“JANGAN
SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG LAIN”
QS.
AL-HUJURAT AYAT 11
Khusnul
Khotimah (2021115322)
Kelas:
B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum
wr.wb
Puji Syukur atas segala nikmat , iman, sehat dan daya serta upaya yang telah
Allah SWT berikan,Berkat rahmat dan Hidayah-Nya lah kami mampu menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Jangan Sekali-Kali Mengejek Orang Lain” sesuai dengan Q.S
Al-Hujurat ayat 11.
Sholawat serta salam tak lupa kami sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang
seperti sekarang ini.
Tersusunnya makalah ini tak lepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh
orang-orang yang berada disekitar kami. Maka,dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah memberikan bantuan
moril maupun materil. Serta terima kasih juga kepada Bapak Muhammad Ghufron,
M.S.I selaku dosen pembimbing.
Kami menyadari banyaknya kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini,maka dari
itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan sebagai sarana
evaluasi kesempurnaan dalam penulisan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami dan bagi seluruh pembaca Aamiin.
Pekalongan, 1 April 2017
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan Zoon Politikon artinya
dalam kesehariannya manusia membutuhkan orang lain dalam menunjang kegiatannya
di muka bumi ini. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu
bergaul dan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat. Dari
sifat inilah yang membuat manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Suka atau
tidak suka, manusia dalam kesehariannya akan menghadapi dan bergaul dengan
mesyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri
bahkan untuk memenuhi kebutuhannya manusia sangatlah membutuhkan manusia
lain.
Indonesia
adalah merupakan negeri yang penuh dengan budaya sopan santun dengan berbagai
macam etnis dan adat istiadat, negara indonesia menganut sistem ketimuran yang
berartikan bahwa di indonesia masih kental dengan budaya yang sopan dan santun.
Guna untuk menyeimbangkan budaya tersebut adalah dengan cara pergaulan untuk
itulah sangat diperlukan peranan etika.
B. Judul Makalah
Pendidikan
Etika Global “Jangan Sekali-Kali Mengolok-Olok” QS. Al- Hujurat: 11.
C. Nash Dan Arti QS. Al-Hujurat ayat 11
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا
خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً
مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ
الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ ﴿١١﴾
Hai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
D. Mengapa Penting Untuk Dikaji
Melalui
ayat ini Allah memberitahukan bahwasannya etika atau adap yang baik itu
sangatlah penting maka dari itu salah satu hal yang harus dihindari karena
dapat membuat tidak baiknya etika atau adab yaitu mengolok-olok sesama muslim
dikarenakan mungkin saja orang yang diolok-olok lebih baik dari pada orang yang
mengolok-olok.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori
1) Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal
kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu taetha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti
ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk inilah yang melatar belakangi
terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Jadi, secara etimologi etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika merupakan suatu ilmu yang
membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu keadaan yang kuat untuk
mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi
kepada masyarakat yang
memerlukan.[1]
2) Hubungan Antar Individu sebagai Relasi
Sosial
Dalam hidup di dunia manusia tidak dapat hidup sendiri atau
membutuhkan orang lain.Hal ini erat kaitannya dengan sebuah Interkasi antar
individuyang dapat membenruk adanya sebuah Relasi Sosial atau biasa
disebut dengan Hubungan Sosial.Hubungan sosial adalah hubungan timbal balik
antara individu yang satu dengan individu lain, yang saling memengaruhi.
Hubungan sosial disebut juga interaksi sosial. Interaksi
sosial adalah proses saling memengaruhi antara dua orang atau lebih.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan sosial :
a. Faktor Internal
Faktor dari dalam diri seseorang yang mendorong terjadinya
hubungan sosial sbb:
1.
Keinginan untuk mengembangkan
keturunan
2.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan
hidup
3.
Keinginan untuk mempertahankan hidup
4.
Keinginan untuk berkomunikasi dengan
sesama
b. Faktor Eksternal
Faktor dari luar yang mendorong
terjadinya hubungan sosial sbb:
1.
Simpati
Suatu sikap tertarik kepada orang lain karena suatu hal.
Simpati mendorong diri seseorang untuk melakukan komunikasi sehingga terjadi
pertukaran pendapat.
2.
Motivasi
Dorongan yang ada dalam diri seseorang yang mendasrai orang
melakukan suatu perbuatan. Biasanya muncul rasionalitas, seperti motif ekonomi.
3.
Empati
Merupakan proses psikis, yaitu rasa haru atau iba akibat
tersentuh perasaannya dengan objek yang dihadapinya dsb
Proses sosial yang dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan komunikasi lisan, dan
secara tidak langsung dapat dilakukan hubungan komunikasi telephon / surat.[2]
3) Menjaga
Keharmonisan Kehidupan
Dalam hidup bermasyarakat ada hal-hal yang harus kita
hindari agar tidak terjadi permusuhan dan agar Keharmonisan hubungan yang baik
di masyarakat dapat terjalin dengan terus menerus.Salah satunya yaitu larangan
untuk mengejek sesama.
Ø Pengertian Sukhriyah
Menurut
bahasa سخر berarti“ mengejek, mencemoohkan, menghina”. Pengertian dalam
Islam tentang penghinaan itu memiliki pengertian yang berbeda-beda. Untuk itu
kita harus mengidentifikasikan dahulu kata penghinaan dengan lafadz arabnya,
sedangkan hal-hal yang tercakup dalam arti penghinaan itu lafadnya berbeda
beda. Penghinaan itu berasal dari kata “hina” yang artinya:
a. Merendahkan, memandang redah atau hina
dan tidak penting terhadap orang lain.
b. Menjelekan/memburukan nama baik orang
lain, menyinggung perasaannya dengan cara memaki-maki atau menistakan seperti
dalam tulisan surat kabar yang dipandang mengandung unsur menghina terhadap
orang lain
Menurut Al Ghozali
penghinaan adalah:
“Menghina
orang lain dihadapan manusia dengan menghinakan dirinya di hadapan Allah Swt.
pada Malaikat dan Nabi-nabinya.Jadi menghina adalah merendahkan dan meremehkan
harga diri serta kehormatan orang lain di hadapan orang banyak”.
Mengejek
sama halnya dengan menghina.Yang dimaksudkan dengan penghinaan ialah memandang
rendah atau menjatuhkan martabat seseorang, ataupun mendedahkan keaiban dan
kekurangan seseorang dengan tujuan menjadikannya bahan ketawa.[3]
B. Tafsir
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَر(Hai orang-orang yang
beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang
muslim yang miskin, seperti Ammar Ibnu Yasir Ar-Rumi. As-sukhriyah artinya
merendahkan dan menghina.قَوْمٌ (suatu kaum) yakni sebagian di
antara kalian مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ(kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka
yang diolok-olokkan lebih baik dari pada mereka yang mengolok-olokkan disisi
Allah. وَلَا نِسَاء(Dan jangan pula
wanita-wanita) di antara kalian mengolok-olokkan وَلَا تَلْمِ.
مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ
خَيْراًمِّنْهُنَّ زُوا أَنفُسَكُمْ(wanita-wanita
lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari
pada wanita yang mengolok-olokkan, dan janganlah kalian mencela diri kalian
sendiri) artinya janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela,
maka yang dimaksud dengan janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang
lain. وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ (dan janganlah kalian
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian
diantara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukkan yang tidak
disukainya, antara lain seperti: hai orang fasik, atau hai orang kafir. بِئْسَ
الاِسْمُ
(seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan diatas, yaitu memperolok-olokkan
orang lain, mencela, dan memanggil dengan nama julukan yang buruk. الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ (ialah nama
yang buruk sesudah iman) lafaz al-fusuq merupakan badal dari lafadz al-ismu,
karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fisik, juga karena
nama panggilan itu biasanya diulang-ulang. وَمَن
لَّمْ يَتُبْ (dan barang
siapa yang tidak bertaubat) dari perbuatan tersebut. فَأُوْلَئِكَ
هُمُ الظَّالِمُونَ (maka mereka
itulah orang-orang zalim).[4]
Tafsir Al Qurthubi
أَن يَكُونُوا
خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً
مِّنْهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum lain
(karena) boleh jadi mereka (orang yang diolok-olok) lebih baik dari mereka
(yang diolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita yang (diperolok-olokkan) lebih
baik dari wanita-wanita lain (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok).[5]
Tafsir Al Misbah
Setelah ayat sebelumnya yang memerintahkan untuk
melakukan ishlah akibat pertikaian yang muncul, ayat diatas memberi petunjuk
tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian.
Allah berfirman mamanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: Hai orang-orang
yang beriman janganlah suatu kaum yakni kelompok pria yang lain, karena hal
tersebut dapat menimbulkan pertikaian, walau yang diolok-olok adalah kelompok
lemah, apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka
yang mengolok-olok sehingga dengan demikian yang berolok-olok melakukan kesalahan
berganda. Pertama mengolok-olok dan yang kedua yang diolok-olokkan lebih baik
dari mereka, dan jangan pula wanita-wanita yakni mengolok-olok terhadap
wanita-wanita yang lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antar mereka,
apalagi boleh jadi mereka yakni wanita yang diperolok-olokan itu lebih baik
dari mereka yakni wanita yang mengolok-olok itu dan janganlah kamu mengejek
siapapun secara sembunyi-sembunyi dengan ucapan, perbuatan atau isyarat karena
ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil
dengan gelar-gelar yang dinilai buruk oleh yang kamu panggil, walau kamu
menilainya benar dan indah, baik kamu yang menciptakan gelarnya maupun orang
lain. Seburuk-buruk panggilan adalah kefasikan yakni panggilan buruk sesudah
iman. Siapa yang bertaubat sesudah melakukan hal-hal buruk itu, maka mereka
adalah orang-orang yang menelusuri jalan lurus dan barang siapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim dan mantap kezalimannya
dengan menzalimi orang lain serta dirinya sendiri.[6]
Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT melarang kita
mengejek dan menghina orang lain, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
hadist sohih bahwa Rosul SAW, bersabda:
اَلْكِبْرُ
بَطْرُ الْحَقِّ وَغَمْصُ النَّاسِ وَيُرْوَئ وَغَمْطُالنَّاسِ
“kesombongan itu adalah
mencampakkan kebenaran dan menghinakan manusia”
Kesombongan ini
hukumnya harram. Boleh jadi, orang dihina itu kedudukannya lebih mulia disisi
Allah. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang
diolok-olokkan itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan itu. Dan jangan
pula wanita yang memperolok-olokkannya.”Ayat ini merupakan larangan bagi
laki-laki dan wanita.[7]
C. Implementasi
Etika menjadikan kita
penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan beretika yang baik kita
bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat. Salah satunya yaitu dengan
cara berperilaku baik dengan sesama manusia baik melalui tindakan, perkataan
maupun sikap kita terhadap orang lain.
E. Aspek Tarbawi
1) Dengan beretika yang baik, seseorang
atau kelompok dapat mengemukakan tentang perilaku manusia.
2) Etika dapat memberikan prospek untuk
mengatasi segala kesulitan moral yang sedang kita hadapi sekarang.
3) Dengan saling berperilaku baik dapat
menumbuhkan sifat kesosialisasian dan menghindari sifat acuh tak acuh terhadap
sesama.
4) Memperkecil kemungkinan terjadinya
perselisihan antar sesama dengan saling berkata-kata yang baik.
5) Mendektkan diri kepada Allah yang maha
Esa.
6) Lebih menyadari lagi, bahwasannya apa yang
kamu tidak ingin orang lain melakukannya kepadamu, jangan kamu lakukan kepada
orang lain.
BAB III
A. Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Etika berasal dari bahasa Yunani
kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu taetha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu, tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
B. Saran
Kami menyadari banyaknya kesalahan
dan kekeliruan dalam makalah ini,maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun kami harapkan sebagai sarana evaluasi kesempurnaan dalam penulisan
tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
bagi seluruh pembaca Aamiin.
Daftar Pustaka
Saebani, Beni
Ahmad. 2012. Ilmu
Akhlak. Bandung,
Pustaka Setia.
Mulyadi, Deddy. 2014. Psikologi
Komunikasi. Bandung: Rosada Karya, 2014.
Fattah, Affif Abdul. 1984. Dosa-Dosa
Besar dalam Islam. Surabaya: Al-Qo’naah.
Al-Mahalli, Imam Jalaludin. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain
Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
B Mukti, Mukhlish. 2009. Tafsir Al-Qurtubi. Jakarta: Pustaka
Azzam.
Shihab, M.
Quraish. 2005. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Ar-Rifa’i,
Muhammad Nasib. 2006. Taisiru Al-Aliyyul Li Ikhtishori Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani.
PROFIL PENULIS
Nama Lengkap : Khusnul
Khotimah
Tempat Tanggal Lahir :
Pekalongan, 07 Oktober 1996
Alamat : Desa Gumawang Kabupaten
Wiradesa Kota Pekalongan
Riwayat Pendidikan
:
·
TK
Muslimat di Wiradesa
·
SDN
01 Kepatihan Wiradesa
·
MTS
Nurul Islam Kota Pekalongan
·
SMA
Hasyim Asy’ari Kota Pekalongan
[2]Deddy
Mulyadi, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Rosada Karya, 2014) hlm. 56-57
[3]Affif
Abdul Fattah, Dosa-Dosa Besar dalam Islam, (Surabaya: Al-Qo’naah, 1984)
hlm. 175-176
[4] Imam Jalaludin
Al-Mahalli, Terjemahan Tafsir Jalalain Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2010). Hlm. 49
[5] Mukhlish B
Mukti, Tafsir Al-Qurtubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009). Hlm, 56-59
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005). Hlm, 250-253
[7] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, Taisiru Al-Aliyyul Li Ikhtishori Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani, 2006). Hlm, 429-431
Tidak ada komentar:
Posting Komentar