Laman

new post

zzz

Jumat, 30 Maret 2012

E7-40 Laila Fitriani


MAKALAH
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN PENCIPTANYA
Disusun guna memenuhi tugas :
Mata kuliah :   Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu :      M. Hufron. M.S.I
stain-pekalongan








Disusun Oleh:
Laila Fitriani
                                          2021110225
Kelas E

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN

            Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah Swt, yang senantiasa memberi kenikmatan iman, islam, dan ihsan serta nikmat kesehatan dan kesempatan. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
            Iman, islam dan ihsan. Mungkin anda sudah mengetahui arti dari kata-kata tersebut. Dan dalam makalah ini saya akan memberikan penjelasan tentang Iman, Islam dan Ihsan dari Haditsnya. Hadits yang dituliskan dalam makalah ini tentang pertanyaan malaikat Jibril kepada Nabi Saw, mengenai Iman, Islam dan Ihsan itu.
            Dalam bab ini akan dijelaskan pula perihal keterangan Nabi Saw. Kepada Jibril a.s, lalu beliau Saw, bersabda bahwa kedatangan Jibril as, itu adalah perlu mengajarkan soal-soal keagamaan kepadamu semua yakni para sahabat dan umumnya umat islam. Jadi seluruhnya dimasukkan dalam ajaran agama, demikian pula uraian yang terjadi antara Nabi Saw, kepada tamu Abdul Qais itu termasuk keimanan pula.













BAB II
PEMBAHASAN

A.  HADITS

عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم بارزا يوماللناس، فأتاه رجل فقال ما الايمان؟ قال:(الايمان ان تؤمن با لله و ملائكته وبلقا ئه ورسوله وتؤمن بالبعث) قال: ماالاسلام؟ قال : (الاسلام: أن تعبدالله ولاتشرك به، وتقيم الصلاة، وتودي الزكاة المفروضة، وتصوم رمضان) قال: ماالاحسان؟قال: (أن تعبدالله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك ). قال: متى الساعة؟ قال: ( ماالمسؤول عنهابأعلم من السائل, وسأخبرك عن أشراطها: إذاولدت الأمة ربها، ؤإذا تطاول رعاةالإبل البهم في البنيان، في خمس لايعلمهن إلاالله).ثم تلاالنبي صلى الله عليه وسلم: (إن الله عنده علم الساعةِ) الآية، ثم أدبر، فقال: (ردوه). فلم يرواشيئا، فقال: (هذاجبريل، جاء يعلم الناس ديبهم)
  

B.  TERJEMAHAN
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Pada suatu hari ketika Nabi Muhammad Saw. Tengah bersama para sahabatnya, datang seseorang yang bertanya, “Apakah iman itu?” Rasulullah Saw, menjawab, “iman adalah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, pertemuan dengan-Nya, para rasul-Nya, dan hari kiamat.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah islam itu?” Rasulullah Saw, menjawab, “menyembah Allah yang Esa, mendirirkan sholat, membayar zakat, dan mengerjakan puasa selama bulan Ramadhan. Laki-laki itu bertanya lebih jauh. “Apa yang dimaksud ihsan?” Rasulullah Saw, menjawab, “beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya dan seandainya engkau tidak bisa mencapai keadaan itu, engkau harus yakin bahwa dia melihatmu.” Kemudian ia bertanya lebih jauh, “Kapan datangnya hari kiamat?” Rasulullah Saw, menjawab, “pengetahuan yang memberikan jawaban tidak lebih banyak dari yang memberikan pertanyaan. Tetapi akan kuberi tahu tanda-tandanya:
1.    Ketika seorang budak perempuan melahirkan anak majikannya.
2.    Ketika para penggembala unta-unta hitam mulai bersaing dengan yang lainnya diatas konstruksi gedung-gedung yang tinggi.
Dan hari kiamat adalah satu dari lima hal yang diketahui Allah Swt.”
Nabi Muhammad Saw, kemudian membacakan ayat, “sungguh! Hanya pada Allah ilmu tentang kiamat. Dialah yang menurunkan hujan dan yang mengetahui apa yang ada di dalam kandungan. Tiada seorang pun yang tahu apa perolehannya esok hari. Dan tiada seorang pun yang tahu di negeri mana ia akan mati. Sungguh, Allah maha mengetahui, Maha mengenal (segala sesuatu)” (QS Luqman [31]: 34). Kemudian lelaki itu pergi dan Nabi Muhammad Saw, meminta sahabat-sahabatnya untuk memanggilnya kembali, namun mereka tidak melihatnya. Nabi Muhammad Saw, bersabda, “Dia adalah Jibril, yang datang kemari untuk memberikan pengajaran agama terhadap para pemeluknya.”[1]


C.  MUFRODAT
Indonesia
Arab
iman adalah percaya kepada Allah
الايمان ان تؤمن با لله
para malaikat-Nya
و ملائكته
pertemuan dengan-Nya
وبلقا ئه
para rasul-Nya
ورسوله
dan hari kiamat
وتؤمن بالبعث
Islam itu adalah menyembah Allah
الاسلام: أن تعبدالله
mendirirkan sholat
وتقيم الصلاة
membayar zakat
وتودي الزكاة
puasa selama bulan Ramadhan
وتصوم رمضان
Ihsan
الاحسان
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya
أن تعبدالله كأنك تراه


D.  BIOGRAFI ABU HURAIRAH
Abu Hurairah adalah Abd ar-Rahman ibn Sakhr (Abdullah ibn Sakhr) ad-Dausy at-Tammy. Beliau lahir tahuun 21 sebelum Hijrah atau 602 M.
Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai nama beliau ini. Demikian pula tentang nama ayahnya. Beliau sendiri menerangkan bahwa dimasa Jahiliyah beliau bernama Abu Syams. Setelah memeluk islam, beliau diberi nama oleh Nabi saw. Dengan Abd ar-Rahman atau Abdullah, ibunya bernama Maimunah, yang memeluk Islam berkat seruan Nabi saw.
Abu Hurairah datang ke Madinah pada tahun Khaibar yakni pada tahun Muharram tahun 7 H,. lalu memeluk agama islam. Beliau menetap beserta Nabi saw. Dan menjadi ketua jamaah Ahlus Suffah. Karena inilah beliau mendengar hadits dari Nabi saw.
Menurut pentahqiqan Baqy ibn Makhlad, seperti yang dikutip oleh Ibnu Dausy, beliau meriwayatkan hadits sejumlah 5.374 hadits, menurut Al-Kirmany 5.364 hadits. Dari jumlah tersebut 325 hadits disepakati oleh Al-Bukhary dan Muslim. Al-Bukhary sendiri meriwayatkan 93 hadits dan Muslim sendiri sejumlah 189 hadits.
Abu Hurairah meriwayatkan hadits dari Nabi saw. Sendiri dan dari shahaby, di antaranya ialah Abu Bakar, Umar al-Fadhel ibn Abbas ibn Abdil Munthathalib, ‘Ubay ibn Ka’ab, Usamah ibn Zaid, Aisyah.
Hadits-haditsnya banyak diriwayatkan oleh sahabat dan tabi’in. Diantara para sahabatnya ialah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas, Watsillah ibn al-Asqa’, Jabir ibn Abdullah al-Anshary. Para tabi’in besar ialah Marwan ibn Al-Hakam, Said ibn al-Musayyab, Urwah ibn Az-Zubair, Sulaiman al-Asyja’y al-Aghr, Abu Muslim, dan lain-lain.
Lebih dari 800 perawi menerima hadits dari baliau.
Asy-Syafi’y berkata,”Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menghafal hadits dimasanya.”
Disebutkan dalam Ash-Shahih bahwa Abu Hurairah berkata, “Ya Rasulullah, saya mendengar banyak hadits dari Tuan, tetapi saya banyak lupa. Mendengar itu Nabi saw. Bersabda, “Hamparkan selimutmu.” Maka Nabi saw. Mengambil kain itu dengan tangannya. Kemudian Nabi saw, berkata, “Berselimutlah!” selanjutnya Abu Hurairah berkata, “Maka saya pun berselimut. Setelah itu saya tidak pernah lupa sesuatu yang saya dengar dari Nabi saw.”
Abu Hurairah pernah menjadi gubernur Madinah, dan pada masa pemerintahan Umar, beliau diangkat menjadi Gubernur di Bahrain, kemudian beliau diberhentikan. Beliau meninggal di Madinah pada tahun 59 H.= 679 M.[2]



E.   KETERANGAN HADITS
Pada suatu hari, Nabi berada ditengah-tengah sahabatnya didalam masjid, maka datanglah seorang malaikat dalam rupa seorang laki-laki. Sesudah dia bersalam, diapun bertanya dengan menyebut nama Nabi sendiri, Hai Muhammad, katanya.
Apakah hal-hal yang dipautkan dengan iman itu?
Iman, menurut bahasa, ialah: tashdiq = membenarkan. Pada istilah sebagian ahli ilmu, ialah: “tash-diequr Rasuli fie ma ja-a bihi ‘an Rabbi = membenarkan Rasul tentang apa yang beliau datangkan dari Tuhannya”.
Golongan Hanafiyah, atau golong Maturidiyah berkata: “iman itu, membenarkan dengan hati dan mengucapkan dengan lidah”.
Ar-Raghib Al-Ashfahani berkata: “iman itu, terkadang-kadang dipakai menjadi nama bagi syari’at yang Muhammad Saw, datangkan, dan disifatkan dengan iman (dikatakan mu’min) segala orang yang masuk kedalam syari’at Muhammad, serta mengakui akan Allah dan akan kenabian Muhammad Saw. Dan terkadang-kadang iman itu dipergunakan untuk arti: “tunduk jiwa kepada kebenaran atas jalan membenarkannya”. Yang demikian itu adalah dengan berkumpul tiga perkara ini:
a.    Membenarkan dengan hati.
b.    Mengakui dengan lidah.
c.    Mengerjakan apa yang dibenarkan dan yang diakui itu, dengan anggota.
Nabi telah menerangkan dalam hadits Jibril ini pokok-pokok iman, bahwa perkara-perkara yang dipautkan dengan iman, ada lima perkara, yaitu:
a)      Meng-imani adanya Allah, meng-imani sifat-sifat yang wajib bagi-Nya.
Walaupun pertanyaan Jibril dihadapkan kepada haqiqat iman, namun Nabi mengetahui bahwa yang ditanyakan itu, bukanlah haqiqat iman, hanya hal-hal yang berpautan dengan iman. Andaikata yang ditanyakan itu haqiqat iman, tentulah Nabi menjawab: Iman itu, ialah mengaku (membenarkan).
b)      Meng-imani adanya malaikat Allah, yaitu: “tubuh-tubuh yang disandarkan kepada alam atas yang bersifat cahaya yang dapat membentuk dirinya dengan bentuk-bentuk yang dikehendaki”.
Demikian menurut pendapat golongan muta-akhkhirin. Para ulama salaf tidak memperkatakan hakikat malaikat.[3] Dikehendaki dengan meng-imani malaikat, meng-imani bahwa malaikat itu, ada.
c).   Meng-imani bahwa kita akan menjumpai Allah di hari kesudah atau akan melihat-Nya di akhirat.
d).   Meng-imani akan Rasul-rasul-Nya, yakni: “membenarkan bahwasanya para Rasul adalah orang-orang yang benar pada segala apa yang mereka khabarkan diatas bumi Allah.
e). meng-imani bahwasanya kitab-kitab Allah itu adalah kalam Allah, atau wahyu Allah dan segala isinya adalah benar sebelum isi kitab-kitab itu dirubah-rubah oleh pemeluk-pemeluknya.
f).   Meng-imani bahwa semua makhluk akan dibangkit dari kubur, dipautkan dengan iman ini, iman akan adanya titi neraka, timbangan, syurga dan neraka.
Ada yang mengatakan, bahwa dimaksudkan dengan iman kepada bangkit disini, ialah: iman kepada dibangkit, atau diutusnya para Nabi-Nabi.
Sesudah Nabi menerangkan bahwasanya iman itu, ialah iman akan Allah, akan malaikat-Nya, akan menjumpai-Nya, akan Rasul-rasul-Nya, akan kitab-kitab-Nya dan akan bangkit, maka orang itu bertanya lagi tentang hal islam.
Islam, menurut bahasa adalah: “tunduk dan menurut”. Menurut pengerti Syara’, ada dua maknanya:
1)      dibawah iman, yaitu: “mengaku dengan lidah”. Dengan pengakuan lidah itu dipeliharalah darah, dan dianggaplah orang Islam, tidak dianggap orang kafir lagi, baik akuan lidah itu, disertai i’tiqad baik ataupun tidak.
2)      diatas iman, yaitu: “selain dari akuan lidah, di-i’tiqad pula dengan hati dan dikerjakan dengan anggota, serta menyerahkan kepada Allah dalam segala apa yang Allah qadlakan dan takdirkan.
Islam, itu ialah: “menyembah Allah sendiri-Nya, tanpa mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan sembahyang dengan sempurna, mengeluarkan zakat yang diwajibkan, serta berpuasa dibulan Ramadhan.
Dalam riwayat ini tidak disebutkan hajji. Hal ini mungkin karena kelalaian dari perawi. Dalam riwayat yang lain ditandaskan: dan engkau mengunjungi Baitullah jika engkau sanggup pergi kepadanya”. Ada yang mengatakan, bahwa pada masa Nabi saw, menyabdakan sabda ini, haji, belum difardhukan. Pernyataan itu dapat ditolak, karena menurut riwayat Ibnu Mandah, pertanyaan terjadi diakhir umur Nabi Saw.
Dan dalam Hadits ini dibedakan antara iman dan islam. Iman dijadikan amalan hati dan Islam dijadikan amalan anggota.
Ibadah, bermakna: “ta’at yang disertai khudlu’.” Mungkin dikehendaki dengan ibadah dalam rangkaian kalimat: “am tu’budallaha wala tusyrika bihi = engkau mengibadati Allah dan engkau tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia”, ialah: mema’rifati Allah dan mengakui ke-Esaan-Nya. Hingga mungkin dikehendaki dengan ibadat disini, ialah: seluruh rupa tha’at.
Disebut perkataan “wa la tusyrika bihi = dan engkau tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah”, sesudah ibadah, adalah karena orang-orang kafir juga mengerjakan beberapa rupa ‘ibadat dalam beberapa keadaan. Tetapi, disamping mereka ber’ibadat kepada Allah, mereka menyembah pula berhala dan lain-lainnya.
Setelah Nabi menerangkan bahwasanya Islam itu, ialah: menyembah Allah sendirinya-Nya, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan berpuasa Ramadhan, orang itu bertanya pula tentang hal ihsan[4] yang kerapkali disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai jiwa ibadat.
Ihsan, pada lughat, berarti:
a.    Membuat sesuatu yang memberi manfa’at kepada orang lain. Seperti: memberi makan kepada orang lapar.
b.    Membuat sesuatu dengan sebaik-baiknya, atau mengetahui sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Pada pengertian Syara’, ihsan itu bermakna “ikhas”. Keikhlasan kita itu, membangkitkan kita kepada membaikkan amal yang kita kerjakan. Tagasnya ihsan itu, ialah: jiwa amalan dhahir dan bathin.
Ihsan, ialah: “engkau mengerjakan sesuatu ‘ibadat dengan perasaan bahwa engkau berdiri dihadapan Allah dan memandang-Nya. Jika engkau belum dapat berbuat (berperasaan) demikian, maka hendaklah engkau menghujamkan perasaan bahwasanya Allah melihat apa yang tersirat dalam hati engkau dan melihat apa yang engkau kerjakan dengan tubuh anggota engkau.
Sabda Nabi Saw. :
اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ
 “Engkau mengibadati Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihat engkau”.
Pengertian bahwa kita diharuskan beribadat kepada Allah seperti dalam keadaan kita memandang-Nya dengan mata kepada kita yang menyebabkan kita terus menerus membaguskan ibadah kita itu. Jika kita belum dapat berperasaan demikian maka hendaklah kita yakin bahwasanya Allah melihat kita. Hal ini mendorong kita kepada tetap berlaku ihsan (mengerjakan sesuatu dengan baik dan ikhlas dalam beribadat).
Sabda ini, melengkapi maqam musyahadah dan maqam muraqabah. Para hamba dalam beribadat, mempunyai tiga maqam:
a.    Melaksanakan ‘ibadat secara yang melepaskannya dari taklief dengan menyempurnakan syarat dan rukun atas dasar ikhlas karena Allah semata-mata.
b.    Melaksanakan ‘ibadat dengan perasaan bahwasanya Allah melihat-Nya. Inilah yang dinamakan maqam muraqabah. Maka sabda Nabi Saw.:
وَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاك
 “jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau”.
c.    Bahwa kalau kita belum dapat mencapai maqam musyahadah, hendaklah kita usahakan supaya kita dapat mencapai maqam muraqabah.
d.   Melaksanakan ‘ibadat secara yang tersebut dan dengan rasa terbenam dalam laut mukasyafah. Maka orang yang memperoleh derajat ini, ber’ibadat seakan-akan melihat Allah sendiri. Inilah maqam Nabi Saw.
Sabda Nabi ini menggerakkan kita kepada mencapai kesempurnaan ikhlas dalam ber’ibadat dan dalam bermuraqabah pada segala rupa ‘ibadat, serta menyempurnakan khusyu’, khudlu hati.
Orang itu bertanya tentang hal masa terjadinya sa’at (kebangkitan dari kubur yang didahului oleh kehancuran dunia).
Saya akan mengabarkan kepadamu tentang tanda-tanda yang mendahuluinya, atau akan mengabarkan kepadamu tentang muqadamah-muqadamahnya, bukan tanda-tanda yang berbarengan dengan dia.[5]
Diantara tanda-tanda yang mendahului qiamat itu, ialah: rusaknya keadaan masyarakat, karena banyak terjadi penjualan umul walad sehingga seseorang nanti akan membeli ibunya tanpa diketahui bahwa yang dibeli itu, adalah ibunya.
Juga dapat dipahamkan dari pada perkataan ini, bahwasanya diantara tanda-tanda qiamat, banyak terjadi kedurhakaan dari anak kepada ibunya, sehingga ada anak yang menggauli ibunya sebagai seorang tuan yang menggauli budak sahayanya.
Diantara tanda-tanda qiamat pula, banyak penduduk dusun telah dapat membangun rumah-rumah yang tinggi-tinggi dan banyak menguasai keadaan serta memerintahi negeri. Maksudnya, banyak orang yang rendah-rendah menjadi tinggi.
Mengetahui waktu terjadinya qiamat adalah salah satu dari lima perkara ghaib yang Allah sendirilah yang mengetahuinya.
Nabi menerangkan bahwasanya yang mengetahui kapan terjadinya qiamat hanyalah Allah sendiri sebagaimana Allah sendiri yang menurunkan hujan , menentukan kadarnya dan tempat turunnya, Allah sendiri pula yang mengetahui apa yang di dalam rahim ibu apakah laki-laki ataupun perempuan, apakah cukup lengkap tubuh anggotanya, ataukah tidak, dan Allah sendirilah yang mengetahui apa yang akan dikerjakan orang esok harinya, kebajikan atau kejahatan. Dan Allah pulalah yang mengetahui dimana seseorang akan meninggal dan diwaktu mana dia akan meninggal itu.
Al-Qurthubi berkata: “tak ada jalan yang bagi seseorang untuk mengetahui urusan-urusan yang lima ini, mengingat hadits ini. Maka siapapun yang mengaku mengetahuinya tanpa bersandar kepada penerangan Rasul adalah orang dusta”.
Sesudah orang itu pergi, Nabi menyuruh kepada para sahabat memanggil kembali, tetapi para sahabat tidak melihat lagi orang itu dan tidak mengetahui kearah mana orang itu pergi. Nabi lakukan yang demikian adalah untuk memberi pengertian kepada para sahabat bahwasanya yang datang itu, bukanlah manusia biasa, tetapi seorang malaikat Jibril, datang untuk menerangkan kepada para manusia dasar-dasar agama mereka.
Sebenarnya, Jibril bukanlah datang selaku pengajar. Dikatakan demikian, karena pertanyaan-pertanyaanlah yang menyebabkan Nabi menerangkan dasar-dasar agama itu, atau memang itulah yang dimaksudkan oleh Jibril dengan kedatangannya itu.
Dalam suatu riwayat diterangkan bahwasanya Nabi berkata: “setiap kali Jibril datang kepadaku, walaupun dalam bentuk manusia, aku mengenalnya, terkecuali kali ini. Pada kali ini sesudah dia pergi aku baru mengenalnya”.
Al-Bukhari, berkata: “Nabi Saw, telah menjadikan semua yang tersebut dalam hadits ini dari pada iman”.
Iman, Islam, Ihsan bersatu haqiqatnya dan berjalin rapi satu sama lainnya.
Al-Bukhari menetapakan pada banyak tempat didalam kitab Shahihnya bahwasanya: “iman, islam dan ihsan adaah satu. Kumpulannya-lah yang dinamakan dien” (agama).[6]

F.   ASPEK TARBAWI
Dari penjelasan Hadits diatas, aspek tarbawinya adalah:
1.    Sebagai orang yang beriman, kita wajib beriman kepada Allah Swt, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada qadha dan qadar.
2.    Semua yang ada didunia ini adalah ciptaan Allah.
3.    Kita tidak boleh menyekutukan Allah.
4.    Kita tidak boleh mendahului kehendak Allah, karena hanya Allah lah yang tau apa yang akan terjadi.
5.    Sebagai orang islam, kita wajib menjalankan perintah-Nya.
6.    Sebagai orang islam, kita wajib menjauhi semua larangan-Nya.














BAB III
PENUTUP

Pada suatu hari, Nabi berada ditengah-tengah sahabatnya didalam masjid, maka datanglah seorang malaikat dalam rupa seorang laki-laki. Sesudah dia bersalam, diapun bertanya dengan menyebut nama Nabi sendiri, Hai Muhammad.
          Apakah Iman itu? Rasulullah menjawab: “iman adalah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, pertemuan dengan-Nya, para rasul-Nya, dan hari kiamat.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah islam itu?” Rasulullah Saw, menjawab, “menyembah Allah yang Esa, mendirirkan sholat, membayar zakat, dan mengerjakan puasa selama bulan Ramadhan. Laki-laki itu bertanya lebih jauh. “Apa yang dimaksud ihsan?” Rasulullah Saw, menjawab, “beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya dan seandainya engkau tidak bisa mencapai keadaan itu, engkau harus yakin bahwa dia melihatmu.” Kemudian ia bertanya lebih jauh, “Kapan datangnya hari kiamat?” Rasulullah Saw, menjawab, “pengetahuan yang memberikan jawaban tidak lebih banyak dari yang memberikan pertanyaan.











DAFTAR PUSTAKA

Abdul Lathif Az Zabidi, Ahmad bin , Al-Imam Zainuddin. 1997. Ringkasan Shahih Al-Bukhari. Bandung: PT. Mizan Pustaka
Hasbi Ash-Shiddiqy, Prof.Dr.Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Ash-Shiddiqy, Prof.Dr.T.M. Hasbi. 2002 Mutiara Hadits jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang



[1] Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 1997), hlm.25
[2] Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009) hlm.220
[3] Prof.Dr.T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, 2002 Mutiara Hadits jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang) hlm.49
[4] Ibid, hlm.51
[5] Ibid, hlm.53
[6] Ibid, hlm.56

17 komentar:

  1. sri setianingrum
    2021110209
    kls:E

    bagaimana pendapat saudara terhadap peramal yang meramal tentang kehidupan yg akan datang?bukankah itu termasuk mendahului kehendak Allah?bagaimana hukumnya? suwun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. laila fitriani
      2021110225
      kelas E

      Para peramal itu memang sudah mendahului kehendak Allah, karena para peramal itu mengetahui hal-hal ghaib dari syetan. Dan ia termasuk orang yang kufur/kafir, dan ia juga berdosa. Dengan demikian, menurut pendapat saya sebagai orang muslim tidak sepatutnya untuk mempercayai ramalan dari para peramal, hendaknya kita orang yang beriman hanya boleh mempercayai bahwa Allah semata yang mengetahui keghaiban. Seperti yang diriwayatkan dari Shafiyyah bin Abi Ubaid, dari salah seorang istri Nabi Saw, Beliau bersabda:
      “Barang siapa yang mendatangi peramal, menanyakan kepadanya sesuatu, lalu mempercayainya, shalatnya tidak akan diterima 40 hari lamanya”.

      Hapus
  2. Uswatun khasanah
    2021110210
    kelas E
    dari penjelasan diatas dikatakan bahwa iman itu meliputi 3 perkara yaitu mengakui dengan lisan,meyakini dengan hati,dan mengerjakan apa yang diyakinnya itu dengan anggota,pertanyaannya adalah bagaimana jika salah satu dari tiga perkara itu tidak ada?apakah orang tersebut masih dapat dikatakan sebagai orang yang beriman??

    BalasHapus
    Balasan
    1. apabila 3 perkata yaitu mengakui dengan lisan menyakini dengan hati dan mengerjakan apa yang diyakininya itu dengan anggota, dan salah satunya dari 3 perkara tersebut tidak ada maka iman orang tersebut dikatakan belum sempurna.

      Hapus
  3. dewi riska khodijah
    2021110219
    E

    mengenai fenomena indigo,, apakah benar indigo itu kelebihan yg di berukan oleh Allah SWt,, apakah tidak menutup kemungkinan itu adalah hasil karya jin yg ingin bernaung dlam diri seorang manusia?? mhon penjelasannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Laila fitriani
      2021110225
      kelas E

      kalo menurut saya indigo itu kemungkinan adalah hasil karya dari jin yang bersemayam dalam diri manusia yang bisa disebut indigo yang mengakibatkan orang itu bisa melihat jin dan mengetahui masa depan. dan orang yang tidak disemayami oleh jin tidak bisa melihat jin atau masa depan. jadi perbedaan itu yang mengakibatkan banyak orang mempercayai kalo anak indigo itu memiliki kelebihan yang diberikan Tuhan.
      karena dalam keyakinan islam, yang memiliki kelebihan melihat jin dan masa depan hanyalah wali Allah saja, yaitu orang-orang yang senantiasa dekat dan dicintai oleh Allah Swt. seperti halnya Nabi, Rosul, dan sahabat Rasul (wali-wali Allah).

      Hapus
    2. mungkin lebih jelasnya anda bisa membaca artikel

      http://kerispapan.blogspot.com/2012/02/indigo-menurut-pandangan-islam.html
      dan

      http://pa-nurulislam.blogspot.com/2012/02/indigo-menurut-pandangan-islam.html

      supaya anda bisa lebih jelas untuk menjawab pertanyaan dari anda.

      Hapus
  4. muhtadin
    2021110197
    E

    coba jelaskan upaya-upaya apa saja atau tahapan-tahapan apa saja yang harus dilakukan oleh setiap muslim agar bisa meraih hakikat iman,islam dan ihsan secara sempurna!

    BalasHapus
    Balasan
    1. upaya atau tahapan yang harus dilakukan seorang muslim agar bisa meraih hakikat iman islam ihsan. yakni:
      menjauhi larangan-Nya, menjalankan perintah-perintah-Nya, menyakini dengan sepenuh hati. DAN HANYA MEMINTA RIDHO ALLAH SEMATA. insya'allah iman islam dan ihsan bisa lebih baik.

      Hapus
  5. Nama: Rizki Aamlia R
    NIM: 2021110213
    kELAS : E

    Bagaimana pendapat saudari mengenai orang yang tidak beragama atau atheis yang tidak meyakini adanya Tuhan? Apakah atheis dapat dikatakan bahwa mereka tidak ada hubungan dengan Tuhan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. laila fitriani
      2021110225
      kelas E

      semua makhluk hidup itu pasti berhubungan dengan tuhan, baik itu manusia, binatang dan makhluk lainnya.
      tentang atheis, menurut saya bukannya tidak menyakini adanya Tuhan, akan tetapi atheis itu hanya mengingkari kalo Tuhan itu tidak ada. tapi secara naluri mereka pasti mengakui adanya tuhan jauh dari dalam lubuk hatinya. misalnya pernah ada cerita seorang atheis yang terkurung dlm badai salju dan tidak bisa kemana2 dan tak ada seorang pun yang menolongnya dan ia secara reflek meminta tolong kepada tuhan.

      Hapus
  6. Akromurijal
    2021110234
    Kelas E

    Bagaimana kita menyeimbangkan antara hubungan manusia dengan pencipta dengan hubungan manusia dengan dirinya dan dengan sesamanya???

    BalasHapus
    Balasan
    1. dengan cara manusia tetap beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, adapun ketika berinteraksi dengan sesama manusia selalu berpegang teguh kepada ajaran agama dengan berlandaskan akhlak yang mulia. sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar sesama manusia.

      Hapus
    2. lalu bagaimana pendapat Saudara apabila ada manusia yang hanya menjaga hubungannya dengan penciptanya saja tanpa meperhatikan hubungannya dengan orang lain di sekitarnya

      Hapus
    3. berarti orang tersebut tidak mempunyai rasa solider, kalo ada orang yang seperti anda bilang berarti harus kita mulai ajak orang tersebut agar mau mengikuti kaya pengejian-pengajian yang mungkin bisa membuat orang itu sadar kalo disekelilingnya masih banyak orang yang mungkin bisa diajak bertukar pikiran.. dan tau kalo hidup di dunia ini gak sendirian.. walaupun kita harus me no 1 kan sang pencipta, tapi kan kita juga harus bisa mengimbangi dengan berbaur kepada orang sekitar.. gak mungkin kan orang bisa hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain, walaupun orang tersebut Tidak pernah lepas dari Sang penciptanya..
      itu sedikit pendapat saya mungkin kalo anda kurang puas, saya minta maaf..

      Hapus
  7. Nama : Ekawati
    NIM ; 20201110230
    Kelas : E

    Yang saya tanyakan bagaiman agar kita bisa iman, islam dan ihsan ?
    kemudian bagaimana tingkatan antar ketiganya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. agar kita bisa iman islam dan ihsan. kita harus menyakini iman dengan hati dan menjalankan islam dengan perbuatan, serta melakukan sesuatu sesuai ihsan yakni percaya kalo Allah selau melihat setiap apa yang kita kerjakan, dimanapun kita berada.
      tingkatan-tingkatannya iman islam dan ihsan.. semuanya termasuk penting.. dan sudah sesuai dengan tingkatannya.

      Hapus