METODE PENDIDIKAN UNIVERSAL
"METODE DAKWAH"
M.Malik Nabil Ali
NIM. (2117346)
Kelas L
FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUTE AGAMA
ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu
mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju
mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan
dakwah yang dilakukannya, karena itu Al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah
dengan Ahsanu Qaula. Tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan
dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih pada
era globalisasi sekarang ini, di mana berbagai informasi masuk begitu cepat dan
instan yang tidak dapat dibendung lagi. Umat Islam harus dapat memilah dan
menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam.
Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah
menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan
aktifitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan
akan terus melekat dalam situasi dan kondisi, apapun bentuknya. Dakwah
Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada setiap muslim di mana saja ia
berada, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah SAW,
kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat.
B. Rumusan
Masalah.
1. Apa yang
dimaksud hakaikat metode dakwah?
2. Apa dalil
metode dakwah Qur’ani?
3. Apa
implmentasinya dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat
metode dakwah?
2. Mengetahui
dalil metode dakwah Qur’ani
3. Mengetahui
implementasi metode dakwah dalam dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metode Dakwah
Secara bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meto” (melalui) dan
“hodos” (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa merode adalah cara
atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Apabila diartikan
secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses
pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan arti dakwah menurut beberapa
pakar adalah sebagai berikut:
a.
Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan
Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.
b.
Syeh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan
dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari
perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dari pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa, metode
dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator)
kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih
sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada
suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia
atas diri manusia.
1.
Bentuk-Bentuk Metode Dakwah
Berdasarkan surat An-Nahl ayat 125 tersebut metode dakwah
itu meliputi tiga cakupan, yaitu:
a.
Al-Hikmah
Kata hikmah disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali baik
dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman”
yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan
dnegan hukum berarti mencegah dari kezaliman. Orang yang memiliki al-Hikmah
disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling
utama dari segala sesuatu. Al-hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan
dengan tepat sehingga menjadi sempurna. Menurut pendapat ini, al-hikmah termanifestasi ke dalam empat
hal: kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran dan ketajaman
pikiran. Sedangkan sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal
budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian
orang kepada agama atau Tuhan.
Ibnu qoyyim berpendapat bahwaa
pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid
dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adaalah pengetahuan tentang
kebenaran dan pegalaman, ketepatan dalam perkataaan dan pengalaman. Menurut
al-Kasysyaf-nya Zamakhsyari, al-hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia
adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau
kesamaran. Dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dalam
memilih, memilah, dan menyelaraskan tehnik dakwah dengan kondisi objektif
mad’u. Disamping itu juga al-hikmah adalah kemampuan da’i dalam menjelaskan
doktrin-doktrinIslam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan
bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem
yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.[1]
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah
penentu sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat
pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya. Hikmah adalah bekal da’i
menuju sukses. Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang mendapatkan
hikmah insya Allah juga akan berimbas kepada mad’u nya, sehingga mereka
termotivasi untuk mengubah diri dan mengamalkan apa yang disampaikan da’i
kepada mereka.[2]
b. Al-Mau’izhatul Hasanah
Secara bahasa terdiri dari dua kata,
yaitu mau’idzah yang berasal dari wa’adza-ya’idzu-wa’adzan-‘idzatan
yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, dan kata kedua
yaitu hasanah, merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya
kebaikan lawannya kejelekan.
Mau’izhatul Hasanah dapatlah
diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan,
pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat)
yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia
dan akhirat.[3]
c.
Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan
Dari segi terminologi terdapat beberapa pengertian.
Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar menukar pendapat yang dilakukan
oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya
permusuhan di antara keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi
ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara
menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat. Al-Mujdalah
merupakan tukar pendapat yang dilakuakan oleh dua pihak secara sinergis, yang
tidak melahirkan permusuhandengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang
diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
2. Sumber Metode Dakwah.
a.
Al-Qur’an.
b.
Sunnah Rosul.
c.
Sejarah hidup para Sahabat dan Fuqaha.
3.
Aplikasi Metode Dakwah Rasulullah
a. Pendekatan personal; antara da’i dan
mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima
dan biasanya reeaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung diketahui.
b. Pendekatan pendidikan; pendekatan
ini teraplikasi dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren, yayasan yang
bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat materi-materi
keislaman.
c. Pendekatan diskusi; da’i berperan
sebagai narasumber sedangkan mad’u sebagai audience. Tujuan dari diskusi ini
adalah membahas dan menemukan pemecahan semua problematika yang ada kaitannya
dengan dakwah sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan
keluarnya.
d. Pendekatan penawaran; Nabi mengajak
untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukanNya dengan yang lain. Cara ini
dilakukan Nabi dengan metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad’u ketika
meresponnya tidak dengan keadaan tertekan. Cara ini pun harus dilakukan oleh
da’i dalam mengajak mad’unya.
e. Pendekatan misi; pengiriman tenaga
para da’i ke daerah-daerah di luar tempat domisili.[5]
B. Dalil Metode Dakwah Qur’ani.
ٱدۡعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِٱلۡØِÙƒۡÙ…َØ©ِ ÙˆَٱلۡÙ…َÙˆۡعِظَØ©ِ
ٱلۡØَسَÙ†َØ©ِۖ ÙˆَجَٰدِÙ„ۡÙ‡ُÙ… بِٱلَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØۡسَÙ†ُۚ Ø¥ِÙ†َّ رَبَّÙƒَ Ù‡ُÙˆَ Ø£َعۡÙ„َÙ…ُ
بِÙ…َÙ† ضَÙ„َّ عَÙ† سَبِيلِÙ‡ِÛ¦ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø£َعۡÙ„َÙ…ُ بِٱلۡÙ…ُÙ‡ۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya:“serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Q.S An-Nahl 16: 125).
Tafsir QS. An-Nahl Ayat 125:
a. Tafsir Al-Maraghi
Allah
Ta’ala menguraikan apa yang harus diikuti oleh Rasulullah saw. dalam mengikuti
Ibrahim yang diperintahkan kepada beliau:
ادْعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِالْØِÙƒْÙ…َØ©ِ
ÙˆَالْÙ…َÙˆْعِظَØ©ِ الْØَسَÙ†َØ©ِ ÙˆَجَادِÙ„ْÙ‡ُÙ…ْ بِالَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØْسَÙ†
Hai Rasul, serulah orang-orang yang
kamu utus kepada mereka dengan cara: menyeru kepada syari’at yang telah
digariskan Allah bagi makhluk-Nya, melalui wahyu yang diberikan kepadamu; dan
memberi mereka pelajaran dan peringatan yang diletakkan di dalam Kitab- Nya
sebagai hujjah atas mereka, serta selalu diingatkan kepada
mereka, seperti diulang-ulang dalam surat ini. Dan bantahlah mereka dengan
perbantahan yang lebih baik daripada bantahan lainnya, seperti memberi maaf
kepada mereka jika mereka mengotori kehormatanmu, serta bersikaplah
lemah-lembut terhadap mereka dengan menyampaikan kata-kata yang baik.
Metode terbaik di dalam berdakwah dan
berdebat, yaitu dengan cara yang terbaik. Itulah kewajibanmu Adapun pemberian
petunjuk dan penyesatan, serta pembalasan atas keduanya, diserahkan kepada-Nya
semata, bukan kepada selain-Nya. Sebab Dia lebih mengetahui tentang keadaan orang yang tidak mau
meninggalkan kesesatan karena ikhtiarnya yang buruk, dan tentang ketaatan orang
yang mengikuti petunjuk karena ia mempunyai kesiapan yang baik. Apa yang
digariskan Allah untukmu di dalam berdakwah, itulah yang dituntut oleh hikmah,
dan itu telah cukup untuk memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti
petunjuk, serta menghilangkan udzur orang-orang yang sesat.[6]
b. Tafsir Al-azhar
Ayat ini adalah mengandung ajakan
kepada Rasul saw. tentang cara
melancarkan da’wah, atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan di atas
jalan Allah (Sabilillah). Sabilillah, atau Shirathal Mustaqim, atau Ad-Dinul
Haqqu, agama yang benar. Nabi saw. memegang tampuk kepemimpinan dalam
melakukan dakwah hendaklah memakai tiga macam cara atua tiga tingkat cara.
Pertama, Hikmah (kebijaksanaan), yaitu dengan secara bijaksana, akal budi yang
mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada
agama, atau kepada kepercayaan terhadap kepercayaan Tuhan. Contoh-contoh
kebijaksanaan itu selalu pula
ditunjukkan Tuhan.
Yang kedua ialah Al-Mau’izhatul
Hasanah, yang kita artikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang
baik, yang disampakan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak
kecil. Sebab itu termasuklah kedalam bidang “Al-Mau’izhatul Hasanah”,
pendidikan ayah-bunda dalam rumah-tangga kepada anak-anaknya, yang menunjukkan
contoh beragama di hadapan anak-anaknya, sehingga menjadi kehidupan mereka
pula. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan.
Yang ketiga ialah “Jadilhum
billati hiya ahsan”, bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Kalau
terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran fikiran, yang di zaman kita ini
sudah tidak dapat dielakkan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya.
Diantaranya ialah memperbedakkan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan
perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah.
Misalnya seseorang yang masih kufur, belum mengerti ajaran Islam, lalu dengan sesuka
hatinya saja mengeluarkan celaan kepada Islam, karena bodohnya. Orang ini wajib
dibantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan
fikiran yang benar, sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya
disakitkan, karena cara kita membantah yang salah, mungkin dia enggan menerima
kebenaran, meskipun hati kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan.
Al-Qur’an sudah menegaskan bahwa dalam hal agama sekali-kali tidak ada paksaan (Al-Baqarah
ayat 256). Dan diujung ayat ini
dengan tegas Allah mengatakan bahwa urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang, adalah hak
Allah sendiri.[7]
c. Tafsir Ibnu Katsir
Allah berfirman menyuruh Rasul-Nya berseru kepada manusia
mengajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat serta
anjuran yan baik. Dan jika orang-orang itu mengajak berdebat, maka bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Allah lebih mengetahui siapa yang durhaka
tersesat dari jalanNya dan siapa yang bahagia berada di dalam jalan yang lurus
yang ditunjukkan oleh Alah. Maka janganlah menjadi kecil hatimu, hai Muhammad,
bila ada orang-orang yang tidak mau mengikutimu dan tetap berada dalam jalan
yang sesat. Tugasmu hanyalah menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Allah
kepadamu dan memberi peringatan kepada mereka, sedang Allah lah yang akan
menentukan dan memberi petunjuk, serta Dia-lah yang akan memminta
pertanggungjawaban hamba-hambaNya kelak di hari kiamat.[8]
C. Implementasi Metode Dalam Pendidikan
Implementasi dakwah dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan Islam adalah mengajak atau
menganjurkan untuk melaksanakan shalat berjamaah tepat waktu, bimbingan baca
tulis Al-Quran lengkap dengan penafsirannya secara sungguh-sungguh, setra
mengajarkan makna nilai ketaatan, nilai kesungguhan, dan nilai kejujuran. Misalnya
mengunggkapkan nilai-nilai yang terkandung pada saat mngucapkan dan melakukan bacaan yang sudah diatur dan dicontohkan
dalam shalat. Untuk menyatakan kesungguhan dalam shalat perlu adanya pengucapan
bacaan shalat yang benar, penghayatan, menghadirkan Allah dalam perasaan sedang
shalat seolah-olah nampak berhadapan sedang memperhatikan, serta menolak
pikiran-pikiran yang datang dari luar atau dalam dirinya.Sebagaimana yang
diungkapkan Daradjat makna shalat dalam
hidup seorang muslim sebagai suatu ciri penting bagi orang bertakwa, orang
berbahagia, dan berperan untuk menjauhkan diri dari pekerjaan jahat dan
mungkar.
Dalam kaitannya dengan hubungan sesama manusia, tercermin pada
perilaku ketaatan kepada Allah Swt dalam bentuk pelaksanaan dan kewajiban dalam
berbagai jenis pembinaan dan pembiasaan dalam praktik ibadah (mengurus jenazah dan praktik ibadah haji) dan
praktik tilawah. Di antaranya melaksanakan tugas membuat naskah ceramah atau
pidato, tahfidz 1 juz, hafalan do’a-do’a, dan lainnya. Hal tersebut mengandung makna tujuan implementasi
dakwah dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam untuk membina kepribadian
sehat yaitu terciptanya hidup berdisiplin terhadap waktu dan sebagai nilai
tanggung jawab.
Implementasi dakwah yang bernilai pendidikan adalah perubahan
manusia seutuhnya dan perubahan eksistensial. Pendidikan harus melibatkan tubuh
dan jiwa sekaligus. Halhal yang bersifat fisikal berpengaruh besar pada konsep
psikologis seperti ; persepsi, kognitif, konsep diri, dan sebagainya.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Dakwah adalah mengajak manusia untuk
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh berbuat baik dan melarang
berbuat jelek agar memdapat kebahagiaan diduni dan akhirat.
Bentuk bentuk metode dakwah yang terdapat
dalam QS.An-Nahl ayat 125 ada tiga yaitu: al-hikmah (akal budi mulia),
al-mau’idzah khasanah (bimbingan/pengajaran yang mengandung kebaikan),
al-mujahadah billati hiya ahsan (membantah pendapat lawan dengan cara yang baik).
Implementasi dakwah dalam menanamkan
nilai-nilai pendidikan Islam untuk membina kepribadian sehat adalah agar
menjadi insan yang sehat, beriman dan bertakwa kepada Alla Swt., untuk mencapai
keselamatan dunia dan akhirat, serta direalisasikan dalam bentuk ketaatan
kepada Allah Swt., disiplin, jujur, sabar, kasih sayang, ikhlas, dan pemaaf.
Metode yang dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai Islam untuk membina
kepribadian sehat melalui berbagai metode yaitu; keteladanan, mauidhah hasanah
atau nasihat yang baik, perhatian, kasih sayang, dan riyadhah serta teknik
lainnya.
B.
Saran.
Dengan dibuatnya makalah ini
dapat memberikan gambaran ketika nanti kita menjadi pendidik yang baik sesuai
dengan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas, tentunya masih banyak
kekuranagn dari makalah kami ini. Untuk
itu kami sangat berterimakasih apabila saudara berkenan untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Musthafa. 1992. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi juz14. Semarang: Toha Putra.
Bahreisy H.
Salim
dan H. Said Bahreisy. 1988. Terjemah
Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Dewi Sadiah, Implementasi Dakwah dalam
Menenemkan Nilai-nilai Pendidikan Islam untuk Membina Kepribadian Sehat, Vol.14,
No.2 , 2015.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar
Juz Ke13-14. Jakarta: Pustaka Panjimas.
M.
Munir. 2009. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Biodata:
Nama : M.Malik
Nabil Ali
Tempat Tanggal Lahir
: Brebes, 12 Februari 1996
Alamat : Desa
Karang Malang RT.03/RW.03 Kec.Ketanggungaan Kab.Brebes
Riwayat Pendidikan :
1. SD N
KEtANGGUNGAN 08
2. MTs N
KETANGGUNGAN
3. SMK BINA ISLAM
MANDIRI KERSANA
[2] Ibid,M.Munir, Metode Dakwah,....hlm.13
[3] Ibid,M.Munir, Metode Dakwah,....hlm.15-17
[6]
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa.
Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz14. (Semarang:
Toha Putra. 1992)hlm.289-291.
[8] Bahreisy, H.
Salim dan H. Said Bahreisy. Terjmahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 4.
(Surabaya: PT. Bina Ilmu.1988)hlm.610
[9] Dewi Sadiah, Implementasi Dakwah dalam Menenemkan Nilai-nilai Pendidikan
Islam untuk Membina Kepribadian Sehat, Vol.14, No.2 , 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar