“KETELADANAN”
Ariani Fitriana Dewi\
2023116050
JURUSAN PGMI FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN (IAIN PEKALONGAN)
2017
Kata
Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur saya
panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, makalah ini terselsaikan dengan tepat waktu, dalam makalah ini
saya akan membahas mengenai “Teladan (Uswah)”.
Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karenanya saya mengundang para pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang dapat membangun saya agar dapat lebih baik kedepannya.
Akhir kata semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Tema
“Keterampilan
Dasar Mengajar”
B. Sub Tema
“
Teladan (Uswah) ”
C. Mengapa Penting
dikaji
Teladan
guru sangatlah penting untuk dikaji, dalam dunia pendidikan merupakan salah
satu bagian terpenting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sebagai teladan,
tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapatkan sorotan peserta
didikserta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keteladanan
Dalam kamus
Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keteladanan” dasar katanya
“Teladan” yaitu : “(Perbuatan atau barang dsb) yang patut ditiru dan di contoh.
Dalam bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan denagan kata “uswah” dan “qudwah”
yang berarti “pengobatan dan perbaikan”. Dengan demikian Keteladanan adalah
hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun
keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan
sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan
pengertian “uswah”.[1]
Setiap
tenaga didik dilembaga pendidikan harus memiliki tiga hal yaitu competency,
personality dan religiosity. Competency menyangkut kemampuan dalam menjalankan
tugas professional yang meliputi kompetensi materi (subtansi), keterampilan dan
metodologi. Personality menyangkut integrasi, komitmen dan dedikasi, sedangkan
religiosity menyangkut pengetahuan, kecakapan dan pengalaman dibidang
keagamaan. Guru akan mampu menjadi model dan mampu mengembangkan keteladanan di
hadapan siswanya. Semua guru adalah guru agama. Artinya, tugas untuk menanamkan
nilai-nilai etis religious bukan hanya tugas guru bidang studi keagamaan saja,
melainkan tugas semua orang dilembaga pendidikan, termasuk Kepala Sekolah dan
karyawan sekolah adalah guru agama.
Semua
orang dalam komunitas sekolah harus mampu menjadi teladan bagi peserta didik.
Bahkan, peserta didik yang senior juga harus mampu menjadi teladan bagi
adik-adiknya. Keteladanan yang dikembangkan di sekolah adalah keteladanan
secara total, tidak hanya dalam hal yang bersifat normative saja seperti
ketekunan dalam beribadah, kerapian, kedisiplinan, kesopanan, kepedulian, kasih
saying, tetapi juga hal-hal yang melekat pada tugas pokok atau tugas utamanya.
Keteladanan seorang kepala sekolah antara lain adalah apabila datang paling
awal dan pulang paling akhir pada jam sekolah, terdepan dalam menjalankan
kewajiban dan mau mengalah dalam mengambil hak. Keteladanan seorang guru adalah
apabila ia dapat menjadi guru yang berprestasi, guru teladan. Yaitu, guru yang
menguasai materi, metodologi dan terampil dalam mengajar yang didukung dengan
komitmen dan dedikasi yang tinggi sehingga mampu menjalankan tugas dengan tekun
dan disiplin.
Membangun
keteladanan tidak ubahnya seperti membangun kultur (budaya), watak dan kepribadian. Pada
awalnya terasa sulit dan perlu perjuangan atau lebih tepatnya disebut jihad.
Untuk mengembangkan keteladanan, seorang pemimpin pendidikan dan guru harus
rela berkorban. Dan jiwa pengorbanan inilah yang ditanamkan di lembaga-lembaga
pendidikan yang diteliti sehingga dalam waktu yang relative singkat mampu
melakukan perubahan dengan sangat tepat. Dengan semangat rela berkorban, guru
dapat merelakan uangnya untuk membeli bahan ajar (buku, majalah dan bahan ajar
lainnya), rela mngorbankan waktu malamnya untuk membuat persiapan mengajar,
ikhlas mendoakan keberhasilan anak didiknya, rela mengorbankan sebagian
kepentingan pribadi dan keluarganya demi anak didik dan sekolahnya, sabar
ketika menghadapi perilaku siswa yang kurang menyenangkan, serta telaten
membimbing anak didiknya yang memiliki kekurangan. Guru yang berjiwa besar,
yang keteladanannya sangat membekas dalam jiwa anak didiknya, guru yang
benar-benar dapat “digugu” lan “ditiru”.
Keteladanan
adalah kunci keberhasilan, termasuk keberhasilan seorang guru dalam mendidik
anak didiknya. Contoh dan keteladanan lebih bermakna daripada seribu perintah
dan larangan. Syair Arab mengatakan “Qawul ul-hal afshah min lisanil-maqal”
(keteladanan lebih fasih daripada perkataan). Dengan keteladanan guru, siswa
akan menghormatinya, memperhatikan pelajarannya.[2]
1.
Guru sebagai
model dan Teladan
Guru
merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang
menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang sangat besar untuk
menganggap bahwa peran ini tidak mudah
untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa
takut, secara terpisah ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir
atau berkata, “Jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk
menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya
tidak cukup baik untuk diteladani, di samping saya sendiri ingin bebas untuk
menjadi diri sendiri dan untuk selamanya tidak ingin menjadi teladan bagi orang
lain. Jika peserta didik harus memiliki model, biarlah mereka menemukannya
dimanapun. Alasan tersebut tidak bisa dimengerti, mungkin dalam hal tertentu
dapat diterima teteapi mengabaikan atau menolak aspel fundamental dari sifat
pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan
ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara
konstruktif maka telah mengurangi keaktifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini,
patut dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan
keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.[3]
Sebagai
teladan, tentu saja prinadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan
peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru. Beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para
guru.
1. Sikap
dasar : postur psikologi yang akan Nampak dalam masalah-masalah penting,
seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar
manusia, agama pekerjaan, permainan dan diri.
2. Bicara
dan gaya bicara : penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
3. Kebiasaan
bekerja : gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai
kehidupannya.
4. Sikap
melalui pengalaman dan kesalahan : pengertian hubungan antara luasnya
pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalaham.
5. Pakaian
: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi
seluruh kepribadian.
6. Hubungan
kemanusiaan : diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral,
keindahan, terutama nagaimana berperilaku.
7. Proses
berpikir : cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan
masalah.
8. Perilaku
neurotis : suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa
juga untuk menyakiti orang lain.
9. Selera
: pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh
pribadi yang bersangkutan.
10. Keputusan
: keterampilan rasional dan intutif yang dipergunakan untuk menilai setiap
situasi.
11. Kesehatan
: kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, perspektif,
sikap tenang, antusias dan semangat hidup.
12. Gaya
hidup secara umum : apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek
kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.
Secara
teoritis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga
menjadi guru berarti menerima tanggungjawab untuk menjadi teladan. Memang
setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak
berarti menolak profesi itu. Dalam beberapa hal memang benar bahwa guru harus
menjadi teladan di kedua posisi, tetapi jangan sampai hal tersebut menjadikan
guru tidak memiliki kebebasan sama sekali. Dalam batas-batas tertentu, sebagai
manusia biasa tentu saja guru memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan.[4]
B.
Metode
Keteladanan
Metode
ini digunakan untuk mewujudkan tujuan pengajaran dengan memberi keteladanan yang
baik pada para siswa agar dapat berkembang fisik, mental dan kepribadiannya
secara benar. Adapun kelebihan metode keteladanan diantaranya :
1) Peserta
didik lebih mudah menerapkan ilmu yang dipelajari di sekolah.
2) Guru
lebih mudah mengevaluasi hasil belajar
3) Tujuan
pendidikan lebih terarah dan mencapai dengan baik
4) Tercipta
hubungan baik antara siswa dan guru
5) Mendorong
guru untuk selalu berbuat baik karena dicontoh oleh siswanya.
Sedangkan kekurangan
metode ini adalah adanya guru yang tidak
memenuhi kode etik keguruan. Guru tidak mencerminkan sikap mentalitas dan
moralitasnya dihadapan siswa, sehingga anak didik cenderung bersikap apatis,
tidak menunjukkan motivasi belajar dan cenderung berlawanan dengan tat tertib
sekolah.[5]
Metode keteladanan
sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan
memberi contoh keteladanan baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik
fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik[6]
dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan
ibadah, akhlak, kesenian, dll.
BAB III
PENUTUP
A. DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai. 2002.
Ilmu dan metodologi pendidikan islam. Jakarta
selatan : Ciputat Press
Barizi,
ahmad. 2010. Menjadi guru unggul.
Jogjakarta : Ar-ruzz media
Mulyasa, E. Menjadi
guru professional. 2005. Bandung :
PT.Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. Standar kompetensi dan Sertifikasi Guru. 2007.
Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
Mustakim, Zaenal.
Strategi dan metodologi pembelajaran. 2017.
Pekalongan : IAIN Pekalongan Press
B.
PROFIL
C.
Cover
[1] Armai,
Arief. Ilmu dan metodologi pendidikan
islam (Jakarta selatan : Ciputat Press, 2002), hlm 117
[2] Ahmad,
Barizi. Menjadi guru unggul.
Jogjakarta : Ar-ruzz media.2010. hlm 69-72
[3] E,Mulyasa.
Menjadi guru professional. Bandung :
PT.Remaja Rosdakarya.2005, hlm 45-46,
cet.ke-1
[4] E,
Mulyasa. Standar kompetensi dan
Sertifikasi Guru (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.2007). halm 127-128,
cet.ke-2
[5]
Zaenal, Mustakim. Strategi dan metodologi
pembelajaran ( Pekalongan : IAIN Pekalongan Press.2017), hlm.135
[6]
Ibid, halm. 119-120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar