OBYEK PENDIDIKAN INDIRECT
“ORANG AWAM OBYEK PENDIDIKAN"
QS. AN-NISA, 4
: 17
Fadilaturrohmah
NIM. (2117302)
Kelas : A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH ILMU DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan hidayah-Nya kepada
kita sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Orang Awam
Obyek Pendidikan” secara tepat waktu. Shalawat dan salam tidak lupa dihaturkan kepada nabi kita, yakni Nabi
Muhammad saw semoga kita mendapatkan syafaahnya di hari akhir nanti. Aamiin.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis. Terima kasih juga kepada Bapak Ghufron selaku dosen pengampu
mata kuliah tafsir tarbawi yang telah membimbing penulis serta memberikan
ilmunya kepada kita semua.
Penulis
mengakui masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini karena
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.
Pekalongan, November
2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Alquran
ialah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara
Malaikat Jibril. Alquran merupakan pedoman utama bagi umat Islam yang di
dalamnya mencakup segala aspek kehidupan, sehingga manusia dapat mempelajari
dan menjauhkan diri dari kejahilan. Sejalan dengan itu, belajar sangatlah
penting bagi siapapun.
Namun pada
kenyataannya, di era sekarang ini banyak orang yang malas untuk belajar.
Sehingga hinggaplah virus-virus kejahilan atau ketidak tahuan dalam diri
manusia dan merasa bangga akan kejahilannya tersebut sehingga mereka terjerumus
ke dalam hal yang tidak diinginkan lantaran ketidak tahuannya itu. Pastilah
mereka merugi karena perbuatannya itu. Oleh karenanya penulis membahas mengenai
“Orang Awam Obyek Pendidikan.” Harapannya supaya dapat memberikan manfaat bagi
para pembacanya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa hakikat dari orang awam?
2. Bagaimana dalil dan tafsirnya mengenai
orang awam sebagai obyek pendidikan?
3. Bagaimana upaya dalam membangun negeri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat dari orang awam.
2. Untuk mengetahui dalil dan tafsir mengenai
orang awam sebagai obyek pendidikan.
3. Untuk mengetahui upaya dalam bersama-sama
membangun negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Orang Awam
Kata awam
menurut KBBI ialah umum; am; kebanyakan; biasa; tidak istimewa; orang
kebanyakan; orang biasa; (bukan ahli, bukan rohaniwan).[1]
Sebuah atsar
dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Manusia ada tiga (golongan): alim
Rabbani (ulama), penuntut ilmu yang berada di atas jalan keselamatan, dan orang
awam yang mengikuti setiap orang yang berteriak (seruan), mereka condong sesuai
dengan arah angin (kemanapun diarahkan), tidak menerangi diri dengan cahaya
ilmu, dan tidak berpegangan dengan pegangan yang kuat.[2]
Orang awam bukanlah orang alim, atau orang
yang berusaha menjadi alim. Keadaan mereka ialah mengikuti setiap yang datang
kepada mereka tanpa mempertimbangkan baik buruknya dan benar salahnya.
Sebab-sebab keawaman seseorang:
a. Tidak mau berusaha menyinari hatinya dengan
cahaya ilmu
Mereka ridho akan kejahilan, akibatnya menjadi seseorang yang tidak
memiliki pendirian yang kuat. Orang yang memiliki ilmu akan senantiasa berjalan
dengan ilmunya.
b. Tidak mau bertanya kepada orang yang
berilmu
Oleh sebab ketidaktahuannya itu dan karena tidak mau bertanya kepada
ahlinya maka akan menjadikannya terjerumus ke dalam lembah kejahatan.
B.
Dalil Orang Awam sebagai Obyek Pendidikan
QS. an-Nisa’
ayat 17:
اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْءَ
بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ
فَاُولئِكَ يَتُوْبُ اللهُ عَلَيْهِمْۗ وَكَانَ اللهُ عَلِيْمًاحَكِيْمًا
Artinya:
Sesungguhnya
taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera ,
maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. an-Nisa’, 4: 17)
1.
Tafsir Jalalain
اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللهِ
(sesungguhnya taubat di sisi Allah) yakni yang pasti diterima di sisi-Nya berkat kemurahan-Nya-- لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْءَ
(ialah bagi orang-orang yang
mengerjakan kejahatan) atau
maksiat-- بِجَهَالَةٍ (disebabkan kejahilan), menjadi
“hal” artinya tidak tahu bahwa dengan itu berarti mendurhakai Allah-- ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ (kemudian mereka bertaubat dalam) waktu—قَرِيْبٍ (dekat) yakni sebelum
mengalami sekarat—
فَاُولئِكَ يَتُوْبُ اللهُ عَلَيْهِمْ
(maka mereka itulah yang ditaubati
Allah) artinya diterimanya taubat mereka --
وَكَانَ اللهُ عَلِيْمًا (dan Allah Maha
Mengetahui) akan makhluk-Nya—حَكِيْمًا (lagi Maha Bijaksana) mengenai
tindakan-Nya terhadap mereka. [3]
2.
Tafsir al- Azhar
Terlanjur
berbuat jahat karena kebodohan. Artinya ada juga orang yang tahu, bahwa itu
adalah perbuatan jahat, tetapi karena dorongan hawa nafsunya sangat keras.
Misalnya karena sangat marah, kemudian memukuli seseorang. Diberikan nasehat
pun tidak mempan. Karena hidup masih belum banyak pengalaman atau ilmu, masih
bodoh seumpama. Setelah terlanjur bersalah maka seseorang akan menyesali
perbuatannya, sehingga kesalahan itu menambah pengetahuannya dan menghilangkan
kejahilannya. Kemudian timbul rasa ingin bertaubat kepada Allah. Maka ayat ini diakhiri bahwa Allah Maha
Mengetahui.[4]
3. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta’ala berfirman, sesungguhnya Allah hanya akan menerima taubat
orang-orang yang melakukan kejahatan karena kebodohan. Kemudian dia bertaubat,
walaupun setelah melihat dengan jelas malaikat yang akan mencabut nyawanya,
asal dia belum sekarat. Mujtahid dan ulama lain mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan kebodohan ialah setiap orang yang durhaka lantaran salah atau sengaja
sebelum dia menghentikan dosanya itu. Abu Shalih meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
dia berkata, “Di antara kebodohan ialah dia melakukan kejahatan itu,” kemudian
mereka bertaubat sebentar kemudian.” Ibnu Abbas mengatakan, “Yang dimaksud
sebentar ialah jarak antara keadaan dirinya sampai dia melihat malaikat maut.
Adh-Dhahak berkata, “Dekat ialah sebelum seseorang sekarat.” Sedangkan Ikrimah
berkata, “Masa dunia seluruhnya disebut dekat.”[5]
4. Tafsir al-Mishbah
Sesungguhnya taubat di sisi Allah, yakni penerimaan taubat yang diwajibkan Allah atas
diri-Nya sebagai salah satu bukti rahmat dan anugerah-Nya kepada manusia, hanyalah
taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, baik dosa besar lantaran
kejahilan, yakni didorong oleh ketidaksadaran akan dampak buruk dari
kejahatan itu, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, yakni
paling lambat sesaat sebelum berpisahnya ruh dari jasad, maka mereka itulah yang
kedudukannya cukup tinggi yang diterima Allah taubatnya, dan Allah sejak
dahulu hingga kini Maha Mengetahui siapa yang tulus taubatnya lagi
Maha Bijaksana, yakni menempatkan segala suatu pada tempatnya secara wajar,
sehingga Dia menerima taubat siapa yang wajar diterimanya dan menolaj siapa
yang pantas ditolak taubatnya.[6]
C.
Bersama-sama Membangun Negeri
Pemuda sebagai generasi penerus bangsa, tentunya harus mempunyai bekal
yang cukup agar dapat membangun negeri ini dengan baik. Peran pemuda tidak terlepas
dari salah satu elemen pembangunan ini, yakni pendidikan. Pendidikan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan yakni dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan tidak hanya memberikan ilmu saja, namun juga membentuk karakter
pemuda bangsa yang dapat memimpin dengan jujur dan adil. Pendidikan juga
menjadi tolok ukur dalam menilai seberapa maju sebuah negara.
Pada era sekarang ini, pendidikan menjadi jalan terbaik untuk
meningkatkan taraf kehidupan sebuah generasi. Pemuda memiliki peran penting
dalam misi membangun negeri, terlebih pemuda memiliki semangat yang sulit
dipadamkan, apalagi jika ditambah dengan pengetahuan yang luas yang
diimplementasikan melalui sebuah tindakan, maka akan terciptalah sebuah
perubahan.
Tentunya untuk mencapai suatu perubahan dalam membangun negeri ini,
pendidikan sangat diperlukan. Terlebih bagi generasi muda. Agar dapat
menghindari diri dari kebodohan serta dapat berjuang dalam menyampaikan ilmu
yang dimiliki oleh para pemuda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar sangat diperlukan bagi kita, agar
kita tidak dapat dibodohi oleh seseorang. Melalui belajar seseorang diharapkan
nantinya agar terhindar dari yang namanya kebodohan, serta dapat memiliki
pegangan yang kuat agar hidupnya tidak terombang-ambing. Kita sebagai seseorang
yang belajar hendaknya memberikan pengertian kepada mereka yang tidak mau untuk
belajar. Sudah menjadi tugas kita untuk belajar dengan giat agar kita memiliki
tujuan dan pegangan hidup yang kuat.
Di samping itu pula kita juga dianjurkan
untuk memerangi kebodohan dengan cara
menyampaikan ilmu yang kita miliki walaupun sedikit, dan yang lebih penting
lagi adalah kita dapat terhindar dari perbuatan yang maksiat atau yang dilarang
oleh Allah. Alangkah meruginya seseorang apabila ia melakukan sebuah
kemaksiatan yang kemudian Allah mencabut nyawanya sebelum ia bertaubat. Untuk
itu perlunya kita belajar agar kita terhindar dari perbuatan yang dholim.
B. Saran
Penulis telah menyelesaikan makalah ini
dengan semestinya. Tentu masih banyak kekurangan yang terdapat pada tulisan
ini, mengingat terbatasnya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis.
Diharapkan nantinya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Segala bentuk kritik dan juga saran tentunya akan diterima oleh penulis dengan
lapang dada, agar ke depannya lebih baik lagi dalam penulisan makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Rifa’i, Muhammad
Nasir. 2006. Taisiru al- Aliyyatul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:
Gema Insani.
Syihab, M. Quraish. 2005. Tafsir al
Mishbah. Tangerang: Lentera Hati.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin. 1996. Tafsir Jalalain. Terj. Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Hamka. 2004. Tafsir al-Azhar Juz I. Jakarta: Pustaka Panjimas.
https://kbbi.web.id/awam diakses pada Rabu, 7 November 2018 pukul
12.13 WIB
http://quran-sunnah.net/2016/05/3-jenis-manusia-menolak-menjadi-orang-awam/#sthash.xlE6uf1K.dpbs diakses pada Rabu, 7 November 2018 pukul
12.37 WIB
BIODATA
PENULIS
Nama Lengkap : Fadilaturrohmah
Nama Panggilan : Dhila/Fadhila
Alamat :
Dukuh Sidomukti RT 01 RW 02, Desa Samong Kec. Ulujami Kab. Pemalang
Riwayat Pendidikan :
SD N 01 Samong
SMP N 1 Ulujami
SMA N 1 Comal
[2] http://quran-sunnah.net/2016/05/3-jenis-manusia-menolak-menjadi-orang-awam/#sthash.xlE6uf1K.dpbs
[3] Imam Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Terj. Bahrun
Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), hlm. 334.
[5] Muhammad Nasib Rifa’I, Taisiru al-
Aliyyatul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Gema Insani,
2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar