MAKALAH
PEMBELAJAR,
GIZAG DAN USWAH
DALAM STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah :
Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu :
Muhammad Hufron, M.S.I
Disusun oleh :
Restu Noviani 2021 111
091
Asyief Nurdianto 2021 111 113
Kukuh Dwi Atmono 2021 111 323
Kelas H
PRODI PAI JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar terjadi ketika
adanya interaksi antara pengajar atau pendidik dan peserta didik. Pembelajaran
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam memotivasi dan memfasilitasi
peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar. Guru tidak hanya mengajar,
tetapi juga mendidik, hingga membelajarkan. Dari istilah Jawa, kerata basa, bahwa
guru iku digugu lan ditiru. Artinya, semestinya seorang guru
harus direspon, dipercayai, diteladani dan dipatuhi. Dari situlah seorang
pendidik menjadi panutan atau sosok yang akan menjadi teladan bagi peserta
didiknya. Keteladanan dari seorang pendidik sangatlah diperlukan karena akan
mampu menciptakan generasinya yang memilliki teladan pula. Apabila keteladanan
itu dimiliki oleh setiap generasi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa akan
tumbuh karakter yang membangun sebuah pola keteladanan dalam lingkungan mereka.
Uswah atau keteladanan yang dimiliki seorang
pendidik juga tidak terlepas dari unsur lain yaitu kewibawaan. Gezag atau
kewibawaan ini akan menjadi nilai lebih yang dipandang oleh orang lain terutama
oleh peserta didiknya. Seorang pendidik yang memiliki kewibawaan, tentu akan
dihormati, dipatuhi, diteladani bahkan ditakuti oleh peserta didik. Sehingga
dapat dijadikan sebuah modal bagi seorang pendidik yang akan mempermudah
melakukan tugasnya dengan baik dan berhasil baik pula.
Dari uraian di atas, tentang guru sebagai
pembalajar yang memiliki kewibawaan serta keteladanan, maka dalam makalah ini
akan dibahas mengenai hal tersebut guna menjadi beberapa bekal bagi para calon
pendidik menjadi seorang pendidik yang berkarakter seperti di atas.
BAB II
ISI
A. Hakikat Pembelajar, Gezag dan Uswah
1. Pembelajar
Pembelajar atau yang umumnya kita kenal
sebagai pengajar, pendidik, atau lebih umum disebut guru merupakan sebutan
untuk seseorang yang dewasa secara psikologi, sehingga ia dapat memberikan
pengalaman-pengalaman belajar kepada orang lain khususnya kepada peserta didik.
Pembelajar juga merupakan komponen dari penting dalam kegiatan pendidikan,
tanpa adanya seorang pembelajar kegiatan pendidikan sulit untuk dilaksanakan.
Menurut Dewi S. Prawiradilaga
(2007) dalam bukunya yang berjudul Prisip Desain Pembelajaran, pengajar
merupakan istilah umum untuk seseorang ahli yang berprofesi sebagai guru,
pendidik, dosen, instruktur, widyaiswara, pelatih, fasilitator.
Seorang
pembelajar harus memiliki karakteristik atau sifat-sifat khas yang diperlukan
dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pembelajar yaitu:
a. Kematangan
diri yang stabil
Seorang
pemelajar harus mampu peserta didiknya, serta harus dapat memahami nilai-nilai
kemanusian yang berkembang dalam lingkungannya. Sebelum memehami orang lain
seseorang harus dapat memahami dirinya sendiri terlebih dahulu. Untuk itu dia
harus memiliki kematangan diri yang stabil agar mampu memahami diri sendiri dan
peserta didiknya.
b. Kematangan
sosial yang stabil
Seorang
pemelajar harus memiliki jiwa sosialitas yang tinggi, sehingga mampu menjalin
kerja sama dengan masyarakat. Serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
masyarakat sekitarnya. Sebab pada dasarnya segala pengalaman belajar yang akan
diberikan pada peserta didik harus sesuai dengan nilai-nilai social yang
berkembang pada masyarakat sekitar, agar kelak peserta didik dapat
mengaplikasikan segala pengalaman belajar yang ia terima kepada masyarakat
sekitarnya.
c. Kematangan professional
Seorang
pemelajar harus memiliki kemampuan untuk mendidik, artinya harus memiliki
pengetahuan yang cukup tentang latar belakang dan perkembangan anak didiknya.
Sebab pada dasarnya setiap anak didik terlahir dengan kepribadian dan kemampuan
belajar yang berbeda-beda. Ada anak yang terlahir dengan kemampuan belajar atau
tingkat kecerdasan yang tinggi, namun di samping itu ada juga anak yang
terlahir dengan kemampuan belajar yang rendah, atau bisa dibilang di bawah rata
– rata.
2. Gezag (kewibawaan)
Kewibawaan atau gezag, adalah
suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang
berhadapan dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh
kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara
sadar, dengan tidak terpaksa, dan tidak merasa/ diharuskan dan luar, dengan
penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, menuruti semua yang
dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu.[1]
Kewibawaan
merupakan “alat pendidikan” yang diaplikasikan oleh guru untuk menjangkau (to
touch) kedirian anak didik dalam hubungan pendidikan. Kewibawaan ini mengarah
kepada kondisi high touch, dalam arti perlakuan guru menyentuh secara positif, kontruktif, dan
komprehensif aspek-aspek kedirian/kemanusiaan anak didik. Dalam hal ini guru
menjadi fasilitator bagi pengembangan anak didik yang diwarnai secara kental
oleh suasana kehangatan dan penerimaan, keterbukaan dan ketulusan, penghargaan,
kepercayaan, pemahaman empati, kecintaan dan penuh perhatian.
3. Uswah (keteladanan)
Pengertian keteladanan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebutkan bahwa kata “keteladanan” mempunyai akar kata
“teladan” yaitu perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh. Jadi “keteladanan”
adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.[2]
Kata “keteladanan” dalam bahasa Arab diungkapkan dengan
kata “Uswah” & “qudwah”. Menurut Al-Asyfahani sebagaimana
dikutip oleh Armai Arief, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-iswah”
sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-qidwah” berarti
“suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam
kebaikan, kejelekan, atau kejahatan. Senada dengan Al-Ashfahani, Ibn Zakaria
dalam buku Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam karya Armai
Arief mendefinisikan kata “uswah” berarti “qudwah” yang
berarti ikutan, mengikuti yang diikuti”. Dengan demikian keteladanan adalah
hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun
keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan
sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik.[3]
Menjadi guru adalah
menjadi teladan. Keteladanan inilah modal seorang guru yang tak ternilai
harganya. Aset yang tidak akan terbayar, dengan gaji seberapapun besarnya.
Keteladanan adalah sebuah kekuatan. Khususnya bagi seorang guru untuk mendidik peserta
didiknya menciptakan masa depan yang lebih baik.[4] Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan
profil dan idola, seluruh kepribadiannya adalah figur yang paripurna. Itulah
kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang
tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara
perlahan lebur dari jati diri.[5]
B. Perbedaan antara Mendidik, Mengajar dan Membelajarkan
Sering kita temui beberapa istilah yang
dianggap sama, ada juga yang menganggap berbeda, yaitu antara mendidik,
mengajar dan membelajarkan. Secara singkat, mengajar hanya lebih tertuju pada
penyampaian pesan atau ilmu kepada orang yang diajar dalam bidang pengetahuan
saja, sehingga apabila ilmu telah diterima dan diketahui maka dianggap telah
melakukan tugas mengajar. Sebagian besar, kegiatan mengajar hanya tertuju pada
ranah kognitif dan psikomotorik. Sedangkan mendidik memiliki tujuan lebih dari
itu. Mendidik berarti mengarahkan potensi akhlak atau moral si terdidik,
sehingga tidak hanya mengetahui ilmu pengetahuan, tetapi juga memenuhi unsur
afektif setelah memperoleh ilmu pengetahuan.
Membelajarkan lebih menuju pada
pembentukan dan pengembangan potensi yang ada pada seseorang, sekaligus
menghidupkan karakteristik seseorang sebagaimana mestinya. Antra lain akan
dapat menciptakan karakter sebagai seorang yang termotivasi, berinspirasi,
berwawasan, terorganisasi, berprinsip, berevaluasi, dan sebagainya.[6]
Mendidik adalah usaha melakukan
internalisasi nilai sesuai dengan ilmu yang ditranformasikan dalam kegiatan
mengajar. Hasil kegiatan mendidik itulah yang membedakan pola pikir dan cara
pandang siswa tentang sesuatu dan lebih kepada penanaman nilai kepribadian.
Mengajar
adalah kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan oleh guru kepada peserta didik
dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode mengajar, mulai dari
perencanaan sampai melakukan evaluasi. Kompetensi pendukung utama yang
diperlukan adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.[7]
C.
Kegunaan Gezag dan Uswah
Pelaksanaan kewibawaan dalam pendidikan itu harus bersandarkan perwujudan
norma-norma dalam diri si pendidik sendiri. Justru karena wibawa itu mempunyai
tujuan untuk membawa si anak ke tingkat kedewasaannya, yaitu mengenal dan hidup
yang sesuai dengan norma-norma, maka menjadi syaratlah bahwa si pendidik
memberi contoh dengan jalan menyesuaikan dirinya dengan norma-norma itu
sendiri. Tidak ada seorang pun yang lebih banyak kewibawaannya dari pada mereka
yang mewujudkan kewibawaan itu dalam dirinya sendiri.
Kewibawaan dan identifikasi di atas telah dikatakan bahwa tujuan dari
wibawa dalam pendidikan itu ialah, dengan wibawa itu si pendidik hendak
berusaha membawa anak itu ke arah kedewasaannya. Ini berarti, secara
berangsur-angsur anak dapat mengenal nilai-nilai hidup atau norma-norma
(seperti norma-norma kesusilaan, keindahan, ketuhanan dan sebagainya) dan
menyesuaikan diri dengan norma-norma itu dalam hidupnya. Syarat mutlak dalam
pendidikan ialah adanya kewibawaan pada si pendidik. Tanpa kewibawaan itu,
pendidikan tidak akan berhasil baik. Dalam setiap masam kewibawaan terdapatlah
suatu identifikasi sebagai dasar. Artinya, dalam melakukan kewibawaan itu si
pendidik mempersatukan dirinya dengan anak didik, juga yang dididik
mempersatukan dirinya terhadap pendidiknya.[8]
Sedangkan
keteladanan, keteladanan dalam diri seseorang akan
berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Keteladanan yang diberikan tokoh
masyarakat, akan memberi warna yang cukup besar kepada masyarakat di lingkungan
tempat tinggalnya. Bahkan, keteladanan itu akan mampu merubah prilaku
masyarakat di lingkunganya.
Dengan
keteladanan yang ia tunjukkan, seorang tokoh dengan mudah mempengaruhi banyak
orang untuk mewujudkan suatu tujuan, tentu saja untuk tujuan yang baik.
Demikian pula halnya keteladanan
bagi seorang guru, tidak saja harus ditunjukkan ketika berada di sekolah atau
di lingkungan sekolah.
Sosok guru dan profesinya melekat di mana saja mereka berada, sehingga kata “guru” selalu dipergunakan sebagai identitas, baik ketika guru tersebut melakukan aktivitas yang berkaitan dengan dunia pendidikan, maupun kegiatan yang jauh dari ranah pendidikan.[9]
Sosok guru dan profesinya melekat di mana saja mereka berada, sehingga kata “guru” selalu dipergunakan sebagai identitas, baik ketika guru tersebut melakukan aktivitas yang berkaitan dengan dunia pendidikan, maupun kegiatan yang jauh dari ranah pendidikan.[9]
BAB III
PENUTUP
Guru
merupakan seorang pembelajar, maka saat guru melupakan kebiasaannya ini maka
reduplah sebuah proses pendidikan. Guru harus terus belajar dan belajar untuk
meningkatkan kualitas dirinya. Dihadapan para siswa saat melakukan proses
pembelajaran sebenarnya guru sedang mempertaruhkan dirinya, harga dirinya
sedang dipertontonkan di hadapan para siswa. Apakah kebanggaan yang akan muncul
karena sajian yang memuaskan atau kekecewaan karena minimnya inovasi yang mampu
dilakukan saat memberikan sebuah proses pembelajaran.
Kewibawaan
merupakan tonggak utama yang harus dimiliki seorang guru sebagai pendidik dan
pembimbing. Dengan kewibawaan yang dipunyai guru berarti memiliki kemampuan
lebih, berpenampilan menarik, mempunyai kekuatan dan keahlian yang berhubungan
dengan pembelajaran yang meliputi: penguasaan materi pelajaran, kemampuan
mengelola kelas, kedekatan dengan siswa, bertanggungjawab dan sungguh-sungguh,
sehingga dengan demikian guru akan dijadikan sebagai panutan, contoh, bapak,
dan teman yang disegani oleh siswa.
Untuk menjadi teladan bagi siswa, bukanlah perkara mudah.
Banyak indikator tingkah laku yang harus ditunjukkan dalam sikap dan perkataan,
baik di sekolah, di lingkungan sekolah, lebih lagi di lingkungan masyarakat.
Meski tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi.
Meski tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineke Cipta.
Gordon,
Thomas. 1990. Guru yang Efektif: Cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam
Kelas. Ed. 2. Cet. 3. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mustakim,
Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: Stain Press.
[1] http://ndalaila.blogspot.com/2011/12/pentingnya-sebuah-kewibawaan.html (Diakses tanggal 11 September 2013)
[2] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), hlm. 466
[3] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet.ke-2, hlm. 117
[4]
http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/11/mendiagnosa-penyakit-para-guru-di-indonesia-bagian-1-559186.html
(Diakses tanggal 11 September 2013)
[5]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineke Cipta, 2000), hlm. 41
[6] Ibid., hlm. 43-49
[7]
Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan: Stain
Press, 2009), hlm. 2-4
[8] http://ndalaila.blogspot.com/2011/12/pentingnya-sebuah-kewibawaan-dalam.html
(Diakses tanggal 11 September 2013)
[9] http://www.pekanbaruriau.com/2008/09/pentingnya-keteladanan-seorang-guru.html
perhatian:
BalasHapusapabila di blog ini tidak terdapat materi yang diposting,
postingan mengenai "SBM-H,02: pembelajar, gizag dan uswah" juga tersedia di branty-6des.blogspot.com
silahkan kunjungi dan post-kan komentar
mohon maaf dan terima kasih
Assalamu'alaikum wr.wb.. .
BalasHapusNama: Anita Kumala
Nim: 2021 111 364
Kepada pemakalah yg terhormat..
Menurut pemakalah bagaimana caranya kita sebagai calon-calon pendidik dan sebagai pelajar baik tingkat siswa maupun mahasiswa agar senantiasa meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad dalam pengaplikasiannya di dunia pendidikan khususnya. ..? Karena pada zaman sekarang ini, meneladani uswah maupun gezag nabi itu merupakan hal yg dapat dikatakan sulit, sedangkan untuk meniru artis atau idola (public figur) itu justru lebih tertarik n bersemangat.. .
Nah, Mnurut pemakalah bagaimana menanggapi hal tersebut khususnya pada generasi-generasi muda zaman skrg.. .?
Trimakasih..
waalaikumsalam wr wb..
Hapuskepeda penanya yg terhormat juga,,,menurut kami,anak muda zaman sekarang memang sulit untuk meneladani sifat- sifat Nabi Muhammad SAW,karena anak muda zaman sekarang sudah menjadi korban media,oleh karena itu kita harus menanamkan sifat- sifat Nabi Muhammad SAW,sejak kita kecil hingga kita dewasa nanti,seperti kata pepatah "tuntutlah ilmu dari dalam buaian sampai masuk keliang lahat"
karena penanaman sifat- sifat Nabi Muhammad SAW dari kita sejak kecil akan terbawa sampai kita dewasa,bahkan sampai kita tua nanti.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNais stanaul Athiyah
BalasHapus2021 111 280
saya mau bertanya,menurut pemakalah, apa sebenarnya hakikat dari uswah dan gizag bagi seorang guru? dan bagaimana cara agar menjadi seorang guru yang memiliki uswah dan gizag yang baik?
terima kasih
saya jawab semampu saya ya.
Hapususwah adl teladan. dalam hal ini hakikat seorang teladan adalah sebagai contoh yang baik bagi orang lain.
sedangkan gizak/wibawa, untuk seorang guru ini jelas diperlukan, karena dengan berwibawa seorang guru akan dihormati oleh anak didiknya bukan ditakuti. istilahe wong jowo disungkani/disegani.
2021 111 127
BalasHapusassaLamu'alaikum wr wb...
saya ingin bertanya, bagaimana cara kita agar dapat membentuk gizag yang baik, dan bagaimana kiatnya agar guru dapat menjadi t
eladan yang baik bagi siswa maupun yang lainnya....
terimakasih,,
wassalamu'alaikum wr wb.....
waalaikumsalam wr wb..
Hapusmenurut kami,,agar dapat membentuk gizag yg baik yg pertama diri kita sendiri sebagai calon guru harus baik.
Dan memberikan teladan yg baik,dan siswa bisa meneladani kita maka gizag yg baik akan terbentuk dengan sendirinya,dari pencitraan siswanya masing2.
termksh mb ulul ilma we-es
Hapusjadi agar kita bisa mempunyai kewibawaan dan bisa menjadi teladan adl harus dimulai dari hal yang terdekat dulu dari diri kita yaitu pembiasaan dilingkungan keluarga, karena lingkungan keluarga adl awal dari sebuah pendidikan.
karena gizaq dan uswah harus dibentuk dari diri dan harus dibiasakan, tidak bisa secara instan.
Wido murni 2021110302
BalasHapusAssalamu'alaikum wr wb.......
Saya mw berta'y tentang Uswah (keteladanan)......sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kepribadiannya adalah figur yang paripurna......?????
1. profil dan idola seperti apa yang diharapkan oleh peserta didik dari seorang guru.....
2. figur paripurna seperti apa yang bisa dikatakan uswah..????? menurut pemakalah
waalaikumslam wr wb..
Hapusmenurut kami pribadi ya,profil dan idola yg diharapkan oleh peserta didik dari seorang guru ya seorang guru yg punya integritas yg tinggi,dan profesional dalam mengajar,dan punya semangat juang yg tinggi.
figur paripurna yg dikatakan uswah menurut kami ya pak gufron,karena beliau berbeda dengan dosen lain,beliau sangat menghargai waktu dan ontime sekali,beliau sangat ramah dan tugasnya juga banyak,menurut kami sempurna sekali.
jawaban pertanyaan no.1
Hapusmenurut saya, guru itu harus menarik, baik penapilannya, pembawaan dirinya, juga cara mengajarnya. biasanya seorang anak didik itu akan bosan dengan guru yang banyak omong dan pemarah, jadi mengajarlah dengan sersan (serius tapi sanpai) dengan begitu anda akan jadi guru yang ditunggu kedatangannya oleh anak didik anda. guru idola.
trmksh
Salam hanggat sahabat
BalasHapusDengan datangnya pesan ini, saya
Agus Triyono
2021 111 135
Ingin menanyakan kepada sahabat pemakah.
Bagaimana menjaga keeksistensian Uswah dan Gezag
tq
menurut kami pribadi ya,,untuk menjaga keeksistensian uswah dan gezag,ya kita selalu up to date,mengikuti perkembangan zaman anak muda zaman sekarang,yg dulu belom ada internet sekarang sudah ada,belajar dari ilmu padi,semakin berisi semakin merunduk.
Hapustolkhah
BalasHapus2021 111 348
uswah dan gezag seorang guru, tidak sedikit yg diabaikan oleh siswanya. pertanyaan saya, faktor apa sajakah yg mempengaruhi hal itu?
trims,,,,
menurut kami faktor yg mempengaruhi hal tersebut adalah ada dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern)
Hapuskalau dari dalam mungkin gurunya itu tidak bisa menjaga eksistensinya atau ke profesionalitasnya sebagai guru.
kalau dari luar mungkin guru tersebut tidak bisa menjaga penampilanya dengan baik,misalnya tidak pernah mandi,atau pakaian tidak rapi,tidak disiplin maka kemungkinannya guru tersebut mudah diabaikan oleh siswa.
السلام علىكم ورحمة الله وبركاته
BalasHapusMuhammmad Fahminnafi
2021 111 365
Menurut saudara, bagaimana cara menyampaikan tauladan yang baik agar mudah dicerna dan dipahami oleh para anak didik??
trimakasih...
والسلام علىكم ورحمة الله وبركاته
waalaikumsalam..
Hapusmenurut kami,,cara menyampaikan tauladan yg baik agar mudah dicerna dan dipahami oleh para anak didik adalah menggunakan bahasa yg baik dan mudah dicerna oleh anak didik tersebut,tidak monoton,cara menyampaikan pada anak didik tersebut harus menarik.
menurut saya, jangan banyak omong kepada anak didik, tauladan itu harus dipraktikkan/diberi contoh. seperti halnya seorang anak yang meniru tingkahlaku orang tuanya-baik/buruk. dalam hal tauladan harus diberikan contoh langsung,
Hapusterimakasih
Nama: sudanto
BalasHapusNIm : 2021 111 310
Bagaiamanakah jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, yaitu antara wibawa dan uswah tersbut?
menurut kami,jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi maka dalam proses belajar mengajar tidak seimbang.karena dalam proses belajar mengajar perlu adanya kedua unsur tersebut.
Hapussaya rasa kedua unsur tersebut saling terkait, ada uswah ada gizaq. jika seorang guru tidak memiliki 2 unsur itu maka dalam KBM tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain pembeajaran tidak akan menyenangkan.
Hapusjika guru tidak berwibawa maka akan diremehkan/tidak dihargai oleh anak didik.
jika seorang guru tidak bisa menjadi teladan bagi anak didiknya maka tidak sepatutnya jadi seorang guru, karna hakikatnya guru itu sebagai sumber ilmu, mengajari anak didiknya sesuatu yang baik.
Nama : Muhammad Azizin
BalasHapusNIM : 2021 111 316
Bagaimana jika kewibawaan seorang pendidik malah menjadikan semakin jauhnya derajat dan jarak antara pendidik dan peserta didik, sehingga mengakibatkan peserta didik malu untuk bertanya kepada pendidik dan mengakibatkan peserta didik minder.
menurut kami,itu tergantung dari peserta didiknya masing2 ya,,tergantung dari pribadi individu itu sendiri,dan seorang pendidk.
Hapusdalam pertanyaan anda mengindikasikan kalo wibawa itu kadang memberikan efek takut pada seorang guru. wibawa itu menurut saya adalah sebuah pembawaan diri dalam setiap situasi dan kondisi, misalnya ada seseorang yang biasa saja-santai-akan tetapi orang itu dihargai. dilihat dari cara bicara, tertawanya, juga bahasa tubuhnya itu mengisyaratkan kewibawaan dari dirinya/ inner beauty.
Hapusyulia rizqi mar'ati
BalasHapus2021 111 299
saya mau tanya,dalam makalah kan dsebutkan pada dasarnya setiap anak didik terlahir dengan kepribadian dan kemampuan belajar yang berbeda-beda.
bagaimana cara pendidik dalam menghadapi perbedaan tersebut ?
terimakasih.. :)
terima kasih atas pertanyaaannyaa...
Hapusbagi seorang guru/pendidik sebaiknya mengetahui itu psikologi (Psikologi perkembangan), agar bisa memahami hakikat dari seorang anak itu seperti apa, dengan begitu guru/pendidik akan udah menanggulangi masalah seperti tersebut di atas.
dalam menghadapi hal seperti itu, sebaiknya guru/pendidik dalam memberikan ilmu/ pelajaran (transfer of knowlegde & transfer of value) harus mendidik/memberikan pelajaran secara bertahap, mulai dari dasarnya. kesabaran & ketlatenan seorang pendidik juga ditantang dalam hal tersebut karena setiap anak itu tidak sama.