DERAJAT ORANG BERILMU
Q.S AL-MUJADALAH
AYAT 11
Nofita
Erdiyanti (2117038)
Kelas : A
JURUSAN : PAI
FAKULTAS TARBIYAH ILMU DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga
makalah yang berjudul “DERAJAT ORANG BERILMU” ini dapat diselesaikan. Shalawat
dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, para
sahabatnya, keluarganya, dan sekalian
umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini merupakan materi yang dipaparkan
untuk membahas tentang derajat orang berilmu dan beserta dalil tentang orang
berilmu di sisi Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamin
Pekalongan, September, 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Al mujadalah adalah surat yang yang diturunkan di Madinah. Namanya
terkadang disebut al-Mujaadalah yang artinya suatu pembantahan. Sebab nama itu
diambil dari kalimat masdhar jaadala, yujaadilu, mujaadalatan wa jidaalan.
Di dalam naskhah-naskhah yang umum dalam mushaf-mushaf lebih banyak
ditulis al-Mujaadalah (dengan baris di atas huruf daal) dan hanya sedikit yang
menulis al-Mujaadilah (dengan baris dibawah huruf daal). Maka kalau kita
memakai bacaan al-Mujaadalah kepada pertukaran fikiran, atau perdebatan atau
bantahan. Surat al-Mujaadalah terdiri dari 22 ayat
dan surat ke 58
dalam susunan mushaf Usmani.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian ilmu
(ilmuwan, filosof, dan ahli hikmah)?
2.
Bagaimana dalil
derajat bagi orang berilmu dan tafsirannya?
3.
Apa saja syarat
amal yang diterima?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian ilmu.
2.
Untuk memahami
dalil derajat bagi orang yang berilmu.
3.
Untuk
mengetahui syarat amal yang diterima.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Orang yang berilmu
(Ilmuwan, filosof, ahli hikmah)
Ilmuwan adalah
adalah orang yang ahli mempunyai banyak pengetahuan mengenai suatu pengetahuan
mengenai suatu ilmu. Dalam arti lain, ilmuwan adalah orang yang berkecimpung
dalam pengetahuan. Secara bahasa ilmu adalah kejelasan. Oleh karena itu, segala
bentuk yang berasal dari akar kata tersebut selalu menunjuk kejelasan. Kata
ilmu dengan berbagai bentuk dan derivasinya terulang 854 kali di dalam
al-qur'an. Kata tersebut biasanya digunakan untuk menunjukkan proses pencapaian
pengetahuan dan objek pengetahuan sekaligus. Dalam pandangan al-Qur'an ilmu
adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia unggul atas makhluk lain guna
menjalankan fungsi kekhalifahannya.[1]
Secara harfiah
"ilmu" diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara istilah ilmu
berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas
sesuatu. Menurut Ikhwan al-Safa' seperti yang dikutip Jihami, ilmu adalah
tasawwur hakikat sesuatu dan asalnya. Ketika seorang ilmuwan mempelajari sistem
pernapasan, misalnya segala daya (al-quwwah) yang dimilikinya baik zahir maupun
batinsecara aktif mengamati alat-alat pernapasan tersebut. Kemudian setelah
menganalisis, ia mendapat suatu kesimpulan yang ditangkap dari objek yang
sedang dikaji. Kesimpulan itu merupakan surah atau konsep objek yang telah sampai
ke dalam jiwa dan tersimpan padanya, yang selanjutnya itulah yang disebut
dengan al-ma'lum (sesuatu yang diketahui).
Jadi terdapat
tiga istilah dalam sistem penegtahuan manusia yaitu al-ilm, al-alim, dan
al-ma'lum. Al-ilm (ilmu) adalah tergambarnya hakikat sesuatu pada akal, dimana
gambaran tersebut merupakan abstraksi dari sesuatu baik kuantitas, kualitas,
maupun substansinya. Al-alim (orang yang tahu) adalah orang yang telah berhasil
mencerap hakikat sesuatu tersebut. Sedangkan al-ma'lum adalah objek yang dikaji
dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Dalam pandangan
al-Qur'an, ilmu dapat membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan
kata lain, sikap atau karakter seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang
dimiliki nya. Maka perbedaan sikap dan pola pikir antara seseorang dengan
lainnya dilatarbelakangi oleh perbedaan pengetahuan mereka. Itulah sebabnya
pola pikir atau sikap seorang yang ahli dalam bidang sains dan teknologi, misalnya berbeda dengan
orang yang ahli dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Dengan
demikian, belajar pada hakikatnya tidak semata-mata pencarian ilmu. Atau dengan
kata lain, penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran. Penguasaan
ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan manusia kepada
kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap fonemena alam
dan kehidupan sebagai suatu sistem ilahiyah.[2]
B.
Dalil derajat
orang berilmu di sisi Allah SWT
يَآَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوآ إِذَا
قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللَّهُ
لَكُمْ ۖ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا
مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
خَبِيرٌْ
Hai orang-oran`g beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
1.
Tafsir ayat
Diterangkan dalam tafsir jalalain juz 2 bahwa
يا ا يها الذين آمنوا hai orang-orang yang beriman, اذا قيل apabila dikatakan لكم kepadamu تفسحوا dengan makna توسعوا berlapang-lapanglah kamu sekalian (makna
asli luaskan atau lebarkanlah) tapi yang dimaksud berlapang-lapanglah. في المجلس didalam majlis (yang dimaksud majlis nabi
atau tempat-tempat duduk yang mengandung ilmu syariat yang diajarkan nabi). فافسحوا maka lapangkanlah يفسح الله maka Allah akan memberi kelapangan لكم kepadamu. (لكم disini adalah balasan bagi orang yang mau
melapangkan waktu, badan, tenaga dan pikirannya untuk duduk-duduk di majlis
ilmu dan majlis dzikir. واذا قيل
dan ketika dikatakan kepadamu,
انشزوا dengan menggunakan lafad قو موا yang artinya berdirilah kamu sekalian فا نشزوا maka berdirilah.
Balasan dari orang yang mau berdiri dalam
melakukan kebaikan adalah
يرفع الله الذين امنوا منكم maka Allah akan mengangkat
kalian semua yang beriman yang yang mau berdiri dalam kebaikan. والذين اوتواالعلم dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan. Apa yang di tinggikan? د را جا ت derajat disurga.[3]
2. Tafsir al-Azhar
Di dalam surat al-Mujadalah ayat 11
diterangkan pula sopan santun (etika) dalam suatu majlis. Tentu saja
berkerumunlah sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. mengeremuni beliau karena ingin
mendengar butur-butir nasihat dan bimbingan beliau. Dan apabila masyarakat
ingin beerkembang, kian banyaklah majlis tempat berkumpul membincangkan hal-hal
yang penting. Tentu saja majlis demikian kadang-kadang menjadi sesak dan
sempit, karena banyaknya orang yang duduk. Dan kadang-kadang orang yang lebih
dahulu masuk mendapatkan tempat duduk yang bagus, sedang yang datang kemudian
tidak dapat masuk lagi. Kadang-kadang pula disangka oleh yang datang kemudian
bahwa tempat buat duduk di muka sudah tidak penampung orang yang baru datang
lagi, sehingg yang baru datang terpaksa duduk menjauh, padahal tempat yang di
dalam masih lapang. Kadang-kadang orang yang telah enak duduknya dalam itu
kurang enak kalau ada yang baru datang meminta agar mereka disediakan tmpat.
Maka datanglah peraturan dari Allah sendiri yang mengatur agar majlis teratur
dan suasananya terbuka dengan baik.
Wahai
orang-orang yang beriman!apabila dikatakan kepada kamu berlapang-lapanglah pada
majlis-majlis, maka lapangkanlah. Artinya bahwa majlis, yaitu duduk bersama.
Asal mulanya duduk bersama yang mengelilingi nabi karena hendak mendengar
ajaran-ajaran dan hikmat yang akan beliau keluarkan. Tentu yang datang terlebih
dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu keliatan telah sempit. Karena di
waktu itu orang duduk kebanyakan, pertama karena imannya, keduanya karena
ilmunya. Setiap hari pun dapat kita melihat pad araut muka, pada wajah, pada
sinar mata orang yang beriman dan berilmu.
Ada saja tanda yang yang dapat dibaca oleh
orang yang arif bijaksana bahwa si Fulan ini orang beriman, si Fulan ini orang
berilmu. Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedangkan ilmu
pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap. Membuat
orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan yang dipandangnya. Sebab
cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri, bukan disepuhkan di luar.
"Dan Allah, dengan apa pun yang kamu kerjakan, adalah maha
mengetahui" (ujung ayat 11). [4]
3. Tafsir al-Mishbah
Di jelaskan pula pada tafsir al-Mishbah
bahwa larangan berbisik yang diuraikan pada ayat-ayat sebelum ayat 11 bahwa
ayat ini merupakan salah satu tuntutan akhlak, guna membina hubungan harmonis
antar sesama. Berbisik di tengah orang lain mngeruhkan hubungan melalui
pembicaraan itu. Ayat 11 membri tuntutan bagaimana menjalin harmonis dalam satu
majlis. Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepadamu oleh siapapun berlapang-lapanglah yakni berupayalah dengan
sungguh-sungguh walau memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam
majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun tempat yang
lainnya. Apabila di minta kepada kamu agar melakukan itu maka lapanglah tempat
itu untuk orang lain dengan suka rela. Jika kamu melakukan tersebut, niscaya
Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan
apabila dikatakan berdirilah kamu ke tempat lain, atau untuk di duduk
tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu
seperti untuk sholat dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang
memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat dan Allah terhadap
apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang maha mengetahui.
Ada
riwayat yang menyatakan bahwa ayat 11 turun pada hari jumat. Ketika Rasul s.a.w
berada di satu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiaasan beliau memberi
tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang badar, karena
besarnya jasa mereka, nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang
diantara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi
saw. Nabi pun menjawab selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga
dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja
berdiri, maka Nabi saw memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain yang
tidak terlibat dalam perang badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat
yang berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. Perintah nabi itu, mengecilkan hati
mereka yang disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk
memecah belah dengan berkata "katanya Muhammad berlaku adil, tetapi
ternyata tidak". Nabi mendengar kritik itu bersabda "Allah merahmati
siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya". Kaum beriman menyambut
tuntunan Nabi dan ayat 11 pun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu. Apa yang
dilakukan Rasul saw. Terhadap sahabat-sahabat beliau yang memiliki jasa besar
itu, dikenal juga dalam pergaulan internasional dewasa ini. Kita mengenal ada
yang dinamakan peraturan protokoler, di mana penyandang kedudukan terhormat
memiliki tempat-tempat terhormat di samping kepala Negara.
ayat
11 di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat
orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni
yang lebih tinggi dari sekadar iman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu,
sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperanan
besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di
luar ilmu itu.
Tentu saja yang dimaksud dengan (الذ ين اوتوا العلم) adalah mereka yang beriman dan menghiasi
diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, dan
yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain secara
lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.[5]
4. Tafsir al-Maraghi
Berkata Al-Hasan, adalah para sahabat
berdesak-desakan dalam majlis peperangan, apabila mereka berbaris untuk
berperang, sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan kepada sebagian
yang karena keinginannya untuk mati syahid. Dan dari ayat ini kita mengetahui:
1. Para sahabat berlomba-lomba untuk
berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah saw. Untuk mendengarkan pembicaraan
beliau, karena pembicaraan beliau, karena pembicaran beliau mengandung banyak
kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka beliau mengatakan
"hendaklah duduk berdekatan denganku orang-orang yang dewasa dan berakal
di antara kamu".
2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam
majlis dan tidak merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini
akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati dan kebersamaan dalam mendengar
hukum-hukum agama.
3. Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba
Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya
kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat.[6]
C. Syarat di terimanya amal (orang beriman dan
berilmu)
Allah akan
mengangkat kedudukan orang berilmu dibandingkan dengan orang yang hanya sekedar
beriman tapi tanpa ilmu. Karena dengan ilmu, orang lebih mudah memahami dan
menguatkan ketaqwaan kepada allah. Sementara orang yang hanya beriman akan
mudah tergoyah keimanannya jika tidak disertai dengan ilmu terutama ilmu agama.
Perlu diketahui ilmu lebih bergharga di bandingkan dengan harta. Terutama bagi
para pencari lmu, ilmu akan menjadikan dan membawa seseorang selalu di jalan
Allah ta'ala dan menemaninya ketika di dunia sampai di hantarkannya ke dalam
kubur serta membawanya kepada tempat yang dirindukan yaitu surga. Ilmu juga
membawa keutamaan orang yang berilmu.
Pokok hidup
utama adalah iman dan pokok pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu
dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah
Allah, padahal mendurhakai Allah.. sebaliknya, orang yang berilmu saja tidak
diserta atau yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya itu dapat
membahayakan bagi diri sendiri ataupun bagi sesama manusia. Ilmu manusia
tentang atom misalnya, alangkah penting ilmu itu, kalau disertai iman. Karena
dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu
itu pun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia, karena
jiwanya tidak terkontrol oleh Iman kepada Allah.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian
di atas di simpulkan bahwa q.s al-Mujadalah ayat 11. Memberikan gambaran
tentang perintah bagi setiap manusia untuk menjaga adab sopan dalam suatu
majlis pertemuan dan adab sopan santun terhadap Rosulullah saw, dan menerangkan
tentang keutamaan orang berilmu yang akan di angkat derajatnya oleh Allah SWT.
Dan Allah akan mengangkat kedudukan orang berilmu dibandingkan dengan orang
yang hanya sekedar beriman tapi tanpa ilmu. Karena dengan ilmu, orang lebih
mudah memahami dan menguatkan ketaqwaan kepada allah. Sementara orang yang
hanya beriman akan mudah tergoyah keimanannya jika tidak disertai dengan ilmu
terutama ilmu agama.
Demikian
makalah ini di susun dengan segala kemampuan dan keterbatasan penulis maka dari
itu kritik dan saran selalu di harapkan, semoga dengan adanya makalah ini mudah
di pahami dan bermanfaat di masa yang akan akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Munir Ahmad,2008. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-qur'an
Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Teras )
M. Yusuf Kadar,
2013. Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan AL-Qur'an Tentang Pendidikan (Jakarta:
Amzah)
Jalaludin, Muhammad,dkk. Tafsir al-Quranil Adhim lil Imamil
Jalalain (Bojonegoro: Nadi Rofiqi)
Hamka,
Tafsir Al-azhar Juz XXVIII (Jakarta: PT Pustaka Panjimas)
Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan Dan
Keserasian Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati)
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1996. Terjemah Tafsir Al-Maraghi
Juz 28 (Semarang: PT Karya Toha)
BIODATA PRIBADI
Nama: NOFITA
ERDIYANTI
Nim: 2117038
Fakultas/jurusan: FTIK/PAI
Mata kuliah : TAFSIR TARBAWI
Kelas: A
Alamat: JL.BANYUWANGI RT 05/01
SUMURPANGGANG, MARGADANA KOTA TEGAL
Riwayat pendidikan:
-TK MASYITHOH 7 TEGAL
-SDN SUMURPANGGANG 01 TEGAL
-SMP YPPTQ MIFTAHUL HUDA T.P AL-MARDLIYAH
KALIWUNGU KENDAL
-MAN KOTA TEGAL
-IAIN PEKALONGAN
[1] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-qur'an Tentang Pendidikan
(Yogyakarta: Teras 2008), hlm. 55-59
[2] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan AL-Qur'an Tentang Pendidikan
(Jakarta: Amzah, 2013), hlm.17-19
[3] Jalaludin Muhammad Ibn Akhmad
al Makhali dan Jalaludin Abdurohman Ibn Abi Bakri As-Suyuti, Tafsir
al-Quranil Adhim lil Imamil Jalalain (Bojonegoro: Nadi Rofiqi), hlm. 213
[4] Hamka, Tafsir Al-azhar Juz XXVIII (Jakarta: PT Pustaka
Panjimas) hlm. 31
[5] M Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur'an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 77-80
[6] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 28
(Semarang: PT Karya Toha, 1996), hlm.31-35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar