Laman

new post

zzz

Kamis, 06 September 2018

TT A B1 Perilaku Orang Berilmu (Q.S Az-Zumar 39:9)


KARAKTERISTIK  ORANG BERILMU
Perilaku Orang Berilmu (Q.S Az-Zumar 39:9)
Afifah Fauziah
NIM: 2117036 
Kelas: Tafsir Tarbawi A

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM PEKALONGAN
2018/2019




KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha Esa telah melimpahkan rahmat serta hidayah kepada kita semua, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Yang telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul: “Kedudukan ilmu pengetahuan dalam persepsi Al-Qur’an”              
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang ada. Materi-materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam memahami tentang Kedudukan ilmu pengetahuan dalam persepsi Al-Qur’an.
Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, para mahasiswa akan mampu mengamalkan isi dari makalah ini.



Pekalongan,17 September 2018


Penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………….........i
Daftar Isi………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
A.    Latar Belakang…………………………………………………1
B.     Rumusan Masalah………………………………………………1 Tujuan………………………………..………………………….1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………
A.    Pengetahuan Manusia…………………………………………….2
B.     Dalil Perilaku Orang Berilmu……………………………………2-5
C.     Orang Berilmu dan Orang tidak Berilmu………………..............5-6
BAB III PENUTUP……………………………………………………..….
Kesimpulan…………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………8










BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
            Allah menciptakan manusia dan memberi akal kepada manusia tidak lain adalah agar manusia berfikir terhadap berbagai kejadian dan fenomena yang terjadi dimuka bumi ini sehingga manusia mengenal berbagai macam tanda kebesaran-Nya.
Ilmu adalah pengetahuan  manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi ( penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau proses berfikir (logika). Ilmu sendiri itu dapat diartikan pula sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan manusia serba membutuhkan ilmu pengetahuan . orang yang memiliki ilmu derajatnya dibedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu, ilmu juga merupakan kunci dari kebahagian dunia dan akhirat, jika manusia ingin mendapatkan keridhoan Allah maka manusia harus beribadah menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya itu juga harus mengunakan ilmu.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Perilaku orang berilmu?
2.      Apa yang  dimaksud  dengan  pengetahuan manusia?
3.      Bagaimana penafsiran dalil tentang perilaku orang berilmu?
  1. Tujuan
1.      Untuk mengetahui perilaku orang berilmu
2.      Untuk  mengetahui pengetahuan manusia
3.      Untuk mengetahui penafsiran dalil tentang perilaku orang berilmu

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengetahuan Manusia
Ilmu pengetahuan itu tumbuh dan berkembang dalam diri manusia melalui pengalaman empiris, rasional dan ilham yang masuk melalui indra, baik zahir, batin, maupun qalbu. Dengan kata lain, indra merupakan bagian dari unsur kepribadian manusia yang menjembatani masunya ilmu pengetahuan kedalam diri, sehingga ilmu tersebut menjadi internal kepribadian manusia. Dengan demikian, semakin aktif indra berinteraksi dengan objek pengetahuan, semakin dalam pengetahuan seseorang. Selain itu, semakin berkualitas informasiyang ditangkap indra dari suatu objek, semakin berkualitas informasi yang ditangkap indra dari suatu objek, semakin berkualitas pula pengetahuan yang diperoleh[1].
Pengetahuan manusia adalah anugerah yang sangat agung dan rahasia illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia allah di alam ini. Allah menciptakan dan menciptakan dan membentuk manusia dengan perangkat akal dan pikiran yang responsif terhadap berbagai macam tanda kebesaran-Nya di jagad raya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhilafan di muka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya[2].

  1. Dalil perilaku orang berilmu
Karena begitu eratnya hubungan antara sains, baik social maupun eksak dengan iman dan pembentukan akhlaq mulia, maka al-qur’an menafikan kesamaan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Penafikan itu tidak hanya berarti keluasan wawasan dan kompetensi serta keterampilan, tetapi yang lebih penting lagi adalah ketidaksamaan antara orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu mengenai kesadaran diri sebagai makhluk tuhan dan kemestian menyembah-Nya. Orang yang  berilmu dengan orang yang tidak berilmu mengenai kesadaran diri sebagai makhluk tuhan dan kemestian menyembah-Nya. Orang berilmu menyadari benar bahwa dirinya dan semua yang ada ini mempunyai ketergantungan terhadap Allah. Kesadaran tersebut membuatnya taat dan patuh serta tunduk (tadhallul wa al-khdu) terhadap allah, sehingga lahirlah akhlaq mulia dan perilaku terpuji.dengan demikian ilmu mesti melahirkan aml shaleh , al-qur’an berpandangan bahwa belum dikatakan seseorang itu berilmu jika belum melahirkan amal shaleh. Al- qur’an menegaskan dalam ayat 9 surat az-zumar (39):
images 
Artinya: (Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dn berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran[3].
Pada penafsiran ayat tersebut Nabi di suruh lagi oleh tuhan menanyakan pertanyaan untuk menguatkan hujjah kebenaran : “Katakanlah! “Apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan? “Pokok dari semua pengetahuan ialah mengenal allah. Tidak kenal kepada Allah sama artian bodoh. Karena kalaupun ada pengetahuan, padahal Allah allah yang bersifat maha Tahu. Bahkan Allah itu pun bernama ‘ilmun (pengetahuan), samalah dengan bodoh. Sebab dia tidak tahu akan kemana diarahkannya ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya itu. “Yang akan ingat hanyalah semata-mata orang yang mempunyai akal budi”[4].
Pada ayat ini menafikan kesamaan orang musyrik dengan orang-orang yang taat kepada allah, orang yang taat beribadah kepada allah lebih beruntung dariorang-orang musyrik. Selain menafikan kesamaan orang munafik dengan orang yang taat beribadah kepada-Nya, ayat ini juga menafikan kesamaan orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, Ilmu semestinya dapat membangun pribadi yang menyadari akan kekuasaan dan kemahabesaran allah sehingga akhirnya ia menjadi ulu al-albab.
Kedalaman ilmu mestilah berpengaruh terhadappikiran,perasaan dan perilaku orang berilmu tersebut. Pengaruh inilah yang membuat diri berpredikat shaleh, takwa, atau ulu al-albab. Ada tiga indicator yang menunjukkan terbentuknya predikat tersebut. Atau dengan kata lain ada tiga indikator yang menunjukkan bahwa telah tercapainya tujuan pendidikan pada pribadi peserta didik yaitu: Prtama qanitun ama al-layl sajidam wa qa’iman. Ia menjadi orang amat taat kepada allah , bersujud dan berdiri menyembah-Nya kapan dan dimana saja walaupun ditengah malam buta. Ia taat melaksanakanlah ibadah apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul. Kedua yahdhar al-akhirah (takut kepada azab akhirat). Ketiga yarju rahmata rabbih (mengharapkan rahmat tuhannya). Ketiga karakter ini dapat pula membentuk pribadi yang sabar menerima cobaan dari Allah, baik cobaan dalam menghadapi musibah, dalam menghadapi maksiat, ataupun dala ketaatan kepada-Nya, dimana kesabaran itu perpanjangan dari keshalehan dan ketaqwaan[5].
Dengan demikian ayat diatas menegaskan perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap dan ganjaran orang-orang beriman. Di sini Allah swt berfirman: “Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap, dengan demikan juga yang ruku dan duduk atau berbaring, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan dalam saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat tuhannya, baik didunia maupun di akhirat, apakah yang demikian itu halnya sama dengan mereka yang baru berdoa saat ditimpa musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat, lalu menjadikan bagi Allah swt. sekutu-sekutu?” tentu saja tidak sama! Sekali lagi. Nabi Muhammad saw, diperintahkan untuk menyampaikan bahwa: Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah swt. dan mengesakan-Nya dengan orang-orangyang tidak mengetahui hak-hak allah dan mengufuri-Nya? Sesungguhnya orang yang dapat menarik bahwa pelajaran adalah ulul albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya[6].

  1. Orang Berilmu dan Orang tidak Berilmu
Orang berilmu akan memiliki banyak pengetahuan,dapat memimpin, dimuliakan, bijaksana, tabah, sabar, wawasan luas, tenang, berpikir maju, stabil, berpendirian, menerima nasehat, berani, percaya diri, dan rasional. Sedangkan orang tidak berilmu sedikit pengetahuan, selalu dipimpin, dihinakan, tidak bijak, putus asa, pemarah, wawasan sempit, resah, berpikiran terbelakang, labil, ikut-ikutan,menolak nasehat, penakut,tdak percaya diri dan emosional.
Seseorang yang memiliki ilmu maka setiap gerak langkah dan ucapannya akan terbibing dengan cahaya ilmu. Dia akan berpikir sebelu bertindak dan akan mengkaji sebelum berucap. Perangainya lembut laksana tiupan angina di pagi hari, namun tetap tegar dalam menghadapi setiap cobaan sepertikuatnya batu karang. Orang berilmu menggunakan waktunya dengan baik,ia menyadari begitu berharganya setiap detik dalam hidup ini. Ia menyibukkan diri dalam majlis ilmu beserta para ulam shaleh. Aktu lung ia akan gunakan untuk mengkaji kitab agama,dan berusaha untuk mengamalkan dan mendakwahkan ilmu yang telah ia dapatkan, dakwah menjadi pengukuh keilmun sehingga ilmu tetap terjaga. Saat orang tidak berilmu menjalani harinya maka keresahan, kegelisahan, serta gundah akan mengusik setiap helaan nafasnya. Ia bagaikan berjalan dalam kegelapan tanpa cahaya sedikitpun yang bisa dijadikan penerang bagi jalan yang ia pijak. Ucapan dan tingkah lakunya hanya bersandar pada nafsu semata, tanpa berpikir panjang ia akan memutuskan sesuatu.









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Jadi orang yang mengetahui dan tidak itu berbeda, Allah swt berfirman “ Apakah orang yang tekun beribadah diwaktu-waktu malam bersujud dan berdiri seraya hatinya penuh rasa takut dari azab akhiratdi samping harapan memperoleh rahmat Tuhannya”. Apakah orang demikian itu sama dengan orang yang musyrik? Tentu saja tidak sama dan jauh berbeda. Dan sebagian orang yang mengetahui dan tidak mengetahui tidaklah sama kedudukannya di dunia maupun di akhirat, dihadapan manusia maupun di hadapan Allah. Maka dari itu kita sebagai muslim yang berilmu hendaknya kita tahu dan saling memberitahu agar antara sesame meningkatkan kualitas ketaqaan kita.











DAFTAR PUSTAKA

Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,( Jakarta: Amzah, 2013)
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2008)
Hamka, Tafzir Al Azhar jus xxIv , (Jakarta: Pustaka Panjimas
Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012)















BIODATA :
NAMA          : AFIFAH FAUZIAH
NIM               : 2117036
PRODI          : PAI
FAKULTAS : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

























[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,( Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 29.
[2] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 94
[3] Opcit, hlm. 85-86
[4] Hamka, Tafzir Al Azhar jus xxIv , (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982)
[5] Opcit. Hlm. 86-87
[6] Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 419-420.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar