MAKALAH
RUMAH TANGGA PENUH KASIH SAYANG
Mata kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun oleh:
ANNISA ROSIANA
202 109 243
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2012
PENDAHULUAN
Akhlak merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat mendasar dan vital. Hal ini dibuktikan dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka bumi ini yang tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. akhlak yang mulia bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun bagi seluruh manusia. Dan tentunya, ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala ketenteraman kehidupan pun ada.
Akhlakul karimah dalam kehidupan adalah sebagai buah dari satu-satunya latar belakang diciptakannya manusia, yaitu untuk beribadah (menyembah) kepada Allah swt. Karena akhlakul karimah merupakan cermin dari berbagai aktivitas ibadah kepada Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini maka ibadah hanyalah sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki nilai dan manfaat apa-apa.
PEMBAHASAN
A. HADITS
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ الْجَدَلِيُّ قُلْتُ لِعَائِشَةَ كَيْفَ كَانَ خُلْقُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَهْلِهِ قَالَتْ: (كَانَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا وَلاَ سَخَّبًا بِا ْلاَسْوَاقِ وَلاَ يُخْزِئُ بِالسَّيِّئَةِ مِثْلَهَا وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ) (رواه احمد فى المسند, باقى مسند الأنصار)
B. TARJAMAH
Abi `Abdullah al Jadali berkat, Aku bertanya kepada Aisyah. Bagaimana Akhlak Rasulullah didalam keluarganya?, Aisyah menjawab : ”Rasulullah bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan”.
C. MUFRODAT
Keji :فَاحِشًا
Berteriak keras :سَخَّبًا
Di pasar: بِا ْلاَسْوَاقِ
memaafkan :َكِنْ يَعْفُو
D. BIOGRAFI PERAWI
Nama aslinya adalah 'Abdun ibn 'Abdun. Ada pula yang mengatakan nama aslinya adalah 'Abdurahman ibn 'Abdun. Dalam kitab Al-Mizan, adz-Dzahabi berkata: "Ia Syi'ah ekstrim. Menurut al-Jauzjani, ia memiliki riwayat pilihan, dan Imam Ahmad memandang dia sebagai orang tsiqat.
kehidupan Abu 'Abdullah, nyatalah bahwa tak seorang pun ulama hadits yang menuduhnya sebagai pendusta. Karena itulah, Imam Ahmad memandang dia tsiqat. Demikian pula Ibn Mu'in, Ibn Hibban dan al-'Ajli. Sebagian ashabus-Sunan pun meriwayatkan haditsnya.[1]
E. KETERANGAN HADITS
Orang yang baik budi pekertinya yaitu manusia yang paling sempurna dan sifat-sifatnya, kebagusanyaa dan meliputi keseluruhannya dan Allah memuji kepadanya.
Dalam keterangan dalam kitabAl-Madahah keagungan yang dikenal dengan makhluk yang agung dengan tidak ada bandingan dengan makhluk yang lainnya, dan kemulyaan budi pekrti itu tidak akan muncul dari kesempurnaan akal. Sesungguhnya orang yang tidak akan menyia-nyiakan omonganya melalui hadist yang sempurna, bahkan pendapat imam muslim itu ditetapkan seperti dia memerintahkan tentang sholat dan dia sedang didalam rumah, diperintah untuk menyapu dihalaman rumahnya maka Rasulpun mengerjakanya dan Rosul mengerjakan shalat berjamaah. Demikian dalam kitab shohibul Muslim.[2]
F. ASPEK TARBAWI
Akal dan nurani seorang setiap manusia dapat dilihat melalui kelakuan yang biasa ia tampakkan dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang.
Penting dalam islam para anggota keluarga untuk saling menunjukkan akhlak yang baik, dan saling memperlakukan dengan penuh kasih sayang. ini merupakan bentuk ibadah yang paling bernilai tinggi.[3]
Akhlak dalam rumah tangga sepasang suami-istri selayaknya berbicara satu sama lain dengan penuh cinta, kasih sayang, dan semangat, serta kata-kata mereka seharusnya penuh dengan manifestasi pemahaman, kebijakan, kesadaran, dan keadilan. Sehingga, Apabila apa yang dikatakan bernuansa Iilahiah, apabila kebijakan yang dibuat adalah tepat, apabila apa yang dikatakan mudah dipahami dan bernuansa kelembutan, maka semua itu dapat memberkati kehidupan dengan cinta, kebahagiaan, kehangatan, dan kemantapan.[4]
Akan tetapi, Suami istri kadang-kadang saling menganiaya. sang istri mungkin melakukan kesalahan dalam tugas-tugas rumah tangganya, begitu sebaliknya suami juga mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dalam menangani urusan-urusan keluarga.Secara moral, wajib bagi suami istri untuk saling memaafkan. Dalam persoalan-persoalan demikian, keangkuhan, egoisme, dan tidak menghargai pihak lain, serta tidak mematuhi perintah-perintah Allah adalah tidak benar. Islam mengajarkan untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunngu permohonan maaf dari yang bersalah. karna Allah maha maha pemaaf dan mencintai orang-orang yang memaafkan.
Dunia ini adalah alam sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau bahkan hewan dan tumbuhan untuk dapat saling berinteraksi dengan baik. Dan itulah urgensi dari akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat melahirkan kehidupan sosial yang tenteram. Akhlak Islami bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, sifatnya tetap (tidak berubah-ubah) dan ia berlaku untuk selamanya-lamanya.[5]
Jika kita membangun hubungan mu’amalah dan sikap terhadap manusia atas dasar akhlak-akhlak yang terpuji, niscaya melihat sambutan yang hangat dari mereka.
PENUTUP
Aqidah yang kuat merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan Islam. Kemudian syariah dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan membuatnya semakin rimbun, tampak subur, teduh dan kian menjulang. Sementara akhlak adalah buah yang akan dihasilkan oleh pohon yang berakarkan aqidah serta bercabang syariah dan berdaun ibadah. Pohon yang baik, tentunya akan menghasilkan buah yang baik. Maka aqidah, syariah serta ibadah yang mantab tentunya akan menghasilkan akhlak yang mantab pula, yaitu akhlakul karimah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Manawi. Faidhul Qodir.2003.Beirut:Muktabah mashor
Husayn An Sarian.2000.Membangun keluarga yang dicintai allah.Jakarta:Pustaka
Zahra.