MAKALAH
DISTRIBUSI BAHAN
POKOK
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
Dosen Pengampu : Muhammad Ghufron, M.Si
Mata
kuliah : Hadis tarbawi ll
Kelas :
D
Disusun
Oleh :
Faisal
Fahmi ( 2021 111 255 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2013
PENDAHULUAN
Meskipun islam memberi kesempatan bagi setiap orang untuk
menjalankan aktifitas ekonominya, namun ia sangat menekankan adanya sikap jujur
bagi pengusaha Muslim. Dengan kejujuran itulah dapat dijalankan ekonomi yang
baik. Islam sangat menentang sikap ketidakjujuran, kecurangan, penipuan,
praktek-praktek pemaksaan, pemerasan dan semua bentuk perbuatan yang merugikan
orang lain. Semua perbuatan tersebut menimbulkan spekulasi, dan penimbunan
barang oleh persekongkolan rahasia diantara pengusaha dan pedagang dapat
merugikan konsumen. Oleh karena itu, di dalam makalah ini penulis ingin mencoba
membahas lebih jauh lagi tentang pandangan islam terhadap penimbunan pelaku
ekonomi.
A. Hadis
عن عُمَرَ بْنِ
الْخَطَاَب قَالَ (قَالَ رَسُوْ لُ اللهِ َصلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسلَمَ :
َ{الْجَالِبُ مَرْزُوْقٌ َوالْمُحْتَكِرُ مَلْعُوْنٌ} رواه ابن ماجه فى السنن, كتاب الجاران ا باب
الخكرة والجلب[1]
B. Terjemahan
Dari Umar bin Khatab
berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Orang-orang yang menawarkan dengan harga
murah akan diberi rezeki, sedang yang melakukan penimbunan akan dilaknat.”
C. Mufrodat
Orang yang menawarkan dengan harga murah :
الْجَلِبُ
Diberi rizki :
مَرْزُوْقٌ
Orang yang menimbun : الْمُحْتَكِرُ
dilaknat :
مَلعُونٌ
D. Biografi Rawi
Umar bin Al-khatab adalah amirul mukminin Umar bin Al-khatab Al-Quraisy
Al Adawi, Abu Hafsa, khalifah rasyidin kedua. Dia adalah duta orang Quraisy
pada masa jahiliyah. Pada awal-awal masa kenabian dia bersikap kejam kepada
kaum muslimin kemudian masuk islam dan keislamanya menjadi kemenangan bagi
mereka dan jalan keluar dari kesulitan. Masuk islamnya Umar adalah setelah sekitar 40
orang laki-laki dan 11 orang perempuan masuk islam, pada tahun ke-6 dari
kenabian. Dia hijrah secara terang-terangan di depan mata orang-orang Quraisy.
Ikut berperang bersama Rasulullah SAW dalam seluruh peperangan.
Dia diangkat sebagai khalifah setelah
meninggalnya Abu-Bakar Ra. Tahun 13H. Dalam masa kekhalifahanya ditaklukan
negeri Syam, Iraq, Al-Quds, Madain, Mesir dan Jazirah. Hingga dikatakan pada
masa pemerintahanya berdiri sebanyak dua belas ribu mimbar dalam islam.
Dia mati syahid tahun 23H setelah ditusuk oleh
Abu Lu’luah orang majusi dipinggangnya ketika sedang shalat subuh. Setelah
terluka dia hidup selama tiga malam. Semoga Allah memberi ridha dan rahmat
kepadanya.[2]
E. Keterangan Hadis
Hadits
diatas menjelaskan tentang orang yang mencari rezeki dengan jalan jual beli dan
memperoleh laba, tidak diharamkan oleh Allah, melainkan orang tersebut akan
diberi rezeki. Sedanagkan orang yang menimbun akan dilaknat oleh Allah.
Menimbun merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan, karena Rasulullah SAW
melarang hal tersebut. Perkataan “menimbun” berarti menahan barang untuk tidak
dijual apalagi ketika barang-barang yang ditimbun itu dibutuhkan dan sengaja
untuk tujuan menaikkan harga.
Dalam
hubungan ini para ahli fiqh berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan penimbunan
terlarang atau yang diharamkan adalah bila terdapat syarat sebagai berikut:
1. Bahwa
barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya, serta tanggungan untuk
persediaan untuk setahun penuh. Karena seseorang memiliki tanggungan untuk
persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya dalam tenggang waktu selama
satu tahun
2. Bahwa
barang yang di timbunya itu dalam usaha menunggu saat naiknya harga, sehingga
barang tersebut dijual dengan harga yang lebih tinggi dan para konsumen sangat
membutuhkan itu kepadanya
3. Penimbunan
itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan barang yang ia timbun, seumpama
makanan, pakaian dan lain-lain. Dalam hal ini, bila barang yang ada ditangan
pedagang tidak dibutuhkan para konsumen, maka hal itu tidakk dianggap sebagai
penimbunan. Karena tidak mengakibatkan kesulitan pada manusia.
Tentang lamanya penimbunan itu dilakukan,
Rasulullah saw, bersabda yang artinya: “siapa yang menimbun barang pangan
selama empat puluh hari ia sungguh telah terlepas dari Allah dan Allah lepas
daripadanya.” Sabda Rasulullah ini pada dasarnya adalah melarang penimbun
barang-barang pangan selama empat puluh hari, sebab penimbunan itu dapat
merusak stabilitas ekonomi, terutama yang berhubungan dengan bahan makanan.
Bila penimbunan itu dilakukan selama beberapa hari saja atau belum mencapai
empat puluh hari dapat dipandang sebagai proses pendistribusian dari pengusaha
yang satu ke pengusaha yang lain, hal yang demikian dalam Hadis ini belumlah
dianggap suatu penimbunan yang membahayakan masyarakat.
Penimbunan barang itu tidaklah semuanya
diharamkan, yang diharamkan adalah barang yang menjadi kebutuhan primer bagi
manusia seperti makanan, sedangkan barang yang merupakan kebutuhan sekunder,
seumpamanya peralatan transportasi, komunikasi dan lain-lainya, tidaklah
diharamkan sebab manusia tidak begitu berhajat terhadap barang tersebut, barang
semacam itu, hanya melengkapi kebutuhan-kebutuhan primer manusia.
Hukuman
bagi orang yang melakukan penimbunan dijelaskan lebih lanjut dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
حدثنا أبو سعيد مولى بنى
هاشم حدثنا هاشم بن رافع الطاطري , أبو يحيى ابو رجل من أهل مكة , عن فروخ مولى
عثمان: أن عمر رضى الله عنه وهو يومئذ أمير المؤمنين خرج إلى المسجد فرأى طعاما
منثوار فقال : ما هذا الطعام ؟ فقالوا: طعام جلب إلينا , قال بارك الله فيه وفيمن
جلبه , قيل : يا أمير المؤمنين , فإنه قد احتكر , قال: ومن احتكره ؟ قالوا : فروخ
مولى عثمان وفلان مولى عمر , فأرسل إليها قدعاهما, فقال: ما حملكما على احتكر طعام
المسلمين ؟ قالا: يا امير المؤمنين نشتري
بأموالنا ونبيع , فقال عمر: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: {من احتكر
على المسلمين طعامهم ضربه الله بالإفلاس أو بجذام}, فقال فروخ عند ذلك: يا أمير
المؤمنين, أعاهد الله , وأعاهدك أن لا أعود في طعام أبدا, وأما مولى عمر, فقال:
إنما نشتري بأموالنا ونبيع, قال أبو يحيى: فلقد رأيت مولى عمر مجذوما
Artinya:
Abu said (maula bani hasyim), hasyim bin rafiq at thaturi
juga menceritakan dari faru (maula usman): bahwa umar R.A (amirul mu’minin)
keluar dari masjid, kemudian melihat makanan berteparan. Lalu berkata: makanan
apa ini? Orang-orang menjawab: makanan yang ditawarkan murah kepada kita, umar
berkata: semoga Allah memberkati dalam makanan itu dan bagi orang yang
menawarkanya dengan harga murah. Kemudian orang-orang berkata: wahai amirul
mu’minin sesungguhnya makanan itu di timbun, kemudian umar bertanya: siapa yang
telah menimbunya? Orang-orang menjawab: yang menimbun fulannya usman dan fulanya
umar, dan aku mengutus kepadanya, umar bertanya: siapa yang telah menyimpan
kepada kalian berdua untuk menimbun makanan-makanan orang-orang muslim? Kedua
orang itu berkata: wahai amirul mu’minin sesungguhnya kami membeli makanan-makanan ini dengan harta
kami dan kami membelanjakanya, maka umar berkata: saya mendengar rasulullah saw
bersabda: barang siapa menimbun atas orang-orang muslim makanan-makanan mereka
maka Allah akan menimpakan mereka dengan penyakit. Maka orang yang satunya
berkata: wahai amirul mu’minin saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Akan tetapi orang yang satunya lagi tetap tidak mau merubah tindakanya. Maka
kemudian diriwayatkan dari abu yahya bahwa orang yang tidak mau menuruti
perkataan umar tadi menjadi sakit.
Adapun ancaman bagi pelaku penimbunan adalah sebagaimana hadits tersebut
diancam dengan siksa dari Allah berupa penyakit, dan termasuk orang yang
melakukan kesalahan, dan terlepas dari Allah swt serta lebih jelas lagi
ancamanya yaitu dilaknat oleh Allah swt.[3]
F. Aspek Tarbawi
Dari hadits diatas
pelajaran yang dapat kita ambil antara lain:
1. Seseorang
yang mencari nafkah dengan jalan jual beli diperbolehkan
2. Seseorang dengan menawarkan harga
barang dengan murah akan diberi rizki
3. Jangan memberikan harga
suatu barang kepada konsumen jauh melebihi diatas harga standar.
4. Islam melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat pendistribusian
barang sampai ke konsumen karena pedagang yang melakukan penimbunan terhadap
barang akan dijauhkan dari rahmat Allah swt.
5. Dalam hadis kedua
juga disebutkan bahwa, barang siapa yang tidak mengindahkan nasehat dari para
alaim ulama’ maka akan dibalas oleh Allah dengan siksa yang pedih
PENUTUP
Dari penjelasan kedua hadis di atas, dapat di ambil
kesimpulan bahwa orang
yang mencari rezeki dengan jalan jual beli dan memperoleh laba, tidak
diharamkan oleh Allah, melainkan orang tersebut akan diberi rezeki. Sedanagkan
orang yang menimbun akan dilaknat oleh Allah. Menimbun merupakan perbuatan yang
tidak diperbolehkan, Adapun ancaman bagi pelaku penimbunan adalah sebagaimana hadits tersebut
diancam kebangkrutan dan termasuk orang yang melakukan kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah, Juz I hal. 678
Al-Bugha Mustofa dan Mistu Muhyiddin. 2002. Al-wafi syarah hadits Arba’in Imam
Nawaw. Jakarta: Pustaka
Al-kautsar
Yanggo, Chuzaimah T. 2004. Problematika Hukum
Islam kontemporer III. Jakarta: Pustaka Firdaus
Faroh Maulida
BalasHapus2021 111 209
D
Yang ingin saya tanyakan dalam makalah anda yaitu, bagaimana jika seseorang menyimpan beberapa bahan makanan dengan tujuan untuk antisipasi, agar kehidupannya dapat tercukupi secara layak di masa yag akan datang ?!
penimbunan yang dimaksud dalam makalah tersebut adalah:
Hapus1.Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya,
2.Bahwa barang yang di timbunya itu dalam usaha menunggu saat naiknya harga,
3.Penimbunan itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan barang yang ia timbun,
jadi, yang mbak faroh maulida tanyakan tidak termasuk dalam ketentuan penimbunan yang diharamkan, mungkin yang bisa saya tangkap adalah, bahwa bila orang tersebut menimbun barang untuk antisipasi, misalnya saja bencana alam. tidak untuk niat yang curang, tentu itu diperbolehkan...
Assalamu’alaikum
BalasHapusNama: Nahdiyah
NIM: 2021 111 199
Kelas: D
1.Beberapa waktu yang lalu,masyarakat saat itu sangat membutuhakan minyak tanah,sedangkan ada orang yg menimbunnya,,bagaimana menurut pemakalah ttg hal itu?
2.Mohon dijelaskan kembali maksud dari aspek tarbawi yang kedua
“Seseorang dengan menawarkan harga barang dengan murah akan diberi rizki”,,hrga murah yg dimaksud dlm kalimat tersebut spt apa??
terimakasih
wa'alaikumsalam....
Hapus1. tentu, seperti yang sudah saya jelaskan pada penanya sebelumnya, bahwa yang mbak nahdiyah tanyakan adalah termasuk pada penimbunan yang dilarang, orang tersebut menimbun barang saat barang tersebut dbutuhkan oleh orang banyak. dan jelas orang tersebut hanya ingin mencari keuntungan semata.
2. harga murah yang dimaksud adalah seorang penjual yang menawarkan barangnya dengan harga yang sewajarnya, tentu pedagang tersebut sudah menghitung dengan keuntungan yang akan didapat dari harga tersebut, akan tetapi dalam mengambil keuntunganya tidak boleh berlebihan.
jual beli bukan hanya soal mencari keuntungan semata, tetapi lebih dari itu, didalam islam juga diajarkan bahwa jual beli termasuk dalam interaksi sosial kemasyarakatan. yang didalamnya juga berkaitan dengan menjalin silaturahmi dan saling menghargai, antara penjual dan pembeli...
MIRZA MUHAMMAD ABDA
BalasHapus2021 111 153
D
1. Pendapat pemaakalah tentang menabung uang dibank hal tersebut kan termasuk perbuatan menimbun??mohon penjelasan
2. sekarang kan yang namanya BBM solar itu kosong, dan yang saya dengar itu katanya BBM itu kemungkinan akaan dinaikan dengan alasan bahwa harga BBM diluar negeri sudah naik dan kemungkinan bahwa pertamina menimbunnya?? bagaimna dengan hal tersebut?? dan apa ssolusinya?? terimakasih...
1. jelas itu bukan termasuk "penimbunan" yang dijelaskan dalam makalah, konteksnya sudah beda, penimbunan yang dimaksud adalah berupa "barang" bukan "Uang" tentu setiap individu berhak atas uang yang dimilikinya, sebesar apapun orang tersebut menimbun uang, menurut saya itu tidak akan berakibat pada kekacauan yang diharamkan dari akibat penimbunan yang dimaksud dalam makalah.
Hapus2.bila benar pertamina menimbun BBM, dan tidak mau mendistribusikanya kepada masyarakat disaat masyarakat sangat membutuhkan, dan menimbulkan kekacauan di sana-sini. tentu hal tersebut dilarang.
tapi, yang saya amati dalam kasus yang mas mirza tanyakan, pertamina hanya mengurangi jatah solar yang bersubsidi, dikarenakan memang sumberdaya alam.nya sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan manusia, akan solar... jadi pertamina mencoba mengurangi jatah solar yang di distribusikanya untuk persedian yang akan datang, sembari mencari solusinya, mungkin dengan mengimpor solar atau mencari alternatif enerji lain. misalnya saja bio solar...
nama : Nur ulis sa'adah shofa
BalasHapusnim : 2021 111 205
assalamu'alaikum...
1. dalam keterangan hadits disebutkan bahwa ancaman bagi pelaku penimbunan adalah diancam dengan siksa dari Allah berupa penyakit, yang dimaksud penyakit disini penyakit yang seperti apa?? mohon jelaskan..
2. apa hukuman bagi seorang penimbun maupun orang-orang yang terlibat didalamnya menurut hukum indonesia (UUD 1945).
terimakasih...
1. sebelumnya saya mohon maaf, tidak memberikan arti yang dimaksud secara jelas. tapi dapat saya jelaskan bahwa budak yang satu tidak mau menanggapi ucapanya umar, dan didalam suatu riwayat kemudian hari budak tersebut terkena penyakit kusta.
Hapus2. dalam hal dimana UU tidak menentukan, maka dalam hal ini yang dipakai ukuran adalah unsur "kesengajaan" artinya: apabila dilakukan sengaja, maka merupakan kejahatan sedangkan dilakukan tidak sengaja, maka tindak pidana tersbut merupakan pelanggaran
Sanksi dan hukuman yang ditetapkan oleh UU No 7/Drt/1955 sendiri dapat kita bagi menjadi beberapa bagian yaitu :
Hukuman Pokok "hukuman pokok sama dengan hukuman pokok yang disebut dalam KUHP (ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih berat". Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UU no 7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada (a) berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribu diubah menjadi satu juta dan pada (b) berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30 kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukuman mati atau 20 tahun penjara. Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: "menurut UU darurat nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan atau denda atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah pengganti UU ini hakim harus menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut
NAMA: KHOLIS ARIFAH
BalasHapusNIM: 2021 111 293
KELAS: D
Assalamu'alaikum
didalam makalah disebutkan bahwa orang yang melakukan penimbunan akan mendapat penyakit,
penyakit apa yang dimaksud didalam makalah?
dan akibat yang lain lagi berupa apa?
waalaikum salam wr wb...
Hapusmenjawab pertanyaan yang pertama, saya kira sudah jelas seperti yang saya jelaskan pada penanya sebelumnya,,,
akibat lain dari perilaku menimbun barang yaitu tentu tidak membawa berkah dalam usahanya tersebut, bahwa usaha untuk mencari nafkah dari perbuatan menimbun sama saja dengan mencuri barang orang lain, dan hal itu diharamkan,,,
NAIS STANAUL ATHIYAH
BalasHapus2021 111 280
KELAS; D
Bagaimana cara berjual beli secara islami dan batasan-batasan apa saja yang diperbolehkan dan diharamkan dalam jual beli? apakah hanya penimbunan barang dan riba saja? mohon penjelasannya,,terima kasih
1. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita perlu melihat batasan-batasan dalam melakukan aktivitas jual beli. Al-Omar dan Abdel-Haq (1996) menjelaskan perlu adanya kejelasan dari obyek yang akan dijualbelikan. Kejelasan tersebut paling tidak harus memenuhi empat hal. Pertama, mereka menjelaskan tentang lawfulness. Artinya, barang tersebut dibolehkan oleh syariah Islam. Barang tersebut harus benar-benar halal dan jauh dari unsur-unsur yang diharamkan oleh Allah. Tidak boleh menjual barang atau jasa yang haram dan merusak. Kedua, masalah existence. Obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan bukan tipuan. Barang tersebut memang benar-benar bermanfaat dengan wujud yang tetap. Ketiga, delivery. Artinya harus ada kepastian pengiriman dan distribusi yang tepat. Ketepatan waktu menjadi hal yang penting disini. Dan terakhir, adalah precise determination. Kualitas dan nilai yang dijual itu harus sesuai dan melekat dengan barang yang akan diperjualbelikan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang diinformasikan pada saat promosi dan iklan.
Hapus2.Ghisy
Ghisy berarti menipu atau curang. Kata ini tentu bermakna sangat umum, sehingga meliputi segala bentuk penipuan atau kecurangan dalam akad jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, gadai atau muamalah lainnya.
Tathfiif
Tathfiif berarti mengurangi hak orang lain dalam takaran atau timbangan. Perbuatan ini telah dilarang keras oleh Allah l dalam Al-Qur’an.
Najsy
Najsy adalah menaikkan harga barang oleh orang yang tidak hendak membelinya dengan cara menawarnya dengan harga yang tinggi, baik dengan tujuan menguntungkan penjual, mencelakakan pembeli, atau hanya main-main.
Memaksa pihak lain
Yakni jangan sampai berlangsung akad jual beli antara penjual dan pembeli kecuali keduanya saling ridha. Ini merupakan syarat sahnya jual beli. Islam mengharuskan demikian karena Islam hendak menghindarkan tindak kezaliman pada manusia. Sehingga tidak halal bagi seseorang mengambil harta orang lain yang keluar tanpa kerelaannya.
Menyembunyikan aib
Seorang muslim diharuskan untuk berkata dan berbuat jujur dalam segala perbuatannya, termasuk tentunya dalam jual beli. Jika ia jujur maka Allah l akan berikan barakah dalam transaksi mereka. Sebaliknya, bila tidak maka keberkahan itu akan dicabut oleh Allah
Gharar
Gharar adalah sesuatu yang tersembunyi atau belum diketahui akhirnya apakah akan menguntungkan atau akan merugikan. Jual beli yang mengandung unsur gharar semacam ini dilarang.
Menahan gaji pegawai
Bilamana pekerja telah melakukan pekerjaannya, maka gaji merupakan haknya yang harus dipenuhi. Tidak halal bagi majikan untuk menahan gaji pekerja/karyawannya.
Menjual pada penjualan sesama muslim
Begitu pula membeli pada pembelian sesama muslim. Jadi larangan tersebut mencakup baik penjualan maupun pembelian.
Gambarannya adalah seseorang datang kepada dua orang yang sedang melangsungkan akad jual beli, di mana jual beli telah terjadi namun keduanya masih dalam tempo khiyar majelis3. Keduanya belum berpisah, maksudnya keduanya masih punya hak pembatalan, karena masih dalam punya hak pembatalan, karena masih dalam satu majelis belum berpisah. Kemudian orang itupun mengatakan kepada pembeli: ‘Batalkan saja jual belinya, saya akan beri kamu barang yang sama dengan harga yang lebih murah’ atau ‘harga sama namun barangnya lebih bagus’.
wildan faza
BalasHapus2021 111 206
kelas D
tolong jelaskan karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi. agar usaha apa yang kita lakukan bernilai ibadah. maturnuwun..
tentu kita harus melihat pula jual beli dalam pandangan islam, seperti yang saya jelaskan pada penanya sebelumnya,,, bilamana kita sudah bisa menerapkan hukum islam tentang jual beli,tentu apa-apa yang dihasilkan dari proses jual beli yang kita lakukan akan mendapat berkah dari ALLAH,dan tentu itu akan bernilai ibadah. tapi apabila kita dalam melakukan jual beli sudah melakukan unsur kecurangan, tentu itu menjadi indikasi bahwa apa yang kita lakukan akan mendapat dosa dari ALLAH...
HapusNur Akhadiyah
BalasHapus2021 111 151
kelas D
bagaimana sih jula beli yang benar menurut Islam,lalu kenapa Islam melarang penimbunan barang?
hatur nuhun,,,,,
pertanyaan dari mbak nur akhadiyah pada intinya menanyakan karakteristik jual beli dalam pandangan islam, seperti yang ditanyakan oleh mbak nais stanaul athiyah diatas.
Hapustentang pertanyaan yang kedua, seperti yang saya jelaskan diatas pula, bahwa penimbunan mengakibatkan kekacauan ekonomi, karena barang yang ditimbun menjadi hajat hidup orang banyak, dan itu termasuk dalam kategori pencurian barang yang bukan miliknya karena didalam barang yang seperti saya contohkan pada makalah adalah menjadi hak orang lain sebagai barang pokok kebutuhan hidup.
Nama: Nur Asfiyani
BalasHapusNIM: 2021 111 200
Kelas: D
Yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika seorang pedagang yang menjual barang komoditinya dengan harga yang mahal, kemudian ditawar oleh si pembeli dengan harapan agar memperoleh harga yang lebih murah, namun si penjual ini malah marah kepada si pembeli tersebut, apakah hal itu tetap diperbolehkan? Terimakasih...
tawar menawar itu menurut saya sah-sah saja, asal hal itu menjadi persetujuan dari kedua belah pihak antara penjual dan pembeli,,, jual beli dalam pandangan islam juga mengacu pada asas kekeluargaan, jadi, interaksi antara penjual dan pembeli diharapkan juga dapat menjalin silaturahmi. bila hal tersebut sudah bisa dijalankan, saya yakin akan ada hubungan yang saling menghargai satu sama lain dan saling menghormati, penjual tidak terlalu mahal dalam menawarkan barang daganganya, serta pembeli yang tidak berlebihan dalam menawarkan barang dagangan.
Hapusnama : sholihatun nisa
BalasHapusnim : 2021111144
mengenai penimbunan barang....apakah dalam macam barang yang yang ditimbun ada ketentuan tersendiri dan apakah setiap penimbunan barang dihukumi tidak boleh?????
terimakasih
tentu ada kriteria barang yang diharamkan dalam penimbunan seperti yang saya jelaskan pada makalah diatas:
Hapus1.Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya,
2.Bahwa barang yang di timbunya itu dalam usaha menunggu saat naiknya harga,
3.Penimbunan itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan barang yang ia timbun,
tentu terbatas pada barang-barang yang bersifat kebutuhan primer bagi manusia,,,
shofatul jannah
BalasHapus2021 111 183
dalam makalah tertulis bahwa Jangan memberikan harga suatu barang kepada konsumen jauh melebihi diatas harga standar, padahal dalam realita sekarang banyak yang mengambil untung jauh diatas harga standar.
bagaimana pendapat pemakalah mengenai hal itu?
trimksi
memang pada zaman sekarang sedikit banyak mengadopsi asas ekonomi liberal dari dunia barat, yang mana seorang penjual ramai-ramai menawarkan harga dagangannya setinggi mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang besar, tentu sekali lagi itu menjadi hal yang tidak diperbolehkan, seperti yang saya jelaskan pada penanya sebelumnya, bahwa antara penjual dan pembeli dalam aturan islam hendaknya saling menghargai, ada komunikasi yang jelas dalam transaksi jual beli, sehingga entah itu penjual maupun pembeli dapat saling menyetujui pada barang yang sedang ditransaksikan...
HapusNama: Musiyami Ulfa
BalasHapusNIM: 2021 111 157
Assalamu'aalikum
dalam aspek tarbawi disebutkan, Jangan memberikan harga suatu barang kepada konsumen jauh melebihi diatas harga standar,...tetapi jika pedagang tersebut tidak mengerti harga standarnya bagaimana ??
terimakasih
itulah gunanya komunikasi antar sesama pedagang yang berjualan,bilamana komunikasi tersebut berjalan dengan lancar,niscaya kesetabilan ekonomi pun akan merata, karena dari daerah satu ke daerah yang lain saling "update" dalam menerima harga pasaran terkini, dan hal tersebut bisa mengurangi resiko kecurangan dalam jual beli, karena harga bisa diketahui secara umum dengan standar masyarakat luas,,,
Hapusjika memang pedagang tersebut tidak mengetahui harga pada umumnya, begitu pula pembeli. maka selama kedua belah pihak saling menyetujui kesepakatan harga, menurut saya itu tidak apa-apa... dan sah sah saja,,
BADIATUL LIZA
BalasHapus2021 111 146
D
apakah semua hal yang mengarah pada penimbunan itu tidak diperbolehkan??
terimakasih
seperti yang saya jelaskan diatas, bahwa ada kriteria-kretiria yang diharamkan dalam penimbunan, bentuk barangnya juga sudah saya contohkan, tentu apabila penimbunan mengarah pada hal-hal yang dilarang seperti diatas itu menjadi hal yang tidak diperbolehkan dalam hukum syar'i maupun dalam hukum undang-undang negara
Hapusassalamualaikum..
BalasHapusmenurut makalah diatas jual beli yang laba maka diharamkan. namun dalam kenyataanya para pedagang tidak bisa lepas dari untuk memperoleh laba ??
dan apakah ada kebolehan dari islam dalam jual beli dengan mengharapkan laba, kalau ada berapa persenkah laba yang boleh diambil??
wassalam..
wa'alaikumsalamm.....
Hapusmungkin mbak bro, kurang fokus dalam membaca makalah dari saya... saya maklum, anda mungkin lagi galau... hehe,,, PEACE....
saya bacakan lagi yaaa??? "Hadits diatas menjelaskan tentang orang yang mencari rezeki dengan jalan jual beli dan memperoleh laba, TIDAK DIHARAMKAN oleh Allah, melainkan orang tersebut akan diberi rezeki" jadi, jelaslah sudah. bahwa orang yang berjualan tentu mengharap laba atau KEUNTUNGAN, akan tetapi dalam pelaksanaanya harus memenuhi kaedah-kaedah jual beli dalam islam, seperti yang saya jelaskan pada penanya diatas (nais stan'ul athiyah)bilamana pedangang sudah bisa melaksanakan persyaratan tersebut dan tidak berlebihan dalam memberi harga pada barang daganganya, tentu itu diperbolehkan, dan mendapat janji dari ALLAH seperti yang dijelaskan dalam makalah diatas, akan diberi keberkahan pada riskinya.
nama : aisyah
BalasHapusnim : 2021 111 158
Orang-orang yang menawarkan dengan harga murah akan diberi rezeki, sedang yang melakukan penimbunan akan dilaknat.”.
tolong jelaskan maksudnya. apakah hanya orang orong yang menawar harga murah saja yang akan diberi rizki,,,???//
harga murah yang dimaksud adalah seorang penjual yang menawarkan barangnya dengan harga yang sewajarnya, tentu pedagang tersebut sudah menghitung dengan keuntungan yang akan didapat dari harga tersebut, akan tetapi dalam mengambil keuntunganya tidak boleh berlebihan.
Hapusjual beli bukan hanya soal mencari keuntungan semata, tetapi lebih dari itu, didalam islam juga diajarkan bahwa jual beli termasuk dalam interaksi sosial kemasyarakatan. yang didalamnya juga berkaitan dengan menjalin silaturahmi dan saling menghargai, antara penjual dan pembeli... dan bilamana pedagang menjual harga barang tidak berlebihan,,, dan dalam memberikan promo pada barang sesuai dengan kenyataanya, tidak berdusta. hal tersebut sudah bernilai ibadah dihadapan ALLAH, karena pedagang tersebut sudah menggunakan asas kejujuran. ALLAH menjanjikan akan memberikan rizki pada orang itu.
menjawab dari pertanyaan yang kedua, tentu selain menawarkan dengan harga yang murah juga pedagang tersebut harus dilandasi rasa kejujuran, ramah kepada pembeli, apa adanya dia saat bertraksaksi, tidak mengurangi atau melebihkan ucapan dari barang yang dijualnya...
nama: fiza umami
BalasHapusnim: 2021 111 152
assalamualaikum,,
bagaimana menurut pemakalah kalau ada penjual bawang dan orang itu sudah membeli bawang dengan jumlah yang banyak, dan orang itu tidak mengetahui bahwa nantinya harga bawang akn naik tinggi, dan orang itu tidak mengetahui, nah bagaimana kalau penjual tersebut menjual bawangnya dengan harga yang sangat tinggi juga, apakah itu termasuk penimbunan ???
wa;alaikumsalam...
Hapuspoint pertama: bahwa sebelumnya orang itu benar2 tidak berniat menimbun barang untuk kecurangan,,, hanya mengumpulkan barang sementara kemudian untuk didistribusikan ke konsumen. perilaku tersebut tidak dalam kategori yang dilarang.
point yang kedua: kemudian secara kebetulan, barang yang ditimbun itu menjadi langka dan dicari banyak orang, lalu terlintas dibenaknya untuk memanfaatkan peristiwa tersebut untuk berlaku curang dengan menaikkan harga barang setinggi mungkin (tanpa memperdulikan harga standar dari pemerintah pada barang tersebut sewaktu terjadi krisis)hal demikianlah yang tidak diperbolehkan. walau selangka apapun barang itu disaat krisis, akan tetapi harus mengikuti aturan harga yang disepakati secara umum, "jangan berlebihan, karena sesuatu yang berleihan (apapun bentuknya) tidak diperbolehkan dalam islam"
Nama : Heri Rubi Antoni
BalasHapusKelas : D
NIM : 2021 111 161
Mengenai penimbunan yang saya tanyakan bagaimana hukum barang yang ditimbun apakah haram atau tidak.?jelaskan
jelas itu haram, penimbunan sama saja dengan pencurian harta yang bukan miliknya... dalam barang tersebut masih ada hak milik orang lain, karena barang tersebut menjadi hajat hidup orang banyak... yang seharusnya tidak "diembatnya secara berlebihan"
Hapusnihlatul maziyah
BalasHapus2021 111 130
bagaimana mengatasi atau upaya yang dilakukan untuk menanggulangi adanya praktik monopoli/ penimbunan???
tawaran solusi dari pemakalah...
sebenarnya hal tersebut sudah ada aturanya dari pemerintah sebagai berikut:
BalasHapusUntuk mencegah adanya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dikalangan pelaku usaha, maka UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang betugas menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan usaha bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 1999. KPPU merupakan suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada Presiden (pasal 30 UU No. 5 Tahun 1999).
Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU berpedoman pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopol.