patut kamu
mengingkari kenabian Muhammad, tetapi jika mereka itu terdiri dari manusia-manusia
biasa, maka tidaklah patut kamu sangsikan bahwa Muhammad adalah benar-benar
seorang Rosul yang Kami utus.[2]
Tafsir Al Misbah
Ayat ini menegaskan bahwa : dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kepada
umat manusia kapan dan di mana pun, kecuali orang-orang lelaki yakni
jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada mereka antara
lain melalui malaikat Jibril; maka wahai orang-orang ragu atau tidak tahu bertanyalah
kepada ahl adz dzikr yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.
Para ulama
menjadikan kata (رجال) rijal pada ayat ini sebagai alas an untuk menyatakan
bahwa semua manusia yang diangkat Allah sebagai rasul adalah pria, dan tidak
satu pun yang wanita! Memang, dari segi bahasa kata rijal yang merupakan
bentuk jamak dari kata (رجل) rajul
seringkali dipahami dalam arti lelaki. Namun demikian, terdapat ayat-ayat
al-qur’an yang mengesankan bahwa kata tersebut tidak selalu dalam arti jenis
kelamin lelaki. Ia digunakan juga untuk menunjuk manusia yang memiliki
keistimewaan atau ketokohan, atau ciri-ciri tertentu yang membedakan mereka
dari yang lain.[3]
Tafsir Al Qurthubi
Firman Allah SWT, وَمَا
اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلاَّ رِجَالاً نُوْحِيْ اِلَيْهِمْ “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka,”
Orang awam membacanya يُوْحَيْ, dengan huruf ya’ dan fathah pada huruf ha’.”
Sedangkan Hafsh dari Ashim membaca نُوْحِيْ اِلَيْهِم , (Kami wahyukan kepada
mereka) dengan huruf nun yang di dhummah dan kasrah pada huruf ha’. Ayat ini
turun berkenaan dengan orang-orang musyrik Makkah yang mengingkari kenabian
Muhammad SAW dan mereka berkata : “Allah Maha Agung jika utusannya hanya
seorang manusia. Apakah Dia tidak mengutus seorang malaikat kepada kami?”.
Lalu Allah SWT membalikkan perkataan mereka itu dengan firman-Nya : وَمَا اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ “Dan kami tidak mengutus
sebelum kamu,” kepada umat-umat yang lalu wahai Muhammad, اِلاَّ رِجَالاً “kecuali orang-orang lelaki”
dari bangsa manusia. فَاسْأَ
لُوْا اَهْلَ الذِّ كْرِ “, maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan .” sufyan berkata, “maksudnya, orang-orang
mukmin ahli kitab”. اِنْ
كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ “jika kamu tidak mengetahui”.
Maka mereka(ahli kitab) akan menyampaikan kepada kalian bahwa semua nabi adalah
manusia biasa.[4]
Tafsir Al Azhar
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang laki yang Kami
beri wahyu kepada mereka,” hal ini diperingatkan kembali kepada beliau, Rasul
bahwa itu, dan isi pengajarannya pun sama. Bahkan nasib pertentangan pun
kebanyakkan bersamaan. Sebab mereka itu semuanya adalah manusia, orang-orang
laki-laki yang tidak lepas daripada suka dan duka. Maka disuruhlah Nabi SAW
menyampaikan kepada orang-orang itu: “maka bertanyalah kepada ahli-ahli yang
mempunyai peringatan, jika kamu tidak
mengetahui”.
Dalam ayat ini kita mendapat
pengertian bahwasannya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja
dan siapa saja; sebab yang kita cari ialah kebenaran.[5]
Tafsir Al Maraghi
Didalam ayat ini Allah menyajikan kesalahpahaman orang-orang musyrik qurasy
yang lain. Mereka mengatakan, sekiranya Allah hendak mengutus seorang rosul.
Maka rosul itu bukan seorang manusia. Karena Allah Maha Tinggi dan Maha Agung
daripada rosul-Nya salah seorang di antara manusia. Sekiranya Dia mengutus
seorang rosul dari kami. Tentu Dia mengutus malaikat. Kemudian Allah menjawab
kesalahpahaman ini. Bahwa telah menjadi Sunnah Allah untuk mengutus para
rosul-Nya dari manusia. Jika kalian ragu-ragu tentang hal itu, tanyakanlah
kepada ahli kitab.
Ad-Dahak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah mengutus Muhammad
SAW, orang-orang Arab mengingkari pengutusannya itu dan berkata “Allah Maha
Agung dari menjadikan utusan-Nya seorang manusia”. Hal ini senada dengan yang
tertera dalam surat Al-An’am (6):8, Al-Mu’minun(23):33-34, dan Al Furqon(25):7.
Maka tanyakanlah kepada ahli kitab dahulu di antara orang-orang yahudi dan
nasrani. Apakah para utusan yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah
malaikat ? jika mereka itu malaikat silahkan kalian ingkari Muhammad SAW,
tetapi jika mereka itu manusia jangan kalian ingkari dia.
Orang Arab mengatakan zabaru al kitaba berarti saya menulis kitab,
seperti firman Allah (QS AlQamar ayat 52).
Yakni kami tidak mengutus para rasul kecuali mereka itu laki-laki dengan
membawa dalil-dali dan hujjah-hujjah yang membuktikan kebenaran kenabian
mereka. Serta kitab-kitab yang memuat berbagai taklif dan syariat yang mereka
sampaikan dari Allah kepada para hamba.
Dan Kami turunkan Al-Qur’an kepadamu sebagai peringatan bagi manusia agar
kamu memberitahu mereka tentang apa yang telah diturunkan kepada mereka, berupa
hukum syariat dan ikhwal umat-umat yang dibinasakan dengan berbagai azab.
Sebagai balasan atas penentangan mereka terhadap para nabi dan agar kamu
menjelaskan hukum-hukum yang terasa sulit oleh mereka. Serta menguraikan apa
yang diturunkan secara garis besar sesuai dengan tingkat kesiapan dan pemahaman
mereka terhadap rahasia tasyri’.
Yakni Kami turunkan Al-Qur’an itu agar kamu menanti mereka berpikir tentang
rahasia dan pelajaran ini, serta agar mereka jauh dari mengikuti jejak para
pendusta terdahulu. Sehingga mereka tidak ditimpa azab seperti yang telah
ditimpakan kepada mereka.[6]s
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
Aplikasinya dalam konteks pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam
merupakan proses pemeliharaan, pengasuhan dan pendewasaan anak, maka proses
tersebut tentulah memerlukan adanya guru, materi pelajaran atau kurikulum dan
juga metode yang digunakan untuk menyampaikan materi tersebut, dan akhirnya
anak didik menjadi orang yang berilmu dan berpengetahuan.
D.
Aspek Tarbawi
a.
Menganjurkan
kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu.
b.
Apabila kita
mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum tahu.
c.
Dalam
mendidik sebaiknya menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan pemahaman
pesertadidik.
d.
Pendidik
sebaiknya menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
e.
Pendidikan
dilakukan secara bertahap.
f.
Pendidik
sebaiknya menguasai bahan ajar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu factor yang sangat
penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, pesertadidik juga
mempunyai peran penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya pesertadidik maka
pendidik tidak akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga
proses pembelajaran tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan
pendidikan. Antara pendidik dan pesertadidik harus sejalan dengan tujuan
pendidikan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Al Maraghi. 2002. Terjemah Al Maraghi. Jakarta:
Darul Fikr.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar Juz XIII-XIV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Qonitah. 2014. Majalah Muslimah. Edisi 02. Jakarta: Mutiara Kata.
Said Bahreisy, Salim Bahreisy. 1988. Terjemah Singkat
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4,
Cet. Ke-1. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Shihab, Quraish, M. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Profil penulis
Nama :
Chadziqotul Abdah
NIM :
2021115203
Tempat Tanggal Lahir : Pekalongan, 03 Maret 1996
MOTO :
Bermuhasabah, memeperbaiki diri sendiri dan bertaqorrub kepada Allah untuk
menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Pendidikan Formal :
a. RA Muslimat NU Masyithoh 03 (2001-2002)
b. MIS Pasirsari 01 Pekalongan (2002-2008)
c. SMP Plus Az-Zahro’ Pegandon Kendal
(2008-2011)
d. SMA N 1 Pegandon Kendal (2011-2014)
e. IAIN PEKALONGAN (2015-sekarang)
[2] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah
Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Cet. Ke-1 (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1988), hlm. 563-564.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar