PENDIDIKAN ETIKA-GLOBAL
“Hindari Prasangka Buruk dan Menggunjing”
(Q.S Al-Hujurat, 49: 12)
Nurul Amalliyah (2021115364)
Kelas: A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISALM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) PEKALONGAN
2017
Kata pengantar
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum wr wb.
Alhamdulillah penulis
haturkan kepada Allah yang maha kuasa yang telah memberikan beberapa kenikmatan
yang berupa Iman dan Islam dan kesehatan , sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah Tafsir Tarbawi II yang berjudul “Hindari Prasaangka Buruk dan
Menggunjing”,
Selanjutnya penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen pengampu yang terhormat bapak Muhammad Hufron
Dimyati, M.S.I selaku dosen matakuliah Tafsir Tarbawi II, yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga terselesainya makalah ini.
Tak lupa penulis haturkan
terima kasih kepada semua teman-teman dan keluarga saya yang telah memberikan
semangat untuk menyelesaikan tugas makalah ini , begitu juga penulis mohon maaf
apabila dalam penulisan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan sehingga
saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan.
Wassalamualaikum wr wb.
Pekalongan, 27 April 2017
(Nurul Amalliyah)
BAB I
PENDAHULUAN .
- LATAR BELAKANG
Sebagian dugaan adalah
dosa yakni dugaan yang tidak mendasar. Biasanya dugaan yang tidak mendasar yang
mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap orang lain . Q.S. Al - Hujurat
12 derngan tegas telah melarang melakukan dugaan buruk yang tampa mendasar,
karena akan dapat menjerumuskan seseorang kedalam dosa. Dengan menghindari
dugaan dan prasangka buruk , maka kita akan hidup tenang dan tentram serta
produktif. Ayat tersebut juga membentengi setiap anggota masyarakat dari
tuntutan terhadap yang baru bersifat prasangka. Tersangka belum dinyatakan
bersalah, belum terbukti kesalahannya, bahkan seseorang tidak dapat dituntut
sebelum terbukti kebenaran dugaan yang di hadapkan kepadanya memang bisikan-bisikan
yang terlintas di dalam benak tentang sesuatu dapat di toleransi asal bisikan
tersebut tidak ditingkatkan menjadi dugaan dan prasangka buruk. Berangkat dari
beberapa maslah di atas alangkah baiknya kita mendalami makna dan tafsir dari
qu’an Surat Al-Hujurat ayat 12.
- Judul Makalah
Pendidikan Etika-Global
"Hindari Prasangka Buruk dan
Menggunjing (QS. Al-Hujurat 49: 12)"
- Nas dan Terjemahan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Hujurat, 49:12)
- Arti penting Dikaji
Allah SWT memberi
peringatan kepada orang orang yang beriman, supaya menjauhkan diri dari su’udzan,
atau prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah
kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin maka kalimat itu harus diberi
tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang baik, jangan sampai timbul salah
paham, apalagi menyelewengkan sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka.
Kemudian, Allah SWT menerangkan penyebab wajibnya orang mukmin menjauhkan diri
dari prasangka yaitu karena sebagian prasangka itu mengandung dosa. Allah
melarang pula ghibah (Menggunjing), namimah(marah) dan mencari cari aib orang
lain.
BAB II
PEMBAHASAN
- Teori
Menurut bahasa, buruk
sangka merupakan makna dari kata bahasa arab yaitu syu’udzon yang mana lawan kata
dari husnudzon yang artinya berbaik sangka. Prasangka dihasilkan dari perbuatan
dan perkataan seseorang atau gerak gerik orang yang mendapat tuduhan tertentu
dari orang lain, biasanya prasangka timbul bila seseorang berada dalam situasi
yang sulit.
Menggunjing adalah perbuatan
melanggar hak-hak Allah SWT dan sekaligus juga melanggar hak-hak umat. Oleh
karena itu, perlu bagi pelakunya untuk pertama-tama, meminta maaf kepada orang
yang digunjing, sebab Allah SWT tidak akan memaafkan sebelum korbannya memberi
maaf.[1]
pada ayat ini disebutkan
salah satu perilaku terburuk, yaitu membicarakan keburukan orang lain
dibelakangnya. Sikap destruktif ini dinyatakan sebagai kegiatan yang sangat
tercela, dan al-Quran menggunakan perbandingan yang tidak pernah digunakan
sebelumnya, yaitu membicarakan orang lain di belakang mereka sama seperti
memakan mayat saudara sendiri.
Perbuatan teramat hina yang mungkin
dilakukan orang kepada orang lain adalah memakan daging orang mati, lebih hina
lagi apabila seseorang melakukannya terhadap saudaranya sendiri dan yang lebih
buruk lagi adalah jika menyakiti saudaranya dengan memakan dagingnya. Aksi ini
sangat tercela dan terkutuk dan hanya sedikit orang yang akan melakukan hal
ini. Mengapa menjelek-jelekkan orang di belakang punggungnya dan membicarakan
keburukan orang dibelakang sama dengan memakan mayatnya? Karena masing-masing
perbuatan menghancurkan kehormatan dan kemuliaan orang yang menjadi korban.
Keburukan perbuatan ini terbagi rata
di antara dua orang yang membicarakan dan mendengarkan dikategorikan sebagai
orang yang menyerang orang lemah. Orang yang memakan daging saudaranya sendiri
dan orang yang mendengarkan pembicaraan buruk tentang orang lain berarti
membantu menyakiti orang yang tidak hadir dalam pembicaraan itu dan tidak bisa
membela dirinya. Kemudian menyerang orang yang tidak mampu mempertahankan
dirinya dinyatakan sebagai tindakan memalukan.
Dengan kata lain al-Quran
menggambarkan perumpamaan bahwa orang yang membicarakan orang lain dibelakang
mereka sama dengan orang yang memakan daging saudaranya sendiri. Kemudian empat
poin berikut menjadi pertimbangan atas perumpamaan tersebut:
1.
Saudara seagama sama dengan saudara biologis.
2.
Kehormatan dan kemuliaan seseorang seperti daging
(fisik) seseorang.
3.
Mengucapkan kata-kata buruk tentang seseorang
dibelakang mereka dan merusak karakter seseorang atau menghina kehormatannya
sama dengan memakan daging orang itu.
4.
Karena korban tidak ada dan tidak bisa membela dirinya
sendiri dari serangan para pengecut yang membicarakan keburukannya, diumpamakan
dirinya telah mati dan mengalami serangan itu dalam keadaan tidak bisa
mempertahankan diri.
Membicarakan
keburukan orang lain di belakang memiliki banyak konsekuensi negative yang
berhubungan dengan individu juga masyarakat. Dalam hubungannya dengan individu,
membicarakan seseorang dari belakang digambarkan sebagai pengrusakan ikatan
persaudaraan islam. Pengrusakan apa lagi yang lebih buruk ketika seseorang
menginjak-injak harga diri dan karakter sesama muslim dan tidak ada sesuatu
yang bisa memperbaikinya.
Imam Ja’far Shadiq bin
Muhammad Baqir menyatakan: “Allah Swt berfirman kepada orang-orang yang
menceritakan pendengaran dan penglihatannya atas perilaku orang lain kepada
saudara-saudaranya sesama kaum mukmin, ‘Sesungguhnya orang-orang yang sangat
menyukai perbuatan menyebarkan cerita
bohong tentang orang-orang beriman, telah menanti atas mereka azab yang sangat
pedih.’”[2]
- Tafsir
1.
Tafsir Al-Maragi
Muslim, Abu Daud dan
At-Tirmizi telah meriwayatkan bahwa Nabi saw.pernah bersada, “Tahukah kalian
apakah gibah itu?” para sahabat berkata, “Allah dan rasul-Nya lebih tahu.” Sabda
rasul, “kamu menceritakan saudaramu dengan hal-hal yang tidak dia sukai.”
Seseorang bertanya, “Bagaimanakah pendapat tuan sekiranya pada saudaraku memang
benar terdapat hal-hal yang aku katakana? Rasul bersabda, jika padanya memang
terdapat hal-hal yang kamu katakana, maka sesungguhnya engkau telah menggunjing
dia, dan jika padanya tidak terdapat hal-hal yang kamu katakana, maka
sesungguhnya kamu telah berdusta.
Al-Baihaqi dalam kitab
sya’bul Iman mengeluarkan sebuah riwayaat dari sa’id bin musayyab bahwa ia
berkata, pernah saya mendapatkan surat sebagaian temanku dari kalangan para
sahabat Rasulullah saw., “Letakkanlah urusan saudaramu pada tempat yang terbaik
selagi tidak datang kepadamu berita yang kuat menurutmu. Dan jangan
sekali-sekali kamu menyangka kata-kata yang keluar dari seorang muslim sebagai
sesuatu yang buruk, padahal kamu masih mendapatkan tempat yang baik bagi kata-kata itu. Dan barang siapa yang
menempatkan dirinya untuk menjadi sasaran persangkaan, maka jangan
sekali-sekali ia mencela kecuali dirinyan sendiri. Dan barang siapa yang
menutupi rahasianya, maka pilihan itu ada pada tangannya. Dan tidaklah engkau
balas seseorang yang mendurhakai Allah, pada hari kiamat (kecuali) sebanding.
Agar engkau taat kepada Allah demi balasan itu.
Senantiasaalah kamu
berteman dengan orang-orang yang benar perkataannya, sehingga kamu akan masuk
ke dalam usaha amal mereka. Karena mereka adalah perhiasan ketika senang dan
perisai ketika mengalami bencana yang
besar. Dan janganlah kamu mudah bersumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah
Ta’ala. Dan jangan lah kamu sekali-kali bertanya tentang sesuatu yang tidak
ada, sehingga sesuatu itu ada. Dan janganlah kamu meletakkan bembicaraanmu
kecuali pada orang yang kamu sukai.[3]
2.
Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa) artinya
menjerumuskan kepada dosa; jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah
berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik. Orang-orang
mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak, berbeda keadaannya dengan
orang-orang fasik dari kalangan kaum muslim, maka tiada dosa bila kita berburuk
sangka terhadapnya menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka تَجَسَّسُوا
وَلَا (dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafaz tajassasu pada asalnya adalah tatajassasu, lalu salah satu dari kedua
huruf ta dibuang sehingga jadilah tajassasu, artinya janganlah kalian
mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا (dan janganlah
sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain) artinya janganlah kamu
mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang
tidak diakuinya, sekailpun hal itu benar padanya.
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ
يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
(sukakah salah seorang di antara kalian
memakan daging saudaranya yang sudah mati?)
Lafaz mayita dapat pula
dibaca mayyitan; maksudnya tentu saja
hal ini tidak layak kalian lakuka . فَكَرِهْتُمُوهُ (maka tentulah kalian merasa
jijik kepadanya) maksudnya mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya
dengan memakan dagingnya sesudah ia mati. وَاتَّقُوا
اللَّهَ (dan
bertakwalah kepaada Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendakl
menpergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan
ini. إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ (sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat) yakni selalu menerima tobat orang-orang yang
bertobat.[4]. رَحِيمٌ(lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang rt
3.
Tafsir Al-Mishbah
Ayat di atas masih
merupakan lanjutan tuntunan ayat yang lalu. Hanya di sini hal-hal buruk yang
sifatnya terembunyi, karena itu
panggilan mesra kepada orang-orang beriman diulangi untuk kelima kalinya. Di
sisi lain memanggil dengan panggilan buruk yang telah dilarang oleh ayat yang
lalu boleh jadi panggilan/ gelar itu dilakukan atas dasar dugaan yang tidak
berdasar, Karena itu ayat di atas menyarakan: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dengan upaya sungguh-sunguh banyak dari dugaan yakni prasangka buruk
terhadap manusia yang tidak memiliki
indicator memadai, sesungguhnya sebagian
dugaan yakin yakni tidak memiliki indicator itu adalah dosa.
Selanjutnya karena tidak
jarang prasangka buruk mengundang upaya mencari tahu, maka ayat di atas
melanjudkan bahwa: Dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain yang justru ditutupi oleh pelakunya serta jangan juga melangkah lebih luas
yakni sebagian kamu menggunjing yakni
membicarakan aib sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah jika itu
disodorkan kepada kamu, kamu telah merasa
jijik kepadanya dan akan menghindari
memakan daging saudaranya sendiri itu, karena itu hindarilah pergunjingan
karena ia sama dengan memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah kepada Allah yakni hindari
siksa-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta bertaubatlah atas aneka kesalahan, sesunggyhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.[5]
4.
Tafsir Al-Azhar
Prasangka adalah dosa,
karena ia adalah tuduhan yang tidak bersalah dan bisa saja memutuskan
silaturahmi di antara dua orang yang terbaik. Bagaimanalah perasangka yang
tidak mencuri lali disangka orang bahwa dia mencuri, sehingga sikap kelakan
orang telah berlainan saja kepada dirinya.
Dari
Abu Dawud meriwayatkan pula, bahwa beliau menerima daripada Sa’id bin ‘Amer
Al-Hadhramiy, dan dia ini menerimanya pula dari Isma’il bin ‘Ayyasy, dan dia
ini pun menerima dari Syuraih bin ‘Ubaid bin Jabair bin Nufair dan Kutsair bin
Murrah dan ‘Amer bin Al-Aswad dan
Al-Miqdam bin Ma’adikariba dan Abi Umamah Radhiallahu ‘Anhu.
Orang
asyik sekali membongkar keburukan rahasia keburukan seseorang ketika seseorang
itu tidak ada. Tiba-tiba saja, dia pun datang; maka pembicaraanpun terberhenti
dengan sendirinya, lalu bertukar sama sekali
dengan memuji-muji menyanjung menyanjung tinggi. Ini adalah pebruatan
hina dan pengecut! Dalam lanjutan ayat di katakana; “Sukakah seorang kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati?”. Artinya bahwasanya membicarakan keburukan
seseorang manusia yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk.[6]
- Aplikasi dalam kehidupan
Perilaku husnudzan wajib
di pelajari dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar menjadi terbiasa
berprilaku husnudza, kita perlu berlatih secara terus menerus. Karena sesuatu yang
baik tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan perlu di usahakan dan di
biasakan. Mengapa berprilaku husnudzan terasa berat untuk dibiasakan dan di
budayakan?. Disekitar kita bahkan di dalam diri kita telah di kuasai oleh iblis
yang menyesatkan. Ingat, iblis adalah musuh besar dan musuh abadi manusia yang
terus membujuk dan mengelabui manusia untuk mengikuti hasutannya sampai mnusia
menjadi sekutunya dan menjadi temen mereka masuk ke dalam neraka. Mulailah
menerapkan perilaku husnudzan ketika di timpa musibah, yakin dengan mengambil
hikmah dari setiap kejadian yang menimpa kita. Karena dibalik kejadian pasti
ada hikmah yang dapat di dipetik
- Aspek tarbawi
1.
Berfikir positif terhadap orang lain
2.
Jangan membicarakan keburukan orang lain (gibah)
3.
Jauhi perbuatan
syirik terhadap orang lain
4.
Selalu
bersyukur atas apa yg telah terjadi
5.
Menghindari perilaku saling curiga ,menyalahkan dan
menyudutkan
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Menurut bahasa, buruk
sangka merupakan makna dari kata bahasa arab yaitu syu’udzon yang mana lawan
kata dari husnudzon yang artinya berbaik sangka. Prasangka dihasilkan dari
perbuatan dan perkataan seseorang atau gerak gerik orang yang mendapat tuduhan
tertentu dari orang lain, biasanya prasangka timbul bila seseorang berada dalam
situasi yang sulit.
Membicarakan
keburukan orang lain di belakang memiliki banyak konsekuensi negative yang
berhubungan dengan individu juga masyarakat. Dalam hubungannya dengan individu,
membicarakan seseorang dari belakang digambarkan sebagai pengrusakan ikatan
persaudaraan islam. Pengrusakan apa lagi yang lebih buruk ketika seseorang
menginjak-injak harga diri dan karakter sesama muslim dan tidak ada sesuatu
yang bisa memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam jalaluddin
As-Suyuti. 2010. Terjemhan Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo
·
Al-Maragi, Ahmad Mustfa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra
·
Bhimji, Saleem. 2003. Dasar Etika dalam Surat Al-Hujurat. Jakarta: Citra (Anggota IKAPI)
·
Hamka. 1980.
Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong
·
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati
BIOGRAFI
Nama :
Nurul Amalliyah
Alamat : Ds. Sumurjomblangbogo,
Dk. Sumurwatu Timur RT: 19/ RW: 06 , Kec. Bojong, Kab. Pekalongan.
Jumlah saudara : 2 bersaudara
Riwayat Pendidikan
·
RA. Muslimat Sumurjomblangbogo
·
SD.N.03 Sumurjomblangbigo
·
SMP N 02 Bojong
·
SMA PGRI 2 Kajen
·
IAIN Pekalongan (Masih dalam Pendidikan )
[1]http://hikmatsyamsulrizal.blogspot.co.id/2015/03/makalah-buruk-sangka-format-jurnalistik.html,
diakses pada 24 April pukul 20.15
[2] Saleem
Bhimji, Dasar Etika dalam surah Al-Hujurat ( Jakarta: Citra (Anggota IKAPI),
2003), hal. 173-178
[3] Ahmad
Mustfa Al-Maragi. Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993). hal. 226-229
[4] Imam
Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam jalaluddin As-Suyuti, Terjemhan Tafsir Jalalain
berikut Asbabun Nuzul jilid 2. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010). Hal: 894
[5] M.
Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005). Hal: 253-259
[6]Hamka.
Al-Azhar.(Surabaya: Yayasan Latimojong, 1980), hal. 239-249
Tidak ada komentar:
Posting Komentar