KARAKTERISTIK
ORANG BERILMU
Perilaku Orang Berilmu (Q.S Az-Zumar 39:9)
Afifah Fauziah
NIM: 2117036
Kelas: Tafsir Tarbawi
A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM PEKALONGAN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha Esa telah melimpahkan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Yang telah berkenan memberi
petunjuk dan kekuatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul: “Kedudukan ilmu pengetahuan dalam persepsi Al-Qur’an”
Makalah
ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang ada. Materi-materi
bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam memahami
tentang Kedudukan ilmu pengetahuan dalam persepsi Al-Qur’an.
Mudah-mudahan
dengan mempelajari makalah ini, para mahasiswa akan mampu mengamalkan isi dari
makalah ini.
Pekalongan,17
September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar…………………………………………………….........i
Daftar
Isi………………………………………………………………..ii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………
A. Latar Belakang…………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………1
Tujuan………………………………..………………………….1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………
A. Pengetahuan Manusia…………………………………………….2
B. Dalil Perilaku Orang Berilmu……………………………………2-5
C. Orang Berilmu dan Orang tidak Berilmu………………..............5-6
BAB III
PENUTUP……………………………………………………..….
Kesimpulan…………………………………………………………7
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………8
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Allah menciptakan manusia dan memberi
akal kepada manusia tidak lain adalah agar manusia berfikir terhadap berbagai
kejadian dan fenomena yang terjadi dimuka bumi ini sehingga manusia mengenal
berbagai macam tanda kebesaran-Nya.
Ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat
diindera oleh potensi ( penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan)
melalui akal atau proses berfikir (logika). Ilmu sendiri itu dapat diartikan
pula sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan manusia
serba membutuhkan ilmu pengetahuan . orang yang memiliki ilmu derajatnya
dibedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu, ilmu juga merupakan kunci dari
kebahagian dunia dan akhirat, jika manusia ingin mendapatkan keridhoan Allah
maka manusia harus beribadah menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya
itu juga harus mengunakan ilmu.
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Perilaku orang berilmu?
2.
Apa yang
dimaksud dengan pengetahuan manusia?
3.
Bagaimana penafsiran dalil tentang perilaku orang
berilmu?
- Tujuan
1.
Untuk mengetahui perilaku orang berilmu
2.
Untuk mengetahui pengetahuan manusia
3.
Untuk
mengetahui penafsiran dalil tentang perilaku orang berilmu
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengetahuan Manusia
Ilmu
pengetahuan itu tumbuh dan berkembang dalam diri manusia melalui pengalaman
empiris, rasional dan ilham yang masuk melalui indra, baik zahir, batin, maupun
qalbu. Dengan kata lain, indra merupakan bagian dari unsur kepribadian manusia
yang menjembatani masunya ilmu pengetahuan kedalam diri, sehingga ilmu tersebut
menjadi internal kepribadian manusia. Dengan demikian, semakin aktif indra
berinteraksi dengan objek pengetahuan, semakin dalam pengetahuan seseorang.
Selain itu, semakin berkualitas informasiyang ditangkap indra dari suatu objek,
semakin berkualitas informasi yang ditangkap indra dari suatu objek, semakin
berkualitas pula pengetahuan yang diperoleh[1].
Pengetahuan
manusia adalah anugerah yang sangat agung dan rahasia illahi yang paling besar
dari sekian banyak rahasia allah di alam ini. Allah menciptakan dan menciptakan
dan membentuk manusia dengan perangkat akal dan pikiran yang responsif terhadap
berbagai macam tanda kebesaran-Nya di jagad raya. Dengan ilmu pengetahuan,
manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhilafan di muka bumi, yang
memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya[2].
- Dalil perilaku orang berilmu
Karena begitu
eratnya hubungan antara sains, baik social maupun eksak dengan iman dan
pembentukan akhlaq mulia, maka al-qur’an menafikan kesamaan antara orang yang
berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Penafikan itu tidak hanya berarti
keluasan wawasan dan kompetensi serta keterampilan, tetapi yang lebih penting
lagi adalah ketidaksamaan antara orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
mengenai kesadaran diri sebagai makhluk tuhan dan kemestian menyembah-Nya.
Orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu mengenai kesadaran diri sebagai makhluk tuhan dan kemestian
menyembah-Nya. Orang berilmu menyadari benar bahwa dirinya dan semua yang ada
ini mempunyai ketergantungan terhadap Allah. Kesadaran tersebut membuatnya taat
dan patuh serta tunduk (tadhallul wa al-khdu) terhadap allah, sehingga lahirlah
akhlaq mulia dan perilaku terpuji.dengan demikian ilmu mesti melahirkan aml
shaleh , al-qur’an berpandangan bahwa belum dikatakan seseorang itu berilmu
jika belum melahirkan amal shaleh. Al- qur’an menegaskan dalam ayat 9 surat
az-zumar (39):
Artinya: (Apakah kamu orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dn
berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat tuhannya?
Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui?” sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran[3].
Pada penafsiran
ayat tersebut Nabi di suruh lagi oleh tuhan menanyakan pertanyaan untuk
menguatkan hujjah kebenaran : “Katakanlah! “Apakah akan sama orang-orang yang
berpengetahuan? “Pokok dari semua pengetahuan ialah mengenal allah. Tidak kenal
kepada Allah sama artian bodoh. Karena kalaupun ada pengetahuan, padahal Allah
allah yang bersifat maha Tahu. Bahkan Allah itu pun bernama ‘ilmun
(pengetahuan), samalah dengan bodoh. Sebab dia tidak tahu akan kemana
diarahkannya ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya itu. “Yang akan ingat
hanyalah semata-mata orang yang mempunyai akal budi”[4].
Pada ayat ini menafikan kesamaan orang musyrik dengan orang-orang yang taat
kepada allah, orang yang taat beribadah kepada allah lebih beruntung
dariorang-orang musyrik. Selain menafikan kesamaan orang munafik dengan orang
yang taat beribadah kepada-Nya, ayat ini juga menafikan kesamaan orang berilmu
dengan orang yang tidak berilmu, Ilmu semestinya dapat membangun pribadi yang
menyadari akan kekuasaan dan kemahabesaran allah sehingga akhirnya ia menjadi
ulu al-albab.
Kedalaman ilmu
mestilah berpengaruh terhadappikiran,perasaan dan perilaku orang berilmu
tersebut. Pengaruh inilah yang membuat diri berpredikat shaleh, takwa, atau ulu
al-albab. Ada tiga indicator yang menunjukkan terbentuknya predikat tersebut.
Atau dengan kata lain ada tiga indikator yang menunjukkan bahwa telah tercapainya
tujuan pendidikan pada pribadi peserta didik yaitu: Prtama qanitun ama al-layl
sajidam wa qa’iman. Ia menjadi orang amat taat kepada allah , bersujud dan
berdiri menyembah-Nya kapan dan dimana saja walaupun ditengah malam buta. Ia
taat melaksanakanlah ibadah apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul. Kedua
yahdhar al-akhirah (takut kepada azab akhirat). Ketiga yarju rahmata rabbih
(mengharapkan rahmat tuhannya). Ketiga karakter ini dapat pula membentuk
pribadi yang sabar menerima cobaan dari Allah, baik cobaan dalam menghadapi
musibah, dalam menghadapi maksiat, ataupun dala ketaatan kepada-Nya, dimana
kesabaran itu perpanjangan dari keshalehan dan ketaqwaan[5].
Dengan demikian
ayat diatas menegaskan perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima
dengan sikap dan ganjaran orang-orang beriman. Di sini Allah swt berfirman:
“Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu malam dalam
keadaan sujud dan berdiri secara mantap, dengan demikan juga yang ruku dan
duduk atau berbaring, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan dalam saat
yang sama senantiasa mengharapkan rahmat tuhannya, baik didunia maupun di
akhirat, apakah yang demikian itu halnya sama dengan mereka yang baru berdoa
saat ditimpa musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat, lalu
menjadikan bagi Allah swt. sekutu-sekutu?” tentu saja tidak sama! Sekali lagi.
Nabi Muhammad saw, diperintahkan untuk menyampaikan bahwa: Adakah sama
orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah swt. dan mengesakan-Nya dengan
orang-orangyang tidak mengetahui hak-hak allah dan mengufuri-Nya? Sesungguhnya
orang yang dapat menarik bahwa pelajaran adalah ulul albab, yakni orang-orang
yang cerah pikirannya[6].
- Orang Berilmu dan Orang tidak Berilmu
Orang berilmu
akan memiliki banyak pengetahuan,dapat memimpin, dimuliakan, bijaksana, tabah,
sabar, wawasan luas, tenang, berpikir maju, stabil, berpendirian, menerima
nasehat, berani, percaya diri, dan rasional. Sedangkan orang tidak berilmu
sedikit pengetahuan, selalu dipimpin, dihinakan, tidak bijak, putus asa,
pemarah, wawasan sempit, resah, berpikiran terbelakang, labil,
ikut-ikutan,menolak nasehat, penakut,tdak percaya diri dan emosional.
Seseorang yang
memiliki ilmu maka setiap gerak langkah dan ucapannya akan terbibing dengan
cahaya ilmu. Dia akan berpikir sebelu bertindak dan akan mengkaji sebelum
berucap. Perangainya lembut laksana tiupan angina di pagi hari, namun tetap
tegar dalam menghadapi setiap cobaan sepertikuatnya batu karang. Orang berilmu
menggunakan waktunya dengan baik,ia menyadari begitu berharganya setiap detik
dalam hidup ini. Ia menyibukkan diri dalam majlis ilmu beserta para ulam
shaleh. Aktu lung ia akan gunakan untuk mengkaji kitab agama,dan berusaha untuk
mengamalkan dan mendakwahkan ilmu yang telah ia dapatkan, dakwah menjadi pengukuh
keilmun sehingga ilmu tetap terjaga. Saat orang tidak berilmu menjalani harinya
maka keresahan, kegelisahan, serta gundah akan mengusik setiap helaan nafasnya.
Ia bagaikan berjalan dalam kegelapan tanpa cahaya sedikitpun yang bisa
dijadikan penerang bagi jalan yang ia pijak. Ucapan dan tingkah lakunya hanya
bersandar pada nafsu semata, tanpa berpikir panjang ia akan memutuskan sesuatu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi orang yang mengetahui dan tidak itu berbeda, Allah
swt berfirman “ Apakah orang yang tekun beribadah diwaktu-waktu malam bersujud
dan berdiri seraya hatinya penuh rasa takut dari azab akhiratdi samping harapan
memperoleh rahmat Tuhannya”. Apakah
orang demikian itu sama dengan orang yang musyrik? Tentu saja tidak sama dan
jauh berbeda. Dan sebagian orang yang mengetahui dan tidak mengetahui tidaklah
sama kedudukannya di dunia maupun di akhirat, dihadapan manusia maupun di
hadapan Allah. Maka dari itu kita sebagai muslim yang berilmu hendaknya kita
tahu dan saling memberitahu agar antara sesame meningkatkan kualitas ketaqaan
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,( Jakarta: Amzah, 2013)
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: Teras,
2008)
Hamka, Tafzir
Al Azhar jus xxIv , (Jakarta: Pustaka Panjimas
Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati,
2012)
BIODATA
:
NAMA : AFIFAH FAUZIAH
NIM : 2117036
PRODI : PAI
FAKULTAS : TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN
[1]
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(
Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 29.
[2]
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi,
(Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 94
[3]
Opcit, hlm. 85-86
[4]
Hamka, Tafzir Al Azhar jus xxIv ,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982)
[5]
Opcit. Hlm. 86-87
[6]
Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang:
Lentera Hati, 2012), hlm. 419-420.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar