Laman

new post

zzz

Rabu, 21 November 2018

TT L K2 METODE PENDIDIKAN UNIVERSAL "METODE DAKWAH"


METODE PENDIDIKAN UNIVERSAL
"METODE DAKWAH"
M.Malik Nabil Ali
NIM. (2117346)
Kelas L

JURUSAN PAI
FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya, karena itu Al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah dengan Ahsanu Qaula. Tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih pada era globalisasi sekarang ini, di mana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi. Umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktifitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi, apapun bentuknya. Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada setiap muslim di mana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah SAW, kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat.
B.     Rumusan Masalah.
1.      Apa yang dimaksud hakaikat metode dakwah?
2.      Apa dalil metode dakwah Qur’ani?
3.      Apa implmentasinya dalam dunia pendidikan?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui hakikat metode dakwah?
2.      Mengetahui dalil metode dakwah Qur’ani
3.      Mengetahui implementasi metode dakwah dalam dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Metode Dakwah
Secara bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meto” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa merode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Apabila diartikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan arti dakwah menurut beberapa pakar adalah sebagai berikut:
a.       Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.
b.      Syeh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dari pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

1.      Bentuk-Bentuk Metode Dakwah
Berdasarkan surat An-Nahl ayat 125 tersebut metode dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu:
a.       Al-Hikmah
Kata hikmah disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dnegan hukum berarti mencegah dari kezaliman. Orang yang memiliki al-Hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Al-hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan dengan tepat sehingga menjadi sempurna. Menurut pendapat ini, al-hikmah termanifestasi ke dalam empat hal: kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran dan ketajaman pikiran. Sedangkan sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
Ibnu qoyyim berpendapat bahwaa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adaalah pengetahuan tentang kebenaran dan pegalaman, ketepatan dalam perkataaan dan pengalaman. Menurut al-Kasysyaf-nya Zamakhsyari, al-hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran. Dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih, memilah, dan menyelaraskan tehnik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Disamping itu juga al-hikmah adalah kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrinIslam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.[1]
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya. Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses. Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang mendapatkan hikmah insya Allah juga akan berimbas kepada mad’u nya, sehingga mereka termotivasi untuk mengubah diri dan mengamalkan apa yang disampaikan da’i kepada mereka.[2]



b.      Al-Mau’izhatul Hasanah
Secara bahasa terdiri dari dua kata, yaitu mau’idzah yang berasal dari wa’adza-ya’idzu-wa’adzan-‘idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, dan kata kedua yaitu hasanah, merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.
Mau’izhatul Hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.[3]

c.       Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan
Dari segi terminologi terdapat beberapa pengertian. Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar menukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat. Al-Mujdalah merupakan tukar pendapat yang dilakuakan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhandengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

2.      Sumber Metode Dakwah.
a.       Al-Qur’an.
b.      Sunnah Rosul.
c.       Sejarah hidup para Sahabat dan Fuqaha.
d.      Pengalaman.[4]



3.      Aplikasi Metode Dakwah Rasulullah
a.       Pendekatan personal; antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan biasanya reeaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung diketahui.
b.      Pendekatan pendidikan; pendekatan ini teraplikasi dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat materi-materi keislaman.
c.       Pendekatan diskusi; da’i berperan sebagai narasumber sedangkan mad’u sebagai audience. Tujuan dari diskusi ini adalah membahas dan menemukan pemecahan semua problematika yang ada kaitannya dengan dakwah sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya.
d.      Pendekatan penawaran; Nabi mengajak untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukanNya dengan yang lain. Cara ini dilakukan Nabi dengan metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad’u ketika meresponnya tidak dengan keadaan tertekan. Cara ini pun harus dilakukan oleh da’i dalam mengajak mad’unya.
e.       Pendekatan misi; pengiriman tenaga para da’i ke daerah-daerah di luar tempat domisili.[5]

B.     Dalil Metode Dakwah Qur’ani.
ٱدۡعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِٱلۡØ­ِÙƒۡÙ…َØ©ِ ÙˆَٱلۡÙ…َÙˆۡعِظَØ©ِ ٱلۡØ­َسَÙ†َØ©ِۖ ÙˆَجَٰدِÙ„ۡÙ‡ُÙ… بِٱلَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØ­ۡسَÙ†ُۚ Ø¥ِÙ†َّ رَبَّÙƒَ Ù‡ُÙˆَ Ø£َعۡÙ„َÙ…ُ بِÙ…َÙ† ضَÙ„َّ عَÙ† سَبِيلِÙ‡ِÛ¦ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø£َعۡÙ„َÙ…ُ بِٱلۡÙ…ُÙ‡ۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya:“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S An-Nahl 16: 125).
Tafsir QS. An-Nahl Ayat 125:
a.       Tafsir Al-Maraghi
Allah Ta’ala menguraikan apa yang harus diikuti oleh Rasulullah saw. dalam mengikuti Ibrahim yang diperintahkan kepada beliau:
ادْعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِالْØ­ِÙƒْÙ…َØ©ِ ÙˆَالْÙ…َÙˆْعِظَØ©ِ الْØ­َسَÙ†َØ©ِ ÙˆَجَادِÙ„ْÙ‡ُÙ…ْ بِالَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØ­ْسَÙ†
Hai Rasul, serulah orang-orang yang kamu utus kepada mereka dengan cara: menyeru kepada syari’at yang telah digariskan Allah bagi makhluk-Nya, melalui wahyu yang diberikan kepadamu; dan memberi mereka pelajaran dan peringatan yang diletakkan di dalam Kitab- Nya sebagai hujjah atas mereka, serta selalu diingatkan kepada mereka, seperti diulang-ulang dalam surat ini. Dan bantahlah mereka dengan perbantahan yang lebih baik daripada bantahan lainnya, seperti memberi maaf kepada mereka jika mereka mengotori kehormatanmu, serta bersikaplah lemah-lembut terhadap mereka dengan menyampaikan kata-kata yang baik.
Metode terbaik di dalam berdakwah dan berdebat, yaitu dengan cara yang terbaik. Itulah kewajibanmu Adapun pemberian petunjuk dan penyesatan, serta pembalasan atas keduanya, diserahkan kepada-Nya semata, bukan kepada selain-Nya. Sebab Dia lebih mengetahui tentang keadaan orang yang tidak mau meninggalkan kesesatan karena ikhtiarnya yang buruk, dan tentang ketaatan orang yang mengikuti petunjuk karena ia mempunyai kesiapan yang baik. Apa yang digariskan Allah untukmu di dalam berdakwah, itulah yang dituntut oleh hikmah, dan itu telah cukup untuk memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk, serta menghilangkan udzur orang-orang yang sesat.[6]

b.      Tafsir Al-azhar
Ayat ini adalah mengandung ajakan kepada Rasul saw. tentang  cara melancarkan da’wah, atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan di atas jalan Allah (Sabilillah). Sabilillah, atau Shirathal Mustaqim, atau Ad-Dinul Haqqu, agama yang benar. Nabi saw. memegang tampuk kepemimpinan dalam melakukan dakwah hendaklah memakai tiga macam cara atua tiga tingkat cara. Pertama, Hikmah (kebijaksanaan), yaitu dengan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada agama, atau kepada kepercayaan terhadap kepercayaan Tuhan. Contoh-contoh kebijaksanaan itu selalu  pula ditunjukkan Tuhan.
Yang kedua ialah Al-Mau’izhatul Hasanah, yang kita artikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang disampakan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil. Sebab itu termasuklah kedalam bidang “Al-Mau’izhatul Hasanah”, pendidikan ayah-bunda dalam rumah-tangga kepada anak-anaknya, yang menunjukkan contoh beragama di hadapan anak-anaknya, sehingga menjadi kehidupan mereka pula. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan.
Yang ketiga ialah “Jadilhum billati hiya ahsan”, bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Kalau terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran fikiran, yang di zaman kita ini sudah tidak dapat dielakkan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Diantaranya ialah memperbedakkan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. Misalnya seseorang yang masih kufur, belum mengerti ajaran Islam, lalu dengan sesuka hatinya saja mengeluarkan celaan kepada Islam, karena bodohnya. Orang ini wajib dibantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan fikiran yang benar, sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya disakitkan, karena cara kita membantah yang salah, mungkin dia enggan menerima kebenaran, meskipun hati kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan. Al-Qur’an sudah menegaskan bahwa dalam hal agama sekali-kali tidak ada paksaan (Al-Baqarah ayat 256). Dan diujung ayat ini dengan tegas Allah mengatakan bahwa urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang, adalah hak Allah sendiri.[7]

c.       Tafsir Ibnu Katsir
Allah berfirman menyuruh Rasul-Nya berseru kepada manusia mengajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat serta anjuran yan baik. Dan jika orang-orang itu mengajak berdebat, maka bantahlah mereka dengan cara yang baik. Allah lebih mengetahui siapa yang durhaka tersesat dari jalanNya dan siapa yang bahagia berada di dalam jalan yang lurus yang ditunjukkan oleh Alah. Maka janganlah menjadi kecil hatimu, hai Muhammad, bila ada orang-orang yang tidak mau mengikutimu dan tetap berada dalam jalan yang sesat. Tugasmu hanyalah menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Allah kepadamu dan memberi peringatan kepada mereka, sedang Allah lah yang akan menentukan dan memberi petunjuk, serta Dia-lah yang akan memminta pertanggungjawaban hamba-hambaNya kelak di hari kiamat.[8]

C.     Implementasi Metode Dalam Pendidikan
Implementasi dakwah dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam adalah  mengajak atau menganjurkan untuk melaksanakan shalat berjamaah tepat waktu, bimbingan baca tulis Al-Quran lengkap dengan penafsirannya secara sungguh-sungguh, setra mengajarkan makna nilai ketaatan, nilai kesungguhan, dan nilai kejujuran. Misalnya mengunggkapkan nilai-nilai yang terkandung pada saat mngucapkan dan melakukan bacaan yang sudah diatur dan dicontohkan dalam shalat. Untuk menyatakan kesungguhan dalam shalat perlu adanya pengucapan bacaan shalat yang benar, penghayatan, menghadirkan Allah dalam perasaan sedang shalat seolah-olah nampak berhadapan sedang memperhatikan, serta menolak pikiran-pikiran yang datang dari luar atau dalam dirinya.Sebagaimana yang diungkapkan Daradjat  makna shalat dalam hidup seorang muslim sebagai suatu ciri penting bagi orang bertakwa, orang berbahagia, dan berperan untuk menjauhkan diri dari pekerjaan jahat dan mungkar. 
Dalam kaitannya dengan hubungan sesama manusia, tercermin pada perilaku ketaatan kepada Allah Swt dalam bentuk pelaksanaan dan kewajiban dalam berbagai jenis pembinaan dan pembiasaan  dalam praktik ibadah (mengurus jenazah dan praktik ibadah haji) dan praktik tilawah. Di antaranya melaksanakan tugas membuat naskah ceramah atau pidato, tahfidz 1 juz, hafalan do’a-do’a, dan lainnya. Hal tersebut mengandung makna tujuan implementasi dakwah dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam untuk membina kepribadian sehat yaitu terciptanya hidup berdisiplin terhadap waktu dan sebagai nilai tanggung jawab.
Implementasi dakwah yang bernilai pendidikan adalah perubahan manusia seutuhnya dan perubahan eksistensial. Pendidikan harus melibatkan tubuh dan jiwa sekaligus. Halhal yang bersifat fisikal berpengaruh besar pada konsep psikologis seperti ; persepsi, kognitif, konsep diri, dan sebagainya.[9]











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jelek agar memdapat kebahagiaan diduni dan akhirat.
Bentuk bentuk metode dakwah yang terdapat dalam QS.An-Nahl ayat 125 ada tiga yaitu: al-hikmah (akal budi mulia), al-mau’idzah khasanah (bimbingan/pengajaran yang mengandung kebaikan), al-mujahadah billati hiya ahsan (membantah pendapat lawan dengan cara yang baik).
Implementasi dakwah dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam untuk membina kepribadian sehat adalah agar menjadi insan yang sehat, beriman dan bertakwa kepada Alla Swt., untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat, serta direalisasikan dalam bentuk ketaatan kepada Allah Swt., disiplin, jujur, sabar, kasih sayang, ikhlas, dan pemaaf. Metode yang dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai Islam untuk membina kepribadian sehat melalui berbagai metode yaitu; keteladanan, mauidhah hasanah atau nasihat yang baik, perhatian, kasih sayang, dan riyadhah serta teknik lainnya.
B.     Saran.
Dengan dibuatnya makalah ini dapat memberikan gambaran ketika nanti kita menjadi pendidik yang baik sesuai dengan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas, tentunya masih banyak kekuranagn dari makalah kami ini. Untuk itu kami sangat berterimakasih apabila saudara berkenan untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz14. Semarang: Toha Putra.

Bahreisy H. Salim dan H. Said Bahreisy. 1988. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Surabaya: PT. Bina Ilmu

Dewi Sadiah, Implementasi Dakwah dalam Menenemkan Nilai-nilai Pendidikan Islam untuk Membina Kepribadian Sehat, Vol.14, No.2 , 2015.

Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz Ke13-14. Jakarta: Pustaka Panjimas.

M. Munir. 2009. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.

















Biodata:
Nama   : M.Malik Nabil Ali
Tempat Tanggal Lahir : Brebes, 12 Februari 1996
Alamat : Desa Karang Malang RT.03/RW.03 Kec.Ketanggungaan Kab.Brebes
Riwayat Pendidikan   :
1.      SD N KEtANGGUNGAN 08
2.      MTs N KETANGGUNGAN
3.      SMK BINA ISLAM MANDIRI KERSANA




[1] M.Munir, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media. 2003).hlm.6-11
[2] Ibid,M.Munir, Metode Dakwah,....hlm.13
[3] Ibid,M.Munir, Metode Dakwah,....hlm.15-17
[4] Ibid,M.Munir, Metode Dakwah,....hlm.18-21
[5] Ibid,M.Munir, Metode Dakwah,....hlm.22-23
[6] Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz14. (Semarang: Toha Putra. 1992)hlm.289-291.

[7] Hamka,Tafsir Al-Azhar Juz Ke13-14. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1983)hlm.321-322
[8] Bahreisy, H. Salim dan H. Said Bahreisy. Terjmahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 4. (Surabaya: PT. Bina Ilmu.1988)hlm.610

[9] Dewi Sadiah, Implementasi Dakwah dalam Menenemkan Nilai-nilai Pendidikan Islam untuk Membina Kepribadian Sehat, Vol.14, No.2 , 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar