HIDUP DAMAI
BERDAMPINGAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas :
Mata kuliah
: Hadits Tarbawi II
Dosen
pengampu : M.Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun Oleh :
Agus Triyono
2021 111 135
Kelas/ Semester: C/ IV
JURUSAN TARBIYAH ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
PENDAHULUAN
Setiap manusia menginginkan hdup di dunia ini dengan
damai, saling bantu membantu setiap ada permasalahan, baik itu satu agama
ataupun lain agama. Semua menginginkan hidup damai berdampingan. Satun sama
lain Saling bertanggung jawab atas pribadinya dan semua kejadian yang ada di
masyarakat. Di dalam hadits pun juga dijelaskan tentang hidup damai
berdampingan dan tanggung jawab sosial. Seperti apakah pembahasan dua hadits
tersebut ? akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.
PEMBAHASAN
1.
Hadits tentang
hidup damai berdampingan
اَنَّ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمً
اَخْبَرَهَ عَنْ عِدَّةٍ مِنْ اَبْناَءِ اَصْحَا بِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم َعَنْ
آبَائِهِمْ دِنْيَةً عَنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
(أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوْ انْتَقَصَهُ اَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَا قَتَهُ
أَوْ اَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيْبُ نَفْسِ فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ) فيه ايضا مجهولون
{رواه
ابو داود في السنن, كتاب اخراج والإمارة والفي ء, با ب في تعشير اهل الذمة اذا
اختلفوا بالتجارات}
a. Terjemah
Dari Shofwan bin Sulaim, dari sekelompok putra-putra
sahabat rasulullah saw. Dari ayah mereka yang berdekatan nasab, dari Rasulullah
saw, beliau bersabda : “ barang siapa menganiaya seorang kafir mu’ahid (dalam
perjanjian damai) atau mengurangi haknya, atau memberinya beban diatas
kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya dengan cara yang menyinggung, maka
akulah lawan berhujahnya kelak di hari kiamat.[1]
b. Mufrodat
ظَلَمَ : Menganiaya
مُعَاهِدًا :
Kafir mu’ahid (dalam perjanjian damai)
تَقَصَهُ :
mengurangi hak nya
كَلَّفَهُ : memberi beban
فَوْقَ طَا قَتَهُ : diatas kemampuannya
اَخَذَ : mengambil
بِغَيْرِ طِيْبُ : menyinggung
c. Biografi Perawi
hadits
diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud. Nama lengkap Abu Dawud adalah Sulayman bin
al-Asy’as bin Ishaq bin Bisyri bin Syaddad bin ‘Amr bin ‘Imron al-Azdi
al-Sijistani. Lahir pada tahun 202 H, dan wafat pada usia 73 tahun di kota
Basrah. Pada tahun 257 H, Basrah mengalami kegersangan ilmu pasca terjadi
serbuan besar-besaran. Abu dawud yang pada saat itu sedang berada di Baghdad
dimintai untuk tinggal di Basrah guna mengajarkan ilmu-ilmu yang di milikinya pada
penduduk Basrah. Seketika itu beliau ke Basrah dan menetap hingga wafatnya.
Pada masa
dewasanya banyak melakukan rihlah (menggembara)
secara lebih intensif dari Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah Arab,
Khurasan, Nisabur dan Basrah. Beliau berguru pada seorang pembesar yaitu Ahmad
bin Hanbal.[2]
Beliau dipandang sebagai sosok ulama yang
memiliki tingkat hafalan dan pemahaman hadits cukup tinggi, disamping
kepribadiaanya yang wara’ taat beribadah dan sangat mendalam pemahaman
agamanya.
Karya
klasiknya yang terkenal berjudul Sunan Abi Dawud dijadikan sebagai pegangan
para ulama hadits pada masa sesudahnya, terutama bagi pihak yang berminat
mengadakan stadi tentang hadits hukum (ahkam).[3]
d. Kandungan Hadits
Berikut
merupakan penjabaran kandungan dari hadits dengan tema “hidup damai
berdampingan”, atara lain :
1.
Sejarah atau Riwayat Munculnya Hadits
Hadits
ini muncul, berawal dari ketika Nabi pergi dari Madinah menuju Makkah sebagai
orang yang ihram hendak menunaikan ibadah umrah. Ketika mendekati kota Makkah ,
beberapa orang musyrik Quraisy datang kepada beliau, untuk menghalangi beliau
masuk Makkah secara paksa terhadap mereka. Kedua belah pihak sama-sama bertahan
selama beberapa hari di Hudaibiyah. Beberapa orang mondar-mandir sebagai utusan
antar mereka, sampai akhirnya terwujud perdamaian dengan beberapa syarat
- Kandungan Hadits
- dikisahkan perdamaian yang terjadi didalam hadits terdapat dalil yang menunjukkan kebolehan berdamai dengan orang-orang kafir dengan menghentikan perang antara mereka dan kaum muslim. Hal ini dikatakan sebagai penangguhan jihad karena mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin secara umum.
- Diterangkan pada hadits bagaimana Rasulullah mengajak kaum muslim untuk bersikap khusnudhan kepada para mu’ahid yang mana diberlakukan secara adil sebagaimana kaum muslimin pada umumnya
- Kesepakatan persyaratan, meskipun didalamnya terdapat nilai rendah bagi kaum muslimin secara lahir, tetapi disana ada kebaikan yang Allah SWT kehendaki. Yaitu penanaman dedikasi pada kaum muslimin berupa sikap menghargai pada seorang mu’ahid (kafir dalam perjanjian damai).
- Ibnul Qoyyim berkata “diantara hikmah dan faedah perjanjian antara mu’ahid dan umat islam” bahwa bila orang-orang musyrik, ahli bid’ah, para pemberontak dan orang-orang zalim menuntut salah satu hal yang diantaranya mereka mengagungkan salah satu hak-hak Allah yang harus dikerjakan, maka tuntutan mereka itu dipenuhi, diberikan dan mereka dibantu melaksanakannya, sehingga dalam hal ini mereka dibantu mengagungkan tuntutan yang di dalamnnya terdapat hak-hak Allah, bukan dibantu dalam mengerjakan kekafiran dan kedzaliman.
- Hal-hal Penting dalam Hadits
- Menjelaskan larangan menganiaya seorang kafir mu’ahid
- Menjelaskan larangan mengurangi hak-hak seorang kafir mu’ahid
- Menjelaskan larangan memberikan beban diatas kemampuan yang dimiliki seorang kafir mu’ahid
- Menjelaskan larangan tentang meminta atau mengambil sesuatu dari tangan seorang kafir mu’ahid dengan tanpa mengindahkan perasaannya atau dengan kata lain dengan paksaan sehingga menyakiti hatinya
- Di dalam hadits rasullullah berjanji pada umat islam semuanya jika tidak mengindahkan larangan-larangan yang diserukan beliau maka beliau siap akan menjadi lawan berhujah di hari akhir kelak.[4]
e. Aspek Tarbawi
v Mengajarkan rasa kebersamaan pada
sesama manusia pada umumnya sesama umat islam pada khususnya. Pada hadits
banyak diterangkan larangan untuk menyakiti hati, larangan berbuat aniaya,
anjuran berlaku adil, menghargai sesama. Sehingga dapat tercipta sebuah
kehidupan yang mana saling berdampingan dengan indah, penuh kebersamaan, penuh
barakah Allah, dan tentunya sesuai dengan anjuran yang diperintahkan Nabi
Muhammad SAW dalam hadits diatas.
v Hadits diatas memberi pengajaran
pada kita tentang sikap-sikap yang seharusnya dimiliki seorang manusia dalam
menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi yang tergolong makhluk sosial,
dan sebagai bekal sikap untuk berinteraksi dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat.
2. Hadits
tentang tanggung jawab sosial
عن
النعمان بن بشير رضي الله عنهما عن النبى صلى الله عليه وسلم قال مثل القائم على حدود الله والواقع
فيها كمثل قوم استهموا على سفينة فأصاب بعضهم أعلاها وبعضهم أسفلها فكان الذين في
أسفلها إذا التقوا من الماء مروا على من فوقهم فقالوا لو أنّا خرقنا في نصيبنا
خرقا ولم نؤذ من فوقنا فإن يتركوهم وما أرادوا هلكوا جميعا وإن أخذوا على أيديهو
أنجوا ونجوا جميعا
(رواه
البخاري في الصحيح, كتاب الشركة, باب هل يقرع في القسمة والإستهام فيه)
a. Terjemahan
Diriwayatkan
oelh Al Nu’man bin Basyir R.A, Nabi SAW pernah bersabda : “perumpamaan orang
yang tegak diatas batasan – batasan (hukum) Allah dan orang yang
melanggarnya adalah seperti hukum yang mengadakan undian di atas kapal.
Sebagian meraka mendapatkan tempat atas dan sebagian meraka mendapatkan tempat
di bawah. Adapun orang – orang yang berada melewati orang – orang yang diatas
mereka. Mereka berpikir seandainya kita buat lobang air di tempat kita sehingga
tidak mengganggu orang yang yang ada di atas kita. Apabila mereka yang ada di
bagian atas membiarkan mereka yang ada di bagian bawah untuk melakukan apa yang
mereka kehendaki, niscaya mereka akan binasa semua. Jika orang yang ada di atas
itu melarang, maka mereka akan selamat semua.[5]
القائم =
Orang yang Menegakkan
أعلا =
yang di atas
حدود =
Batasan –
Batasan
أسفل =
yang di bawah
الواقع =
Orang yang
Melanggar
مروا =
Melewati
استهموا =
Mengadakan
Undian
هلكوا =
Binasa
سفينة =
Kapal
أنجوا =
Selamat
أصاب = Mendapatkan
c. Biografi mukharij
Nama lengkapnya
Al Bukhari ialah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Barbizbah Al
Ju’fi Al Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri Yaman, dimana kakek
imam Al Bukhari, Mughirah, adalah seorang tokoh Islam yang disegani didaerah
itu. Dan oleh karena itu, seluruh keturunannya berbangga dengan daerah itu dan
di pakai sabagai pelengkap nama-namanya termasuk imam Al Bukhari.
Imam Al Bukhari
dilahirkan pada hari jum’at malam tanggal 13 sawal 194 hijriah dalam sebuah
keluarga diberkahi, yang berhias ilmu dan takwa. Ayahnya bernama Ismail. Imam
Al Dzahabi berkata, “bahwa Ismail, ayah Imam Al Bukhari, adalah seorang ulama
yang alim dan cendekiawan yang wara’i.
Imam Al Bukhari
telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadits yang populer pada masa itu di
berbagai negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak. Dia meninggal dunia pada
malam selasa tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anakpun.
d. Keterangan :
والواقع
فيها
(Dan orang –
orang yang melanggar batasan – batasan Allah) demikian yang tercantum di
tempat ini. Sementara pada pembahasan tentang perserikatan disebutkan melalui
jalur lain dari Amir (yakni Asy Sya’bi), مثل القائم على حدود الله والواقع
فيها (Perumpamaan
orang – orang yang tegak di atas
batasan – batasan Allah dan orang yang melanggar batasan itu) Redaksi ini lebih tepat, karena
orang yang mencari muka dan orang yang terjerumus kedudukannya sama dari
segi hukum. Sedangkan orang yang tegak (komitmen) merupakan lawan dari
keduanya.
Al Ismaili
menyebutkan pada pembahasan tentang perserikatan, مثل القائم على حدود الله والواقع
فيها (Perumpamaan
orang – orang yang tegak di atas batasan Allah dan orang yang terjerumus
padanya). Hal ini mencakup ketiga kelompok yang ada, yaitu orang yang
menjauhi maksiat, orang yang terjerumus ke dalam maksiat dan orang yang hanya
mencari muka (riya’). Kemudian disebutkan pula oleh Al Ismaili di tempat ini, مثل القائم على حدود الله تعالى
والناهى عنها
(Perumpamaan
orang yang melanggar batasan – batasan Allah ta’ala dan orang yang melarang
perbuatan itu). Riwayat ini sesuai dengan pemisalan yang disebutkan, karena
tidak disebutkan padanya kecuali 2 kelompok. Akan tetapi bila mereka yang
mencari muka dinilai sama dalam hal celaan dengan orang – orang yang melanggar
hukum Allah, maka keduanya duimasukkan dalam satu golongan.
Adapun
penjelasan 3 kelompok dalam pemisalan di atas, yaitu bahwa orang - orang yang
hendak melubangi kapal sama seperti orang yang melanggar batasan – batasan
Allah. Sedangkan selain mereka ada yang mengingkari, dan inilah gambaran
kelompok yang berdiri tegak di atas batasan - batasan Allah. Ada pula yang
hanya berdiam diri, dan ini merupakan gambaran kelompok yang mencari muka.
Kelimat والواقع فيها (terjerumus
padanya) di tempat ini dipahami oleh ibnu At Tin dengan arti orang yang
berdiri tegak di atas batasan – batasan Allah. Dia mendukung pendapat ini
dengan firman Allah SWT. إذا
وقعت الواقعة (apabiola
hari kiamat telah ditegakkan). Kata وقع pada ayat ini bermakna tegak. Akan tetapi kelemahan
pendapatnya ini sangatlah jelas. Seakan – akan ia melalaikan lafadh yang
tercantum pada pembahasan tentang perserikatan, dimana kata الواقع disebutkan sebagai lawan bagi kata القائم (orang
yang berdiri tegak).[6]
At
Tirmidzi meriwayatkan dari jalur Abu Muawiyah, dari Al Amasy dengan redaksi, مثل القائم على حدود الله والمدهن
فيها
(Perumpamaan
orang – orang yang tegak di atas batasan – batasan Allah dan orang yang mencari
muka padanya). Kalimat ini memiliki makna yang serasi.
Al Karmani
berkata, “Ði dalam pembahasan tentang perserikata disebutkan dengan redaksi ‘
Perumpamaan orang yang tegak (القائم)’,
dan ditempat ini dikatakan ‘ Perumpamaan orang yang mencari muka (المدهن)’.
Padahal kedua kata itu berlawanan (antonym), sebab القائم adalah orang yang menyeru kepada perbuatan ma’ruf sedangkan المدهن adalah orang yang meninggalkan perbuatan tersebut”. Kemudian
ia menjawab, “Jika dikatakan القائم maka
itu ditinjau dari keselamatan, sedangkan bila dikatakan المدهن maka itu ditinjau dari kebinasaan. Tidak diragukan lagi
bahwa perumpamaan yang disebutkan memiliki keserasian terhadap kedua kondisi
itu.
Saya (ibnu
Hajar) katakan, bagaimana terjadi keserasian di tempat ini sementara
hadits hanya menyabutkan المدهن dan الحد الواقع في (pelanggar
batasan), padahal diketahui bahwa المدهن adalah orang uang meningalkan menyeru kepada perbuatan
me’ruf, sedangkan الحد الواقع في adalah orang yang berbuat maksiat dan kedua – duanya sama –
sama celaka? Dengan demikian, yang tampak bagi saya bahwa yang benar adalah
seperti yang dijelaskan terdahulu.
Kesimpulannya,
sebagian periwayat menyebutkan kata المدهن (orang
yang mencari muka) dengan القائم (orang
yang tegak di atas batasan Allah), sebagian lagi menyebutkan الواقع (orang
yang melanggar batasan) dengan القائم lalu sebagian lagi menyebutkan ketiga – tiganya. Adapun
mereka yang hanya menyebutkan المدهن dan
الواقع tanpa menyertakan kata القائم maka riwayatnya tidak memiliki keserasian.
إستهموا
سفينة
(yang mengundi
{tempat} di satu kapal). Masing – masing mereka mengambil bagian dari kapal
tersebut berdasarkan undian, dimana mereka berserikat pada kapaln itu, baik
dalam penyewaan atau kepemilikan. Hanya saja pengundian dilakukan setelah semua
bagian diberikan kepada masing – masing secara rata (adil), kemudian terjadi
perseturuan untuk mendapatkan bagian tertentu, maka dilakukan undian untuk
menyelesaikan sengketa rtersebut seperti yang telah dijelaskan.
Ibnu At
Tin berkata : “Hanya saja yang demikian itu terjadi pada kapal atau yang
sepertinya, apabila mereka menempatinya secara bersamaan. Adapun bila
mereka saling berebut, maka orang yang lebih dahulu dan paling cepat, dialah
yang lebih berhak atas tempatnya”.
Saya (Ibnu
Hajar) katakan, apa yang ia katakana hanya berlaku apabila, tempat itu milik
umum. Adapun bila mereka yang memilikinya, maka undian disyariatkan ketika
terjadi perselisihan padanya.[7]
فإن
أخذوا على يديه (Jika
mereka memegang tangannya) yakni mereka mencegahnya melubangi kapal.
أنجوه
ونجوا أنفسهم (Niscaya
mereka dapat menyelamatkannya dan menyelamatkan diri mereka sendiri). Ini
adalah penafsiran untuk riwayat terdahulu pada pembahasan tentang perserikatan,
yang mana di tempat itu dikatakan, أنجوه ونجوا (Mereka
selamat dan mereka selamat) yakni selamatlah semuanya, baik yang melarang
maupun yang dilarang. Demikian pula halnya dengan penegakan hukum – hukum
Allah, keselamatan akan didapat oleh semua orang yang menjalankannya, baik
pelaksana hukum maupun yang terhukum. Karena jika (hukum Allah) tidak
ditegakkan, maka orang yang hanya berdiam diri juga akan binsa karena sikap
ridha terhadapnya.
Al
Muhallab dan ulama lainnya berkata, “Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa
masyarakat umum bias saja tertimpa adzab akibat perbuatan (maksiat) sekelompok
orang tertentu, “akan tetapi perkataan ini perlu ditinjau lebih lanjut, karena
adzab yang dimaksud adalah adzab di dunia yang menimpa orang – orang yang tidak
berhak mendapatkannya, maka adzab tersebut akan menghapus dosa orang tersebut
(yang tidak berhak mendapatkannya) atau mengangkat derajatnya.[8]
d.
Aspek Tarbawi
1. Seseorang patut mendapatkan siksaan
karena tidak menyeru pada kebajikan atau makruf.
2.
Seorang ahli ilmu menjelaskan hukum dengan membuat
perumpamaan
3.
Kewajiban bersabar atas gangguan tetangga jika dikhawatirkan
terjadi sesuatu yang menimbulkan mudhorot yang lebih besar
4.
Larangan bagi golongan bawah untuk melakukan sesuatu yang
dapat menimbulkan mudhorot bagi golongan lain
5.
Jika golongan itu menimbulkan mudhorot bagi golongan lain
maka wajib baginya untuk memperbaikinya
6.
Golongan atas harus melarang golongan bawah melakukan
tindakan yang membahayakan
7.
Boleh membagi harta tidak bergerak yang berbeda keadaannya
dengan cara undian, meskipun terdapat perbedaan bagian atas dan bagian bawah
PENUTUP
Dari
uraian hadits diatas kita sebagai umat manusia di harapkan agar bisa hidup
saling bantu membantu agar tercipta hidup damai berdampingan dan tanggung jawab
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M,
Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras Press, 2009).
Al Bassam,
Abdullah bin Abdurrahman, Taudhih Al
Ahkam min Bulughul Al Maram, (Jakarta:
Putaka Azzam, 2007).
Arifin, Bey dan
A Syinqithy Djamaluddin, Sunnan
Abi Dawud jilid 3, (Semarang:CV.
assyifa, 1992).
Assa'idi,
Sa’dullah, Hadits-hadits Sekte, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1996).
Imam Az Zabidi, Mukhtashor Shohih
Bukhori Ringkasan Shohih Bukhori, 2001, Mizan, Jakarta.
Amiruddin, Terjemah Fathul Baari
Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta.
[1] Bey Arifin dan A Syinqithy Djamaluddin,
Sunnan Abi Dawud jilid 3, (Semarang:CV. assyifa, 1992), hlm,
675-676.
[4] Al Bassam Abdullah bin Abdurrahman, Taudhih Al Ahkam min Bulughul Al Maram, (Jakarta: Putaka Azzam, 2007), hlm. 512.
[5] Imam Az Zabidi, Mukhtashor Shohih Bukhori Ringkasan Shohih Bukhori,
2001, Mizan, Jakarta, hlm 452.
[6] Amiruddin, Terjemah
Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam
Jakarta. Hlm 168 .
Silfina Hayati
BalasHapus2021111268
C
Assalamu’alaikum,,
sayaa mau Tanya, apakah boleh jika kita membenci dan mengacuhkan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang kita sayangi, seperti orang tua kita misalnya. Mohon jelaskan,,
Terima kasiih
Walaikum salam.
HapusTidak boleh, jarangkan orang lain yang disakiti, seadainya saja kita yang disakiti itupun kita tidak boleh membencinya. Karena rasa membenci dan mengahcukan atau berbuat kerusakan tidak di sukai oleh tuhan dan ketika kita di benci dan di maki, kita doakan saja kepada orang yang membenci kita agar dosanya terampuni dan diberikan pencerahan.
Semoga tidak puas dan mencari kepuasan di tempat lain, karena saya bukan tergolong lelaki pemuas... :) :0
Hasan basri 2021 111 241 C
BalasHapusassalamu'alaikum mas agus
bagaimana TANGGUNG JAWAB SOSIAL itu dapat terlestarikan dan tertanam pada jiwa generasi muda saat ini?
dan apakah HIDUP DAMAI BERDAMPINGAN dalam konteks lingkungan sudah diterapkan pada rosulullah?
terima kasih
wassalamu'alaikum
Walaikum salam. Sahabat Hasan
Hapus1. Dzikir, fikir, amal sohlih.
2. Sudah...
3. hehe
ULFATUL MAULA ( 2021 111 089 )
BalasHapusAssalamu'alaikum..
gus mas agus.. :)
pertanyaan saya simple saja, bagaimana cara meciptakan hidup damai dalam lingkungan sosial agar terasa seragam, walaupun kita beragam.
Jzkmlh
Wassalamu'alaikum
Saling menghormati, membantu, kerja sama dengan baik, dll. hehe
Hapusrestu noviani 2021111091
BalasHapusassalamualaikum,,,mas agus saya cuma mau tanya jika kita membenci orang lebih dari 3 hari itu bagaimana,dan sampai bertahun-tahun,,bagaimana cara kita buat menghilangkan rasa benci itu dan bisa digantikan dengan rasa damai,,trims..
Owhh, bahaya tuh mbk, apa lagi bertahun-tahun.. masya allah, berteman dengan syetan berarti selama itu, :)
HapusMenghilangkan rasa benci
Bersyukur, bahwa semua yang terjadi itu kehendak allah, jadi ngapain kita benci, semua itu juga bagian dari cobaan yang allah berikan. :)
irva silvia 2021 111 101
BalasHapusassalamualaikum, mas agus!
mas agus, kadang damai itu butuh pihak ketiga. kadang juga walaupun sudah berdamai tapi tetap saja masih ada rasa benci karena perdamaian itu dipaksa atau terpaksa. bagaaimana tanggapan mas agus mengenai damai dan benci? terima kasih
walaikum salam...
HapusDikasus ini agak lebih baik dari pada benar-benar tidak bisa didamaikan.
Walaupun tetap ada rasa tidak suka karena kalau dilihat dari konteks sosial seakan-akan tidak ada prablem, hal ini tidak berdampak pada masyarakat seluruhnya. Apa lagi kalau sudah didamaikan dan lokasinya jauh (tidak berintraksi) semakin lama permasalahan yang ada akan hilang dengan sendirinya....
Dan yang perlu diingat ketika ada orang hatinya keras maka sadarkanlah dengan agama. Disinilah peran tetangga agar bisa menyelssaikan prablem tersebut, baca masalanya terlebih dahulu, apa yang bisa atau mampu kita lakukan untuk merubahnya, hal-hal lain yang sekiranya mempengaruhi ini apa...., Ingsya allah kalau tetangga di sekitar dan diri masing-masing induvidu peka dan sadar tidak terjadi hal yang di inginkan....
hengki NF
BalasHapus2021 111 088
woooyoooo
salam 1 jiwa,.. hahahaha
ane badhe tken,..
makalah anda kan membahas mengenai hidup damai berdampingan,.. nahh skarang kan banyak ormas-ormas masyakat yang hidup berdampingan tetapi mereka kurang kerukunannya,.. berikan penjelasan anda apakah yang melatar belakngi hal tersebut dan tlong berikan solusinya !
matur nuwun,..
Latbel adalah kepentingan ( ideologi, panatik, dirinya yang paling benar dll )
HapusSaling mengenal dengan baik, berorganisasi dengannya, perjanjian.
Ana Lailya 2021 111 121
BalasHapusAssalamu alaikum...
kang agus mw nany nich....
Bagaimana pendapat anda mengenai bercanda dengan sesama teman yang kita tidak bermaksud menyakiti hatinya, tetapi tanpa kita ketahui hatinya telah sakit karena kita... sedangkan diterangkan adanya larangan untuk menyakiti hati demi terciptanya kebersamaan pada sesama manusia , ...mohon jelaskan....
terima kasih...
Lihat dulu, siapakah orang yang ajak kita bercanda, sehinga tidak salah arah.
HapusKetika niat kita cuma bercanda tapi beneran dia marah, ya kalau kita tau dia marah maka minta maaf saja....kalau kita tidak tau dia marah maka ya jalan seperti biasa. :)
Dewi Suryani 2021 111 093
BalasHapusAssalamu'alaikum wr.wb
Apa cie perbedaan hidup damai berdampingan dengan hidup yang individual, jelaskan kaitannya dengan hadis diatas, thx
Perbedaan
HapusInduvidual : menyendiri, tak mau tau dll
Damai berdampingan : rasa sadar akan hidup sebagai manusia sosial, maka harus tolong menolong dll
Azimatul Awaliyah (2021 111 112)
BalasHapusAssalamu'alaikum
bagaimana pendapat anda, jika anda hidup berdampingan dengan tetangga yang keduanya masih bersaudara namun tidak ada kedamaian diantara keduanya?
anda sebagai tetangga merasa terganggu dengan perseteruan tersebut? bagaimana sikap anda mengenai peristiwa tersebut? agar terciptanya kehidupan damai berdampingan?
Terus berfikir sampai solusi itu datang, karena setiap masalah ada jalan keluarnya.
HapusDan tetanganya juga jangan bikin menambahi masalah,justru ikut membantunya.
Mirza Fajrian
BalasHapus2021 111 110
Assalamu'alaikum...
Bagaimana caranya menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dizaman sekarang yang orang-orang acuh-tak acuh...???Jelaskan...
Hidup damai berdampingan,,,seprti apa...???jelaskan......
trmksh
Wassalamu'alaikum..
1. Beriman.
BalasHapusHidup damai berdampingan adalah rak duwe perkoro karo tonggo.:)