Laman

new post

zzz

Jumat, 16 Desember 2011

ilmu akhlak (11) kelas H

MAZHAB - MAZHAB  ETIKA
 








Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas:
Mata Kuliah   :   Ilmu Akhlak
Dosen Pengampu  :   Bapak Ghufron Dimyati, M.S.I
 
Disusun Oleh:
1.       Nur Kuaitin                               2021 111 370
2.       Rusda Khairiyah                        2021 111 371
3.       Anisa Nur Idatul Fitri                 2021 111 372
4.       M. Rifqi Ariffudin                       2021 111 373
5.       Arma Indah Fatmawati               2021 111 374
 
Kelas : H
 
 
 
 
 
TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011/2012
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
 
Dalam mazhab ini terdapat perbedaan-perbedaan  etika ataupun norma kaidah tersebut dalam kehidupan manusia. Dalam bab ini kami hanya menjelaskan tentang mazhab-mazhab secara terperinci. Dan kami juga membatasi diri dengan halnya memperkenalkan beberapa pandangan tentang mazhab etika yang dimana pernah dikemukakan sebelumnya dan berpengaruh hingga zaman sekarang begitu juga dengan generasi penerus yang akan datang. 
Mazhab etika atau norma ini dipandangan sebagai ilmu yang menilai tentang pandangan kehidupan seseorang serta tujuan hidup manusia.
Maka dari itu, disinilah kita bisa mengetahui mazhab-mazhab etika.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.     HEDONISME
1.      Pengertian Hedonisme
 
            Kata hedonisme bersal dari kata hedonismos (Yunani), yang berasal dari kata hedone, yang berarti kenikmatan dan kesenangan, yang muncul istilah “hedonisme”.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan hidup. Bagi penganut paham ini bersenang-senang, berpesta-pora,dan plesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa inign menikmati hidup senikmat-nikmatnya. Didalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.            Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan,”Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati”.
            Disini salah seorang tokoh hedonisme adalah Aristippos (433-355 SM), seorang filsuf Yunani. Aristippos mengatakan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Selanjutnya, Epikuros (341-270 SM) menyatakan bahwa keinginan manusia untuk mencari kesenangan adalah hal yang wajar.akan tetapi, walaupun Aristippos menjunjung tinggi kesenangan, dia sendiri membatasi kesenangan itu dengan pengendalian diri. Demikian juga halnya dengan Epikuros. Epikoros menganjurkan untuk mendapatkan kesenangan itu dengan kesederhanaan, kebijaksanaan. Dan ketentraman.
 
2.      Kelemahan Hedonisme
            Kelemahan dari madzab hedonisme diantaranya yaitu:
a.      Bahwa setiap tingkah laku manusia adalah untuk mencari kesenangan pribadinya.
b.      Hedonisme dalam memandang bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang kita senangi. Namun, baik-buruk, terpuji-tercela tergantung pada selera atau perasaan individu.[1]
c.        Penganut paham ini akan selalu membanggakan kenikmatan/kebahagian dunia yang dimilikinya.
d.      Paham ini seba individual dan tidak menyentuh tatanan sosial dalam pembahasanya, hedonisme akan mndorong manusia untuk memenuhi kesenangan yang bersifat individual, dia akan lebih memperioritaskan kesenangan dirinya dibandingan kesenangan yang lain.
e.      Tidak ada arti utama dan rendah, baik atau buruk kecuali bila diperhatikan hubungan diantara manusia satu dengan lainnya, atau dengan kata lain bila perseorangan itu sbagai anggota masyarakat.[2]
 
B.      DESISIONISME
1.      Pengertian Desisionisme
            Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, dewasa ini dalam berbagai teknik untuk membuat keputusan. Dalam membuat keputusan, orang dapat berpegang pada norma tertentu, misalnya norma etis atau norma keagamaan. Orang dalam membuat keputusan hanya berpegang pada pilihan bebas pribadi saja mengikuti ajaran etis yang dikenal dengan nama desisionisme. Menurut istilah, desisionisme berasal dari kata Latin decisio atau kata Inggris decision, yang berarti ‘keputusan’. Desisionisme adalah pandangan etis yang berpendapat bahwa keputusan etis hanyalah masalah pemilihan bebas, dan tidak memerlukan norma atau kriteria apapun.
            Desisionisme tak mengenal kata “jangan” dalam hal apapun. Karena tidak mengacu kepada norma etis atau agama tertentu, orang yang membuat keputusan berdasarkan ajaran desisionisme tidak mengenal istilah “salah” atau “dosa”. Yang ada dan dimengerti adalah “cocok”, ”tepat”, atau “sesuai”. berdasarkan pilihan bebas , keputusan itu bersifat subyektif.
 
1.      Keunggulan  Desisionisme
Yaitu Unsur keberanian pada waktu mengambil keputusan dan keberanian untuk menanggung konsekuensinya. Setiap keputusan membawa resiko, keputusan yang mempertimbangkan segala unsur dan dibuat masak-masak pun tak terhindar dari resiko, untuk menghadapi itu tak akan terjadi tanpa adanya suatu keberanian. Namaun, bagaimana pun juga, keberanian merupakan unsur positif pada desisionisme.
 
2.      Kelemahan Desisionisme
Disini kelemahan desisionisme bersumber dari prinsipnya sendiri. Desisionisme waktu memutuskan hanya bersandar pada pilihan pribadi bebas, diantaranya:
1.      Hasil keputusan semacam ini tak seimbang karena banyak unsur lain yang tersangkut dalam keputusan tidak dipertimbangkan.
2.      Hasil keputusan yang tidak seimbang memiliki kemungkinan besar untuk ditolak oleh orang-orang yang bersangkutan. Keputusan yang tidak diterima sulit dilaksanakan.
3.      Dalam hidup dan kegiataan manusia entah sadar atau tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor.
4.      Manusia adalah makhluk yang berkepentingan pribadi, apaun bentuknya. Keputusan yang bersandr pada pilihan bebas mau tak mau dipengaruhi oleh kepentingan pribadi. Kecuali tidak bebas lagi, keputusan yang dipengaruhi oleh kepentingan pribadi cenderung untuk memihak pada kepentingan pribadi itu.
 
            Keputusan merupakan kegiatan penting dalam hidup manusia. Mutu keputusan mempengaruhi hidup dan pribadi manusia. Dalam pembahasan desisionisme ini menjadi penting dan berguna sebagi contoh pengambilan keputusan yang perlu dilengkapi pertimbangannya. Keputusan yang tidak lengkap pertimbangnya jelas membawa akibat yang tidak hanya tidak lengkap, tetapi juga negatif.
  
C.      INDIVIDUALISME
1.      Pengertian Individualisme
 
            Dari berbagai ajaran dan doktrin yang menekankan perorangan atau pribadi. Ajaran atau doktrin itu disebut individualisme. Nama itu sesuai dengar arti kata asalnya. Individualisme berasal dari kata Latin individuus, yang dalam kata sifatnya menjadi individualis. Kata indiduus dan individualis berarti ‘perorangan’,’pribadi’,dan’bersifat perorangan,pribadi’.
            Menurut individualisme perorangan memiliki kedudukan utama dan kepentingannya merupakan urusan yang tertinggi. Setiap orang itu berharga. Setiap orang merupakan pribadi yang otonom,berdiri sendiri. Setiap orang berhak menjadi diri sendiri. Untuk itu setiap orang berhak mempergunakan kebebasan dan inisiatifnya. Untuk mencapai kepenuhan diri, setiap orang perlu dijaga dan dilindungi kepentingannya.
Diterapkan dalam etika, individualisme berpendirian bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan. Normanya adalah kepentingan pribadi perorangan. Tujuannya adalah menjaga dan mengembangkan pribadi perorangan dan kepentingannya. Cara yang ditempuh adalah memberi kebebasan sebesar-besarnya kepada setiap orang dan menyediakan ruang yang seluas-luasnya untuk inisiatifnya dalam perkara pribadi, sosial, ekonomi, politik, agama.
 
1.      Kelemahan Individualisme
            Yaitu konsep tentang manusia. Seperti yang sudah dijelaskan, individualisme terlalu menekankan tinggi kedudukan pribadi dan perorangan dengan mengabaikan unsur sosialnya (kepentingan bersama). Karena itu, masyarakat tidak perlu dipertimbangkan dalam perbuatan etis. Begitu juga segala pedoman, peraturan, dan hukum yang ada padanya. Untuk keluar dari kemelut dan menemukan kembali keseimbangan pandangan dan sikap, individualisme perlu meninjaunya dengan meneliti hakikat kesosilan manusia. Manusia bersifat sosial tidak hanya karena kebetulan, tetapi karena kodratnya. Untuk hidup dan mencapai kepenuhannya, manusia memerlukan orang lain (sesamanya). Maka dari itu terciptanya keseimbangan antara pengembangan pribadi serta kepentingan sesamanya.
Keseimbangan antara perorangan dan kelompok, antara kepentingan pribadi perorangan dan kepentingan bersama dalam masyarakat merupakan hal yang tak mudah untuk dijaga. Ketidakmampuan menjaga keseimbangan itu mengakibatkan orang terlalu menekankan pribadi perorangan dan kepentingannya dengan mengabaikan kelompok, atau sebaliknya. Terlalu mengutamakan kelompok dan kepentingannya dengan mengorbankan pribadi perorangan.[3]             
 
D.     MORALISME
1.      Pengertian Moralisme
 
            Moral berasal dari bahasa Latin mores, yang berarti ‘akhlak', ’tabiat’, ‘kelakuan’, ‘cara hidup’, ‘adat istiadat’ (yang baik). Dari kata itu terbentuk kata “moralis”, yang artinya ‘berkaitan dengan akhlak, tabiat, kelakuan’. Dari sini tirun kata “moral”.
Kata ini dipergunakan untuk menyebut baik-buruknya manusia sebagai manusia dalam hal sikap perilaku, tindak tanduk, dan perbuatannya. Dipandang dari segi moral, dapat terjadi bahwa seseorang dari segi tertentu baik, tetapi dari segi moral buruk. Misalnya, si A sebagai tukang kayu bagus, hasil kerjanya mengikuti mode, artisik, kuat, dan tahan lama. Akan tetapi, sebagai manusia dari segi moral tidak sebab dia suka tidak juur dengan keuangan. Jika diminta membeli material, dia selalu menambahkan harga. Sebaliknya, B dari segi manusia secara moral baik, jujur, setia, adil, penuh cinta kasih. Akan tetapi, sebagai pekerja ia tidak baik karena lambat, untuk menyelesaikan tugasnya, ia memakan waktu lebih lama yang diperlukan dan hasilnya selalu saja ada kekurangannya.
            Dari kata “moral” yang menjadi kata untuk menilai manusia sebagai manusia itu, kita mendapat kata benda “moralitas”, yang berarti mutu baik-buruknya manusia sebagai manusia. Untuk mengukur mutu manusia sebagai manusia itu dipergunakan norma atau patokan moral. Tolak ukur untuk menetapkan baik-buruknya sikap, tindak tanduk, dan perbuatan manusia. Setelah membedakan tiga istilah: etiket, etika, dan moral itu, kita berbicara tentang aliran atau sikap moral yang disebut moralisme.
            Moralisme berasal dari kata “moral” dan imbuhan “isme”. Moralitas merupakan bagian penting dalam hidup manusia. Dengan moralitas, mutu manusia sebagai manusia dipertaruhkan. Moralitas rendah membuat mutu manusia rendah. Moralitas tinggi menjadikan mutu manusia tinggi. Pengembangan dan pendidikan moralitas dapat membawa dampak bagi peningkatan mutu kehidupan manusia. Akan tetapi, moralitas bukan merupakan keseluruhan kehidupan manusia. Para penganut aliran ini memandang dan memikirkan hidup dan perbuatan hanya dari segi moralitas.
 
2.      Kelemahan Moralitas      
            Kelemahan dari madzhab moralitas diantaranya, yaitu:
a.      Terlalu cepat menawarkan norma, patokan, dan petunjuk moral sebagai pemecahan suatu masalah sebelum diselidiki perkaranya dan dicari penyelesaiannnya sesuai dengan duduk perkaranya. 
b.      Menerapkan kaidah moral secara ketat, berlebihan, dan tidak pada tempatnya pada bidang hidup terutama dibidang seni dan politik.
            Petunjuk moralitas yang terlalu cepat diberikan sebelum duduk perkaranya diselidiki banyak terjadi dalam hidup keluarga, masyarakat, dan bernegara. Misalnya, dua orang anak bertengkar. Sebelum mendengar dari kedua anak itu apa yang menjadi sebab pertengkaran, orang tua sudah memberi nasihat moralistis. “kamu kan bersaudara,”kata orang tua itu, ”kamu harus rukun. Sebagai orang tua kami malu bila mempunyai anak yang tidak rukun.”
Moralisme pemecahan masalah lewat nasihat, petuah, pengarahan moralistis dapat meredakan suasana dan masalah, baik secara langkah awal untuk memecahkannya.            Moralisme bukan sikap melawan paham prinsip moral segala cara menghalalkan tujuan, yaitu paham yang berpendirian bahwa segala jalan dan sarana juga yang jahat, misalnya, dengan membunuh orang adalah halal, asal tujuan tercapai. Moralisme adalah penerapan salah satu kaidah moral dalam hal yang memiliki unsur atau seginya tersendiri dan tidak begitu saja dapat dinilai melalui berdasarkan kaidah moral.
            Dalam hidup moral yang diperlukan adalah sikap terbuka, rela, mau melihat hal apa adanya dari segala segi yaitu:
a.      Sikap progresif, mau dan mampu mengikuti perkembngan zaman tanpa hanyut didalamnya.
b.      Sikap antisipatif, mau dan sabar menunggu hasil perkembangan perkara dan tidak mengadili sebelum waktunya.
c.       Sikap inovatif, mau terlibat dalam perciptaan dan pembaharuan hidup sehingga tidak sekedar melihat dan mengkritik, tetapi melihat duduk perkaranya, melihat segi positif dan negatifnya. Dan bersedia mengembangkan segi positif dan mengurangi, bahkan menghilangkan segi negatifnya.
BAB III
PENUTUP
 
Hedonisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa yang baik adalah yang dapat memuaskan keinginan manusia dan yang meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan itu, yang dimana merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
 Desisionisme adalah pandangan etis yang berpendapat bahwa keputusan etis hanyalah masalah pemiligan bebas, dan tidak memerlukan norm atau kriteria apapun.
Individualisme adalah suatu sikap yang berpendirian bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan tersebut. yang memprioritaskan kehidupan pribadi daripada kehidupan bersama.
Moralisme adalah penerapan salah satu kaidah moral dalam hal yang memiliki unsur atau segi tersendiri dan tidak begitu saja dapat dinilai, melalui berdasarkan kaidah moral tersebut.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Amin, Ahmad. 1995. Etika(ilmu akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Mangunhardjana. A. 1997. Isme-Isme dalam Etika: dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius
 
 
 


[1] http://www.docstoc.com/docs/48717590/Pengantar-Hedonisme/akses 09/12/2011
[2] Ahmad Amin. 1995. Etika(ilmu akhlak). Jakarta: Bulan Bintang. Hal 96
[3] A. Mangunhardjana. 1997. Isme-Isme dalam Etika: dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius. Hal 107-109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar