PENDIDIKAN ETIKA-GLOBAL
Hindari Prasangka buruk dan menggunjing
Q.S Al-Hujurat ayat 12
Mifrotun (2021115333)
Kelas B
TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semest alam,
karena atas limpahan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi ini, yang
bertemakan “Etika pendidikan global” dengan sub tema “Hindari prasangka dan
menggunjing”(QS. Al-Hujurat ayat 12).
Sholawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi yang mulia Muhammad saw beserta keluarga, seluruh sahabat,
dan kita selaku umatnya.
Dalam menyusun makalah ini tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami, oleh karenanya penulis
menyadari, tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka makalah ini
mustahil akan terwujud. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak dan ibu atas semua doa dan bantuan
financial untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Bapak Muhammad Ghufron, M.S.I
selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi I.
3. Teman-teman kelas Tafsir Tarbawi
II B yang selalu mensuport dan menghibur penulis selama penyelesaian makalah
ini.
4. Serta semua pihak yang telah
berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu penulis
menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tatanan bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga
makalah ilmiah tentang “Etika pendidikan global” dengan sub tema “Hindari
prasanka dan bergunjing” (QS. Al-Hujurat ayat 12)”, ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.
Pekalongan,
13 April 2017
Mifrotun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sebagian
dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak mendasar. Biasanya dugaan yang tidak
mendasar yang mengaakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap orang lain. Q.S.
Al-Hujura ayat 12 dengan tegas telah melarang melakukan dugaan buruk yang tidak
ada dasarnya, karena akan dapat menjerumuskan seseorang kedalam dosa. Dengan
menghindari dugaan dan prasangka buruk, maka kita akan hidup tenang dan tentram
serta produktif. Ayat tersebut juga membentengi setiap anggota masyarakat dari
tuntunan yang bersifat prasangka.
Sedangkan,
bergunjing/ghibah itu berasal dari lidah, dimana lidah merupakan anugrah Allah
yang dapat membawa manfaat dan sebaliknya bisa menjadi penyebab masuknya
seseorang ke dalam neraka. Sifat ini bisa di katakan hampir setiap orang
memilikinya. Ghibah telah di biasakan dengan adanya tayangan infotaiment yang
bisa kita llihat setiap hari. Dan itu menjadi tayangan favorit dari berbagai
kalangan, dari kecil hingga dewasa. Miris memang, ketidaktahuan hukum tentang
ghibah merupakan slah satu faktor karena minat terhadap ghibah selalu
meningkat.
Ghibah
dimanapun dan kapanpun merupakan akhlak tercela yang tidak patut kita sebagai
muslim menjadikan budaya di lingkungan masyarakat ataupun keluarga. Berbagai
akibat dari bahaya ghibah, baik itu dari lingkungan sendiri (lingkungan sosial)
ataupun diri kita sendiri secara emosi.
Dalam
makalah ini, sya mencoba memaparkan pentingnya kita menjauhkan diri kita dari
bergunjing dan berprasagka buruk terhadap siapa pun. Sesuai dengan tafsir dari
QS.Al-Hujurat ayat 12.
.
B. Judul
Judul
garis besar makalah ini adalah “Metode Pendidikan
Secara Umum” dengan sub tema “Metode Argumentatif (QS. Al-Baqarah ayat 258)”.
C.
Nash
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah
salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang “
D.
Arti penting
Arti penting dari QS.Al-hujurat ayat 12 ini adalah bahwa kita sebagai
seorang muslim dilarang untuk bergunjing dan berprasangka buruk terhadap orang
lain. Karena kedua sifat itu hanya membawa keburukan bagi kita dan tidak
bermanfaat sama sekali. Maka dari itu kita harus mejauhi kedua sifat ini. Lebih
baik kita berprasangka baik terhadap siapapun dan tidak membicarakan keburukan
orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI
Prasangka buruk dalam islam sisebut
su’udzon. Lawannya adalah khusnudzon yaitu prasangka baik. Prasangka buruk
merupakan pendapat anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui, menyaksikan, atau menyelidiki
sendiri. Hal ini sebenarnya dapat merusak ukhuwah dan tali silaturrahim, karena
dapat menimbulkan fitnah dan itu dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu,
hal ini sangat di tentang dalam Islam. Bahkan Allah mengumpamakan dosa fitnag
itu lebih besar dari pada pembunuhan.
Secara etimologi, ghibah berasala dari
kata Ghaba- Yaghibu yang artinya adalah mengumpat, menurut
Jalaluddin bin Manzur, ini juga berarti fitnah, umpatan, atau gunjingan. Dapat juga diartikan membicarakan keburukan orang lain
dibelakangnya atau tanpa sepengetahuan yang dibicarakan. Disisi lain an-Nawawi
mendefinisikan ghibah adalah mengupat atau menyebut orang lain yang ia tidak
suka atau memebencinya, terutama dalam hal kehidupannya. Beliau mengatakan
bahwa jarang sekali orang yang bisa lepas dari menggunjing orang lain.[1]
Secara terminology atau bahasa, ghibah adalah memebicarakan orang lain
tanpa sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia
mendegar maka ia tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan tidak
terdapat dalam diri yang dibicarakan itu berarti dusta atau mengada-ada dan itu
merupaka dosa yang lebih besar dari ghibah itu sendiri.[2]
B. TAFSIR
1. Tafsir Ibnu Mas’ud
Abu
Daud: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah
menceritakan kepada kami dari Al A’masy dari Zaid, ia mengatakan: Ibnu Mas’ud
pernah di datangi lalu dikatakan kepadanya, : “si Fulan ini jenggotnya
meneteskan khamr.” Maka Abdullah berkata, “Kita dilarang mencari-cari keburukan
orang. Akan tetapi jika memang jelas begitu, kita akan menghukumnya.”
Ath-Thabari: Yunus bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia
berkata: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, ia berkata Muawiyah bin Shalih
mengabarkan kepadaku dari Katsir bin Al-Harits dari Al-Qasim Maula Muawiyah, ia
berkata,: “tidak ada suapan yang lebih buruk daripada menggunjing seorang
mukmin. Jika ia mengatakan apa yang ia ketahui, maka ia telah menghibahnya. Dan
jika ia mengatakan tentangnya apa yang tidak ia ketahuinya, maka ia telah
memfitnahnya.
As-Suyuthi: Bukhari mengeluarkan (dalam Al-Adab Al-Mufrad) dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Barang siapa yang disisinya di gunjing seorang mukmin
lalu ia menolongnya, Allah akan membalasnya dengan kebaikan di dunia dan di
akhirat. Dan barangsiapa yang disisinya di gunjing seorang mukmin tapi ia tidak
menolongnya, Allah akan membalasnya dengan keburukan di dunia dan di akhirat.[3]
2. Tafsir Al-Misbah
Allah
melarang hamba-hambaNya yang beriman banyak berprasangka, yaitu melakukan
tuduhan dan sangkaan buruk terhadap
keluarga, kerabat, dan orang lain tidak pada tempatnya, sebab sebagian dari
prasangka itu adalah murni perbuatann dosa. Maka jauhilah banyak prasangka itu
sebagai suatu kewaspadaan. Diriwayatkan kepada kami Amirul Mukminin Umar bin
Khattab bahwa beliau mengatakan, “berprasangka baiklah terhadap tuturan yang
keluar dari mulut saudaramu yang beriman, sedang kamu sendiri mendapati adanya
kemungkinan tuturan ia mengandung kebaikan.”
Firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain.” Yakni, satu sama lain saling mencari-cari kesalahan masing-masing.
Dan istilah tajassus biasanya digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang
berarti jelek. Dari kata ini lahir pula istilah jassus(mata-mata).
Adapun pengertian tajassus biasanya digunakan untuk sesuatu yang baik.
Seperti Firman Allah SWT ketika menceritakan tentang Ya’qub a.s. yaitu:”Hai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya.....” Akan tetapi terkadang kedua istilah ini digunakan untuk
menunjukkan hal yang jelek.
Ghibah adalah haram berdasarkan Ijma’. Tidak ada pengecualian
mnegenai perbuata ini kecuali bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat,
seperti peneapan kecacatan oleh perawi hadits, penilaian keadilan, dan
pemberian nasihat. Demikian pula hibah yang sejenis dengan ketiga hal ini sedangkan
selain itu, tetap berada didalam pengaharaman yang sangat keras dan larangan
ang sangat kuat. Itulah sebabnya Allah SWT menyerupakan perbuatan hibah dengan
memakan daging manusia yang sudah menjadi bangkai. Sebagaimana yang telah
difirmankan Allah SWT : “sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaramu yang sudah mati?” yaitu sebagaimana kamu membenci hal ini secara
naluriah, maka kamupun harus membencinya berlandaskan syariat, karena hukumnya
akan lebih hebat dari sekedar memakan bangkai manusia. Dan jalan pikiran ini
merupakan cara menjauhkan diri dari padanya dan bersikap hati-hati terhadapnya,
sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah SAW berkenaan dengan orang yang
mengambil kembali apa yang telah diberikannya, “ seperti anjing yang muntah,
kemudian memakan kembali untahannya itu.”
Firman Allah, “dan
bertakwalah kepada Allah,” yaitu pada perkara yang telah Dia perintahkan dan
Dia larang kepadamu. Dan jadikanlah Dia sebagai pengawas kamu dalam hal itu dan
takutlah kepadanya.”sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagii maha
penyayng,” yaitu Allah itu maha pnerima taubat kepada siapa saja yang bertaubat
kepadaNya dan maha pengasih kepada siapa saja yang kembali dan bersandar
kepadaNya.[4]
3. Tafsir Jalalain
(Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyaakan dari prasanka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalaah dosa) artinya menjerumuskan kepada dosa, jenis
prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang
mukmin yang selalu berbuat kebaikan.
(Dan
janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafaz tajassasu pada
asalnya adalah tatajassasu, lalu salah satu dari huruf ta dibuang
sehingga menjadi tajassasu, artinya
janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara
menyelidikinya.
(Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain)
artinya janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak
diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya.
(Sukakah salah seorang
diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?). lafadz maytan
dapat dibaca mayyitaan, maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kamu lakkan.
(Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya
menggunjingkan orang semasa hidupnya saja sama artinya dengan memakan dagingnya
sesudah ia mati.
(Dan bertaqwalah kepada Allah) yakni akutlah akan azabb-Nya
bila kalian hendak mempergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah
kalian dari perbuatan ini.
(Sesungguhya Allah Maha
Penerima Taubat lagi maha penyayang)
yakni selalu menerima taubat orang-orang yang bertaubat dan menyayangi mereka
yang bertaubat.[5]
C. APLIKASI DALAM KEHIDUPAN
Dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 12 ini Allah
menerangkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak orang-orang mukmin terhadap orang-orang
mukmin lainnya. Dan juga pergaulan orang-orang mukmin di tengah-tengah kaum
mukminin sendiri. Hal ini ada kaitannya dengan pendidikan etika yaitu dengan
adanya larangan saling berburuk sangka (negatif thinking), menghindari
mencari-cari kesalahan orang lain, membicarakan keburukan orang lain
(menggunjing) agar terhindar dari perbuatan tersebut hendaklah seseorang meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah.[6]
Tidak berburuk sangka menggugah rasa
kemanusiaan, karena dapat menjaga hubungan harmonis baik secara vertikal maupun
horisontal. Tidak mencari-cari kesalahan orang lain yakni mampu
mempertimbangkan yang ada pada dirinya dengan apa yang ada pada orang lain,
sehingga sebelum bertindak ia memperbaiki dirinya sendiri. Dengan tidak menggunjing termasuk menjaga kehormatan
saudaranya. Dapat mencapai integritas yang baik dan menjaga semangat
kegotongroyongan serta keharmonisan.[7]
D. ASPEK TARBAWI
Pelajaran
yang bisa kita ambil dari Q.S.Al-Hujurat ayat 12, antara lain:
1. Tidak mencari kesalahan orang lain,
artinya kita harus senantiasa introspeksi diri.
2. Prasangka buruk mengantarkan kita pada
neraka, maka kita harus menjauhinya.
3. Membicarakan keburukan orang lain tidak
patut kita lakukan, karena itu bisa merusak hubungan tali silaturahmi dengan
tetangga, maupun saudar-saudara kita.
4. Bergunjing itu di ibaratkan seperti
memakan bangkai saudara kita sendiri.
5. Allah maha penyayang dan maha penerima
taubat bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat dari segala kesalahannya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT melarang hamba-hambanya untuk
berprasangka buruk kepada orang lain dan mencari-cari kesalahan orang lain
serta menggunjing atau membicarakan aib orang lain dan Allah menyuruh
hamba-hamba-Nya bertaqwa kepada Allah serta bertaubat atas segala
kesalahan-kesalahannya karena Allah penerima taubat dan lagi maha penyayang.
Dan dari ayat
ini kita dapat pelajaran yang bermanfaat diantaranya kita bisa mengetahui bahwa
prasangka buruk mencar-mancari kesalahan orang lain serta menggunjing merupakan
perbuatan yang sangat dilarang dan d benci Allah SWT sehingga kita sebagai
orang beriman harus bisa menghindari dan menjauhi perbuatan-perbuatan tersebut.
B.
SARAN
Penulis
menyadari terdapat banak sekali kekurangn dalam penulisan makalah ini, namun
penulis telah berupaya dan berusaha atas terselsainya tugas ini. Maka penulis
mengarap kritik dan saran yang membangun guna tercapainya kesempurnaan dalam
menyusun makalah di wakt yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, 1984,al-Adzkar, terj. M. Tarsi
Hawi, Bandung: Pustaka Ma’arif
Abullah bin Jarullah, 2004,Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi, Jakarta: Gema Insani
Press,
Asnawi Muhamad Ahmad,2009,Tafsir Ibnu Mas’ud,Jakarta:
Pustaka Azzam
Imam Jalaludin Al-Mahali,2010,Tafsir
Jalain,Bandung: Sinar Baru Algosindo
Nata, Abuddin,2002,Tafsir
Ayat-Ayat pendidikan,Jakarta:PT.RajaGranfindo Persada
Shihab,M.Quraish,2012,Al-Lubab:makna,tujuan,dan
pelajaran dari surah-surah Al-Qura’an, penyunting Abd.Syukur Dj,Tangerang:Lentera
Hati
BIODATA PENULIS
Nama : Mifrotun
TTL : Pekalongan, 01
Mei 1994
Alamat : Desa Kadipaten RT.12/RW.03 No. 33,
Wiradesa, Kabupaten Pekalongan
Riwayat
pendidikan :
1.
TK Bustanul Athfal ‘Aisyiyah
delegtukang
2.
MI Muhammadiyah Delegtukang
3.
SMP N 2 Wiradesa
4.
SMK N 1 Pekalongan
5.
IAIN Pekalongan (masih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar