KEWAJIBAN BELAJAR “SPESIFIK”
(DOA TAMBAHKAN ILMU DALAM Q.S. THAAHAA AYAT 20:114)
Zahrotul Firdausa
(2021216017)
KELAS : L (Reguler
Sore)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang
hingga saat ini masih melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kewajiban Belajar “Spesifik” (Doa Tambahkan Ilmu dalam Q.S Thaaha 20:114”
dengan tepat waktu.
Dengan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ayah Ibunda tercinta atas doa
dan dukungannya sejauh ini.
2. Bapak M. Ghufron Dimyati, M.S.I atas
bimbingannya dalam pembuatan makalah ini.
Kami
sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau kesalahan, oleh
karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini dapat menjadi
lebih baik lagi.
Akhir
kata dari kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita,
Amin.
Pekalongan,
1 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar
isi ................................................................................................. iii
BAB
I.
Pendahuluan............................................................................... 1
BAB II. Pembahasan
A.
Q.S
Thaahaa (20):114.................................................................. 2
B.
Doa
Tambahkan Ilmu.................................................................. 2
C.
Penjelasan
Tafsir.......................................................................... 3
D.
Aspek
Tarbawi............................................................................ 7
BAB III. Penutup
A.
Simpulan
..................................................................................... 9
B.
Saran............................................................................................ 9
Daftar
Pustaka ........................................................................................ 10
Profil Penulis........................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap muslim
baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk belajar atau menuntut ilmu
agama maupun ilmu umum di sepanjang hayatnya dari sejak
ia dalam buaian hingga ia meninggal. Mencari ilmu
adalah kebutuhan pokok bagi manusia untuk membekali kehidupannya yang sangat
bermanfaat, bagi orang mukmin kemanfaatan ilmu yang diperoleh di dunia dan di
akhirat. Dengan ilmu manusia dapat lebih bijaksana dalam menjalani hidupnya dan
dengan ilmu pula manusia ditinggikan derajatnya oleh Allah swt.
Doa adalah memohon
atau meminta pertolongan kepada Allah swt. Mencari
ilmu juga harus disertai dengan doa. Seorang mukmin yang
menuntut ilmu tetapi enggan berdoa itu berarti sombong kepada Allah. Sedangkan
seorang mukmin hanya berdoa saja tetapi enggan menuntut ilmu itu berarti bohong
(sama saja tidak akan mendapatkan ilmu apa-apa).
Agar tercapainya
suatu keinginan kita harus ikhtiyar terlebih dahulu. Menuntut ilmu merupakan
bentuk usaha dari kita, selain itu juga kita harus berdoa agar bermanfaat ilmu
yang kita dapatkan serta selalu diberi tambahan ilmu sehingga kita mempunyai
banyak ilmu dan berwawasan luas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Q.S. Thaahaa (20):114
Dalam
ayat ini terdapat doa tambahkan ilmu. Berikut ini adalah ayatnya:
n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 wur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ã
øs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷Î $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ
114. “Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku
ilmu pengetahuan."[1]
Penafsiran kata yang sulit :
ª!$# n?»yètGsù : Maha Suci Allah
,ysø9$# : Yang tetap
dalam Zat dan sifat-Nya
B.
Doa
Tambahkan Ilmu
Éb"Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." ( $VJù=Ïã ÎT÷Î >§ )
Doa
adalah memohon kepada Allah Swt, suatu
permintaan yang dirumuskan dalam serangkaian kalimat yang diucapkan seorang hamba
dengan penuh harap dan akan mendapatkan kebaikan dari sisinya dan dengan
merendahkan diri kepada-Nya untuk memperoleh apa yang diinginkan.[3]
Ilmu merupakan jalan menuju surga, maka ilmu memiliki kedudukan yang agung
di dalam Islam. Selama ilmu masih berada pada diri umat, maka manusia akan
tetap ada dalam petunjuk dan kebaikan. Sesungguhnya seorang muslim tidak
berdiri pada garis kesempurnaan tetapi dia selalu berusaha untuk meninggu pada
derjat keutamaan. Jika ilmu yang bermanfaat adalah lambang keutamaan, maka
seorang muslim tidak pernah kenyang dengan ilmu. Maka disamping kita belajar,
kita juga diwajibkan untuk berdoa agar ditambahkan ilmunya yang bermafaat.
Tambahan ilmu ini berkaitan dengan taufik dari Allah. Apaila benar dalam
tujuan mencarinya dan ikhlas dalam niatnya, untuk memperoleh ridha Allah,
menjaga agamanya, memberi manfaat kepada sesama makhluk, maka Allah akan
memudahkan baginya untuk memperolehnya dan menyediakan penunjangnya. Apaila
dengan kajiannya ia memperoleh pengetahuan dalaam suatu permasalahan, maka akan
teruka baginya wawasan dalam permasalahan yang lain. Dan apabila dia terus
bergelut dalam satu bidang ilmu, maka akan terbuka aginya wawasan dalam bidang
ilmu yang lain. Allah Ta’ala berfirman ,
“Dan sesungguhnya
telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran,maka adakah orang yang mengambil peajaran?”
(Al-Qamar: 17)[4]
Dengan bertambahnya ilmu pengetahuan yang kita peroleh, sehingga kita dapat lebih bijaksana dalam
menjalani hidup dan dengan ilmu pula manusia ditinggikan derajatnya oleh Allah
swt.
C. Penjelasan
Tafsir
n?»yètGsù)
ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 (
“Maka
Maha Tinggilah Allah, Raja Yang Benar.” Setelah merenungkan nikmat dan
Rahmat Illahi yang tiada tepermanai banyak nya, insaflah kita akan kelemahan
kita sebagai insan dan sebagai makhluk, maka sampailah kita kepada pengakuan
memang Maha Tinggilah Allah itu. Dan Allah adalah “Raja Yang Benar”.
Raja yang sebenar-benarnya raja. Raja yang selalu berdaulat, siang dan malam,
petang dan pagi. Raja di segala waktu dan raja di segala ruang. Adil hukum-Nya,
Teguh disiplin-Nya, Kuat Kuasa-Nya, Agung Wibawa-Nya. Dan berdiri sendiri,
hanya Allah lah yang sebenar-benarnya Raja.[5]
Maha
Suci Allah adalah Yang Kuasa untuk memerintah dan melarang Yang berhak untuk
diharapkan janji-Nya dan ditakuti ancaman-Nya, yaitu yang tetap dan tidak
berubah dari penurunan Al-Qur’an kepada mereka tidak mengenai tujuan yang untuk
itu ia diturunkan, yaitu mereka meninggalkan perbuatan maksiat dan melakukan
segala ketaatan.
Tidak
diragukan lagi, ayat ini mengandung perintah untuk mengaji Al-Qur’an, dan
penjelasan bahwa segala anjuran dan larangannya adalah siasat Illahiyah yang
mengandung kemaslahatan dunia dan akhirat, hanya orang yang dibiarkan oleh
Allah lah yang akan menyimpang daripadanya; dan bahwa janji serta ancaman yang
dikandungnya benar seluruhnya, tidak dicampuri dengan kebatilan;bahwa orang
yang haq adalah orang yang mengikutinya, dan orang yang batil adalah orang yang
berpaling dari memikirkan larangan-larangannya.[6]
Raja
yang Benar itulah Allah, dan dari Dia turunlah Al-Qur’an. Oleh karena hati Nabi
Muhammad s.a.w bertambah sehari, bertambah juga merasa tidak dapat terpisahkan
lagi dari Al-Qur’an itu, sampailah selalu dia ingin segera datang wahyu. Sedih
hatinya jika Jibril terlambat datang, dan gembira dia jika ayat turun, dan bila
Jibril telah membacakan satu ayat, seger disambutnya dan diulangnya, walaupun
kadang-kadang belum selesai turun. Maka datanglah teguran Allah :
wur) ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ã øs9Î) ¼çmãômur ( (
“Dan
janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Qur’an itu sebelum selesai kepada
engkau wahyunya.”[7]
Diriwayatkan,
apabila Jibril menyampaikan Al-Qur’an, Nabi s.a.w mengikutinya dan megucapan
setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat menghafalnya.
Maka, beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali mengucapkan kalimat
akan membuatnya lengah untuk mendengarkan kalimat berikutnya.
Mengenai
hal ini, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya :
w õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 @yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ §NèO ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmtR$ut/ ÇÊÒÈ
“Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”
(Al-Qiyamah 75 : 16-19)[8]
Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w.
dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum
Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal
dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Namun demikian,
engkau sangat wajar jika selalu mengharap lagi berusaha untuk memperoleh
pengetahuan, karena itu Allah memerintahkan beliau berusaha dan berdoa dengan
firman-Nya : ( $VJù=Ïã ÎT÷Î
Éb>§ @è%ur)
“Dan katakanlah: Ya Tuhan,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”[9]
Doa
Nabi ini penting sekali artinya. Yaitu bahwasanya di samping wahyu yang dibawa
oleh Jibril itu, Nabi s.a.w pun disuruh selalu berdoa kepada Tuhan agar
untuknya selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari karena
pengalaman, dari karena pergaulan dengan manusia, dari karena memegang
pemerintahan, dari karena memimpin peperangan. Sehingga disamping wahyu datang
juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.
Berkata Ibnu
Uyainah: “Selalu bertambah ilmu beliau s.a.w. sampai datang ajal beliau.”
[10]
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. Selalu berdoa:
: "اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا
علَّمتني، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِي عِلْمًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
عَلَى كُلِّ حَالٍ"
Artinya: “Ya Allah berilah aku
manfaat dari apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah kepadaku apa yang
bermanfaat bagiku dan tambahkanlah ilmu pengetahuan kepadaku, dan segala puji
bagi-Mu, atas segala hal”.[11]
Ibnu Mas’ud,
apabila membaca ayat ini, maka dia berdoa : “Ya Allah tambahkanlah kepadaku
keimanan, kepahaman, keyakinan dan pengetahuan.”[12]
Lantaran doa
Nabi s.a.w agar di luar wahyu yang tersusun menjadi Al-Qur’an itu Tuhan
memberinya pula tambahan ilmu, dapatlah kita fahamkan bahwa permohonannya itu
dikabulkan Tuhan. Sehingga di samping wahyu Al-Qur’an itu terdapat pula Sunnah
beliau yang menjadi dasar kedua dari pengambil dasar Agama Islam.
Memohon tambahan
pengetahuan adalah teladan Nabi yang seyogianya dituruti oleh tiap-tiap ummat
Muhammad yang beriman. Karena ilmu Allah Ta’ala itu amat banyak dan amat luas.
Dapat mengetahui suatu cabang ilmu akan menambah keyakinan kita akan Kebesaran
Allah. Ilmu adalah pembawa manusia ke pintu iman. Nama Allah Ta’ala sendiri pun
di antaranya ialah Ilmun. Kebesaran dan keteraturan alam ini menjadi
bukti atas Kemaha Kuasaan Allah dan luas ilmuNya meliputi segala. Dengan
bertambahnya ilmu kita bertambah pula yakin kita bahwa yang dapat kita ketahui
hanya sejemput kecil saja.
Oleh sebab itu
maka ahli pengetahuan yang sejati tidaklah memegang yakin suatu pendapat, bahwa
itu sudah sampai pada tingkat terakhir. Sesungguhnya hasil penyelidikan yang
lama bisa saja berubah karena didapat pula hasil penyelidikan yang baru, yang membuat batal atau basi hasil
yang lama itu. Sebab itu tepatlah doa yang diajarkan Allah kepada Nabi itu: “Ya
Tuhanku, tambahlah bagiku ilmu.”[13]
Pelajaran yang
dapat kita petik dari Q.S. Thaahaa (20): 114 adalah :
1.
Kandungan
Al-Qur’an sangat luhur, tinggi, lagi hak, dan sempurna karena ia bersumber dari
Yang Maha Tinggi dan dari Maharaja yang tunduk kepada-Nya semua makhluk. Ini
berarti Al-Qur’an harus diagungkan dengan mengikuti tuntunannya.
2.
Keharusan
berhati-hati dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an. Tidak menafsirkannya
mengikuti hawa nafsu atau tanpa dasar ilmu yang dibutuhkan untuk penafsirannya.
3.
Rasa
takut melupakan ayat Al-Qur’an adalah sesuatu yang terpuji, kendati demikian
Nabi s.a.w. ditegur karena buat Beliau -tidak buat selain Beliau- Allah telah
jamin bahwa Beliau tidak akan melupakannya.
4.
Betapapun
tinggi kedudukan seseorang dan dalam ilmunya, ia hendaknya terus belajar karena
ilmu adalah samudera tak bertepi. Usaha
menuntut itu hendaknya dikaitkan dengan Allah, karena tidak ada yang dapat
diketahui tanpa bantuan-Nya.[14]
D.
Aspek
Tarbawi
Menuntut ilmu
merupakan kewajiban bagi setiap mukmin tanpa batas usia, untuk itu kita harus
tetap semangat dalam menuntut ilmu sampai akhir hayat kita. Sebagai seorang
mukmin dan umat Nabi Muhammad, hendaknya kita meneladani apa yang pernah
dilakukan oleh Nabi yaitu tidak pernah meninggalkan berdoa,karena Nabi selalu
berdoa agar ditambahkan ilmunya oleh Allah Swt.
Memanjatkan doa kepada
Allah merupakan pertanda beriman kepada-Nya, oleh sebab itu doa dikatakan
sebagai tiang agama. Dengan berdoa berarti kita mematuhi perintah Allah Swt.
dan Allah menyertai hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya.
Pada hakikatnya
sebagai seorang hamba haruslah menghambakan diri kepada Sang Maha Kuasa, yaitu
Allah Swt, sebagai wujud ketakwaan kita kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa
Allah pasti mendengar segala doa-doa kita, adapun tentang dikabulkan tidaknya
serahkan semuanya kepada Allah, karena hanya Allah yang berhak menentukan. Kita
sebagai seorang hamba hendaknya selalu berpikir optimis. Karena Allah selalu
bersama dengan prasangka hamba-Nya, jika seorang hamba berpikir baik tentang
Allah maka hal itu yang akan diberikan Allah kepadanya. Untuk itu
dalam menuntut ilmu haruslah disertai dengan terus memanjatkan doa kepada Allah
agar senantiasa ditambahkan ilmunya dan semoga ilmunya bisa bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Maha
Tinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya yang tunduk kepada-Nya seluruh wajah,
yang merugi di hadapan-Nya para penzalim, dan yang merasa aman di bawah
lindungan-Nya orang-orang mukmin yang saleh. Allah lah yang menurunkan
Al-Qur’an ini dari sisi-Nya yang tinggi, karenanya janganlah lisanmu
tergesa-gesa mengucapkannya. Al-Qur’an diturunkan untuk hikmah tertentu, tidak
mungkin Allah menyia-nyiakannya.
Yang
seharusnya kita lakukan adalah berdoa kepada Allah agar Allah menambahkan ilmu
kepada kita, dan kita tenang dengan apa yang diberikan Allah kepada kita. Kalian
jangan khawatir Al-Qur’an itu pergi. Ilmu tiada lain adalah yang diajarkan
Allah kepadanya. Yang bermanfaat pasti akan tetap dan tidak akan hilang. Dia
akan berbuah dan tidak akan gosong.
B. Saran
Dengan
disusunnya makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan serta wawasan
pembaca. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, maka dari itu kami sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim
Amrullah, Abdulmalik (Hamka). 1982 Tafsir Al-Azhar Juz XVI. Jakarta: PT.
Pustaka Panjimas.
Bahreisy,
Salim dan Said Bahreisy.1990. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid
V. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Mustafa
Al-Maragi, Ahmad. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maragi 16. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
Musthafa
Dieb Al-Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu. 2002.
Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Shihab,
M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati.
Shihab,
M. Quraish. 2012. Al-Lubab: makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah
Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.
Quthb,
Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 8.
Jakarta: Gema Insani Press.
Yusuf, Musfirotun. 2015. Manusia dan Kebudayaan Perspektif Islam.
Pekalongan: CV. Duta Media Utama.
PROFIL PENULIS
Zahrotul
Firdausa,
lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada tanggal 26 April 1998. Pendidikan
Raudhatul Athfal, Pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah dan Sekolah Menengah Pertama
di tempuh di kota kelahirannya, sedangkan Sekolah Menengah Pertama di kota
seberang yaitu kota Batang. Pada tahun
2003 sampai 2004 ia sedang dalam pendidikan di RA Masyithoh 10 Medono
Pekalongan. Pada tahun 2004 sampai 2010 berada dalam pendidikan MSI 15 Medono
Pekalongan. Pada tahun 2010 sampai 2013 berada dalam pendidikan SMP NEGERI 6
Pekalongan. Pada tahun 2013 sampai 2016 berada dalam pendidikan SMA Pondok
Modern Selamat 2 Batang dan sekaligus mendalami ilmu agama yaitu Madrasah
Diniyyah di pondok tersebut. Sebelum di Pondok Modern Selamat Batang, ia juga
sudah pernah mengikuti pendidikan-pendidikan non formal seperti di TPQ Tanwirul
Qulub Medono Pekalongan lulus tahun 2007 dan di Madin Madrasah Islamiyyah
Salafiyyah Al-Mubarok Medono Pekalongan yang juga merupakan satuan pondok
pesantren lulus tahun 2013. Pada tahun 2016, ia memulai masuk perguruan tinggi
di IAIN Pekalongan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama
Islam sampai sekarang masih dalam pendidikan perguruan tinggi. Sejak tahun 2016
sampai sekarang, selain ia sedang kuliah tetapi ia juga sebagai guru tetap di
lembaga POS PAUD Kasih Bunda Buaran Pekalongan.
[1] Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an di bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 8, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), hlm. 31
[2] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi 16, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra, 1993), hlm.281-282.
[3] Musfirotun
Yusuf, Manusia dan Kebudayaan Perspektif Islam,(Pekalongan: CV.
Duta Media Utama, 2015), hlm. 174-175.
[4] Musthafa Dieb
Al-Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam
Nawawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hlm. 375-378.
[5] Abdulmalik
Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar Juz XVI, (Jakarta: PT.
Pustaka Panjimas, 1982), hlm.225-226.
[6] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 283.
[7] Abdulmalik
Abdulkarim Amrullah (Hamka), Op.Cit., hlm. 226.
[8] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 284.
[9] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 377.
[11] Salim Bahreisy
dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid V , (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1990), hlm. 279.
[12] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 285.
[13] Abdulmalik
Abdulkarim Amrullah (Hamka), Op.Cit., hlm. 227-228.
[14] M. Quraish
Shihab, Al-Lubab: makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an, (Tangerang,
Lentera Hati, 2012), hlm. 416.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar