BELAJAR
ILMU KEALAMAN UMUM
(Q.S
Al-Ghasyiyah(88) : 17-20)
Putri Nindi Handayani
NIM : 2117131
Kelas : E
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh.
Puji syukur kehadirat Allah
subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat yang tidak pernah dapat dihitung dari
mulai awal berjumpanya dengan dunia hingga sekarang ini, shalawat serta salam
juga senantiasa kita panjatkan kepada Sang Tauladan Mulia pembawa kita dari
masa gelap menuju terang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Makalah yang berjudul “Belajar Ilmu Kealaman Umum” disusun untuk
memenuhi tugas Tafsir Tarbawi I. Secara singkat makalah ini memaparkan
materi tentang klasifikasi ilmu pengetahuan, dalil-dalil yang bersangkutan dan
bagaimana Islam menjadi terdepan dalam ilmu. Adapun dalam penyusunan tentu
dibantu oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.SI, selaku dosen pengampu mata
kuliah Tafsir Tarbawi I.
Saya menyadari betul dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, saya memohon kritik maupun
saran yang membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus, aamin.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh.
Pekalongan,
19 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................................................... 2
Daftar
Isi............................................................................................................................. 3
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
Latar
Belakang........................................................................................................... 4
Rumusan Masalah..................................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................... 5
Pengertian
Ilmu Pengetahuan.................................................................................... 5
Klasifikasi
Ilmu Pengetahuan.................................................................................... 5
Nash
dan Artinya (Q.S Al-Ghasyiyah: 17-20)........................................................... 7
Islam
Terdepan dalam Pengembangan Ilmu.............................................................. 10
BAB
III PENUTUPAN...................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan
ilmu pengetahuan sangatlah tingga di dalam agama islam. Ilmu betul-betul
diperhatikan oleh agama islam, apalagi para penuntut ilmunya. Dalam membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk atau mana yang bermanfaat dan mana yang
mendatangkan keburukan, tentu ilmu sangat berpengaruh dalam membantu
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sehingga
kita perlu tahudefinisi dari ilmu pengetahuan maupun ilmu yang mengikutinya
seperti ilmu kealaman, humaniora dan lain sebagainya. Allah subhanahu wa ta’ala
sangat memuliakan para penuntut ilmu. Apalagi jika ilmu yang kita pelajari
mampu mendatangkan penambahan iman pada hati kita, tentu itu sangatlah baik.
Melalui
makalah ini kita akan membahas tentang ilmu kealaman umum dengan dasar firman
Allah subhanahu wa ta’ala yaitu surat al-Ghasyiyah ayat 17 s.d 20 melalui
beberapa tafsir dan juga pengetahuan tentang terdepannya Islam dalam
pengembangan sebuah ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
itu ilmu pengetahuan?
2. Apa
saja klasifikasi ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana
cara Islam terdepan dalam pengembangan ilmu?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari dua
suku kata; ilmu dan pengetahuan. Secara etimologi, ilmu dalam bahasa Inggris
disebut sebagai science, yang merupakan serapan dari bahasa latin scientia,
yang merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti mengetahui (to
know), yang juga berarti belajar (to learn) (Gie, 2000: 87). Science
juga bermakna pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan
syarat-syarat yang khas (Anshari, 2002: 47).
Sementara pengetahuan dalam bahasa
Inggris disebut sebagai knowledge yang mempunyai arti; (1) the fact
or conditioning of being aware of something (kenyataan atau kondisi
menyadari sesuatu). (2) the fact or conditioning of knowing something with
familiarity gained through experience or association (kenyataan atau
kondisi mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman atau
asosiasi).[1]
Maka pengertian ilmu pengetahuan
dapat kita artikan sebagai suatu fakta yang bersifat empiris atau gagasan
rasional yang dibangun oleh individu melalui percobaan dan pengalaman yang teruji
kebenarannya.
B.
Klasifikasi Ilmu
Pengetahuan
Ilmu menempati kedudukan yang sangat
penting dalam Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu yang paling mencakup, paling
bermanfaat, dan paling sehat ialah ilmu-ilmu yang paling mendekat dan
menyerupai apa yang teruraikan dalam Kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya,
serta yang paling banyak sekali sebutan dan pengulangannya pada kedua-duanya.
Yaitu, seperti pengetahuan tentang Allah, sifat-sifat-Nya, nama-nama-Nya,
tindakan-tindakan-Nya, perintah-perintah-Nya, serta sebutan tentang sifat-sifat
dan perbuatan-perbuatan manusia yang mendekatkan diri kepada-Nya. Ilmu-ilmu ini
adalah pokok segala ilmu, tujuan utamanya serta inti saripatinya. Sering
merenungi dan mempelajari ilmu-ilmu di atas akan membuahkan tambahan iman dan
keyakinan kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari akhir; mendorong untuk tetap dalam
ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, serta meninggalkan perbuatan kejahatan
dan kemungkaran yang [2]mendatangkan
murka-Nya.[3]
1) Ilmu
Kealaman
Istilah alam yang terpakai disini dalam
arti alam semesta, jagat raya, yang dalam bahasa inggris diistilahkan
dengan universe. Istilah ini dialih bahasakan kedalam bahasa Arab
dengan alam (عالم).
Singkatnya ilmu kealaman dapat kita artikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang kealaman atau hal-hal yang bersangkutan dengan alam.
2) Sains
IPA atau sains merupakan salah satu cabang
ilmu yang fokus pengkajiannya adalah alam dan proses-proses yang ada di
dalamnya. Carin dan Sund (dalam Widowati 2008) mendefinisikan sains sebagai
suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang
terkontrol. Disamping itu, sains juga merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006).
3) Ilmu
Humaniora
Secara singkat, ilmu humaniora merupakan
ilmu kemanusiaan karena di dalamnya kita diajarkan untuk memanusiakan manusia.
Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhatiannya pada kehidupan manusia,
menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan, Humaniora
berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam
bidang humaniora rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang
suatu objek atas dasar dalil-dalil aka, tetapi juga hal-hal yang bersifat
imajinatif.[4]
C. Nash
dan Artinya
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ
كَيْفَ خُلِقَتْ
Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?
وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ
رُفِعَتْ
Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan?
وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ
نُصِبَتْ
Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?
وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ
Dan bumi, bagaimana dihamparkan?
Ayat أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ
كَيْفَ خُلِقَتْ Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?!
Disini
Allah swt. mengkhususkan unta sebagai objek pengamatan, mengingat bahwa ia
adalah hewan paling berguna bagi bangsa arab ketika itu. Dan memang ia
sesungguhnya adalah hewan yang mengagumkan. Meski memiliki tubuh serta kekuatan
yang amat besar, ia begitu patuhnya, bahkan kepada seorang yang lemah atau anak
kecil sekalipun. Demikian pula dalam hal kemampuannya mengangkut beban yang berat
ke tempat-tempat yang berjarak jauh.
Dengan
mudahnya ia duduk ketika akan dibebani atau ditunggangi, lalu bangkit berdiri
lagi untuk meneruskan perjalanan. Memiliki watak sabar menghadapi beratnya
perjalanan, haus dan lapar. Sedikit saja rerumputan sudah cukup baginya,
berbeda dengan hewan-hewan lain yang sejenis.
Dan masih
banyak lagi kelebihan dn keistimewaannya yang tidak dimiliki hewan selainnya.
Kelebihan keistimewaan itu bukan karena besar tubuhnya, sehingga dapat
disamakan dengan gajah, misalnaya. Sebab, gajah – meskipun memiliki sebagian
keistimewaan yang dimiliki oleh unta – namun ia tidak menghasilkan susu,
dagingnya tidak dimakan, dan cara mengendalikannya pun tidak semudah unta.
Ayat وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ
رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Yang
dimaksud dengan ‘ditinggikan’ adalah pengaturan benda-benda yang berada diatas
kepala kita, seperti matahari, bulan dan bintang-bintang, masing-masing dalam
garis peredarannya, tidak pernah menyimpang dan tidak pernah pula merusak
tatanannya.
Ayat وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ
نُصِبَتْ Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Yakni
untuk menjadi tanda bagi para musafir dan tempat berlindung dari kejaran
orang-orang zalim. Di samping itu, pada galibnya ia adalah juga pemandangan
indah bagi siapa yang melihatnya.
Ayat وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ Dan bumi, bagaimana dihamparkan. Yakni
dengan meratakan permukaannya dan menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh manusia,
untuk bermukim diatasnya atapun berjalan di segala penjurunya.
2. Tafsir
Al-Mishbah
“Maka, apakah mereka tidak
memerhatikan kepada unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?”
Setelah menguraikan ganjaran yang
akan diperoleh pada hari Kemudian oleh orang-orang yang taat, dan sebelumnya
telah menguraikan balasan para pendurhaka, kaum musyrikin masih tetap
bersikeras menolak keniscayaan Hari Kiamat. Sering kali alasan penolakan mereka
adalah keraguan mereka terhadap kuasa Allah swt, dan ilmu-Nya untuk menghimpun
dan menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah lapuk dan terseak
kemana-mana. Untuk menampik dalih itu, Allah mengajak mereka yang meragukan
kuasa-Nya untuk memerhatikan alam raya.
Allah berfirman: Maka, apakah
mereka tidak memerhatikan bukti kuasa Allah yang terbentang di alam
raya ini, antara lainkepada unta yang menjadi kendaraan dan bahan pangan
mereka bagaimana ia diciptakan oleh Allah dengan sangat
mengagumkan? Dan apakah mereka tidak merenungkan
tentang langit yang demikian luas dan yang selalu mereka
saksikan bagaimana ia ditinggikan tanpa ada cagak yang
menopangnya? Dan juga gunung-gunung yang demikian tegar dan
yang biasa mereka daki bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi tempat
kediaman mereka dan yang tercipta bulatbagaimana ia dihamparkan?[6]
Dalam Tafsir al-Muntakhab, yang disusun
oleh satu tim yang terdiri dari beberapa pakar Mesir, ayat-ayat di atas
dikomentari antara lain sebagai berikut: Penciptaan unta yang sungguh sangat
luar biasa menunjukkan kekuasaan Allah dan merupakan sesuatu yang perlu kita
renungkan.[7]
Setiap kali dilakukan penelitian
pada hewan ini oleh para ahli, selalu ditemukan kebenaran perintah Allah agar
kita memerhatikan ciptaan-Nya yang mengandung keistimewaan luar biasa itu.
Demikian Tafsir al-Muntakhab.[8]
Ayat di atas menyebut langit setelah
menyebut unta, lalu setelah langit menyebut gunung, dan sesudahnya bumi. Uraian
menyangkut ayat-ayat di atas yakni di daerah Timur Tengah sepanjang mata
memandang adalah padang pasir yang luas. Batas akhir pandangan mata adalah
langit berwarna abu-abu dan biru dalam bentuk bagaikan tenda kemah yang sedang
tertancap di bumi. Saat melihat ke kiri kanan jalan, yang dapat dilihat adalah
gunung-gunung atau tepatnya bukit-bukit terbentang mengelilingi “kemah” besar
itu. Gunung-gunung tersebut bagaikan pasak yang ditanam agar “kemah” tidak
diterbangkan angin.
Dahulu, kendaraan yang banyak
digunakan oleh masyarakat Arab adalah unta. Ayat di atas mengajak mereka
berpikir dan merenung. Tentu saja, yang pertama terlintas dalam benak mereka
adalah yang terdekat kepada diri mereka, yaitu unta yang mereka tunggangi.
Setelah itu, tidak ada lagi yang tampak dengan jelas kecuali langit yang
terbentang dan meninggi.
Karena itu, setelah menuntun untuk
memperhatikan unta, mereka diajak memerhatikan langit, dan dari sana mereka
menemukan gunung yang merupakan pasak bumi ini agar tidak oleng (baca QS.
An-Nahl [16]: 15). Selanjutnya, bumi yang terhampar memudahkan kehidupan
manusia.
Demikian
susunan penyebutan ayat-ayat di atas sangat serasi dengan situasi yang dialami
oleh masyarakat yang ditemui al-Qu’an pertama kali. Sungguh amat serasi
firman-firman Allah itu.[9]
D. Islam
Terdepan Dalam Pengembangan Ilmu
Sebagai umat islam, kita sudah
mengetahui betapa memuliakannya Islam terhadap penuntut ilmu. Terlebih, apabila
ilmu yang kita pelajari bisa mendekatkan kita kepada Yang Maha Kuasa. Islam
hadir telah sempurna, tidak ada kecacatan di dalamnya sehingga tidak perlu
ditambah-tambahi apapun itu. Islam juga agama dalil dimana setiap halnya perlu
ada dalil supaya apa yang kita laksanakan tidak sia-sia.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ،
يَنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ،
وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ.
“Ilmu ini akan dibawa oleh para ulama yang adil dari
tiap-tiap generasi. Mereka akan memberantas penyimpangan/perubahan yang
dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw (yang melampaui batas), menolak
kebohongan pelaku kebathilan (para pendusta), dan takwil orang-orang bodoh.”[10]
Meceritakan masa
kegemilangan Islam bukan berarti kita membangga-banggakan masa lalu kejayaan
Islam, tapi kita hanya berusaha mengobati hati sebagian pemuda muslim yang
kecewa karena kondisi keterpurukan umat Islam saat ini dan menganggap bahwa
Islam menghalangi kemajuan, dan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi
pembenci Islam dan menjelek-jelekkan Islam (musuh dari dalam) karena kecewa
dengan Islam. Padahal tidak demikian faktanya, seorang ilmuan Perancis, Gustave
Le Bon, berangan-angan, “Seandainya kaum muslimin menjadi penguasa di Perancis,
niscaya negara ini akan seperti Cordova di Spanyol yang muslim.” (Arab
Civilization, Hal: 13). Ia juga mengatakan, “Sesungguhnya bangsa Eropa
adalah sebuah kota bagi negeri Arab (umat Islam) karena kehebatan peradaban
yang mereka miliki.” (Arab Civilization, Hal: 566).[11]
1)
Bidang
Kesehatan[12]
Ketika Islam datang, orang-orang
Arab jahiliyah juga mempunyai tabib, sehingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berobat. Beliau bersabda,
“Berobatlah! Karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali membuat obatnya.
Kecuali satu penyakit, yaitu tua.” Rasulullah berobat dengan madu, kurma serta
ilalang alami dan yang lainnya. Metode ini dikenal dengan Tibbun Nabawi (Pengobatan
Nabi).
Kaum muslimin tidak hanya berhenti
pada tibbun nabawi, mereka terus bereksperimen dan terus
mengembangkan ilmu kedokteran. Ada seorang dokter muslim pada abad pertengahan,
Ali bin Isa al-Kahal, spesialisasinya pada mata dan banyak merumuskan
teori-teori tentang mata. Ia mengumpulkan teorinya dalam sebuah buku yang
berjudul Tazkirah al-Kahalain. Adapula az-Zahrawi, orang pertama
yang menemukan teori bedah dengan menggunakan suntik dan alat-alat bedah.
Az-Zahrawi mengarang sebuah buku tentang ilmu bedah yang berjudul at-Tashrif
Liman Ajiza an Ta’lif yang diterjemahkan ke bahasa latin oleh ilmuan
Italia, Gerardo (1114 – 1187).
Sejak saat itu buku teori bedah
az-Zahrawi dijadikan dasar-dasar ilmu bedah di Eropa hingga 5 abad kemudian,
yakni abad ke-16, lalu mempengaruhi perkembangan ilmu bedah di masa berikutnya.
Seorang pakar anatomi tubuh, Hallery, mengatakan, “Seluruh pakar bedah Eropa
sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku ini (at-Tashrif
Liman Ajiza an Ta’lif).” (Fi Tarikh at-Tib fi ad-Daulah al-Islamiyah,
Hal: 132-133).
Kemudian umat Islam juga merupakan
generasi pertama yang membangun rumah sakit. Rumah sakit Islam pertama kali
didirikan pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, yang
memegang jabatan antara 705-715 M. Rumah sakit ini khusus untuk penderita
lepra. Setelah itu banyak rumah sakit dibangun di wilayah-wilayah kekuasaan
Islam lainnya. Saat itu rumah sakit disebut dengan istilah al-Baimarastanat (tempat
tinggal orang sakit) bukan dengan istilah musytasyfa. Sembilan abad
kemudian barulah rumah sakit-rumah sakit didirikan di Eropa.
2)
Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu yang dikenal
sejak dulu karena kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal serta
tempat-tempat yang menjadi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari, bahkan
hewan pun memiliki naluri dan insting untuk membuat bangunan tempat mereka
tinggal. Namun perhitungan dan perumusannya diperkirakan baru ada di zaman
Mesir kuno, kemudian dilanjutkan peradaban Babilonia dan Yunani.
Ilmu arsitektur masuk ke dunia Arab
Islam melalui penerjemahan buku-buku arsitektur Yunani ke dalam bahasa Arab,
khususnya buku Euclides, Ushul al-Handasah. Dari sinilah inovasi
terhadap ilmu arsiterktur mulai dilakukan.
Orang-orang Arab Islam membagi
arsitektur ke dalam dua bagian; aqliyah (nalar/matematika)
dan hissiyah (seni atau sentuhan), atau dengan bahasa yang
lebih mudah aqliyah adalah yang berkaitan dengan teori
sedangkan hissiyah adalah tataran praktis. Kita dapati
sebagaian karya arsitek Islam, Ibnu Haitsam, membuat teori persamaan dan materi
dalam pembahasan cahaya untuk menentukan titik pantul dalam kondisi bulat
berbentuk cakeram, krucut, cembung, atau botol kaca.
Pujian pun
dilontarkan oleh ilmuan-ilmuan Barat terhadap arsitek dan arsitektur Islam.
Martin Isbraikes, salah seorang orientalis yang meneliti sejarah Islam dalam
masalah arsitektur dan ruang, mengatakan, “Meski dunia Arab diliputi kebodohan
dalam bidang arsitek pada permulaan masa penaklukkan, namun pada kenyataannya
arsitektur-arsitektur Islam terlihat di setiap negeri dan setiap zaman, berikut
pengaruhnya dalam peradaban Islam. Di negeri Islamlah terdapat banyak bangunan
sekolah setempat yang merupakan lambang keahlian pembuatnya.” (Turats Islam
bi Isyraf, Hal: 232).[13]
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Ilmu
pengetahuan umum merupakan ilmu penunjang bagi ilmu-ilmu syari yang telah
dipelajari, karena ilmu pengetahuan dapat membantu dan urusan-urusan duniawi
ataupun penyelesaian dalam hal-hal yang berkaitan dengan dunia. Ilmu
pengetahuan yang ditekankan disini adalah ilmu kealaman.
Adapun ilmu
kealaman tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: Ilmu Kealaman. Sains, dan Ilmu
Humaniora. Ketiga ilmu tersebut tentu memiliki keunggulan, manfaat ataupun
kelemahan sendiri-sendiri. Meski demikian, ilmu tersebut juga saling
berkesinambungan dan saling membantu.
Dalam surat
al-Ghasyiyah ayat 17 s.d 20 mengajarkan kepada kita bahwa ada alam yang di
sekitar kita yang mampu diambil ibroh atau manfaat atau pembelajaran
untuk membantu menyelesaikan sebuah perkara hidup. Tentunya terdapat pula bukti
kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala dalam menciptakan maupun membuat semuanya
mampu terjadi dalam sekejap mata. Karena memang Dia-lah yang Maha Mulia, Kuasa,
Perkasa lagi Maha Sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud, “ILMU PENGETAHUAN
DARI JOHN LOCKE KE AL-ATTAS,” Jurnal Pencerahan, 1:9, (Aceh, Maret 2015)
Eris Ratnawati, Sri Rahayu, dan Prayitno, “PEMAHAMAN
HAKIKAT SAINS,” Jurnal Online, (Malang)
Al-‘Allamah ‘Abdullah
Al-Haddad, Meraih Kebahagiaan Sejati. Ter.
Al-Fushul Al-Ilmiyyah wa al-Ushul Al-Hukmiyyah. (Bandung; Mizan Pustaka, 2005)
https://olimpiadehumaniora3.wordpress.com/about/ (diakses pada
hari Kamis, 20 September 2018 pukul 13.16 WIB)
Muhammad
Abduh, Tafsir Al-Qur’an Al Karim (Juz Amma), Penerjemah: Muhammad
Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999)
M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)
https://almanhaj.or.id/2311-keutamaan-ilmu-syari-dan-mempelajarinya.html,
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
(Diakses pada tanggal 20 September 2018 pukul 13:55 WIB)
https://kisahmuslim.com/3683-penemuan-umat-islam-yang-mengubah-dunia.html,
tanpa nama, 15 September 2015 (Diakses pada tanggal 20 September 2018) pukul
13:55 WIB)
[1] Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M.
Daud, “ILMU PENGETAHUAN DARI JOHN LOCKE KE AL-ATTAS,” Jurnal Pencerahan,
1:9, (Aceh, Maret 2015), hlm. 12-13.
[2] Eris Ratnawati,
Sri Rahayu, dan Prayitno, “PEMAHAMAN HAKIKAT SAINS,” Jurnal Online,
(Malang), hlm. 1
[3] Al-‘Allamah ‘Abdullah Al-Haddad, Meraih Kebahagiaan Sejati. Ter. Al-Fushul Al-Ilmiyyah
wa al-Ushul Al-Hukmiyyah. (Bandung; Mizan Pustaka, 2005) hlm. 74
[4]
https://olimpiadehumaniora3.wordpress.com/about/
(diakses pada hari Kamis, 20 September 2018 pukul 13.16 WIB)
[5] Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an Al Karim (Juz
Amma), Penerjemah: Muhammad Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan,
1999), hlm.147
[6]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan,
dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.274
[10] https://almanhaj.or.id/2311-keutamaan-ilmu-syari-dan-mempelajarinya.html,
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
(Diakses pada tanggal 20 September 2018 pukul 13:55 WIB)
[11] https://kisahmuslim.com/3683-penemuan-umat-islam-yang-mengubah-dunia.html,
tanpa nama, 15 September 2015 (Diakses pada tanggal 20 September 2018) pukul
13:55 WIB)
[12] Ibid
[13] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar